PENDIDIKAN
Oleh
Prof. Dr. Tobroni, M.Si.
Guru Besar Ilmu Filsafat Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Malang
Pendahuluan
Studi tentang kepemimpinan menunjukkan bahwa kepemimpinan
memiliki peran besar terhadap perubahan sebuah organisasi. Dalam sebuah
organisasi yang efektif biasanya ditentukan oleh pemimpin yang efektif dan
demikian juga sebaliknya.1 Ada korelasi yang signifikan antara peningkatan
kinerja organisasi dengan efektifitas seorang pemimpin. Edmonds yang
menyebutkan bahwa organisasi yang baik dipimpin oleh pemimpin yang baik.
Senada dengan Edmonds, Rutherford juga menyatakan bahwa pemimpin yang
efektif memiliki visi yang jelas sehingga memiliki program kerja yang jelas pula.2
Kepemimpinan secara umum didefinisikan sebagai proses mempengaruhi
orang lain dalam rangka mencapai tujuan. “Leadership is a process by which a
person influences others to accomplish an objective and directs the organization
in a way that makes it more cohesive and coherent”.3 Berdasarkan definisi yang
umum ini, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi, antara lain:
a. Kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain yaitu para karyawan
atau bawahan, para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk
menerima arahan dari pemimpin.
b. Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang dengan kekuasaannya mampu
menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan.
Kekuasaan itu dapat bersumber dari: Hadiah, hukuman, otoritas dan charisma.
1
Sergiovanni, T.J. (1992). Moral leadership: Getting to the heart of school improvement. San
Fransisco : Jossey-Bass.
2
Siti Ruchanah. 2010. Kepemimpinan Pendidikan Islam: Studi fenomenologi di MIN Malang 1.
Disertasi UIN Maliki. Tidak diterbitkan.
3
Northouse, G. (2007). Leadership Theory and Practice. (3rd ed.) Thousand Oak, London, New
Delhi, Sage Publications, Inc.
1
c. Pemimpin harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri, sikap bertanggung
jawab yang tulus, pengetahuan, keberanian bertindak sesuai dengan
keyakinan, kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain dalam membangun
organisasi.
Kepemimpinan memiliki peran yang strategis dan merupakan inti dari
sebuah organisasi. Tanpa kepemimpinan yang efektif atau yang baik, maka
jalannya sebuah organisasi tidak akan terarah, tidak akan mencapai tujuan, tidak
akan ada kemajuan, tidak ada inovasi dan perubahan. Hal ini sejalan dengan
pemikiran Kouzes & Posner tentang peran seorang pemimpin yaitu: (1) Challenge
the process, (2) Inspire a shared vision, (3) Enable others to act, (4) Model the
way, and (5) Encourage the heart.4
Yang menjadi persoalan adalah, bagaimana sebuah kepemimpinan dapat
efektif? Berikut dikemukakan lima model kepemimpinan: kepemimpinan
transaksional (transactional leadership), kepemimpinan transformasional
(transformational leadership), kepemimpinan situasional ( situational leadership),
kepemimpinan karismatik (charismatic leadership) dan kepemimpinan spiritual
(spiritual leadership).
2
Burn dalam hal ini mengatakan: “Transactional leadership is based on a
transaction or exchange of something of value the leader possesses or controls
that the follower wants in return for his/her services. “The relations of most
leaders and followers are transactional-leaders approach followers with an eye to
exchanging one thing for another: jobs for votes, or subsidies for campaign
contributions.”5
Burns mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai bentuk
hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tertentu jika bawahan mampu
menyelesaikan dengan baik tugas tersebut. Jadi, kepemimpinan transaksional
menekankan proses hubungan pertukaran yang bernilai ekonomis untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis sesuai dengan kontrak yang telah
mereka setujui bersama.
