Anda di halaman 1dari 23

LIMA MODEL KEPEMIMPINAN YANG PALING POPULAR DALAM

PENDIDIKAN
Oleh
Prof. Dr. Tobroni, M.Si.
Guru Besar Ilmu Filsafat Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Malang

Pendahuluan
Studi tentang kepemimpinan menunjukkan bahwa kepemimpinan
memiliki peran besar terhadap perubahan sebuah organisasi. Dalam sebuah
organisasi yang efektif biasanya ditentukan oleh pemimpin yang efektif dan
demikian juga sebaliknya.1 Ada korelasi yang signifikan antara peningkatan
kinerja organisasi dengan efektifitas seorang pemimpin. Edmonds yang
menyebutkan bahwa organisasi yang baik dipimpin oleh pemimpin yang baik.
Senada dengan Edmonds, Rutherford juga menyatakan bahwa pemimpin yang
efektif memiliki visi yang jelas sehingga memiliki program kerja yang jelas pula.2
Kepemimpinan secara umum didefinisikan sebagai proses mempengaruhi
orang lain dalam rangka mencapai tujuan. “Leadership is a process by which a
person influences others to accomplish an objective and directs the organization
in a way that makes it more cohesive and coherent”.3 Berdasarkan definisi yang
umum ini, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi, antara lain:
a. Kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain yaitu para karyawan
atau bawahan, para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk
menerima arahan dari pemimpin.
b. Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang dengan kekuasaannya mampu
menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan.
Kekuasaan itu dapat bersumber dari: Hadiah, hukuman, otoritas dan charisma.

1
Sergiovanni, T.J. (1992). Moral leadership: Getting to the heart of school improvement. San
Fransisco : Jossey-Bass.
2
Siti Ruchanah. 2010. Kepemimpinan Pendidikan Islam: Studi fenomenologi di MIN Malang 1.
Disertasi UIN Maliki. Tidak diterbitkan.
3
Northouse, G. (2007). Leadership Theory and Practice. (3rd ed.) Thousand Oak, London, New
Delhi, Sage Publications, Inc.

1
c. Pemimpin harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri, sikap bertanggung
jawab yang tulus, pengetahuan, keberanian bertindak sesuai dengan
keyakinan, kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain dalam membangun
organisasi.
Kepemimpinan memiliki peran yang strategis dan merupakan inti dari
sebuah organisasi. Tanpa kepemimpinan yang efektif atau yang baik, maka
jalannya sebuah organisasi tidak akan terarah, tidak akan mencapai tujuan, tidak
akan ada kemajuan, tidak ada inovasi dan perubahan. Hal ini sejalan dengan
pemikiran Kouzes & Posner tentang peran seorang pemimpin yaitu: (1) Challenge
the process, (2) Inspire a shared vision, (3) Enable others to act, (4) Model the
way, and (5) Encourage the heart.4
Yang menjadi persoalan adalah, bagaimana sebuah kepemimpinan dapat
efektif? Berikut dikemukakan lima model kepemimpinan: kepemimpinan
transaksional (transactional leadership), kepemimpinan transformasional
(transformational leadership), kepemimpinan situasional ( situational leadership),
kepemimpinan karismatik (charismatic leadership) dan kepemimpinan spiritual
(spiritual leadership).

1. Model Kepemimpinan Transaksional.


Kepemimpinan transaksional diderivasi dari psikologi yang berparadigma
behavioristik. Dalam paradigma behavioristik, perilaku manusia itu terjadi karena
ada stimulus dari luar yang membangkitkan motif-motif tersembunyi dalam
rangka memenuhi kebutuhan atau kepuasan. Motif-motif itu secara umum berupa
keinginan untuk mendapatkan reward dan menghindari punishment.
Kepemimpinan transaksional merupakan salah satu gaya kepemimpinan yang
intinya menekankan transaksi di antara pemimpin dan bawahan. Kepemimpinan
transaksional memungkinkan pemimpin memotivasi dan mempengaruhi bawahan
dengan cara mempertukarkan reward dengan kinerja tertentu. Artinya, dalam
sebuah transaksi bawahan dijanjikan untuk diberi reward bila bawahan mampu
menyelesaikan tugasnya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat bersama.
4
Kouzes, James M. & Posner, Barry Z. (1987). The Leadership Challenge. San Francisco: Jossey-
Bass.

2
Burn dalam hal ini mengatakan: “Transactional leadership is based on a
transaction or exchange of something of value the leader possesses or controls
that the follower wants in return for his/her services. “The relations of most
leaders and followers are transactional-leaders approach followers with an eye to
exchanging one thing for another: jobs for votes, or subsidies for campaign
contributions.”5
Burns mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai bentuk
hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tertentu jika bawahan mampu
menyelesaikan dengan baik tugas tersebut. Jadi, kepemimpinan transaksional
menekankan proses hubungan pertukaran yang bernilai ekonomis untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis sesuai dengan kontrak yang telah
mereka setujui bersama.
Sedangkan menurut Bass, ada sejumlah langkah dalam proses
transaksional yakni; memperkenalkan apa yang diinginkan bawahan dari
pekerjaannya dan mencoba memikirkan apa yang akan diperoleh bawahan jika
hasil kerjanya sesuai dengan transaksi, sedangkan pemimpin menjanjikan
imbalan bagi usaha yang dicapai, dan pemimpin tanggap terhadap minat pribadi
bawahan bila ia merasa puas dengan kinerjanya.6
Dengan demikian, proses kepemimpinan transaksional dapat ditunjukkan
melalui sejumlah dimensi perilaku kepemimpinan, yakni; contingent reward,
active management by exception, dan passive management by exception. Perilaku
contingent reward terjadi apabila pimpinan menawarkan dan menyediakan
sejumlah imbalan jika hasil kerja bawahan memenuhi kesepakatan. Active
management by exception, terjadi jika pimpinan menetapkan sejumlah aturan
yang perlu ditaati dan secara ketat ia melakukan kontrol agar bawahan terhindar
dari berbagai kesalahan, kegagalan, dan melakukan intervensi dan koreksi untuk
perbaikan. Sebaliknya, passive management by exception, memungkinkan
pemimpin hanya dapat melakukan intervensi dan koreksi apabila masalahnya
makin memburuk.

