Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN

D
I
S
U
S
U
N
O L E H:

NAMA : LAILAN NUR


NIM : 1701032346
Kelas : D Eksekutif.
M.Kuliah : Manajemen Kontrol Kebidanan
Program Studi : D IV Kebidanan
Dosen : Sri Juliani, SKM. M. Kes

INSTITUT KESEHATAN HELVETIA


MEDAN
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah yang berjudul “Manajemen Asuhan Kebidanan” ini telah kami


susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih


ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Medan, Juni 2018

Penyusun
LEARNING BY DOING

1. Dasar dan Tujuan Model Pembelajaran Learning by Doing


Belajar bagi kehidupan manusia menjadi bagian yang sangat penting,
karena manusia diciptakan sebagai pengelola dunia (khalifah fil ardi). Secara
bertahap mereka akan mengalami fase pembelajaran yang didasarkan pada
pengalaman. Sebagai ilustrasi terdekat adalah bayi manusia yang dilahirkan, jika
tidak mendapat bantuan dari manusia dewasa yang lain, tidak belajar, niscaya
binasalah ia. Ia tidak mampu mengembangkan naluri/intrinsik dan potensi-potensi
yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya tanpa pengaruh dari luar.
Beberapa pendapat tentang pengertian belajar banyak disebutkan,
diantaranya, Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories of Learning yang
dikutip oleh Ngalim Purwanto dalam Psikologi Pendidikan bahwa belajar
berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu
yang disebabkan oleh pengalaman berulang-ulang dalam situasi tersebut, dimana
perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan
respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang
(misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya). Lebih lanjut Piaget
berpendapat seperti yang disadur Dimyati dan Mudjiono bahwa pengetahuan
dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan
lingkungan yang selalu mengalami perubahan, sehingga fungsi intelek semakin
berkembang. Pengetahuan dibangun atas dasar tiga bentuk, yaitu pengetahuan
fisik, pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan sosial. Sedangkan
prosesnya didasarkan tiga fase, yaitu fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan
aplikasi konsep. Fase eksplorasi mengarahkan siswa mempelajari gejala dengan
bimbingan, fase pengenalan konsep adalah mengenalkan siswa akan konsep yang
berhubungan dengan gejala, sedangkan fase aplikasi konsep, siswa menggunakan
konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut.
Uraian tersebut merupakan proses internal yang kompleks dan melibatkan
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Kompleksitas belajar dapat dipandang
dari dua subyek, yaitu dari siswa dan dari guru. Siswa secara lagsung mengalami
proses mental dalam menghadapi bahan belajar berupa; keadaan alam, hewan,
tumbuh-tumbuhan, manusia dan bahan yang telah terhimpun dalam literatur.
Proses belajar diamati dari prilaku belajar tentang sesuatu hal, proses ini dapat
diamati secara tidak langsung, yaitu proses internal siswa tidak dapat diamati
langsung, tetapi dapat dipahami oleh guru.
Sebagai upaya merancang, mengelola dan mengembangkan program
pembelajaran dalam kegiatan mengajar, guru diharapkan mampu mengenal faktor-
faktor penentu kegiatan pembelajaran, diantaranya:
a. Karakteristik tujuan, yang mencakup pengetahuan, ketrampilan, dan nilai yang
ingin dicapai atau ditinggalkan sebagai hasil kegiatan.
b. Karakteristik mata pelajaran/bidang studi, meliputi tujuan isi pelajaran, urutan,
dan cara mempelajarinya.
c. Karakteristik siswa, meliputi karakteristik prilaku masukan kognitif dan
afektif, usia, jenis kelamin dan yang lain.
d. Karakteristik guru, meliputi filosofinya tentang pendidikan dan pembelajaran,
kompetensinya dalam teknik pembelajaran, kebiasaanya, pengalaman
kependidikanya dan yang lain.
Hubungan faktor-faktor penentu tersebut merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Peran guru dalam hal ini adalah tetap konsisten untuk
mempertimbangkan faktor eksternal (diluar dari guru), faktor internal (dalam diri
guru), sehingga teknik-teknik pembelajaran efektif dapat dilaksanakan.
Pola pengajaran guru berkaitan erat dengan pilihan metode, jika bahan
pelajaran disajikan secara menarik besar kemungkinan motivasi belajar siswa
akan meningkat. Sesuai yang disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
bahwa model adalah acuan dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.
Keterkaitan dengan pembelajaran sesuai ungkapan Ngalim Purwanto dalam
Psikologi Pendidikan yang mengutip pendapat Morgan dalam bukunya
Introduction to Psichology mengemukakan “Belajar adalah setiap perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan
atau pengalaman. Metode yang dimaksud didasarkan pada model pembelajaran
yang dipakai, model pembelajaran dalam hal ini diartikan sebagai acuan proses
perubahan tingkah laku yang dihasilkan melalui pengalaman.
Keterlibatan langsung anak didik dalam proses edukatif menjadi
pengalaman terarah yang diharapkan mengakar pada diri anak didik. Karena
pengalaman memberikan arah positif pada seleksi dan organisasi terhadap
berbagai materi dan metode pendidikan yang cocok, inilah upaya untuk
memberikan arah baru bagi tugas sekolah. Dengan demikian belajar merupakan
proses yang tidak bertujuan mengembangkan secara spontan segala potensi
bawaan, melainkan bertujuan merangsang proses perkembangan yang
berlangsung melalui suatu urutan tahap yang tetap, dengan cara menyajikan
berbagai masalah dan konflik riil yang dapat diatasi atau diselesaikan oleh anak
secara aktif “by doing it”.