Sedangkan menurut Bass, ada sejumlah langkah dalam proses
transaksional yakni; memperkenalkan apa yang diinginkan bawahan dari
pekerjaannya dan mencoba memikirkan apa yang akan diperoleh bawahan jika
hasil kerjanya sesuai dengan transaksi, sedangkan pemimpin menjanjikan
imbalan bagi usaha yang dicapai, dan pemimpin tanggap terhadap minat pribadi
bawahan bila ia merasa puas dengan kinerjanya.6
Dengan demikian, proses kepemimpinan transaksional dapat ditunjukkan
melalui sejumlah dimensi perilaku kepemimpinan, yakni; contingent reward,
active management by exception, dan passive management by exception. Perilaku
contingent reward terjadi apabila pimpinan menawarkan dan menyediakan
sejumlah imbalan jika hasil kerja bawahan memenuhi kesepakatan. Active
management by exception, terjadi jika pimpinan menetapkan sejumlah aturan
yang perlu ditaati dan secara ketat ia melakukan kontrol agar bawahan terhindar
dari berbagai kesalahan, kegagalan, dan melakukan intervensi dan koreksi untuk
perbaikan. Sebaliknya, passive management by exception, memungkinkan
pemimpin hanya dapat melakukan intervensi dan koreksi apabila masalahnya
makin memburuk.
5
Burns, James MacGregor. Leadership. N.Y.: Harper and Row, 1978
6
Bass, B. M. (1985). Leadership and performance beyond expectations. New York: Free Press.
3
Teori Kepemimpinan Transaksional mendasarkan pada asumsi bahwa
kepemimpinan merupakan kontrak sosial antara pemimpin dan para pengikutnya.
Pemimpin dan para pengikutnya merupakan pihak-pihak yang independen yang
masing-masing mempunyai tujuan, kebutuhan dan kepentingan sendiri. Sering
tujuan, kebutuhan dan kepentingan tersebut saling bertentangan sehingga
mengarah ke situasi konflik. Misalnya, di sebuah perusahaan sering tujuan
pemimpin perusahaan dan tujuan karyawan bertentangan sehingga apabila tidak
dikounikasikan dengan baik akan memicu ketegangan dan konflik.
Dalam teori kepemimpinan ini hubungan antara pemimpin dan para
pengikutnya merupakan hubungan transaksi yang sering didahului dengan
negosiasi tawar menawar. Jika para pengikut memberikan sesuatu atau melakukan
sesuatu untuk pemimpinnya, pemimpin juga akan memberikan sesuatu kepada
para pengikutnya. Kepemimpinan traksaksional memakai paradigma
behavioristik, yaitu hubungan stimulus dan respon.
Prinsip dasar teori kepemimpinan transaksional adalah:
(1) Kepemimpinan merupakan pertukaran sosial antara pemimpin dan para
pengikutnya.
(2) Pertukaran tersebut meliputi pemimpin dan pengikut serta situasi
ketika terjadi pertukaran
(3) Kepercayaan dan persepsi keadilan sangat esensial bagi hubungan
pemimpin dan para pengikutnya.
(4) Pengurangan ketidak pastian merupakan benefit penting yang
disediakan oleh pemimpin.
(5) Keuntungan dari pertukaran sosial sangat penting untuk
mempertahankan suatu hubungan sosial. 7
Dari penjelasan di atas, kepemimpinan transaksional digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 1
Gaya Kepemimpinan Transaksional8
7
http://doktorwirawan.blogspot.com/2008/07/teori kepemimpinan transaksional .html 10 Nop 2010
8
Hoover, N., Petrosko, J., Schultz, R.R. (1991). Transformational leadership and
Transactional Leadership: An empirical test of a theory. Paper presented at the annual
4
Pemimipin mengidentifikasi apa yang mesti dikerjakan bawahan
Pemimpin
untuk mengidentifikasi
mencapai hasil yang
apa ingin
yang dicapai
dibutuhkan oleh bawahannya
Pemimpin menperjelas bagaimana kebutuhan bawahan akan dipenuhi, sebagai imbalan atas apa yang dikerjakannya
Pemimpin menjelaskan peran bawahan
Bawahan
Bawahan merasa mampu memenuhi tuntutan atas perannya tersebut menganggap imbalan tersebut
(probalitas, keberhasilan sepadan dengan pencapaian has
yang subjektif)
5
menstransfer nilai, sifat, karakter dan kewenangan kepemimpinan kepada staf
sehingga mampu berperan sebagai pemimpin pada level dan ruang lingkup
tugasnya.