5
Burns, James MacGregor. Leadership. N.Y.: Harper and Row, 1978
6
Bass, B. M. (1985). Leadership and performance beyond expectations. New York: Free Press.

3
Teori Kepemimpinan Transaksional mendasarkan pada asumsi bahwa
kepemimpinan merupakan kontrak sosial antara pemimpin dan para pengikutnya.
Pemimpin dan para pengikutnya merupakan pihak-pihak yang independen yang
masing-masing mempunyai tujuan, kebutuhan dan kepentingan sendiri. Sering
tujuan, kebutuhan dan kepentingan tersebut saling bertentangan sehingga
mengarah ke situasi konflik. Misalnya, di sebuah perusahaan sering tujuan
pemimpin perusahaan dan tujuan karyawan bertentangan sehingga apabila tidak
dikounikasikan dengan baik akan memicu ketegangan dan konflik.
Dalam teori kepemimpinan ini hubungan antara pemimpin dan para
pengikutnya merupakan hubungan transaksi yang sering didahului dengan
negosiasi tawar menawar. Jika para pengikut memberikan sesuatu atau melakukan
sesuatu untuk pemimpinnya, pemimpin juga akan memberikan sesuatu kepada
para pengikutnya. Kepemimpinan traksaksional memakai paradigma
behavioristik, yaitu hubungan stimulus dan respon.
Prinsip dasar teori kepemimpinan transaksional adalah:
(1) Kepemimpinan merupakan pertukaran sosial antara pemimpin dan para
pengikutnya.
(2) Pertukaran tersebut meliputi pemimpin dan pengikut serta situasi
ketika terjadi pertukaran
(3) Kepercayaan dan persepsi keadilan sangat esensial bagi hubungan
pemimpin dan para pengikutnya.
(4) Pengurangan ketidak pastian merupakan benefit penting yang
disediakan oleh pemimpin.
(5) Keuntungan dari pertukaran sosial sangat penting untuk
mempertahankan suatu hubungan sosial. 7
Dari penjelasan di atas, kepemimpinan transaksional digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 1
Gaya Kepemimpinan Transaksional8
7
http://doktorwirawan.blogspot.com/2008/07/teori kepemimpinan transaksional .html 10 Nop 2010
8
Hoover, N., Petrosko, J., Schultz, R.R. (1991). Transformational leadership and
Transactional Leadership: An empirical test of a theory. Paper presented at the annual

4
Pemimipin mengidentifikasi apa yang mesti dikerjakan bawahan
Pemimpin
untuk mengidentifikasi
mencapai hasil yang
apa ingin
yang dicapai
dibutuhkan oleh bawahannya

Pemimpin menperjelas bagaimana kebutuhan bawahan akan dipenuhi, sebagai imbalan atas apa yang dikerjakannya
Pemimpin menjelaskan peran bawahan

Bawahan
Bawahan merasa mampu memenuhi tuntutan atas perannya tersebut menganggap imbalan tersebut
(probalitas, keberhasilan sepadan dengan pencapaian has
yang subjektif)

2. Model Kepemimpinan Transformasional


Bawahan termotivasi untuk meraih hasil yang diinginkan tersebut (expected effort)

Kepemimpinan transaksional diderivasi dari psikologi yang berparadigma

Dalam paradigma humanistik, manusia itu pada dasarnya memiliki


potensi kemanusiaan, kemuliaan dan kepemimpinan pada dirinya. Kepemimpinan
transformatif berupaya mengembangkan, membangkitkan dan memberdayakan
potensi manusiawi itu melalui “bantuan” dari pemimpin kepada yang dipimpin.
Bantuan itu berupa: (1) penciptaan kondisi yang kondusif berupa budaya, sistem
dan proses organisasi yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada staf
untuk melakukan inovasi, improvisasi dan ekspansi; (2) sang pemimpin
meeting of the American Educational Research Association. Chicago. IL.

5
menstransfer nilai, sifat, karakter dan kewenangan kepemimpinan kepada staf
sehingga mampu berperan sebagai pemimpin pada level dan ruang lingkup
tugasnya.
Dengan kepemimpinan transformasional diharapkan dapat menjawab
tantangan zaman yang cepat kompleks dan kualitatif dalam sehingga sebuah
organisasi . Zaman yang dihadapi saat ini bukan zaman ketika manusia menerima
segala apa yang menimpanya tetapi zaman dimana manusia dapat mengkritik dan
meminta yang layak dari apa yang diberikannya secara kemanusiaan. 9
Istilah transformasional berinduk dari kata “to transform”, yang bermakna
mentransfer atau mengubah nilai, mindset, kemampuan, kewenangan dari sebagai
pengikut menjadi pemimpin. Seorang pemimpin transormasi berupaya mentranfer
nilai-nilai kepemimpinan yang dimiliki, mindset sebagai pemimpin,
kewenangannya sebagai pemimpin kepada bawahan atau pengikut agar bawahan
atau pengikut mampu berperan sebagai pemimpin baik bagi diri sendiri, dalam
menjalankan tugas maupun bagi orang lain. Bagi seorang pemimpin
transformasional, memimpin para pemimpin akan lebih mulia, lebih hebat dan
lebih berhasil daripada memimpin pengikut. Karena itu tugas pemimpin
transformasi bukan melanggengkan hubungan pemimpin-pengikut atau atasan-
bawahan, melainkan merubah dan menciptakan para pemimpin baru di semua lini.
Kepemimpinan transformasional biasa didefinisikan sebagai:
“Transformational leadership is defined as a leadership approach that causes
change in individuals and social systems. In its ideal form, it creates
valuable and positive change in the followers with the end goal of
developing followers into leaders”.10