2. Bentuk-bentuk Learning by Doing


Interaksi edukatif selayaknya dibangun guru berdasarkan penerapan
aktivitas anak didik, yaitu belajar sambil melakukan (Learning by doing).
Melakukan aktivitas atau bekerja adalah bentuk pernyataan dari anak didik bahwa
pada hakekatnya belajar adalah perubahan yang terjadi setelah melakukan
aktivitas atau bekerja. Pada kelas-kelas rendah di Sekolah Dasar, aktivitas ini
dapat dilakukan sambil bermain sehingga anak didik akan aktif, senang, gembira,
kreatif serta tidak mengikat.
Lebih lanjut guru memposisikan sebagai penunjuk jalan saja, pengamat
tingkah laku anak, dengan pengamatanya tersebut ia dapat menentukan masalah
yang akan dijadikan pusat minat anak. Kondisi demikian merupakan perbaikan
dari paradigma pendidikan lama, yang tidak memberikan ruang bagi siswa. Di
Sekolah kuno murid hanya mendengarkan. It is made for listening! Kata Dewey
seperti yang dikutip Muis Sad Iman dalam bukunya Pendidikan Partisipatif.
Keadaan seperti itu wajib dirubah. Anak harus bersama-sama, menyelidiki dan
mengamati sendiri, berfikir dan menarik kesimpulan sendiri, membangun dan
menghiasi sendiri sesuai dengan insting yang ada padanya. Tampaklah disini anak
belajar sambil bekerja dan bekerja sambil belajar. Inilah makna istilah Learning
by doing yang dikehendaki oleh Dewey dalam do school.
Keterlibatan siswa tidak hanya sebatas fisik semata, tetapi lebih dari itu
terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan
kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, penghayatan dan
internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat
mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan ketrampilan.
Pada aspek lain guru juga menkondisikan anak didik dengan menggunakan
bentuk-bentuk pengajaran dalam konteks learning by doing, diantaranya:
a. Menumbuhkan motivasi belajar anak
Motivasi berkaitan erat dengan emosi, minat, dan kebutuhan anak didik.
Upaya menumbuhkan motivasi intrinsik yang dilakukan guru adalah mendorong
rasa ingin tahu, keinginan mencoba, dan sikap mandiri anak didik, sedangkan
bentuk motivasi ekstrinsik adalah dengan memberikan rangsangan berupa
pemberian nilai tinggi atau hadiah bagi siswa berprestasi dan sebaliknya.
b. Mengajak anak didik beraktivitas
Adalah proses interaksi edukaktif melibatkan intelek-emosional anak didik
untuk meningkatkan aktivitas dan motivasi akan meningkat. Bentuk
pelaksanaanya adalah mengajak anak didik melakukan aktivitas atau bekerja di
laboratorium, di kebun/lapangan sebagai bagian dari eksplorasi pengalaman, atau
mengalami pengalaman yang sam sekali baru.
c. Mengajar dengan memperhatikan perbedaan individual
Proses kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan memahami kondisi
masing-masing anak didik. Tidak tepat jika guru menyamakan semua anak didik
karena setiap anak didik mempunyai bakat berlainan dan mempunyai kecepatan
belajar yang bervariasi. Seorang anak didik yang hasil belajarnya jelek dikatakan
bodoh. Kemudian menyimpulkan semua anak didik yang hasil belajarnya jelek
dikatakan bodoh. Kondisi demikian tidak dapat dijadikan ukuran, karena terdapat
beberapa faktor penyebab anak memiliki hasil belajar buruk, antara lain; faktor
kesehatan, kesempatan belajar dirumah tidak ada, sarana belajar kurang, dan
sebagainya.
d. Mengajar dengan umpan balik
Bentuknya antara lain; umpan balik kemampuan prilaku anak didik
(perubahan tigkah laku yang dapat dilihat anak didik lainnya, pendidik atau anak
didik itu sendiri), umpan balik tentang daya serap sebagai pelajaran untuk
diterapkan secara aktif. Pola prilaku yang kuat diperoleh melalui partisipasi dalam
memainkan peran (role play).
e. Mengajar dengan pengalihan
Pengajaran yang mengalihkan (transfer) hasil belajar kedalam situasi-
situasi nyata. Guru memilih metode simulasi (mengajak anak didik untuk melihat
proses kegiatan seperti cara berwudlu dan sholat) dan metode proyek
(memberikan kesempatan anak untuk menggunakan alam sekitar dan atau
kegiatan sehari-hari untuk bertukar pikiran baik sesama kawan maupun guru)
untuk pengalihan pengajaran yang bukan hanya bersifat ceramah atau diskusi,
tetapi mengedepankan situasi nyata.
f. Penyusunan pemahaman yang logis dan psikologis
Pengajaran dilakukan dengan memilih metode yang proporsional. Dalam
kondisi tertentu guru tidak dapat meninggalkan metode ceramah maupun metode
pemberian tugas kepada anak didik. Hal ini dilakukan sesuai dengan kondisi
materi pelajaran.

3. Peran Pengalaman dalam Pembelajaran


Berangkat dari refleksi model pendidikan tradisional yang bersifat
dogmatis yang hanya mewariskan segala pengetahuan terhadap generasi baru
tanpa didasarkan pada pengujian kritis terhadap prinsip-prinsip fundamentalnya,
tidaklah berlebihan jika John Dewey memberikan pemikiran bahwa pendidikan
harus mempunyai perubahan orientasi, yaitu pendidikan gaya baru yang
menekankan kebebasan pelajar.
Alasan tersebut didasarkan pada pandangan terhadap pendidikan gaya
lama yang lebih memaksakan pengetahuan dan jauh dari nilai penunjukan bagi
pengalaman pribadi. Anggapan terhadap ketidakpastian itu terdapat suatu
kerangka acuan yang tetap, yaitu hubungan organis antara pendidikan dan
pengalaman pribadi, atau bahwa filsafat baru mengenai pendidikan itu
mengikatkan dirinya pada sejenis filsafat empiris dan eksperimental.
Pengalaman secara kualitas dapat dibedakan menjadi dua aspek, aspek
pertama ialah aspek langsung, yaitu menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Aspek kedua adalah pengaruhnya atas berbagai pengalaman kemudian. Uraian
terakhir merupakan prinsip yang melandasi mengapa pendidikan berkaitan dengan
pengalaman, dan disisi lain memberikan inspirasi bagi guru untuk menata
beberapa jenis pengalaman dengan terus merangsang kegiatannya. Sehingga
pendidikan yang didasarkan atas pengalaman lebih memilih jenis pengalaman
sekarang yang berpengaruh secara kreatif dan produktif dalam seluruh
pengalaman berikutnya.
Seiring mengalirnya arus pengalaman yang disebut oleh John Dewey
dengan “eksperience continum” atau kesatuan rangkaian pengalaman, terdapat
dua macam proses, yaitu proses mengetahui dan proses evolusi (terjadi berangsur-
angsur). Sedangkan kelanjutan dari pengalaman mempunyai makna ganda: (a)
dalam suatu waktu tertentu, bermacam ragam aspek pengalaman saling
berhubungan, (b) sepanjang waktu pengalaman berlanjut, sebagai rentetan
kejadian. Disinilah proses refleksi pengalaman berlangsung, sehingga pengalaman
yang kurang berpihak dan kurang menguntungkan bagi pedagogis akan dieliminir
untuk kemudian mencoba mencipatakan pengalaman yang sama sekali baru.
Keberadaan pengalaman dalam pendidikan didasarkan pada kebiasaan,
jika ditinjau dari segi biologis ciri dasar dari kebiasaan adalah bahwa setiap
pengalaman yang diperagakan dan dialami akan mengubah orang yang bertindak
dan menjalani pengalaman tersebut, sementara modifikasinya mempengaruhi
kualitas seluruh pengalaman berikutnya. Prinsip ini meliputi proses pembentukan
berbagai sikap emosional dan intelektual, yaitu kepekaan dasar dan segala cara
menanggulangi serta menanggapi semua situasi yang kita jumpai dalam hidup.
Terkait dengan pola pembelajaran anak TK, pengalaman menjadi faktor
yang tak terpisahkan. Pendidikan bagi anak TK harus diintegrasikan dengan
lingkungan kehidupan anak yang banyak menghadapkan dengan pengalaman
langsung. Lingkungan kehidupan anak dalam kelompok, banyak memberikan
pengalaman bagaimana cara melakukan sesuatu yang terdiri dari serangkaian
tingkah laku.
Dengan demikian penggunaan metode proyek yang didasarkan pada
gagasan John Dewey tentang “learning by doing” sangat mungkin diterapkan,
karena metode proyek merupakan salah satu cara pemberian pengalaman belajar
dengan menghadapkan anak dengan persoalan sehari-hari untuk dipecahkan
secara kelompok.
Dalam pelaksanaanya, metode proyek memposisikan guru sebagai
fasilitator yang harus menyediakan alat dan bahan untuk melaksanakan “proyek”
yang berorientasi pada kebutuhan dan minat anak dan menantang anak untuk
mencurahkan segala kemampuan, ketrampilan serta kreativitasnya. Selain itu guru
harus menciptakan situasi yang mengandung makna penting untuk
mengembangkan potensi anak, perluasan minat serta pengembangan kreativitas
dan tanggung jawab, baik secara perseorangan maupun kelompok.
Situasi yang menyenangkan juga harus diusahakan oleh guru agar tiap
anak dalam melaksanakan pekerjaan yang menjadi bagianya akan menanggapi
secara positif. Perasaan yang menyenangkan dalam menyikapi suatu kegiatan
akan melahirkan kinerja yang tinggi, dan begitu sebaliknya.

4. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran pada hakekatnya adalah interaksi guru dengan murid
dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai
tujuan pengajaran. Dengan demikian belajar mengajar harus bernilai normatif,
yaitu mengandung sejumlah nilai yang mampu mengubah tingkah laku, sikap dan
perbuatan anak didik menjadi lebih baik, dewasa, dan bersusila. Proses interaksi
edukatif melibatkan komunikasi aktif dua arah antara guru dan anak didik, aktif
dalam arti sikap, mental, dan perbuatan. Dalam sistem pengajaran dengan
pendekatan ketrampilan proses, anak didik dituntut lebih aktif daripada guru.
Guru hanya berperan sebagai pembimbing dan fasilitator.
Dalam menyusun program pengajaran guru dapat mengacu pada pendapat
beberapa pakar pendidikan, diantaranya:
a. Skinner
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat
orang belajar, maka responya menjadi lebih baik. Sebaliknya, apabila ia tidak
belajar maka responya akan menurun. Dalam menerapkan teori skinner, guru
perlu memperhatikan dua hal penting, yaitu pemilihan stimulus yang
diskriminatif, dan penggunaan penguatan. Dengan demikian diperlukan pemilihan
respon pada ranah kognitif atau afektif. Langkah-langkah pembelajaran
berdasarkan teori kondisioning operan adalah:
1) Mempelajari keadaan kelas. Guru mencari dan menemukan prilaku positif dan
prilaku negatif siswa yang kemudian memperkuat prilaku positif dan
mengeliminir prilaku negatif.
2) Membuat daftar penguat positif. Guru mencari prilaku yang lebih disukai
siswa, prilaku yang kena hukuman, dan kegiatan luar sekolah yang dapat
dijadikan penguat.
3) Memilih dan menentukan urutan tingkah laku yang dipelajari serta jenis
penguatanya.
4) Membuat program pembelajaran. Berisi urutan prilaku yang dikehendaki,
penguatan, waktu mempelajari prilaku, dan evaluasi. Dalam melaksanakan
program pembelajaran, guru mencatat prilaku dan penguat yang berhasil dan
tidak berhasil. Ketidakberhasilan menjadi catatan penting bagi modifikasi
prilaku selanjutnya.

b. Gagne
Gagne mengungkapkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang komplek
dan menghasilkan kapabilitas. Kompleksitas tersebut digambarkan bahwa belajar
merupakan interaksi antara keadaaan internal dan proses kognitif siswa dengan
stimulus dari lingkungan, proses kognitif memunculkan suatu hasil belajar yang
terdiri dari:
1) Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan.
1) Ketrampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk
berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep
dan lambang. Ketrampilan ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep
konkret dan terdefinisi, serta prinsip.
2) Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan
aktivitas kognitifnya sendiri, yaitu kemampuan penggunaan konsep dan
kaidah dalam memecahkan masalah.
3) Ketrampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
4) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan
penilaian terhadap obyek tersebut.

Berkaitan dengan pembelajaran, maka guru dapat menyusun acara


pembelajaran sebagai berikut:
a) Persiapan untuk belajar
(1) Menarik perhatian siswa dengan kejadian yang tidak seperti biasanya,
pertanyaan atau perubahan stimulus.
(2) Memberitahu siswa tentang tujuan belajar
(3) Merangsang siswa agar mengingat kembali hasil belajar (apa yang telah
dipelajari) sebelumnya.
b) Pemerolehan dan unjuk perbuatan
(1) Menyajikan stimulus yang jelas sifatnya.
(2) Memberikan bimbingan belajar
(3) Memunculkan perbuatan siswa
(4) Memberikan balikan informatif
c) Retrival dan alih belajar
(1) Menilai perbuatan siswa
(2) Meningkatkan retensi dan alih belajar
c. Rogers
Dalam pembelajaran Rogers mengemukakan langkah-langkah yang harus
dilakukan guru, yaitu:
1). Guru memberi kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih belajar secara
terstruktur.
2). Guru dan siswa membuat kontrak belajar.
3). Guru menggunakan metode inkuiri, atau belajar menemukan (discovery
learning).
4). Guru menggunakan metode simulasi.
5). Guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati perasaan
dan berpartisipasi dengan kelaompok lain.
6). Guru bertindak sebagai fasilitator belajar.
7). Guru menggunakan pengajaran berprogram sebagai upaya menumbuhkan
kreativitas siswa.

Uraian teori belajar menurut beberap tokoh diatas mensyaratkan adanya proses
pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan komunikasi efektif. Lebih
lanjut Jerome S. Bruner memunculkan tahapan dalam proses pembelajaran yang
berorientasi pada perubahan, yaitu:

a Tahap Informasi
Siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi
yang sedang dipelajari. Diantara informasi yang diperoleh, ada yang sama sekali
baru dan berdiri sendiri, ada pula yang berfungsi menambah, memperhalus, dan
memperdalam pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki.

b Tahap Transformasi
Informasi yang telah diperoleh harus dianalisis, diubah atau ditransformasi
kedalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk
hal-hal yang lebih luas. Peran guru dalam tahapan ini sangat diharapakan untuk
memilih strategi kognitif yang tepat sehingga tranformasi materi pelajaran sesuai
tujuan pembelajaran.