Dengan kepemimpinan transformasional diharapkan dapat menjawab
tantangan zaman yang cepat kompleks dan kualitatif dalam sehingga sebuah
organisasi . Zaman yang dihadapi saat ini bukan zaman ketika manusia menerima
segala apa yang menimpanya tetapi zaman dimana manusia dapat mengkritik dan
meminta yang layak dari apa yang diberikannya secara kemanusiaan. 9
Istilah transformasional berinduk dari kata “to transform”, yang bermakna
mentransfer atau mengubah nilai, mindset, kemampuan, kewenangan dari sebagai
pengikut menjadi pemimpin. Seorang pemimpin transormasi berupaya mentranfer
nilai-nilai kepemimpinan yang dimiliki, mindset sebagai pemimpin,
kewenangannya sebagai pemimpin kepada bawahan atau pengikut agar bawahan
atau pengikut mampu berperan sebagai pemimpin baik bagi diri sendiri, dalam
menjalankan tugas maupun bagi orang lain. Bagi seorang pemimpin
transformasional, memimpin para pemimpin akan lebih mulia, lebih hebat dan
lebih berhasil daripada memimpin pengikut. Karena itu tugas pemimpin
transformasi bukan melanggengkan hubungan pemimpin-pengikut atau atasan-
bawahan, melainkan merubah dan menciptakan para pemimpin baru di semua lini.
Kepemimpinan transformasional biasa didefinisikan sebagai:
“Transformational leadership is defined as a leadership approach that causes
change in individuals and social systems. In its ideal form, it creates
valuable and positive change in the followers with the end goal of
developing followers into leaders”.10
9
Lihat Abdul Gani Abdullah dkk. 2008. Gaya-gaya Kepemimpinan dalam Pendidikan. Kuala
Lumpur: PTS. Hal 204. Lihat Juga Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Ledearship; Menuju
Sekolah Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara , 2006), hal. 77
10
http://en.wikipedia.org/wiki/Transformational_leadership
6
dihormati dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk
kepentingan organisasi.
2. Inspirational motivation: pemimpin dapat memotivasi seluruh staf
dan karyawannnya untuk memiliki komitmen terhadap visi
organisasi dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-
tujuan organisasi.
3. Intellectual Stimulation: pemimpin dapat menumbuhkan kreativitas
dan inovasi di kalangan stafnya dengan mengembangkan pemikiran
kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan organisasi ke arah
yang lebih baik.
4. Individual consideration: pemimpin dapat bertindak sebagai pelatih
dan penasihat bagi stafnya.11
Karena kepemimpinan transformasional merupakan sebuah rentang yang
luas tentang aspek-aspek kepemimpinan, maka untuk bisa menjadi seorang
pemimpin transformasional yang efektif membutuhkan suatu proses dan
memerlukan usaha sadar dan sunggug-sungguh dari yang bersangkutan.
Northouse (2001) memberikan beberapa tips untuk menerapkan kepemimpinan
transformasional, yakni sebagai berikut:
1. Berdayakan seluruh bawahan untuk melakukan hal yang terbaik
untuk organisasi
2. Berusaha menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai
yang tinggi
3. Dengarkan semua pemikiran bawahan untuk mengembangkan
semangat kerja sama
4. Ciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi
5. Bertindak sebagai agen perubahan dalam organisasi dengan
memberikan contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu
perubahan
Northouse, Peter G. (2001). Leadership Theory and Practice, second edition. Thousand Oaks,
11
CA: Sage Publications, Inc. Lihat juga Djunaidi dkk. 2010. Model-Model Kepemimpinan yang
Paling Efektif dalam Pendidikan. Makalah. UIN Malang
7
6. Menolong organisasi dengan cara menolong orang lain untuk
berkontribusi terhadap organisasi. 12
Akhirnya Northouse menyimpulkan bahwa seseorang yang dapat
menampilkan kepemimpinan transformasional ternyata dapat lebih menunjukkan
sebagai seorang pemimpin yang efektif dengan hasil kerja yang lebih baik. Oleh
karena itu, merupakan hal yang amat menguntungkan jika para pemimpin dapat
menerapkan kepemimpinan transformasional dalam organisasinya.
12
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/15/kepemimpinan-transformasional-kepala-
sekolah/ 10 Nopember 2010
13
Abdul Gani Abdullah dkk. 2008. Gaya-gaya Kepemimpinan dalam Pendidikan. Kuala Lumpur:
PTS. Hal. 56.