Terdapat empat faktor untuk menuju kepemimpinan tranformasional, yang


dikenal sebutan 4 I, yaitu : idealized influence, inspirational motivation,
intellectual stimulation, dan individual consideration.
1. Idealized influence: pemimpin merupakan sosok ideal yang dapat
dijadikan sebagai panutan bagi staf dan karyawannya, dipercaya,

9
Lihat Abdul Gani Abdullah dkk. 2008. Gaya-gaya Kepemimpinan dalam Pendidikan. Kuala
Lumpur: PTS. Hal 204. Lihat Juga Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Ledearship; Menuju
Sekolah Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara , 2006), hal. 77
10
http://en.wikipedia.org/wiki/Transformational_leadership

6
dihormati dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk
kepentingan organisasi.
2. Inspirational motivation: pemimpin dapat memotivasi seluruh staf
dan karyawannnya untuk memiliki komitmen terhadap visi
organisasi dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-
tujuan organisasi.
3. Intellectual Stimulation: pemimpin dapat menumbuhkan kreativitas
dan inovasi di kalangan stafnya dengan mengembangkan pemikiran
kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan organisasi ke arah
yang lebih baik.
4. Individual consideration: pemimpin dapat bertindak sebagai pelatih
dan penasihat bagi stafnya.11
Karena kepemimpinan transformasional merupakan sebuah rentang yang
luas tentang aspek-aspek kepemimpinan, maka untuk bisa menjadi seorang
pemimpin transformasional yang efektif membutuhkan suatu proses dan
memerlukan usaha sadar dan sunggug-sungguh dari yang bersangkutan.
Northouse (2001) memberikan beberapa tips untuk menerapkan kepemimpinan
transformasional, yakni sebagai berikut:
1. Berdayakan seluruh bawahan untuk melakukan hal yang terbaik
untuk organisasi
2. Berusaha menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai
yang tinggi
3. Dengarkan semua pemikiran bawahan untuk mengembangkan
semangat kerja sama
4. Ciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi
5. Bertindak sebagai agen perubahan dalam organisasi dengan
memberikan contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu
perubahan

Northouse, Peter G. (2001). Leadership Theory and Practice, second edition. Thousand Oaks,
11

CA: Sage Publications, Inc. Lihat juga Djunaidi dkk. 2010. Model-Model Kepemimpinan yang
Paling Efektif dalam Pendidikan. Makalah. UIN Malang

7
6. Menolong organisasi dengan cara menolong orang lain untuk
berkontribusi terhadap organisasi. 12
Akhirnya Northouse menyimpulkan bahwa seseorang yang dapat
menampilkan kepemimpinan transformasional ternyata dapat lebih menunjukkan
sebagai seorang pemimpin yang efektif dengan hasil kerja yang lebih baik. Oleh
karena itu, merupakan hal yang amat menguntungkan jika para pemimpin dapat
menerapkan kepemimpinan transformasional dalam organisasinya.

2. Model Kepemimpinan Situasional


Kepamimpinan situasional (situational leadership) diperkenalkan oleh
Harsey dan Blanchard, adalah gaya kepemimpinan menurut situasi. 13
Kepemimpinan situasional adalah suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang
menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya,
dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan
ini mensyaratkan pemimpin untuk memiliki keterampilan diagnostik dalam
perilaku manusia. 14
Kepemimpinan situasional disebut juga pendekatan
kontingensi. Pendekatan ini didasarkan atas asumsi bahwa keberhasilan
kepemimpinan suatu organisasi atau lembaga tidak hanya bergantung pada atau
dipengaruhi oleh perilaku dan sifat-sifat pemimpin saja. Tiap-tiap organisasi atau
lembaga memiliki ciri-ciri khusus dan unik. Bahkan organisasi atau lembaga yang
sejenis pun akan mengahadapi masalah yang berbeda karena lingkungan yang
berbeda, semangat dan watak bawahan yang berbeda. Situasi yang berbeda-beda
ini harus dihadapi dengan perilaku kepemimpinan yang berbeda pula. Karena
banyaknya kemungkinan yang dapat dipakai dalam menerapkan perilaku
kepemimpinan itu sesuai dengan situassi organisasi atau lembaga, maka

12
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/15/kepemimpinan-transformasional-kepala-
sekolah/ 10 Nopember 2010
13
Abdul Gani Abdullah dkk. 2008. Gaya-gaya Kepemimpinan dalam Pendidikan. Kuala Lumpur:
PTS. Hal. 56.
14
Prof. Dr. Veithzal Rivai, M.B.A dan Prof. Dr. Deddy Mulyadi, M.Si. 2009. Kepemimpinan dan
Perilaku Organisasi. PT RadjaGrafindo; Jakarta. hal. 9

8
pendekatan situasional ini disebut juga pendekatan kontingensi; sesuai dengan
kata kontingensi yang berarti kemungkinan.15
Sesuai dengan pendapat Hersey dan Balanchard, pendekatan situasional
atau pendekatan kontingensi ini merupakan suatu teori yang berusaha mencari
jalan tengah antara pandangan yang menyatakan asas-asas organisasi dan
manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap
organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus
dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu. Salah satu faktor yang
menunjukkan adanya perbedaan situasi organisasi adalah tingkat kematangan dan
perilaku kelompok atau bawahan. Tinggi-rendahnya tingkat kematangan
kelompok turut menentukan kemana kecenderungan gaya kepemimpinan seorang
pemimpin harus diarahkan. 16
Ada beberapa model dalam kepemimpinan situasional, tetapi dalam tulisan
ini hanya dikemukakan gaya kepemimpinan situasional situasional Hersey-
Blanchard
Diantara model-model dalam kepemimpinan situasional, model
yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard17 adalah yang paling populair
dan memiliki pengikut yang kuat dikalangan spesialis pengembangan
manajemen. Model ini disebut teori kepemimpinan situasional. Pendekatan
teori kepemimpinan situasional adalah pada pengikut-pengikut dan tingkat
kematangan mereka. Para pemimpin harus menilai secara benar atau secara
intuitif mengetahui tingkat kematangan pengikut-pengikutnya dan kemudian
menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tingkatan tersebut.
Kesiapan didefinisikan sebagai kemampuan dan kemauan dari orang
(pengikut) untuk mengambil tanggung jawab bagi pengarah perilaku mereka
sendiri.

