Learning by Doing Improvement Do Not Legal Action
Learning by Doing Improvement Do Not Legal Action
D
I
S
U
S
U
N
O L E H:
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Penyusun
LEARNING BY DOING
4. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran pada hakekatnya adalah interaksi guru dengan murid
dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai
tujuan pengajaran. Dengan demikian belajar mengajar harus bernilai normatif,
yaitu mengandung sejumlah nilai yang mampu mengubah tingkah laku, sikap dan
perbuatan anak didik menjadi lebih baik, dewasa, dan bersusila. Proses interaksi
edukatif melibatkan komunikasi aktif dua arah antara guru dan anak didik, aktif
dalam arti sikap, mental, dan perbuatan. Dalam sistem pengajaran dengan
pendekatan ketrampilan proses, anak didik dituntut lebih aktif daripada guru.
Guru hanya berperan sebagai pembimbing dan fasilitator.
Dalam menyusun program pengajaran guru dapat mengacu pada pendapat
beberapa pakar pendidikan, diantaranya:
a. Skinner
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat
orang belajar, maka responya menjadi lebih baik. Sebaliknya, apabila ia tidak
belajar maka responya akan menurun. Dalam menerapkan teori skinner, guru
perlu memperhatikan dua hal penting, yaitu pemilihan stimulus yang
diskriminatif, dan penggunaan penguatan. Dengan demikian diperlukan pemilihan
respon pada ranah kognitif atau afektif. Langkah-langkah pembelajaran
berdasarkan teori kondisioning operan adalah:
1) Mempelajari keadaan kelas. Guru mencari dan menemukan prilaku positif dan
prilaku negatif siswa yang kemudian memperkuat prilaku positif dan
mengeliminir prilaku negatif.
2) Membuat daftar penguat positif. Guru mencari prilaku yang lebih disukai
siswa, prilaku yang kena hukuman, dan kegiatan luar sekolah yang dapat
dijadikan penguat.
3) Memilih dan menentukan urutan tingkah laku yang dipelajari serta jenis
penguatanya.
4) Membuat program pembelajaran. Berisi urutan prilaku yang dikehendaki,
penguatan, waktu mempelajari prilaku, dan evaluasi. Dalam melaksanakan
program pembelajaran, guru mencatat prilaku dan penguat yang berhasil dan
tidak berhasil. Ketidakberhasilan menjadi catatan penting bagi modifikasi
prilaku selanjutnya.
b. Gagne
Gagne mengungkapkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang komplek
dan menghasilkan kapabilitas. Kompleksitas tersebut digambarkan bahwa belajar
merupakan interaksi antara keadaaan internal dan proses kognitif siswa dengan
stimulus dari lingkungan, proses kognitif memunculkan suatu hasil belajar yang
terdiri dari:
1) Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan.
1) Ketrampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk
berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep
dan lambang. Ketrampilan ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep
konkret dan terdefinisi, serta prinsip.
2) Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan
aktivitas kognitifnya sendiri, yaitu kemampuan penggunaan konsep dan
kaidah dalam memecahkan masalah.
3) Ketrampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
4) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan
penilaian terhadap obyek tersebut.
Uraian teori belajar menurut beberap tokoh diatas mensyaratkan adanya proses
pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan komunikasi efektif. Lebih
lanjut Jerome S. Bruner memunculkan tahapan dalam proses pembelajaran yang
berorientasi pada perubahan, yaitu:
a Tahap Informasi
Siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi
yang sedang dipelajari. Diantara informasi yang diperoleh, ada yang sama sekali
baru dan berdiri sendiri, ada pula yang berfungsi menambah, memperhalus, dan
memperdalam pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki.
b Tahap Transformasi
Informasi yang telah diperoleh harus dianalisis, diubah atau ditransformasi
kedalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk
hal-hal yang lebih luas. Peran guru dalam tahapan ini sangat diharapakan untuk
memilih strategi kognitif yang tepat sehingga tranformasi materi pelajaran sesuai
tujuan pembelajaran.
c Tahap Evaluasi
Menilai sejauhmana pengetahuan yang diperoleh siswa dapat
dimanfaatkan untuk memahami dan merespon terhadap gejala-gejala lingkungan
yang sedang dihadapi.
Tahapan proses pembelajaran harus disesuaikan dengan hasil yang
diharapkan, motivasi belajar, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan
untuk menemukan sendiri.