14
Prof. Dr. Veithzal Rivai, M.B.A dan Prof. Dr. Deddy Mulyadi, M.Si. 2009. Kepemimpinan dan
Perilaku Organisasi. PT RadjaGrafindo; Jakarta. hal. 9
8
pendekatan situasional ini disebut juga pendekatan kontingensi; sesuai dengan
kata kontingensi yang berarti kemungkinan.15
Sesuai dengan pendapat Hersey dan Balanchard, pendekatan situasional
atau pendekatan kontingensi ini merupakan suatu teori yang berusaha mencari
jalan tengah antara pandangan yang menyatakan asas-asas organisasi dan
manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap
organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus
dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu. Salah satu faktor yang
menunjukkan adanya perbedaan situasi organisasi adalah tingkat kematangan dan
perilaku kelompok atau bawahan. Tinggi-rendahnya tingkat kematangan
kelompok turut menentukan kemana kecenderungan gaya kepemimpinan seorang
pemimpin harus diarahkan. 16
Ada beberapa model dalam kepemimpinan situasional, tetapi dalam tulisan
ini hanya dikemukakan gaya kepemimpinan situasional situasional Hersey-
Blanchard
Diantara model-model dalam kepemimpinan situasional, model
yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard17 adalah yang paling populair
dan memiliki pengikut yang kuat dikalangan spesialis pengembangan
manajemen. Model ini disebut teori kepemimpinan situasional. Pendekatan
teori kepemimpinan situasional adalah pada pengikut-pengikut dan tingkat
kematangan mereka. Para pemimpin harus menilai secara benar atau secara
intuitif mengetahui tingkat kematangan pengikut-pengikutnya dan kemudian
menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tingkatan tersebut.
Kesiapan didefinisikan sebagai kemampuan dan kemauan dari orang
(pengikut) untuk mengambil tanggung jawab bagi pengarah perilaku mereka
sendiri.
15
Djunaidi dkk. 2010. Model-Model Kepemimpinan yang Paling Efektif dalam Pendidikan.
Makalah. UIN Malang
16
Drs. M. Ngalim Purwanto, MP. Administrasi dan Supervisi Pendidikan ; PT Remaja Rosdakarya.
Bandung. Hal. 38
17
Hersey, P. and Blanchard, K. H. (1977). Management of Organizational Behavior 3rd Edition–
Utilizing Human Resources. New Jersey/Prentice Hall.
9
Hersey dan Blanchard menggunakan studi Ohio State untuk
mengembangkan lebih lanjut keempat gaya kepemimpinan yang dimiliki
manajer, yaitu: (a) mengatakan/telling, (b) menjual/selling, (c)
partisipasi/participati, dan (d) delegasi/delegating.
Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard adalah
didasarkan pada saling berhubungan di antara hal-hal berikut ini : (a) jumlah
petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, (b) jumlah dukungan
sosio emosional yang diberikan oleh pimpinan, dan (c) tingkat kesiapan atau
kematangan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas
khusus, fungsi atau tujuan tertentu.
Model kepemimpinan ini juga menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan yang paling efektif bervariasi dengan kesiapan karyawan yang
mendevisikan sebagai keinginan karyawan untuk berprestasi, kemauan untuk
bertanggung jawab, kemampuan yang berhubungan dengan tugas,
keterampilan dan pengalaman. Sasaran dan pengetuhuan dari pengikut
merupakan variabel penting dalam menentukan gaya kepemimpinan yang
efektif.
Menurut Hersey dan Blanchard, hubungan antara pimpinan dan
anggotanya mempunyai empat tahap/fase yang diperlukan bagi pimpinan
untuk mengubah gaya kepemimpinannya yaitu :
Pada kesiapan awal perhatian pimpinan pada tugas sangat tinggi, anggota
diberi instruksi yang jelas dan dibiasakan dengan peraturan, stuktur dan
prosedur kerja.
Tahap selanjutnya adalah dimana anggota sudah mampu menangani
tugasnya, perhatian pada tugasnya sangat penting karena bawahan belum
dapat bekerja tanpa struktur. Kepercayaan pimpinan pada bawahan
semakin meningkat.
Tahap ketiga dimana anggota mempunyai kemampuan lebih besar dan
motivasi berprestasi mulai tampak dan mereka secara aktif mencari
tanggung jawab yang lebih besar, pimpinan masih harus mendukung dan
memberikan perhatian, tetapi tidak perlu lagi memberikan pengarahan.
10
Tahap yang terakhir adalah tahap dimana anggota mulai percaya diri, dapat
mengarahkan diri dan berpengalaman, pemimpin dapat mengurangi
jumlah perhatian dan pengarahan.