15
Djunaidi dkk. 2010. Model-Model Kepemimpinan yang Paling Efektif dalam Pendidikan.
Makalah. UIN Malang
16
Drs. M. Ngalim Purwanto, MP. Administrasi dan Supervisi Pendidikan ; PT Remaja Rosdakarya.
Bandung. Hal. 38
17
Hersey, P. and Blanchard, K. H. (1977). Management of Organizational Behavior 3rd Edition–
Utilizing Human Resources. New Jersey/Prentice Hall.

9
Hersey dan Blanchard menggunakan studi Ohio State untuk
mengembangkan lebih lanjut keempat gaya kepemimpinan yang dimiliki
manajer, yaitu: (a) mengatakan/telling, (b) menjual/selling, (c)
partisipasi/participati, dan (d) delegasi/delegating.
Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard adalah
didasarkan pada saling berhubungan di antara hal-hal berikut ini : (a) jumlah
petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, (b) jumlah dukungan
sosio emosional yang diberikan oleh pimpinan, dan (c) tingkat kesiapan atau
kematangan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas
khusus, fungsi atau tujuan tertentu.
Model kepemimpinan ini juga menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan yang paling efektif bervariasi dengan kesiapan karyawan yang
mendevisikan sebagai keinginan karyawan untuk berprestasi, kemauan untuk
bertanggung jawab, kemampuan yang berhubungan dengan tugas,
keterampilan dan pengalaman. Sasaran dan pengetuhuan dari pengikut
merupakan variabel penting dalam menentukan gaya kepemimpinan yang
efektif.
Menurut Hersey dan Blanchard, hubungan antara pimpinan dan
anggotanya mempunyai empat tahap/fase yang diperlukan bagi pimpinan
untuk mengubah gaya kepemimpinannya yaitu :
 Pada kesiapan awal perhatian pimpinan pada tugas sangat tinggi, anggota
diberi instruksi yang jelas dan dibiasakan dengan peraturan, stuktur dan
prosedur kerja.
 Tahap selanjutnya adalah dimana anggota sudah mampu menangani
tugasnya, perhatian pada tugasnya sangat penting karena bawahan belum
dapat bekerja tanpa struktur. Kepercayaan pimpinan pada bawahan
semakin meningkat.
 Tahap ketiga dimana anggota mempunyai kemampuan lebih besar dan
motivasi berprestasi mulai tampak dan mereka secara aktif mencari
tanggung jawab yang lebih besar, pimpinan masih harus mendukung dan
memberikan perhatian, tetapi tidak perlu lagi memberikan pengarahan.

10
 Tahap yang terakhir adalah tahap dimana anggota mulai percaya diri, dapat
mengarahkan diri dan berpengalaman, pemimpin dapat mengurangi
jumlah perhatian dan pengarahan.

Hubungan Tugas tinggi


Tinggi
tinggi dan dan hubungan
tugas rendah tinggi
(3) (2)
Tingkah laku hubungan
Hubungan Tugas tinggi
(memberikan tingkah laku rendah dan dan hubungan
untk mendukung) tugas rendah rendah
(4) (2)
Rendah

Rendah Tinggi
Tingkah Laku Tugas
(memberikan pedoman / pengarahan

Gamabar. Model Kepemimpinan Situasional Hersey dan Blanchard

Keterangan :
1. Tahap pertama, tugas tinggi artinya banyak instruksi-instruksi yang
perlu disampaikan mngingat bawahan menghadapi pekerjaan dan
situasi yang baru. Hubungan rendah artinya pemimpin belum banyak
memberikan motivasi yang bersifat sebagai dukungan, karena
bawahan belum siap dengan hal tersebut.
2. Tahap kedua, tugas tinggi bawahas mulai belajar mengenai tugasnya,
perhatian dan tugas tetap penting karena mereka belum dapat bekerja
tanpa struktur, manajer telah terbiasa dan mulai banyak memberikan
dorongan lebih jauh untuk keberhasilannya.
3. Tahap ketiga, karyawan mempunyai kemampuan lebih besar dan
motivasi untuk berprestasi mulai tampak dan secara aktif mencari

11
tanggung jawab yang lebih besar, pemimpin tidak perlu lagi
memberikan pengarahan dan motivasi.
4. Tahap keempat, karyawan sudah lebih percaya diri, bisa mengarahkan
sendiri dan berpengalaman, tidak lagi mengharapkan pengarahan dari
pimpinan mereka sudah mandiri.18

5. Model Kepemimpinan Karismatik


Pembahasan tentang model kepemimpinan karismatik memiliki relevansi
yang penting bagi masyarakat paguyuban yang biasanya mengembangkan pola
hubungan patrimonial. Model kepemimpinan karismatik banyak dijumpai dalam
berbagai bentuk organisasi formal seperti pemerintahan, lembaga pendidikan,
pesantren dan rumah sakit; serta organisasi non formal seperti organisasi sosial
keagamaan, paguyuban dan komunitas-komunitas. Di negara sedang berkembang,
tanpa karisma yang melekat pada diri seorang pemimpin niscaya
kepemimpinannya terasa hambar dan kurang berkesan dan bahkan tidak efektif.
Tokoh pemula yang dianggap berjasa memunculkan teori kepemimpinan
karismatik adalah Max Webber pada dekade pertengahan abad 20 dan kemudian
disempurnakan oleh tokoh-tokoh yang muncul kemudian seperti Conger dan
Kanungo, House, Shamir, House dan Arthur pada menjelang akhir abad ke 20.19
Kata “charisma” dalam bahasa Yunani berarti “berkat yang terinspirasi
secara agung”, seperti kemampuan ntuk melakukan keajaiban atau
memprediksikan peristiwa masa depan. Weber menggunakan istilah itu untuk
menjelaskan sebuah bentuk pengaruh yang bukan didasarkan pada tradisi atau
otoritas formal tetapi lebih atas persepsi pengikut bahwa pemimpin diberkati
dengan kualitas yang luar biasa. Menurut Weber, karisma terjadi saat terdapat
sebuah krisis sosial, seorang pemimpin muncul dengan sebuah visi radikal yang
menawarkan sebuah solusi untuk krisis itu, pemimpin menarik pengikut yang
percaya pada visi itu, mereka mengalami beberapa keberhasilan yang membuat