Dalam proses pembelajaran motivasi mempunyai peranan penting, karena
merupakan tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang.
Dengan demikian motivasi dapat menjadi tujuan dan alat dalam pembelajaran.
Sebagai tujuan, guru diharapkan mampu mengkondisikan kegiatan intelektual dan
estetik agar siswa tertarik dalam proses pembelajaran. Sebagai alat, motivasi
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar siswa dalam bidang
pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan.
Sebagai upaya menumbuhkan motivasi belajar siswa dibutuhkan proses
pembelajaran yang tenang dan menyenangkan, hal tersebut tentu saja menuntut
aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif.
Ukuran kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil.
Dari segi proses apabila seluruh atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%)
peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses
pembelajaran, antara lain menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat
belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil,
terjadinya perubahan tingkah laku positif dalam diri anak didik seluruhnya atau
setidak-tidaknya sebagian besar (75%).
5. Materi/bahan pembelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam interaksi
edukatif, karenanya guru harus mempersiapkan dan menguasai bahan pelajaran
pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan
pelajaran menyangkut mata pelajaran yang diampu guru sesuai kompetensinya.
Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran
yang dapat membuka wawasan guru agar dalam mengajar dapat menunjang
penyampaian bahan pelajaran pokok.
Bahan belajar dapat berupa benda dan isi pendidikan, diantaranya
berkaitan dengan pengetahuan, prilaku, nilai, sikap, dan metode pemerolehan.
Guru berperan selektif dalam memilih bahan pelajaran dengan
mempertimbangkan faktor berikut:
a Bahan belajar harus sesuai dengan sasaran belajar. Jika tidak sesuai, maka perlu
bahan pengganti yang sederajat dengan program.
b Tingkat kesukaran bahan belajar, jika bahan belajar tergolong sukar maka guru
perlu “membuat mudah”.
c Bahan belajar harus sesuai dengan strategi belajar mengajar. Guru harus
menyesuaikan strategi belajar mengajar dengan bahan belajar.
d Evaluasi hasil belajar harus sesuai dengan bahan belajar. Kemampuan pada
ranah kognitif, afektif, psikomotorik harus terkandung dalam bahan belajar.
Ketika kita menengok pada pendidikan di Taman Kanak-kanak, program
kegiatan belajarnya merupakan kesatuan program kegiatan yang utuh, yaitu berisi
bahan-bahan pembelajaran yang disusun menurut pendekatan tematik. Pendekatan
tematik diartikan sebagai organisasi dari kurikulum dan pengalaman belajar
melalui pemilihan topik. Dengan demikian bahan tersebut merupakan tema-tema
yang dikembangkan lebih lanjut oleh guru menjadi program kegiatan
pembelajaran yang operasional. Prinsip diatas menjadi dasar untuk
mengembangkan kurikulum yang terintegrasi, sebagai gambarannya adalah ketika
anak belajar diluar ruangan, mereka akan belajar segalanya.
Menurut Katz dan Chard seperti yang dikutip Soemiarti Patmonodewo
dalam bukunya Pendidikan Anak Prasekolah, guru harus mempertimbangkan
beberapa kriteria dalam memilih tema pembelajaran yaitu:
a Keterkaitan tema yang dipelajari anak dengan kehidupanya, dengan kata lain
apa yang akan dipelajari anak harus mempunyai arti.
b Guru harus mengkaitkan tema dengan kemungkinan bagi anak untuk sekaligus
dapat belajar membaca, menulis dan berhitung yang benar-benar mempunyai
arti bagi anak.
c Adanya buku-buku dan informasi lain yang dapat mendukung dalam pemilihan
tema.
d Minat guru. Dengan keberadaan minat maka guru menginginkan untuk
memberikan bimbingan kepada anak.
e Tema dipilih berdasarkan kurun waktu tertentu, mungkin musim-musim yang
biasanya terjadi dalam satu tahun.
6. Sarana/media Pembelajaran
Media merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
pengajaran, karena membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran dan
meningkatkan efisiensi proses serta mutu hasil pendidikan. Media dan sumber
belajar dapat ditemukan dengan mudah dalam sawah percobaan, kebun bibit,
kebun binatang, tempat wisata, museum, perpustakaan umum, surat kabar,
majalah, radio, sanggar seni, sanggar olah raga, dan televisi. Disamping itu buku
pelajaran, buku bacaan, dan laboratorium sekolah juga tersedia semakin baik.