Rendah Tinggi
Tingkah Laku Tugas
(memberikan pedoman / pengarahan
Keterangan :
1. Tahap pertama, tugas tinggi artinya banyak instruksi-instruksi yang
perlu disampaikan mngingat bawahan menghadapi pekerjaan dan
situasi yang baru. Hubungan rendah artinya pemimpin belum banyak
memberikan motivasi yang bersifat sebagai dukungan, karena
bawahan belum siap dengan hal tersebut.
2. Tahap kedua, tugas tinggi bawahas mulai belajar mengenai tugasnya,
perhatian dan tugas tetap penting karena mereka belum dapat bekerja
tanpa struktur, manajer telah terbiasa dan mulai banyak memberikan
dorongan lebih jauh untuk keberhasilannya.
3. Tahap ketiga, karyawan mempunyai kemampuan lebih besar dan
motivasi untuk berprestasi mulai tampak dan secara aktif mencari
11
tanggung jawab yang lebih besar, pemimpin tidak perlu lagi
memberikan pengarahan dan motivasi.
4. Tahap keempat, karyawan sudah lebih percaya diri, bisa mengarahkan
sendiri dan berpengalaman, tidak lagi mengharapkan pengarahan dari
pimpinan mereka sudah mandiri.18
18
Abdul Gani Abdullah dkk. 2008. Gaya-gaya Kepemimpinan dalam Pendidikan. Kuala Lumpur:
PTS. Lihat juga http://en.wikipedia.org/wiki/Hersey-Blanchard_situational_theory
19
http://en.wikipedia.org/wiki/Charismatic_authority
12
visi itu terlihat dapat dicapai, dan para pengikut dapat mempercayai bahwa
pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa.20
Abdul Gani Abdullah dkk. 2008. Gaya-gaya Kepemimpinan dalam Pendidikan. Kuala Lumpur:
20
13
tersebut, mereka percaya bahwa mereka dapat memberi kontribusi terhadap
keberhasilan tersebut, dan mereka mempunyai tujuan-tujuan kinerja tinggi.21
21
R. House. 1971. A-Path Goal Theoryof Leader Effectiveness, Administrative Science Quarterly.
Vol. 16
22
Conger, J. A., and R. N. Kanungo (Eds), Charismatic Leadership in Organizations. Thousand
Oaks, CA: Sage Publications, 1998
14
saat menyampaikan visi, (3) mengambil resiko pribadi dan membuat pengorbanan
diri untuk mencapai visi itu, (4) menyampaikan harapan yang tinggi, (5)
memperlihatkan keyakinan akan pengikut, (6) pembuatan model peran dari
perilaku yang konsisten dengan visi itu, (7) mengelola kesan pengikut akan
pemimpin, (8) membangun identifkasi dengan kelompok atau organisasi, dan (9)
memberikan kewenangan kepada pengikut.23
23
Abdul Gani Abdullah dkk. 2008. Gaya-gaya Kepemimpinan dalam Pendidikan. Kuala Lumpur:
PTS. Hal. 56. Lihat juga Yukl, G. A. 1994. Leadership in Organizations. Edisi Bahasa Indonesia.
New Jersey: Prentice hall
15
6. Dipahami sebagai sebagai seorang agen perubahan. Pemimpin karismatik
dipahami sebagai agen perubahan yang radikal.
7. Kepekaan lingkungan. Pemimpin ini mmpu membuat penilaian yang
realistis terhadap kendala lingkungan dan sumber daya yang diperlukan
untuk menghasilkan perubahan.
Dalam teori kepemimpinan, berkembang teori kepemimpinan karismatik
dan visioner (http://transformasi-indonesia.blogspot.com). Kepemimpinan
karismatik dan visioner diantaranya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Vision and articulation. Pemimpin karismatik dan visioner memiliki visi,
yaitu tujuan ideal, dan mampu menjelaskan visi tersebut kepada rakyat.
2) Personal risk, dimana pemimpin karismatik berani mengambil risiko
pribadi untuk mencapai visi.
3) Environmental sensitivity. Pemimpin karismatik mampu melakukan
perhitungan realitis mengenai hambatan dari lingkungan dan kebutuhan
sumberdaya untuk mengupayakan terjadinya perubahan.