18
Abdul Gani Abdullah dkk. 2008. Gaya-gaya Kepemimpinan dalam Pendidikan. Kuala Lumpur:
PTS. Lihat juga http://en.wikipedia.org/wiki/Hersey-Blanchard_situational_theory
19
http://en.wikipedia.org/wiki/Charismatic_authority

12
visi itu terlihat dapat dicapai, dan para pengikut dapat mempercayai bahwa
pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa.20

1. Munculnya Kepemimpinan Karismatik


Munculnya pemimpin karismatik disebabkan adanya pengaruh besar dari
diri pribadi sang pemimpin dan pengaruhnya yang kuat kepada para pengikut
sehingga melahirkan kekaguman, penghormatan, pengharapan dan
ketergantungan. Pengaruh lebih lanjut adalah keinginan dari pengikut untuk
meniru personaliti dan perilaku sang pemimpin dan berupaya selalu berbuat untuk
menyenangkannya. Pemimpin yang karismatik terlihat begitu luar biasa,
disebabkan oleh wawasan strategis mereka, pendirian yang kuat, keyakinan diri,
perilaku yang tidak konvensinal dan energi yang dinamis, bahwa bawahan
mengidolakan pemimpin mereka dan ingin menjadi seperti mereka. Persetujuan
pemimpin menjadi sebuah ukuran dari nilai dan diri bawahan itu sendiri.
Persetujuan ini memperlihatan dengan pujian dan pengakuan akan perilaku dan
keberhasilan bawahan, yang membangaun keyakinan diri dan rasa kewajiban yang
lebih dalam untuk memenuhi harapan pemimpin itu di masa mendatang. Para
pemimpin yang karismatik menciptakan sebuah rasa mendesak yang
membutuhkan upaya yang lebih besar dari bawahan untuk memenuhi harapan
yang tinggi. Banyak bawahan dari pemimpin karismatik melaporkan bahwa
keinginan akan persetujuan pemimpin adalah sumber motivasi mereka yang
utama. Pada waktu yang sama, terbukti bahwa pengikut juga termotivasi oleh
ketakutan mengecewakan pemimpin dan ditolak.
House berpendapat bahwa seorang pemimpin karismatik mempunyai
dampak yang dalam dan tidak biasa terhadap para pengikut, mereka merasakan
bahwa keyakinan-keyakinan pemimpin tersebut adalah benar, mereka menerima
pemimpin tersebut tanpa mempertanyakannya lagi, mereka tunduk kepada
pemimpin dengan senang hati, mereka merasa sayang terhadap pemimpin
tersebut, mereka terlibat secara emosional dalam misi kelompok atau organisasi

Abdul Gani Abdullah dkk. 2008. Gaya-gaya Kepemimpinan dalam Pendidikan. Kuala Lumpur:
20

PTS. Lihat juga http://valmband.multiply.com/journal/item/15.

13
tersebut, mereka percaya bahwa mereka dapat memberi kontribusi terhadap
keberhasilan tersebut, dan mereka mempunyai tujuan-tujuan kinerja tinggi.21

2. Perilaku Kepemimpinan Karismatik


Kepemimpinan seseorang boleh jadi memiliki berbagai dimensi model
atau gaya kepemimpinan, karena sebuah fenomena sosial termasuk di dalamnya
fenomena kepemimpinan selalu bersifat kompleks dan multi faced. Menurut
Conger dan Kanungo, gaya kepemimpinan disebut sebagai kepemimpinan
karismatik apabila sang pemimpin memiliki perilaku sebagai berikut:
1. Para pemimpin karismatik menunjukkan perilaku-perilaku yang dirancang
untuk menciptakan kesan di antara para pengikut bahwa pemimpin tersebut
kompeten.
2. Para pemimpin karismatik akan menekankan pada tujuan-tujuan ideologis yang
menghubungkan misi kelompok dengan nilai-nilai, cita-cita, serta aspirasi-
aspirasi yang berakar dalam dan dirasakan bersama oleh para pengikut.
3. Para pemimpin karismatik akan menetapkan suatu contoh salam perilaku
mereka sendiri agar diikuti oleh para pengikut.
4. Pemimpin karismatik akan mengkomunikasikan harapan-harapan yang tinggi
tentang kinerja para pengikut sedangkan pada saat bersamaan juga
mengekspresikan rasa percaya tentang kinerja para pengkut sedangkan pada
saat yang bersamaan juga mengekspresikan rasa percaya terhadap para
pengikut.
5. Pemimpin karismatik akan berusaha berperilaku dengan cara yang
menimbulkan motivasi yang relevan bagi misi kelompok.22
Sementara Abdullah dkk mengemukakan perilaku kepemimpinan yang
menjelaskan bagaimana seorang pemimpin yang karismatik mempengaruhi sikap
dan perilaku dari pengikut meliputi sebagai berikut: (1) menyampaikan sebuah
visi yang menarik, (2) menggunakan bentuk komunikasi yang kuat dan ekspresif

21
R. House. 1971. A-Path Goal Theoryof Leader Effectiveness, Administrative Science Quarterly.
Vol. 16
22
Conger, J. A., and R. N. Kanungo (Eds), Charismatic Leadership in Organizations. Thousand
Oaks, CA: Sage Publications, 1998