Guru dapat memanfaatkan media dan sumber belajar dengan mempertimbangkan
efektifitasnya sebagai berikut:
a Sejauhmana media dan sumber belajar bermanfaat dalam mencapai sasaran
belajar.
b Sejauhmana manfaat isi pengetahuan yang terdapat dalam surat kabar, majalah,
radio, televisi, museum dan kantor-kantor untuk pokok bahasan tertentu.
c Apakah isi pengetahuan di kebun bibit, kebun binatang, perpustakaan umum
bermanfaat bagi pokok bahasan tertentu. Jika ya, maka guru harus
memanfaatkan dan membuat program karya wisata.
c Tes informal
Adalah menampilkan penguasaan anak tentang apa yang telah diajarkan
guru pada masing-masing kelas, dan hasil ini dapat digunakan untuk memperbaiki
program atau kegiatan pembelajaran dalam kelas tersebut.
d Inventori sikap dan minat
Yaitu penilaian untuk mengetahui informasi tentang bagaimana anak
menghayati berbagai keinginan dan minat dengan memberikan pertanyaan
langsung kepada anak, pertanyaan biasanya bersifat terbuka.
e Penilaian diri
Adalah untuk memperoleh keterangan tentang ketrampilan anak. Dalam
hal ini digunakan checklist yang merekam tingkah laku anak dalam situasi
bermain, ketrampilan fisik sehingga pada akhir tahun ajaran di TK sudah mampu
mengumpulkan hasil karyanya di dalam satu buku selama satu tahun.
f Penilaian portofolio
Penilaian ini didasarkan pada hasil berbagai pekerjaan anak, catatan guru,
dan evaluasi diri yang dilakukan anak. Guru mengumpulkan hasil kerja anak
dalam beberapa tahun. Biasanya beberapa hasil karya anak (gambar, tugas
melipat, menggunting) disimpan guru dan kemudian akan dikirimkan kepada
orang tua.
IMPROVEMENT
A. PENGERTIAN
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang
berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan
pelanggan (ASQC dalam Wijoyo, 1999).
Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang
dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman
dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan
tersebut (Din ISO 8402, 1986).
Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984).
Dari beberapa pengertian diatas, segeralah mudah dipahami bahwa mutu
pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah terlebih dahulu
dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari
wujud serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara pelayanan terhadap standar
yang telah ditetapkan. Dalam kenyataan sehari-hari melakukan penilaian ini
tidaklah mudah, penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat
multi-dimensional. Tiap orang, tergantung dari latar belakang dan kepentingan
masing-masing dapat saja melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda.
Misalnya penilaian dari pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu yang
dianut ternyata sangat berbeda dengan penyelenggara pelayanan kesehatan
ataupun dengan penyandang dana pelayanan kesehatan. Menurut Roberts dan
Prevost (1987) perbedaan dimensi tersebut adalah:
a. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dalam
memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan
pasien, keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, atau
kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien.
b. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang
diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi kesehatan, standar dan etika profesi,
dan adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup identifikasi
dan penyelesaian masalah pelayanan yang diselenggarakan, serta mencari dan
memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan (The American Hospital Association, 1988).
d. Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara
objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran
pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan
pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang
ditemukan (Joint Commission on Acreditation of Hospitals, 1988).
Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun rumusannya
tidak sama namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah
berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud paling tidak mencakup tiga rumusan
utama, yakni rumusan kegiatan yang akan dilakukan, karakteristik kegiatan yang
akan dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan
tersebut.
Jika ketiga rumusan tersebut disarikan dari keempat pengertian program
menjaga mutu diatas, dapatlah dirumuskan pengertian program menjaga mutu
yang lebih terpadu. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilaksanakan
secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan
masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah
ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai
dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun
saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang
dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan
kode etik profesi yang telah ditetapkan.
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan
kode etik profesi meskipun diakui tidak mudah namun masih dapat diupayakan,
karena untuk ini memang telah ada tolok ukurnya, yakni rumusan-rumusan
standar serta kode etik profesi yang pada umunya telah dimiliki dan wajib sifatnya
untuk dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan setiap kegiatan profesi.
Tetapi akan bagaimakah halnya untuk penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan ?.