c Tahap Evaluasi
Menilai sejauhmana pengetahuan yang diperoleh siswa dapat
dimanfaatkan untuk memahami dan merespon terhadap gejala-gejala lingkungan
yang sedang dihadapi.
Tahapan proses pembelajaran harus disesuaikan dengan hasil yang
diharapkan, motivasi belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan
untuk menemukan sendiri.
Dalam proses pembelajaran motivasi mempunyai peranan penting, karena
merupakan tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang.
Dengan demikian motivasi dapat menjadi tujuan dan alat dalam pembelajaran.
Sebagai tujuan, guru diharapkan mampu mengkondisikan kegiatan intelektual dan
estetik agar siswa tertarik dalam proses pembelajaran. Sebagai alat, motivasi
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar siswa dalam bidang
pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan.
Sebagai upaya menumbuhkan motivasi belajar siswa dibutuhkan proses
pembelajaran yang tenang dan menyenangkan, hal tersebut tentu saja menuntut
aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif.
Ukuran kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil.
Dari segi proses apabila seluruh atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%)
peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses
pembelajaran, antara lain menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat
belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil,
terjadinya perubahan tingkah laku positif dalam diri anak didik seluruhnya atau
setidak-tidaknya sebagian besar (75%).
5. Materi/bahan pembelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam interaksi
edukatif, karenanya guru harus mempersiapkan dan menguasai bahan pelajaran
pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan
pelajaran menyangkut mata pelajaran yang diampu guru sesuai kompetensinya.
Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran
yang dapat membuka wawasan guru agar dalam mengajar dapat menunjang
penyampaian bahan pelajaran pokok.
Bahan belajar dapat berupa benda dan isi pendidikan, diantaranya
berkaitan dengan pengetahuan, prilaku, nilai, sikap, dan metode pemerolehan.
Guru berperan selektif dalam memilih bahan pelajaran dengan
mempertimbangkan faktor berikut:
a Bahan belajar harus sesuai dengan sasaran belajar. Jika tidak sesuai, maka perlu
bahan pengganti yang sederajat dengan program.
b Tingkat kesukaran bahan belajar, jika bahan belajar tergolong sukar maka guru
perlu “membuat mudah”.
c Bahan belajar harus sesuai dengan strategi belajar mengajar. Guru harus
menyesuaikan strategi belajar mengajar dengan bahan belajar.
d Evaluasi hasil belajar harus sesuai dengan bahan belajar. Kemampuan pada
ranah kognitif, afektif, psikomotorik harus terkandung dalam bahan belajar.
Ketika kita menengok pada pendidikan di Taman Kanak-kanak, program
kegiatan belajarnya merupakan kesatuan program kegiatan yang utuh, yaitu berisi
bahan-bahan pembelajaran yang disusun menurut pendekatan tematik. Pendekatan
tematik diartikan sebagai organisasi dari kurikulum dan pengalaman belajar
melalui pemilihan topik. Dengan demikian bahan tersebut merupakan tema-tema
yang dikembangkan lebih lanjut oleh guru menjadi program kegiatan
pembelajaran yang operasional. Prinsip diatas menjadi dasar untuk
mengembangkan kurikulum yang terintegrasi, sebagai gambarannya adalah ketika
anak belajar diluar ruangan, mereka akan belajar segalanya.
Menurut Katz dan Chard seperti yang dikutip Soemiarti Patmonodewo
dalam bukunya Pendidikan Anak Prasekolah, guru harus mempertimbangkan
beberapa kriteria dalam memilih tema pembelajaran yaitu:
a Keterkaitan tema yang dipelajari anak dengan kehidupanya, dengan kata lain
apa yang akan dipelajari anak harus mempunyai arti.
b Guru harus mengkaitkan tema dengan kemungkinan bagi anak untuk sekaligus
dapat belajar membaca, menulis dan berhitung yang benar-benar mempunyai
arti bagi anak.
c Adanya buku-buku dan informasi lain yang dapat mendukung dalam pemilihan
tema.
d Minat guru. Dengan keberadaan minat maka guru menginginkan untuk
memberikan bimbingan kepada anak.
e Tema dipilih berdasarkan kurun waktu tertentu, mungkin musim-musim yang
biasanya terjadi dalam satu tahun.
6. Sarana/media Pembelajaran
Media merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
pengajaran, karena membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran dan
meningkatkan efisiensi proses serta mutu hasil pendidikan. Media dan sumber
belajar dapat ditemukan dengan mudah dalam sawah percobaan, kebun bibit,
kebun binatang, tempat wisata, museum, perpustakaan umum, surat kabar,
majalah, radio, sanggar seni, sanggar olah raga, dan televisi. Disamping itu buku
pelajaran, buku bacaan, dan laboratorium sekolah juga tersedia semakin baik.
Guru dapat memanfaatkan media dan sumber belajar dengan mempertimbangkan
efektifitasnya sebagai berikut:
a Sejauhmana media dan sumber belajar bermanfaat dalam mencapai sasaran
belajar.
b Sejauhmana manfaat isi pengetahuan yang terdapat dalam surat kabar, majalah,
radio, televisi, museum dan kantor-kantor untuk pokok bahasan tertentu.
c Apakah isi pengetahuan di kebun bibit, kebun binatang, perpustakaan umum
bermanfaat bagi pokok bahasan tertentu. Jika ya, maka guru harus
memanfaatkan dan membuat program karya wisata.

Penggunaan media/sarana pembelajaran bagi anak prasekolah harus


dipersiapkan guru sedemikian rupa, karena menyangkut kebutuhan ruang bagi
masing-masing anak baik di dalam maupun diluar ruang belajar. Disisi lain
terdapat klasifikasi tentang penyiapan peralatan untuk anak usia awal menurut
area perkembanganya, yaitu:
a Perkembangan fisik, perlengkapan penunjangnya adalah alat panjatan, mainan
beroda, balok-balok, ban, bola, sepatu tali, mute untuk dironce, kartu dengan
pola, papan keseimbangan, tangga, gunting, alat perkayuan, alat-alat untuk
main pasir, serta alat lain yang memungkinkan anak mengembangkan
koordinasi otot besar dan halus.
b Perkembangan sosial, memerlukan alat yang berhubungan dengan kantor pos,
alat yang biasa dijual di toko kelontong, alat rumah tangga, dan alat lain yang
mendorong anak untuk bermain atau bekerja sama.
c Perkembangan intelektual, memerlukan alat berupa: binatang, tanaman, alat
untuk dimanipulasi, pasir, air, kayu balok, papan titian, gelas, ukuran, alat
mainan yang berpasangan, buku, daun, bunga, puzzle, dan sebagainya.
d Perkembangan kreativitas, memerlukan berbagai alat gambar/lukis, berbagai
macam ukuran, bentuk dan kualitas kertas, pensil berwarna, lilin, biji-bijian,
gunting, krayon, sedotan dan seterusnya.
e Perkembangan bahasa, membutuhkan buku, tape, kartu yang dapat
mengembangkan bahasa, cerita, bermain jari-jemari, boneka, wayang, buku
buatan anak sendiri, baju, kunjungan luar, situasi sosial, bermain pura-puta,
kesempatan untuk bertemu dengan orang lain.
f Perkembangan emosi, memerlukan alat yang dapat membuat anak berhasil
melakukan, manantang tetapi tidak membuat frustasi, mainan yang membuat
anak mampu.

7. Sistem evaluasi pembelajaran


Sebagai upaya menyediakan informasi tentang baik buruknya proses dan
hasil kegiatan pembelajaran dibutuhkan penyelenggaraan evaluasi. Dalam hal ini
evaluasi mencakup evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran. Evaluasi
hasil belajar menekankan pada informasi tentang sejauhmana perolehan siswa
dalam mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan, sedangkan evaluasi
pembelajaran merupakan proses sistematis untuk memperoleh informasi tentang
keefektifan proses pembelajaran dalam membantu siswa mencapai tujuan
pengajaran yang optimal.
Penilaian terhadap proses belajar mengajar bertujuan untuk mengambil
keputusan tentang hasil belajar, memahami anak didik, memperbaiki dan
mengembangkan program pengajaran. Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa
tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui penguasaan anak didik
terhadap bahan-bahan pelajaran dan efektifitas kegiatan pengajaran.
Langkah yang ditempuh dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar diantaranya:
a Penilaian kelas, yaitu penilaian yang dilakukan dengan ulangan harian, ulangan
umum dan ujian akhir
b Tes kemampuan dasar, yaitu untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis,
dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program
pembelajaran.
c Penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, dilakukan setiap akhir
semester dan tahun pelajaran guna mendapatkan gambaran secara utuh dan
menyeluruh mengenai ketuntasan belajar peserta didika dalam satuan waktu
tertentu.
d Benchmarking, merupakan suatu standar untuk mengukur kinerja yang sudah
berjalan, proses, dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan yang memuaskan.
Indikasi keunggulan didasarkan pada tingkat sekolah, daerah, atau nasional.
e Penilaian program, penilaian ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian
kurikulum dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta
kesesuaian dengan tuntutan perkembangan masyarakat, dan kemajuan jaman.