14
saat menyampaikan visi, (3) mengambil resiko pribadi dan membuat pengorbanan
diri untuk mencapai visi itu, (4) menyampaikan harapan yang tinggi, (5)
memperlihatkan keyakinan akan pengikut, (6) pembuatan model peran dari
perilaku yang konsisten dengan visi itu, (7) mengelola kesan pengikut akan
pemimpin, (8) membangun identifkasi dengan kelompok atau organisasi, dan (9)
memberikan kewenangan kepada pengikut.23

3. Sifat-sifat Kepemimpinan karismatik


Conger dan Kanungo (Robins, 1996) menguraikan karakteristik utama dari
pemimpin karismatik, yaitu:
1. Percaya diri, pemimpin tersebut benar-benar percaya akan penilaian dan
kemampuan yang dimilikinya.
2. Satu visi, merupakan tujuan ideal yang mengajukan suatu masa depan yang
lebih baik.
3. Kemampuan untuk mengungkapkan visi dengan gamblang. Pemimpin
mampu memperjelas dan menyatukan visi dalam kata-kata yang dapat
dipahami oleh orang lain. Artilkulasi ini menunjukkan suatu pemahaman
akan kebutuhan para pengikut dan oleh karena itu akan bertindak sebagai
suau kekuatan motivasi.
4. Keyakinan kuat mengenai visi tersebut. Pemimpin karismatik memiliki
komitmen yang kuat dan bersedia mengambil risiko pribadi yang tinggi,
mengelarkan biaya tinggi, dan melibatkan diri dalam pengorbanan untuk
mencapai visi tersebut.
5. Perilaku yang diluar aturan. Pemimpin karismatik ikut serta dalam perilaku
yang dipahami sebagai sesuatu yang baru, tidak konvensional, dan
berlawanan dengan norma-norma. Bila berhasil, perilaku ini menimbulkan
kejutan dan kekaguman para pengikut.

23
Abdul Gani Abdullah dkk. 2008. Gaya-gaya Kepemimpinan dalam Pendidikan. Kuala Lumpur:
PTS. Hal. 56. Lihat juga Yukl, G. A. 1994. Leadership in Organizations. Edisi Bahasa Indonesia.
New Jersey: Prentice hall

15
6. Dipahami sebagai sebagai seorang agen perubahan. Pemimpin karismatik
dipahami sebagai agen perubahan yang radikal.
7. Kepekaan lingkungan. Pemimpin ini mmpu membuat penilaian yang
realistis terhadap kendala lingkungan dan sumber daya yang diperlukan
untuk menghasilkan perubahan.
Dalam teori kepemimpinan, berkembang teori kepemimpinan karismatik
dan visioner (http://transformasi-indonesia.blogspot.com). Kepemimpinan
karismatik dan visioner diantaranya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Vision and articulation. Pemimpin karismatik dan visioner memiliki visi,
yaitu tujuan ideal, dan mampu menjelaskan visi tersebut kepada rakyat.
2) Personal risk, dimana pemimpin karismatik berani mengambil risiko
pribadi untuk mencapai visi.
3) Environmental sensitivity. Pemimpin karismatik mampu melakukan
perhitungan realitis mengenai hambatan dari lingkungan dan kebutuhan
sumberdaya untuk mengupayakan terjadinya perubahan.
4) Sensitivity to follower needs. Pemimpin karismatik mencoba memandang
dari perspektif orang lain (tidak hanya perspektif diri sendiri), serta
berempati terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.
5) Unconventional behavior. Pemimpin karismatik menunjukkan perilaku
(konstruktif) diluar kebiasaan dan seringkali menentang norma
(destruktif) yang mengakar dalam masyarakat, tetapi untuk perubahan ke
arah perbaikan, misalnya reformasi.24

4. Karismatik Posisitf dan Negatif


Satu pendekatan untuk menilai apakah kepemimpinan karismatik itu baik
atau buruk adalah dengan menguji konsekuensi bagi pengikut. Sebuah pendekatan
yang lebih baik untuk membedakan antara karismatik positif dan negatif adalah
dalam hal nilai dan kepribadian mereka. Kepemimpinan karismatik negatif
memiliki orientasi kekuasaan secara pribadi. Mereka menekanka identifikasi
24
http://transformasi-indonesia.blogspot.com. Lihat juga http://debluesearching.
blogspot.com /2011/03/teori-kepemimpinan-karismatik.html

16
prbadi daripada internalisasi. Secara sengaja mereka berusaha untuk lebih
menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri daripada idealisme. Mereka
dapat menggunakan daya tarik ideologis, tetapi hanya sebagai cara untuk
memperoleh kekuasaan, dimana setelahnya ideologi itu diabaikan atau diubah
secara sembarangan sesuai dengan sasaran pribadi pemimpin itu. Mereka
berusaha untuk mendominasi dan menaklukkan pengikut dengan membuat
mereka tetap lemah dan bergantung pada pemimpin. Otoritas untuk membuat
keputusan penting dipusatkan pada pemimpin, penghargaan dan hukuman
digunakan untuk memelihara sebuah citra pemimpin yang tidak dapat brbuat
kesalahan atau untuk membesar-besarkan ancaman eksternal kepada organisasi.
Keputuasan dari para pemimpin ini mencermnkan perhatian yang lebih besar akan
pemujaan diri dan memelihara kekuasaan daripada bagi kesejahteraan pengikut.
Sebaliknya kepemimpinan karismatik positif memiliki orientasi kekuasaan
sosial. Para pemimpin ini menekankan internalisasi dari nilai-nilai bukannya
identifikasi pribadi. Mereka berusaha untuk menanamkan kesetiaan kepada diri
mereka sendiri. Otoritas didelegasikan hingga batas yang cukup besar, informasi
dibagikan secara terbuka, didorongnya partisipasi dalam keputusan, dan
penghargaan digunakan untuk menguatkan perilaku yang konsisten dengan misi
dan sasaran dari organisasi. Hasilnya adalah kepemimpinan mereka akan makin
menguntungkan bagi pengikut walaupun konsekuensinya yang mendukung tidak
dapat dihindari jika strategi yang didorong oleh pemimpin tidak tepat.