4) Sensitivity to follower needs. Pemimpin karismatik mencoba memandang
dari perspektif orang lain (tidak hanya perspektif diri sendiri), serta
berempati terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.
5) Unconventional behavior. Pemimpin karismatik menunjukkan perilaku
(konstruktif) diluar kebiasaan dan seringkali menentang norma
(destruktif) yang mengakar dalam masyarakat, tetapi untuk perubahan ke
arah perbaikan, misalnya reformasi.24
16
prbadi daripada internalisasi. Secara sengaja mereka berusaha untuk lebih
menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri daripada idealisme. Mereka
dapat menggunakan daya tarik ideologis, tetapi hanya sebagai cara untuk
memperoleh kekuasaan, dimana setelahnya ideologi itu diabaikan atau diubah
secara sembarangan sesuai dengan sasaran pribadi pemimpin itu. Mereka
berusaha untuk mendominasi dan menaklukkan pengikut dengan membuat
mereka tetap lemah dan bergantung pada pemimpin. Otoritas untuk membuat
keputusan penting dipusatkan pada pemimpin, penghargaan dan hukuman
digunakan untuk memelihara sebuah citra pemimpin yang tidak dapat brbuat
kesalahan atau untuk membesar-besarkan ancaman eksternal kepada organisasi.
Keputuasan dari para pemimpin ini mencermnkan perhatian yang lebih besar akan
pemujaan diri dan memelihara kekuasaan daripada bagi kesejahteraan pengikut.
Sebaliknya kepemimpinan karismatik positif memiliki orientasi kekuasaan
sosial. Para pemimpin ini menekankan internalisasi dari nilai-nilai bukannya
identifikasi pribadi. Mereka berusaha untuk menanamkan kesetiaan kepada diri
mereka sendiri. Otoritas didelegasikan hingga batas yang cukup besar, informasi
dibagikan secara terbuka, didorongnya partisipasi dalam keputusan, dan
penghargaan digunakan untuk menguatkan perilaku yang konsisten dengan misi
dan sasaran dari organisasi. Hasilnya adalah kepemimpinan mereka akan makin
menguntungkan bagi pengikut walaupun konsekuensinya yang mendukung tidak
dapat dihindari jika strategi yang didorong oleh pemimpin tidak tepat.
17
1. Keinginan akan penerimaan oleh pemimpin menghambat kecaman dari
pengikut
2. Pemujaan oleh pengikut menciptakan khayalan akan tidak dapat berbuat
kesalahan
3. Keyakinan dan optimisme berlebihan membutakan pemimpin dari bahaya
nyata
4. Penolakan akan masalah dan kegagalan mengurangi pembelajaran
organisasi
5. Proyek berisiko yang terlalu besar akan besar kemungkinannya untuk
gagal
6. Mengambil pujian sepenuhnya atas keberhasilan akan mengasingkan
beberapa pengikut yang penting
7. Perilaku impulsif yang tidak tradisional menciptakan musuh dan juga
orang-orang yang percaya
8. Ketergantungan pada pemimpin akan menghambat perkembangan penerus
yang kompeten
9. Kegagalan untuk mengembangkan penerus menciptakan krisis
kepemimpinan pada akhirnya.25
25
Bass, B. M. (1985). Leadership and performance beyond expectation. New York: Free Press.
Lihat juga http://valmband.multiply.com/journal/item/15
18
membedakan seorang pemimpin sejati dari pemimpin kebetulan atau seorang
pengelola serta birokrat saja. 26
19
Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang membawa dimensi
keduniawian kepada dimensi spiritual (keilahian). Tuhan adalah pemimpin sejati
yang mengilhami, mempengaruhi, melayani dan menggerakkan hati nurani
hamba-Nya dengan cara yang sangat bijaksana melalui pendekatan etis dan
keteladanan. Karena itu kepemimpinan spiritual disebut juga sebagai
kepemimpinan yang berdasarkan etika religius. Kepemimpinan yang mampu
mengilhami, membangkitkan, mempengaruhi dan menggerakkan melalui
keteladanan, pelayanan, kasih sayang dan implementasi nilai dan sifat-sifat
ketuhanan lainnya dalam tujuan, proses, budaya dan perilaku kepemimpinan.