Sistem evaluasi yang dikembangkan dalam pendidikan anak prasekolah mengacu


pada penilaian perkembangan sosial, emosional, fisik, maupun perkembangan
intelektualnya. Beberapa jenis penilaian hasil belajar anak prasekolah antara lain:
a Pengamatan (observasi)
Adalah suatu cara untuk mendapatkan keterangan mengenai reaksi anak,
tingkah lakunya, dan ucapanya dengan melihat, mendengar dan mencatat dengan
cermat.
b Tes yang distandarisasi
Adalah sekumpulan butir tertentu yang secara teliti dikembangkan untuk
mengukur prestasi seseorang dalam bidang tertentu. Pada anak prasekolah
biasanya tes ini digunakan untuk menilai kesiapan menyelesaikan tugas yang
bersifat formal dan berkaitan dengan ketrampilan yang diperlukan di sekolah.

c Tes informal
Adalah menampilkan penguasaan anak tentang apa yang telah diajarkan
guru pada masing-masing kelas, dan hasil ini dapat digunakan untuk memperbaiki
program atau kegiatan pembelajaran dalam kelas tersebut.
d Inventori sikap dan minat
Yaitu penilaian untuk mengetahui informasi tentang bagaimana anak
menghayati berbagai keinginan dan minat dengan memberikan pertanyaan
langsung kepada anak, pertanyaan biasanya bersifat terbuka.
e Penilaian diri
Adalah untuk memperoleh keterangan tentang ketrampilan anak. Dalam
hal ini digunakan checklist yang merekam tingkah laku anak dalam situasi
bermain, ketrampilan fisik sehingga pada akhir tahun ajaran di TK sudah mampu
mengumpulkan hasil karyanya di dalam satu buku selama satu tahun.
f Penilaian portofolio
Penilaian ini didasarkan pada hasil berbagai pekerjaan anak, catatan guru,
dan evaluasi diri yang dilakukan anak. Guru mengumpulkan hasil kerja anak
dalam beberapa tahun. Biasanya beberapa hasil karya anak (gambar, tugas
melipat, menggunting) disimpan guru dan kemudian akan dikirimkan kepada
orang tua.
IMPROVEMENT

Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan


Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan
keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan
ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari
pengkajian, perumusan diagnose dan atau masalah kebidanan, perencanaan,
implementasi, evaluasi dan pencatatan asuhan kebidanan (Saleha, 2009).
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk menorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan toeri ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian
tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien (Vamey,
2012).
Manajemen Asuhan Kebidanan Rujuk langkah menurut Hellen Verney
Proses manajemen kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang
disusun secara sistematis untuk mendapatkan data menurut Verney ada 7 (tujuh)
langka mulai dari pengkajian, interprestasi data, diagnosis potensial, tindakan
segeraa, rencana tindakan, implementasi dan evaluasi (Verney, 2012).
Pengkajian
Pengakajian adalah pengumpulan data dasar untuk menevaluasi keadaan pasien,
data ini termasuk riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik. Data yang
dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif serta data penunjang (Verney,
2012).
Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang didapat dari klien sebagai sebagai suatu pendapat
terhadap situasi dan kejadian, informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh
tenaga kesehatan secara independen tetapi melalui suatu system interaksi atau
komunikasi data yang diperoleh yaitu sebaagi berikut:
Biodata
a. Identitas bayi: nama, jenis kelamin, tanggal lahir dan jam, anak yang keberapa,
b. Nama ibu: untuk menegenal dan mengetahui pasien, Nama harus jelas dan
lengkap agar tidak keliru dalam memberikan pelayanan.
c. Umur-umur dicatat dalam tahun untuk mengetahui risiko, seprti alat-alat
reproduksi belum matang dan pikirannya belum siap.
d. Suku: untuk mengetahui factor bawaan atau ras serta pengaruh adat istiadat atau
kebiasaan sehari-hari.
e. Pendidikan perlu dinyatakan karena tingkat pendidikan berpengaruh pada
pengetahuan sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan
pendidinkanya.
f. Pekerjaan: untuk mengetahui status ekonomi keluarga, karena dapat
mempengaruhi pemenuhan gizi pasien tersebut.
g. Alamat: untuk mengetahui tempet tinggal serta mempermudah pemantauan bila
diperlukan.
Keluhan Utama
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang menyebabkan pasienn
dibawah berobat. Pada bayi dengan ikterus dapat terlihat dari warna kulit
disebabkannya (Nurijal, 2009).
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
a. Kehamilan: untuk mengetahui berapa umur kehamilan ibu dan hasil pemeriksaan
kehamilan (Wijaknjosastro, 2009).
b. Persalinan untuk mengenai proses persalinan spontan atau buatan lahir aterm atau
premature ada perdarahan atau tidak, waktu persalinan di tolong oleh siapa,
dimana tempat melahirkan (Wiknjosastro, 2009).
c. Nifas: untuk mengetahui perdarahan pada masa nifas, jenis locbeaa, tinggi TFU,
kontraksi keras atau tidak (Sulistyawati, 2012).
Kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi: untuk mengetahui intake nutrisi yang tidak adekuat serta kurangnya
asupan Zn dan asam folat (Sudiyatyawati, 2012),
b. Eliminasi: berapa kali bayi BAK dan BAB, ada kaitanya dengan ostipasii atau
tidak (Marsaba, 2010)
c. Istirahat dan aktivitas: dikaji tidur siang malam, serta keadaan bayi
(tenang/gelisah).
Data Objektif
Data objektif adalah data yang sesunggunhya dapat dobservasi dan dilihat
oleh tenaga kesehatan. Data objektif meliputi:
Status Generalis
a. Keadaan umum: tingkat kesadaran baik gerakan yang ekstrim dan ketergantungan
otot (Ngastyah, 2009).
b. Kesadaran: untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien (Varney,2012)
c. Tanda-tanda vital: meliputi suhu, nadi, pernapasan (Ngastiyah, 2009)
d. Panjang badan: panjang badan relative normal, sesuai dengan usia bayi
(Ngastiyah, 2009),
e. Berat badan: pada umumnya pasien ikterus mengalami penurunan berat badan
karena kurangnya reflex mengisap (Ngastiyah, 2009)
f. Lingkar kepal: untuk mengetahui pertumbuhan otak (Ngastiah, 2009)
Pemeriksaan Sistematis
a. Kepala: bentuk kepala ada kelainan atau tidak, pada bayi ikterus terlihat
permukaan kulit berwarna kuning. (Maryunani, 2010).
b. Muka: Tidak ada kelainan dan pada bayi ikterus berwarna kuning (Maryunani,
2010).
c. Telinga: Bentuk simetris, tidak ada kelaianan, pada permukaan kulit terlihat
kuning (Maryunani, 2010).
d. Mulut: Tidak ada kelainan, reflek hisap (+) (Maryunani, 2010).
e. Hidung: Bentuk simteris, tidak ada cuping hidung, pada permukaan kulit terlihat
kuning, pada permukaan kulit terlihat kuning (Maryunani, 2010).
f. Leher: Tidak ada pembekakan ataupun berjalan, pada permukaanb kulit terlihat
kuning (Maryunani, 2010).
g. Dada: Bentuk simetris tidak ada wheering atau runchi dan irama jantung regular
(Maryunani, 2010).
h. Tali Pusat: Tidak ada kelainan dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi (Maryunani,
2010)
i. Punggung: Posisi tulang belakang normal, tidak ada pembengkakan ataupun
tonjolan (Maryunani, 2010).
j. Anus: Terdapat lubang anus, lubang Vagina (+), tidak ada kelainan (Maryunani,
2010)
k. Refleks: mencari (rotting), mengisap (sucking), menelan (swalowing), reflek kaki
(stapping), menggenggam (grapping), reflek morro (Maryunani, 2010).
l. Antropometri: Lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas, panjang badan,
berat badan (Maryunani, 2010)
m. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan.
Identifikasi Diagnosa/Masalah Aktual
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa
atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang bener atau data-
data yang dikumpulkan data dasar yang salah dikumpulkan diinterpretasikan
sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik.. Kata masalah dan
diagnosis keduanya digunakan karena seberapa masalah tidak dapat diselesaikan
seperti diagnosa, tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan
kedalam sebuah rencana asuhan terhadap klien. Masalah yang sering berkaitan
dengan wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan masalah ini sering
menyertai diagnosis (Varney, 2012).
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumus dan diagnosa tujuannya
digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi
membutuhkan penanganan (Varney, 2012).
Diagnosa
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup
praktek kebidanan (Varney, 2012).
Masalah
Masalah pada umumnya yang normal pada bayi ikterus (Varney, 2012).
Kebutuhan
Kebutuhan merupakan hal-hal yang dibutuhkan pasien dan belum
terindetifikasi dalam diagnose dan masalah yang didapatkan dengan analsis data
(Verney, 2012).
Diagnosa Potensial
Pada langkah ini mengklasifikasikan masalah atas diagnose potensial
berdasarkan dignosa masalah yang salah diklasifikasi. Langkah ini meberikan
antisipasi bila kemungkinan dilakukan pencegahan sambil mengamati Ujian bidan
diharapakn dapat bersiap-siap bila diagnose dan masalah potensial ini benar-benar
terjadi(Varney, 2012).
Tindakan Segera
Menunjukan bahwa bidan dalam melakukan tindakan baru sesuai dengan
prioritas masalah akan kebutuhan dihapai kliennya. Setelah bidan merumuskan
tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi dengan masalah potensial pada
step sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan mengenai segera.
Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang dilakukan secara
mandiri, secara kolaborasi atau bersifat rujukan, (Varney, 2012).
Rencana Tindakan
Pada langkah ini direncanakan yang untuk dilakukan oleh langkah
sebelumnya langkah ini merupakan kebijakan terhadap diagnose atas masalah
yang telah diidentifikasi serta antisipasi., (Varney, 2012).
Pelaksanaan
Pada langkah ini rencana asuahan yang menyeluruh seperti yang telah
dilakukan pada langkah V dilaksanakan secara efisisen. Perencanaan ini dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebgaian dilakukan oleh bidan sebagian oleh klien,
atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidka melakukan sendiri ia tetap
memikul tanggungjawab untuk mengarahkan pelaksanaanya (memastikan agar
langkah-langkah tersebut betul-betul dilaksanakan, (Varney, 2012).
Evaluasi
Pada langkah 7 ini dilaksanakan evaluasi dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan , apakah benar-benar terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalh dan diagnosa.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam
pelaksanaanya (Varney, 2012).
DO NOT LEGAL ACTION