5. Dampak Negatip Kepemimpinan Karismatik


Tidak ada sebuah model kepemimpinan yang sempurna dan juga tidak ada
yang cocok untuk semua situasi. Ibaratnya tidak ada obat yang cocok untuk semua
penyakit. Demikian juga model kepemimpinan karismatik, walaupun mungkin
sangat efektif di suatu tempat atau situasi belum tentu relevan untuk temtap dan
situasi yang lain. Sebuah model kepemimpinan dapat menjadi sangat efektif dan
mungkin juga dapat menimbulkan keadaan yang sebaliknya. Konsekuensi negatif
yang mungkin terjadi dalam organisasi dipimpin oleh karismatik dikemukakan
oleh Bass sebagai berikut:

17
1. Keinginan akan penerimaan oleh pemimpin menghambat kecaman dari
pengikut
2. Pemujaan oleh pengikut menciptakan khayalan akan tidak dapat berbuat
kesalahan
3. Keyakinan dan optimisme berlebihan membutakan pemimpin dari bahaya
nyata
4. Penolakan akan masalah dan kegagalan mengurangi pembelajaran
organisasi
5. Proyek berisiko yang terlalu besar akan besar kemungkinannya untuk
gagal
6. Mengambil pujian sepenuhnya atas keberhasilan akan mengasingkan
beberapa pengikut yang penting
7. Perilaku impulsif yang tidak tradisional menciptakan musuh dan juga
orang-orang yang percaya
8. Ketergantungan pada pemimpin akan menghambat perkembangan penerus
yang kompeten
9. Kegagalan untuk mengembangkan penerus menciptakan krisis
kepemimpinan pada akhirnya.25

5. Model Kepemimpinan Spiritual


Kepemimpinan Spiritual dan an Spiritualitas Pemimpin Pemimpin-
pemimpin sejati menggerakkan kita. Mereka mencipta keadaan, suasana dan
semangat. Kita merasakan impian kita bertumbuh dan dipertajam. Pemimpin-
pemimpin itu membuat potensi atau hal-hal yang baik dari diri kita muncul ke
permukaan. Dalam bahasa yang lebih ilmiah, kita menyebutkan bahwa pemimpin
merumuskan visi bersama, menggerakkan orang bersamanya dan menghasilkan
transformasi baik pada dirinya dan orang lain. Ketiga hal itulah yang

25
Bass, B. M. (1985). Leadership and performance beyond expectation. New York: Free Press.
Lihat juga http://valmband.multiply.com/journal/item/15

18
membedakan seorang pemimpin sejati dari pemimpin kebetulan atau seorang
pengelola serta birokrat saja. 26

a. Konsep Spiritual Leadership


Istilah “kepemimpinan” telah banyak kita kenal, baik secara akademik
maupun sosiologik. Akan tetapi ketika kata kepemimpinan dirangkai dengan
konsep SQ kemudian menjadi leadership SQ menjadi ambigu. Dalam tulisan ini
selanjutnya, konsep Leadership SQ akan diterjemahkan sebagai “kepemimpinan
spiritual”. Istilah “spiritual” adalah bahasa Inggris berasal dari kata dasar “spirit”.
Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary misalnya, istilah spirit antara lain
memiliki cakupan makna: jiwa, arwah / roh, semangat, hantu, moral dan tujuan
atau makna yang hakiki. Sedangkan dalam Bahasa Arab, istilah spiritual terkait
dengan yang ruhani dan ma’nawi dari segala sesuatu.27
Makna inti dari kata spirit berikut kata jadiannya seperti spiritual dan
spiritualitas (spirituality) adalah bermuara kepada kehakikian, keabadian dan ruh;
bukan yang sifatnya sementara dan tiruan. Dalam perspektif Islam, dimensi
spiritualitas senantiasa berkaitan secara langsung dengan realitas Ilahi, Tuhan
Yang Maha Esa (tauhid). Spiritualitas bukan sesuatu yang asing bagi manusia,
karena merupakan inti (core) kemanusiaan itu sendiri. Manusia terdisi dari unsur
material dan spiritual atau unsur jasmani dan ruhani. Perilaku manusia merupakan
produk tarik-menarik antara energi spiritual dan material atau antara dimensi
ruhaniah dan jasmaniah. Dorongan spiritual senantiasa membuat kemungkinan
membawa dimensi material manusia kepada dimensi spiritualnya (ruh, keilahian).
Caranya adalah dengan memahami dan menginternalisasi sifat-sifat-Nya,
menjalani kehidupan sesuai dengan petunjuk-Nya dan meneladani Rasul-Nya
Tujuannya adalah memperoleh ridlo-Nya, menjadi “sahabat” Allah, “kekasih”
(wali) Allah. Inilah manusia yang suci, yang beberadaannya membawa
kegembiraan bagi manusia-manusia lainnya.28
26
http://www.slideshare.net/robbycha/artikel-kepemimpinan-spiritual 10 Nopember 2010
27
Tobroni. 2010. The Spiritual Leadership Pengefektifan Organisasi Noble Industry melalui
Prinsip-Prinsip Spiritual Etis. Malang: UMM Press.
28
Tobroni. 2010. The Spiritual Leadership Pengefektifan Organisasi Noble Industry melalui
Prinsip-Prinsip Spiritual Etis. Malang: UMM Press.