Sementara itu Bellingham dan Meek mengatakan bahwa kepemimpinan
spiritual yang juga disebut soul leadership adalah: “building healty communities
that are simultaneously commited to both people and profits. Seol leadership
concerns it self with ethics as well as earnings; it invites criticism as well as
celebration. Soul leadership embraces the values of respect, involvement, support,
development, innovation, flexibility and empowerment”.29 Inti dari pemikiran
Bellingham dan Meek tentang kepemimpinan spiritual adalah adanya
keseimbangan antara dimensi nilai dan keuntungan, antara etika dan laba, antara
kritis dan syukur. Ruh kepemimpinan berasaskan nilai-nilai etis.
Dalam perspektif sejarah, kepemimpinan spiritual telah dicontohkan
dengan sangat sempurna oleh Muhammad SAW. Dengan integritasnya yang luar
biasa dan mendapatkan gelar sebagai al-amin (terpercaya), Muhammad SAW
mampu mengembangkan kepemimpinan yang paling ideal dan paling sukses
dalam sejarah peradaban umat manusia. Sifat-sifatnya yang utama yaitu siddiq
(integrity), amanah (trust), fathanah (smart) dan tabligh (openly) mampu
mempengaruhi orang lain dengan cara mengilhami tanpa mengindoktrinasi,
menyadarkan tanpa menyakiti, membangkitkan tanpa memaksa dan mengajak
tanpa memerintah.
Richard Bellingham & Julie Meek. 2001. Spiritual Leadership, transforming Dysfuntional
29
20
Pada dasarnya kepemimpinan itu tidak ditentukan oleh pangkat, jabatan dan
kedudukan seseorang. Kepemimpinan muncul bukan dari kondisi eksternal dari
keindahan seseorang (other beauty of human being), melainkan dari keindahann
jiwanya (inner beauty of spiritual human being). Kepemimpinan muncul dari sebuah
proses panjang dan sebuah keputusan untuk menjadi pemimpin. Ketika seseorang
menemukan keyakinan dasar (core belief) dan nilai-nilai dasar (core values) yang
dijadikan pegangan hidupnya, ketika seseorang menetapkan visi dan misi hidupnya,
ketika seseorang merasa damai dalam dirinya (inner peace), memiliki karakter yang
kokoh (integritas), ketika ucapan dan tindakannya mampu memberikan pengaruh
kepada orang lain secara suka rela, ketika keberadaannya mendorong perubahan
dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang menjadi pemimpin yang
sesungguhnya.
Kepemimpinan spiritual diantara model kepemimpinan lainnyadigambarkan dalam
tabel berikut:
TABEL
Perbandingan Kepemimpinan Spiritual dengan Kepemimpinan Transaksional dan
Transformasional30
Tobroni. 2010. The Spiritual Leadership Pengefektifan Organisasi Noble Industry melalui
30
21
posisi yang lebih yang lebih baik (ibadah) tanpa
pamrih apa pun
Sasaran tindakan Pikiran dan tindakan Pikiran dan hati Spiritualitas dan
kepemimpinan yang kasat mata nurani hati nurani
Pendekatan Posisi dan kekuasaan Kekuasaan, keahlian Hati nurani dan
kepemimpinan dan keteladanan keteladanan
Dalam Kekuasaan, perintah, Kekuasaan keahlian Keteladanan,
mempengaruhi yang uang, sistem, dan kekuasaan mengilhami,
dipimpin mengembangkan referensi membangkitkan,
interes, transaksional memberdayakan,
memanusiakan
Cara mempengaruhi Menaklukkan jiwa dan Memenangkan jiwa Memenangkan
membangun dan membangun jiwa,
kewibawaan melalui karisma membangkit-kan
kekuasaan iman
Target Membangun jaringan Membangun Membangun kasih,
kepemimpinan kekuasaan kebersamaan menebar kebajikan
dan penyalur
rahmat Tuhan
Penutup
Kepemimpinan adalah yang utama bagi keberhasilan sebuah organisasi,
namun demikian sebuah organisasi tetap sebagai usaha bersama seluruh anggota
organisasi. Sebuah teori kepemimpinan adalah hasil penelitian untuk menemukan
model yang paling efektif berdasarkan konteks tempat penelitian. Karena itu tidak
ada suatu model penelitian yang tepat untuk diterapkan dalam semua situasi
kepemimpinan. Diperlukan adanya modifikasi, improvisasi untuk menerapkan
model-model tersebut atau gabungan dari berbagai model tersebut berdasarkan
ruang dan waktu.
22
23