A. PENGERTIAN
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang
berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan
pelanggan (ASQC dalam Wijoyo, 1999).
Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang
dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman
dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan
tersebut (Din ISO 8402, 1986).
Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984).
Dari beberapa pengertian diatas, segeralah mudah dipahami bahwa mutu
pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah terlebih dahulu
dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari
wujud serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara pelayanan terhadap standar
yang telah ditetapkan. Dalam kenyataan sehari-hari melakukan penilaian ini
tidaklah mudah, penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat
multi-dimensional. Tiap orang, tergantung dari latar belakang dan kepentingan
masing-masing dapat saja melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda.
Misalnya penilaian dari pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu yang
dianut ternyata sangat berbeda dengan penyelenggara pelayanan kesehatan
ataupun dengan penyandang dana pelayanan kesehatan. Menurut Roberts dan
Prevost (1987) perbedaan dimensi tersebut adalah:
a. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dalam
memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan
pasien, keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, atau
kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien.
b. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang
diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi kesehatan, standar dan etika profesi,
dan adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

c. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan.


Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian sumber
dana, kewajaran pembiayaan, atau kemampuan dari pelayanan kesehatan
mengurangi kerugian dari penyandang dana.
Pengertian program menjaga mutu
Beberapa diantaranya yang dipandang cukup penting adalah:

a. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis


dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah
yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller, 1989).

b. Program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan


antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu
sistem, sesuai dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut
(Ruels & Frank, 1988).

c. Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup identifikasi
dan penyelesaian masalah pelayanan yang diselenggarakan, serta mencari dan
memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan (The American Hospital Association, 1988).

d. Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara
objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran
pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan
pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang
ditemukan (Joint Commission on Acreditation of Hospitals, 1988).
Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun rumusannya
tidak sama namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah
berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud paling tidak mencakup tiga rumusan
utama, yakni rumusan kegiatan yang akan dilakukan, karakteristik kegiatan yang
akan dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan
tersebut.
Jika ketiga rumusan tersebut disarikan dari keempat pengertian program
menjaga mutu diatas, dapatlah dirumuskan pengertian program menjaga mutu
yang lebih terpadu. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilaksanakan
secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan
masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah
ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai
dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun
saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang
dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan
kode etik profesi yang telah ditetapkan.
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan
kode etik profesi meskipun diakui tidak mudah namun masih dapat diupayakan,
karena untuk ini memang telah ada tolok ukurnya, yakni rumusan-rumusan
standar serta kode etik profesi yang pada umunya telah dimiliki dan wajib sifatnya
untuk dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan setiap kegiatan profesi.
Tetapi akan bagaimakah halnya untuk penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan ?.
Sekalipun aspek kepuasan tersebut telah dibatasi hanya yang sesuai dengan
tingkat kepuasan rata-rata penduduk yang menjadi sasaran utama pelayanan
kesehatan , namun karena ruang lingkup kepuasan memang bersifat sangat luas,
menyebabkan upaya untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu
tidaklah semudah yang diperkirakan. Sesungguhnyalah seperti juga mutu
pelayanan, dimensi kepuasan pasien sangat bervariasi sekali. Secara umum
dimensi kepuasan tersebut dapat dibedakan atas dua macam:

1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar dan kode etik profesi.
Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan terbatas
hanya pada kesesuaian dengan standar dan kode etik profesi saja. Suatu pelayanan
kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan
standar dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini maka
ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada
penerapan standar serta kode etik profesi yang baik saja. Ukuran-ukuran yang
dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai:
a. Hubungan tenaga kesehatan/perawat-pasien (Nurse-patient relationship).
b. Kenyamanan pelayanan (Amenitis).
c. Kebebasan melakukan pilihan (Choice).
d. Pengetahuan dan kompetensi teknis (Scientifik knowledge and technical skill).
e. Efektifitas pelayanan (Effectives).
f. Keamanan tindakan (Safety).