19
Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang membawa dimensi
keduniawian kepada dimensi spiritual (keilahian). Tuhan adalah pemimpin sejati
yang mengilhami, mempengaruhi, melayani dan menggerakkan hati nurani
hamba-Nya dengan cara yang sangat bijaksana melalui pendekatan etis dan
keteladanan. Karena itu kepemimpinan spiritual disebut juga sebagai
kepemimpinan yang berdasarkan etika religius. Kepemimpinan yang mampu
mengilhami, membangkitkan, mempengaruhi dan menggerakkan melalui
keteladanan, pelayanan, kasih sayang dan implementasi nilai dan sifat-sifat
ketuhanan lainnya dalam tujuan, proses, budaya dan perilaku kepemimpinan.
Sementara itu Bellingham dan Meek mengatakan bahwa kepemimpinan
spiritual yang juga disebut soul leadership adalah: “building healty communities
that are simultaneously commited to both people and profits. Seol leadership
concerns it self with ethics as well as earnings; it invites criticism as well as
celebration. Soul leadership embraces the values of respect, involvement, support,
development, innovation, flexibility and empowerment”.29 Inti dari pemikiran
Bellingham dan Meek tentang kepemimpinan spiritual adalah adanya
keseimbangan antara dimensi nilai dan keuntungan, antara etika dan laba, antara
kritis dan syukur. Ruh kepemimpinan berasaskan nilai-nilai etis.
Dalam perspektif sejarah, kepemimpinan spiritual telah dicontohkan
dengan sangat sempurna oleh Muhammad SAW. Dengan integritasnya yang luar
biasa dan mendapatkan gelar sebagai al-amin (terpercaya), Muhammad SAW
mampu mengembangkan kepemimpinan yang paling ideal dan paling sukses
dalam sejarah peradaban umat manusia. Sifat-sifatnya yang utama yaitu siddiq
(integrity), amanah (trust), fathanah (smart) dan tabligh (openly) mampu
mempengaruhi orang lain dengan cara mengilhami tanpa mengindoktrinasi,
menyadarkan tanpa menyakiti, membangkitkan tanpa memaksa dan mengajak
tanpa memerintah.

b. Spiritual Leadership Diantara Model Kepemimpinan Lainnya

Richard Bellingham & Julie Meek. 2001. Spiritual Leadership, transforming Dysfuntional
29

Organizations Into Healthy Communities. Mumbai: Jaico Publishing Hause.

20
Pada dasarnya kepemimpinan itu tidak ditentukan oleh pangkat, jabatan dan
kedudukan seseorang. Kepemimpinan muncul bukan dari kondisi eksternal dari
keindahan seseorang (other beauty of human being), melainkan dari keindahann
jiwanya (inner beauty of spiritual human being). Kepemimpinan muncul dari sebuah
proses panjang dan sebuah keputusan untuk menjadi pemimpin. Ketika seseorang
menemukan keyakinan dasar (core belief) dan nilai-nilai dasar (core values) yang
dijadikan pegangan hidupnya, ketika seseorang menetapkan visi dan misi hidupnya,
ketika seseorang merasa damai dalam dirinya (inner peace), memiliki karakter yang
kokoh (integritas), ketika ucapan dan tindakannya mampu memberikan pengaruh
kepada orang lain secara suka rela, ketika keberadaannya mendorong perubahan
dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang menjadi pemimpin yang
sesungguhnya.
Kepemimpinan spiritual diantara model kepemimpinan lainnyadigambarkan dalam
tabel berikut:

TABEL
Perbandingan Kepemimpinan Spiritual dengan Kepemimpinan Transaksional dan
Transformasional30

Uraian Kepemimpinan Kepemimpinan Kepemimpinan


Transaksional Transformasional
Spiritual
Hakekat kepemimpi- Fasilitas, kepercayaan Ujian, amanat dari
Amanat dari sesama
nan manusia (bawahan) manusia Tuhan dan manusia
Fungsi Untuk membesarkan Untuk Untuk
kepemimpinan diri dan kelompoknya memberdayakanmemberdayakan
atas biaya orang lain pengikut dengan
dan mencerahkan
melalui kekuasaan kekuasaan keahlian
iman dan hati
dan dan keteladanan
nurani pengikut
melalui jihad
(pengorbanan)
dan amal shaleh
(altruistik)
Etos kepemimpinan Mendedikasikan Mendedikasikan Mendedikasikan
usahanya kepada usahanya kepada usahanya
manusia untuk sesama untuk kepada Allah dan
memperoleh imbalan / kehidupan bersama sesama manusia

Tobroni. 2010. The Spiritual Leadership Pengefektifan Organisasi Noble Industry melalui
30

Prinsip-Prinsip Spiritual Etis. Malang: UMM Press.

21
posisi yang lebih yang lebih baik (ibadah) tanpa
pamrih apa pun
Sasaran tindakan Pikiran dan tindakan Pikiran dan hati Spiritualitas dan
kepemimpinan yang kasat mata nurani hati nurani
Pendekatan Posisi dan kekuasaan Kekuasaan, keahlian Hati nurani dan
kepemimpinan dan keteladanan keteladanan
Dalam Kekuasaan, perintah, Kekuasaan keahlian Keteladanan,
mempengaruhi yang uang, sistem, dan kekuasaan mengilhami,
dipimpin mengembangkan referensi membangkitkan,
interes, transaksional memberdayakan,
memanusiakan
Cara mempengaruhi Menaklukkan jiwa dan Memenangkan jiwa Memenangkan
membangun dan membangun jiwa,
kewibawaan melalui karisma membangkit-kan
kekuasaan iman
Target Membangun jaringan Membangun Membangun kasih,
kepemimpinan kekuasaan kebersamaan menebar kebajikan
dan penyalur
rahmat Tuhan

Penutup
Kepemimpinan adalah yang utama bagi keberhasilan sebuah organisasi,
namun demikian sebuah organisasi tetap sebagai usaha bersama seluruh anggota
organisasi. Sebuah teori kepemimpinan adalah hasil penelitian untuk menemukan
model yang paling efektif berdasarkan konteks tempat penelitian. Karena itu tidak
ada suatu model penelitian yang tepat untuk diterapkan dalam semua situasi
kepemimpinan. Diperlukan adanya modifikasi, improvisasi untuk menerapkan
model-model tersebut atau gabungan dari berbagai model tersebut berdasarkan
ruang dan waktu.

22
23

Anda mungkin juga menyukai