Sekalipun aspek kepuasan tersebut telah dibatasi hanya yang sesuai dengan
tingkat kepuasan rata-rata penduduk yang menjadi sasaran utama pelayanan
kesehatan , namun karena ruang lingkup kepuasan memang bersifat sangat luas,
menyebabkan upaya untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu
tidaklah semudah yang diperkirakan. Sesungguhnyalah seperti juga mutu
pelayanan, dimensi kepuasan pasien sangat bervariasi sekali. Secara umum
dimensi kepuasan tersebut dapat dibedakan atas dua macam:
1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar dan kode etik profesi.
Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan terbatas
hanya pada kesesuaian dengan standar dan kode etik profesi saja. Suatu pelayanan
kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan
standar dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini maka
ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada
penerapan standar serta kode etik profesi yang baik saja. Ukuran-ukuran yang
dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai:
a. Hubungan tenaga kesehatan/perawat-pasien (Nurse-patient relationship).
b. Kenyamanan pelayanan (Amenitis).
c. Kebebasan melakukan pilihan (Choice).
d. Pengetahuan dan kompetensi teknis (Scientifik knowledge and technical skill).
e. Efektifitas pelayanan (Effectives).
f. Keamanan tindakan (Safety).
C. STANDAR
Program menjaga mutu tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan standar,
karena kegiatan pokok program tersebut adalah menetapkan masalah, menetapkan
penyebab masalah,menetapkan masalah, menetapkan cara penyelesaian
masalah,menilai hasil dan saran perbaikan yang harus selalu mengacu kepada
standar yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai alat menuju terjaminnya mutu.
D. INDIKATOR
Untuk mengukur tercapai tidaknya standar yang telah ditetapkan,maka
digunakan indikator (tolok ukur), yaitu yang menunjuk pada ukuran kepatuhan
terhadap standar yang ditetapkan.Makin sesuai sesuatu yang diukur dengan
indikator,makin sesuai pula keadaannya dengan standar yang telah
ditetapkan.Sesuai dengan jenis standar dalam program menjaga mutu, maka
indikatorpun dibedakan menjadi :
1) Indikator persyaratan minimal
Yaitu indikator persyaratan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi
atau tidaknya standar masukan, lingkungan dan proses. Apabila hasil pengukuran
berada di bawah indikator yang telah ditetapkan pasti akan besar pengaruhnya
terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
2) Indikator penampilan minimal
Yaitu indikator penampilan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi
atau tidaknya standar penampilan minimal yang diselenggarakan. Indikator
penampilan minimal ini sering disebut indikator keluaran. Apabila hasil
pengukuran terhadap standar penampilan berada di bawah indikator keluaran
maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan tidak bermutu.
Berdasarkan uraian di atas mudah dipahami, apabila ingin diketahui
(diukur) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan
(penyebab), maka yang dipergunakan adalah indikator persyaratan minimal.
Tetapi apabila yang ingin diketahui adalah mutu pelayanan kesehatan (akibat)
maka yang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan).
E. KRITERIA
Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria dari standar yang telah
ditetapkan, baik unsur masukan, lingkungan, proses ataupun keluaran.
Berdasarkan uraian di atas mutu pelayanan kesehatan suatu fasilitas pemberi jasa
dapat diukur dengan memantau dan menilai indikator, kriteria dan standar yang
terbukti sahih dan relevan dengan : masukan, lingkungan, proses dan keluaran.
F. SYARAT
Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari persyaratan yang
dimaksud dan dipandang penting ialah:
a. Bersifat khas.
Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti
jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya untuk
hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat seperti ini, maka jelaslah
untuk dapat melakukan program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu
rencana kerja program menjaga mutu.
b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan.
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan
setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu
program menjaga mutu yang baik seyogianya mempunyai mekanisme umpan
balik yang baik.
c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan.
Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan
berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau kaku dalam arti
tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang
baik.
d. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi.
Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan sesuai
dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu
dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan
ekonomis dan karena itu bukanlah suatu program yang baik.
e. Mudah dilaksanakan.
Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah sebabnya
sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self assesment). Ada
baiknya program tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh
pihak-pihak yang melaksanakan pelayanan kesehatan .
f. Mudah dimengerti.
Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan
pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit
dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.
4. Pelatihan Staf
Program pelatihan sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan para petugas sehingga keberhasilan program dapat dicapai dengan
baik.
6. Pengawasan
Pengawasan efektif terhadap program sangat penting untuk menjamin adanya
penanggung jawab program dan memastikan bahwa kegiatan program
dilaksanakan sesuai rencana dan hasilnya dikomunikasikan kepada seluruh
jenjang organisasi yang relevan.