2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan


kesehatan.
Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan
dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan . Suatu
pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila
penerapan semua persyaratan pelayanan dapat memuaskan pasien. Dengan
pendapat ini mudahlah dipahami bahwa ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang
bermutu lebih bersifat luas, karena didalamnya tercakup penilaian kepuasan
pasien mengenai:
a. Ketersediaan pelayanan kesehatan (Available).
b. Kewajaran pelayanan kesehatan (Appropriate).
c. Kesinambungan pelayanan kesehatan (Continue).
d. Penerimaan pelayanan kesehatan (Acceptable).
e. Ketercapaian pelayanan kesehatan (Accesible).
f. Keterjangkauan pelayanan kesehatan (Affordable).
g. Efesiensi pelayanan kesehatan (Efficient).
h. Mutu pelayanan kesehatan (Quality).

B. UNSUR-UNSUR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN


Mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan
(performance) dari pelayanan kesehatan yang dikenal dengan keluaran (output)
yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap
pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun
sebaliknya.
Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh
proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Maka jelaslah
bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh
unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan
ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan
atau kebutuhan.
Unsur masukan
Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik, perlengkapan
serta peralatan. Secara umum disebutkan bahwa apabila tenaga dan sarana
(kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
(standardofpersonnel and facilities), serta jika dana yang tersedia tidak sesuai
dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan (Bruce
1990).
Unsur lingkungan
Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah kebijakan,organisasi,
manajemen. Secara umum disebutkan apabila kebijakan,organisasi dan
manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau tidak bersifat
mendukung, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan.
Unsur proses
Yang dimaksud dengan unsur proses adalah tindakan medis,keperawatan
atau non medis. Secara umum disebutkan apabila tindakan tersebut tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan (standard of conduct), maka sulitlah
diharapkan mutu pelayanan menjadi baik (Pena, 1984).

C. STANDAR
Program menjaga mutu tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan standar,
karena kegiatan pokok program tersebut adalah menetapkan masalah, menetapkan
penyebab masalah,menetapkan masalah, menetapkan cara penyelesaian
masalah,menilai hasil dan saran perbaikan yang harus selalu mengacu kepada
standar yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai alat menuju terjaminnya mutu.

Pengertian standar itu sendiri sangat beragam, di antaranya:


• Standar adalah sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat,
nilai atau mutu.
• Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu
dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan.
• Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna
yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau disebut pula
sebagai kisaran variasi yang masih dapat diterima (Clinical Practice Guideline,
1990).

Secara umum standar program menjaga mutu dapat dibedakan :


1) Standar persyaratan minimal
Adalah yang rnenunjuk pada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk
menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang dibedakan
dalam :
a) Standar masukan
Dalam standar masukan yang diperlukan untuk minimal terselenggaranya
pelayanan kesehatan yang bermutu, yaitu jenis, jumlah, dan kualifikasi/spesifikasi
tenaga pelaksana sarana,peralatan, dana (modal).
b) Standar lingkungan
Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang
diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu
yakni garis-garis besar kebijakan program, pola organisasi serta sistim
manajemen,yang harus dipatuhi oleh semua pelaksana.
c) Standar proses
Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus
dilakukan untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yakni
tindakan medis, keperawatan dan non medis (standard of conduct), karena baik
dan tidaknya mutu pelayanan sangat ditentukan oleh kesesuaian tindakan dengan
standar proses.
2) Standar penampilan minimal
Yang dimaksud dengan standar penampilan minimal adalah yang menunjuk pada
penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini karena
menunjuk pada unsur keluaran maka sering disebut dengan standar keluaran atau
standar penampilan (Standard of Performance).

D. INDIKATOR
Untuk mengukur tercapai tidaknya standar yang telah ditetapkan,maka
digunakan indikator (tolok ukur), yaitu yang menunjuk pada ukuran kepatuhan
terhadap standar yang ditetapkan.Makin sesuai sesuatu yang diukur dengan
indikator,makin sesuai pula keadaannya dengan standar yang telah
ditetapkan.Sesuai dengan jenis standar dalam program menjaga mutu, maka
indikatorpun dibedakan menjadi :
1) Indikator persyaratan minimal
Yaitu indikator persyaratan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi
atau tidaknya standar masukan, lingkungan dan proses. Apabila hasil pengukuran
berada di bawah indikator yang telah ditetapkan pasti akan besar pengaruhnya
terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
2) Indikator penampilan minimal
Yaitu indikator penampilan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi
atau tidaknya standar penampilan minimal yang diselenggarakan. Indikator
penampilan minimal ini sering disebut indikator keluaran. Apabila hasil
pengukuran terhadap standar penampilan berada di bawah indikator keluaran
maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan tidak bermutu.
Berdasarkan uraian di atas mudah dipahami, apabila ingin diketahui
(diukur) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan
(penyebab), maka yang dipergunakan adalah indikator persyaratan minimal.
Tetapi apabila yang ingin diketahui adalah mutu pelayanan kesehatan (akibat)
maka yang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan).
E. KRITERIA
Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria dari standar yang telah
ditetapkan, baik unsur masukan, lingkungan, proses ataupun keluaran.
Berdasarkan uraian di atas mutu pelayanan kesehatan suatu fasilitas pemberi jasa
dapat diukur dengan memantau dan menilai indikator, kriteria dan standar yang
terbukti sahih dan relevan dengan : masukan, lingkungan, proses dan keluaran.

F. SYARAT
Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari persyaratan yang
dimaksud dan dipandang penting ialah:
a. Bersifat khas.
Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti
jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya untuk
hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat seperti ini, maka jelaslah
untuk dapat melakukan program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu
rencana kerja program menjaga mutu.
b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan.
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan
setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu
program menjaga mutu yang baik seyogianya mempunyai mekanisme umpan
balik yang baik.
c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan.
Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan
berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau kaku dalam arti
tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang
baik.
d. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi.
Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan sesuai
dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu
dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan
ekonomis dan karena itu bukanlah suatu program yang baik.
e. Mudah dilaksanakan.
Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah sebabnya
sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self assesment). Ada
baiknya program tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh
pihak-pihak yang melaksanakan pelayanan kesehatan .
f. Mudah dimengerti.
Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan
pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit
dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.

G. BENTUK PROGRAM MENJAGA MUTU (QUALITY ASSURANCE)


Bentuk Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas tiga jenis :
1) Program Menjaga Mutu Prospektif (Prospective Quality Assurance)
Adalah program menjaga mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan
kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditunjukkan pada standar
masukan dan standar lingkungan yaitu pemantauan dan penilaian terhadap tenaga
pelaksana, dana, sarana, di samping terhadap kebijakan, organisasi, dan
manajemen institusi kesehatan.
Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering dimanfaatkan dan
tercantum dalam banyak peraturan perundang-undangan, di antaranya :
Standardisasi (Standardization),perizinan (Licensure), Sertifikasi (Certification),
akreditasi (Accreditation).

2) Program menjaga mutu konkuren (Concurent quality assurance)


Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang
diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni
memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang
dilakukan.

3) Program Menjaga Mutu Restrospektif (Retrospective Quality Assurance)


Yang dimaksud dengan program menjaga mutu restrospektif adalah yang
diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni
memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan, maka obyek yang
dipantau dan dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana
pelayanan .atau berupa pandangan pemakai jasa kesehatan. Contoh program
menjaga mutu retrospektif adalah : Record review, tissue review, survei klien dan
lain-lain.

H. METODA YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM MENJAGA MUTU


Untuk mengukur dan menilai mutu asuhan dilaksanakan melalui berbagai metoda
sesuai kebutuhan.
Metoda yang digunakan adalah :
1) Audit adalah pengawasan yang dilakukan terhadap masukan, proses,
lingkungan dan keluaran apakah dilaksanakan sesuai standar yang telah
ditetapkan. Audit dapat dilaksanakan konkuren atau retrospektif, dengan
menggunakan data yang ada (rutin) atau mengumpulkan data baru. Dapat
dilakukan secara rutin atau merupakan suatu studi khusus.
2) Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan
sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada
catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah
informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan
yang diberikan.
3) Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung
maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei
kepuasan pasien.
4) Observasi terhadap asuhan pasien, meliputi observasi terhadap status fisik dan
perilaku pasien.

I. PENGEMBANGAN PROGRAM MENJAGA MUTU


1. Organisasi
• Penting adanya dukungan penuh dari pimpinan rumah sakit.
• Panitia menjaga mutu bidang keperawatan hendaknya menjadi bagian dari
panitia menjaga mutu.
• Pengorganisasian program menjaga mutu hendaknya mengarah pada 5 (lima)
prinsip dasar :
– Program harus berpengaruh dan mengatasi masalah sehari-hari terhadap
pemberian pelayanan dan asuhan pasien.
– Pengumpulan informasi dan pemecahan masalah dikoordinasikan dengan
program menjaga mutu.
– Jalur komunikasi dan kewenangan yang sudah ada di bidang kebidanan,
hendaknya digunakan sebaik-baiknya agar tidak ada duplikasi.
• Gunakan sumber daya, waktu dari staf, tenaga ahli di bidang klinis dan
administratif secara efektif dan efisien guna mengidentifikasi dan memecahkan
masalah.
• Pemecahan masalah asuhan pasien harus lebih diutamakan dibandingkan
memproduksi laporan atau mengembangkan tehnik pengambilan data.
• Membentuk panitia pengarah (steering committee)
• Tugas panitia pengarah :
– Bertanggung jawab untuk merencanakan pengumpulan dan pelaporan informasi
yang dibutuhkan.
– Bertanggung gugat untuk seluruh kegiatan program menjaga mutu dan
menyusun agenda rapat dan kegiatan.
– Penghubung antara staf perawat pengelola dengan perawat klinis.
– Penghubung dengan program menjaga mutu tingkat rumah sakit.
– Menugaskan staf keperawatan untuk duduk pada program menjaga mutu tingkat
rumah sakit/bidang terkait.
– Mengembangkan program dan membuat rencana program secara tertulis dan
lain-lain.
– Memantau dan melaksanakan kegiatan koreksi secara langsung untuk masalah
praktek keperawatan.
– Menganalisis informasi yang dihasilkan dan membuat rekomendasi untuk
perbaikan.
• Adanya uraian tugas yang jelas bagi masing-masing anggota panitia dan tim
pelaksana.
2. Koordinasi
Untuk mencapai peningkatan mutu yang berkesinambungan diperlukan koordinasi
multidisiplin, keterpaduan program, keterlibatan secara aktif dari semua pihak
terkait, jalur komunikasi dan pelaporan yang baik dan adanya kelompok tertentu
yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program.
3. Perencanaan Program Menjaga Mutu
Agar pelaksanaan program menjaga mutu dapat mencapai hasil yang optimal
maka diperlukan rencana kerja secara tertulis, yang terdiri dari :
1) Maksud, filosofi dan tujuan program
Penjelasan secara tertulis tentang maksud dan tujuan yang akan dicapai program
dalam upaya menjaga mutu, serta rumusan filosofi yang menjelaskan
pentingnya pengembangan program tersebut bagi profesi keperawatan baik
sebagai individu maupun kelompok dalam kaitannya dengan penerapan standar
dan penilaian pelayanan serta asuhan keperawatan.
2) Ruang lingkup program, adalah merupakan penjelasan tentang lingkup kegiatan
baik wilayah kerja maupun jenis layanan yang akan dilaksanakan.
3) Kewenangan dan tanggung jawab; penjelasan tentang kewenangan dan
tanggung jawab dari panitia menjaga mutu.
4) Organisasi program; penjelasan tentang susunan anggota panitia pelaksana dan
tatakerjanya.
5) Metoda pelaporan dan mekanisme umpan balik; penjelasan tentang metoda dan
prosedur pelaporan dengan format yang, dirancang sesuai kebutuhan, serta
hasil studi hendaknya dikomunikasikan kepada pihak yang terkait untuk
tindakan perbaikan.
6) Biaya; pelaksanaan program diperlukan biaya, oleh karena itu perlu adanya
perencanaan biaya baik jumlah maupun sumbernya.
7) Kerahasiaan; semua data/informasi yang dikumpulkan dan dihasilkan, serta
notulen rapat harus dijaga kerahasiaannya oleh panitia menjaga mutu, demikian
juga individu yang terlibat dalam kegiatan program tersebut sebaiknya tidak
mencantumkan nama tetapi memakai kode tertentu.

4. Pelatihan Staf
Program pelatihan sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan para petugas sehingga keberhasilan program dapat dicapai dengan
baik.

5. Siklus Program Menjaga Mutu


a) Memilih topik studi
– Identifikasi masalah
– Mengkaji penyebab dan lingkup masalah
– Menentukan prioritas masalah yang akan dipelajari.
b) Menentukan tujuan
c) Menyusun indikator sesuai topik studi dan mengembangkan kriteria
d) Mengesahkan kriteria yang sudah disusun
e) Merancang format pengumpulan data
f) Pengumpulan data dan pengukuran hasil pelayanan berdasarkan
kriteria yang telah disepakati
g) Pengolahan dan penyajian data
h) Interpretasi hasil
i) Mengembangkan rencana tindakan perbaikan
j) Pelaksanaan tindakan perbaikan
k) Tindak lanjut program.

6. Pengawasan
Pengawasan efektif terhadap program sangat penting untuk menjamin adanya
penanggung jawab program dan memastikan bahwa kegiatan program
dilaksanakan sesuai rencana dan hasilnya dikomunikasikan kepada seluruh
jenjang organisasi yang relevan.

Anda mungkin juga menyukai