Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN BACAAN

Analisis Ejaan Dan Bahasa Baku

Disusun Oleh:
Kelompok Aladin

Aulina Putri Aprial (233311298)


Fatia Luthfiyyah Shafa (233311305)
Malika Aksina Abdani Mundya (233311312)
Nazifah Aulia Putri (233311318)

Dosen Pengampu:
Yossy Idris S.Pd, M.Pd

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2023
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Tanggal : 23 Agustus 2023
Waktu : 10.00 AM - 13.05 PM
Media : Jurnal dan Diktat
Kelas : TK. 1A (KI)
Hasil Analisis :

A. Pengertian Bahasa dan Fungsi Bahasa


Bahasa merupakan sarana utama komunikasi manusia yang terdiri dari
lambang-lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa memiliki
struktur berupa kata-kata atau kelompok kata yang memiliki makna abstrak,
menghubungkan antara lambang kata dengan objek atau konsep tertentu. Ahli
bahasa menyusun kata-kata ini dalam bentuk kamus, yang mencerminkan hasil
dari evolusi bahasa dalam masyarakat.
Beberapa definisi bahasa oleh para ahli menggambarkan bahasa sebagai
sistem bunyi bermakna yang digunakan untuk komunikasi oleh kelompok
manusia. Bahasa tidak hanya sekadar sekumpulan suara, tetapi mengandung
makna yang kompleks dalam konteks interaksi sosial. Ini menjadikan bahasa
sebagai alat penting dalam menyampaikan pikiran, perasaan, dan gagasan sebagai
makhluk sosial. Berikut merupakan beberapa fungsi dari bahasa:
1. Mengekspresikan Perasaan dan Gagasan: Bahasa memiliki kemampuan untuk
mengungkapkan perasaan dan gagasan secara mendalam. Melalui bahasa,
manusia dapat dengan jelas menyampaikan gambaran, maksud, dan emosi yang
ada di dalam hati dan pikiran mereka. Ini memungkinkan komunikasi yang lebih
kaya dan mendalam.
2. Alat Komunikasi: Bahasa bukan hanya sarana untuk mengungkapkan diri,
tetapi juga merupakan alat utama untuk berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa
adalah cara untuk menyampaikan pesan, informasi, dan ide kepada pihak lain.
Komunikasi melalui bahasa menciptakan koneksi antara individu dan
memungkinkan kerjasama dalam masyarakat.
3. Integrasi dan Adaptasi Sosial: Bahasa memainkan peran penting dalam proses
integrasi dan adaptasi sosial. Individu mengadaptasi penggunaan bahasa mereka
tergantung pada situasi dan lingkungan sosial. Penggunaan bahasa yang tepat
memungkinkan seseorang untuk berbaur dengan baik di berbagai lingkungan
sosial, seperti menggunakan bahasa standar dalam situasi formal dan bahasa
nonstandar dalam interaksi santai.
4. Kontrol Sosial: Bahasa juga memiliki peran sebagai alat kontrol sosial. Melalui
bahasa, norma-norma sosial, nilai-nilai, dan pandangan dapat disampaikan dan
dipengaruhi. Ini tercermin dalam berbagai konteks seperti pendidikan, agama, dan
diskusi. Bahasa juga dapat mengontrol perilaku dengan mempengaruhi cara
seseorang berbicara dan berperilaku.
5. Pengendalian Emosi: Bahasa juga memiliki dampak pada pengendalian emosi.
Menulis, sebagai bentuk bahasa tertulis, bisa menjadi cara yang efektif untuk
meredakan emosi seperti kemarahan. Mengungkapkan perasaan melalui tulisan
dapat membantu mengatasi dan meredakan tekanan emosional.
Jadi, bahasa adalah lebih dari sekadar alat komunikasi; itu adalah fondasi dari
interaksi sosial manusia. Melalui lambang-lambang bunyi yang kompleks, bahasa
menghubungkan individu dengan dunia luar dan satu sama lain. Fungsi bahasa
melibatkan ekspresi perasaan dan ide, komunikasi efektif, adaptasi sosial, kontrol
sosial, dan pengendalian emosi. Semua fungsi ini bekerja bersama untuk
membentuk peran bahasa dalam membentuk masyarakat dan budaya manusia.
B. Ejaan Bahasa Indonesia
Pada bagian ini, dijelaskan tentang perkembangan berbagai konsep ejaan yang
pernah ada dan digunakan di Indonesia sebelum pengenalan ejaan yang
disempurnakan (EyD). Berbagai ejaan seperti Ejaan van Ophuysen, Ejaan
Republik (Ejaan Soewandi), Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan Baru
(Ejaan LBK), hingga Ejaan yang Disempurnakan (EyD) dianalisis dalam uraian
ini.
1. Ejaan van Ophuysen:
Pada tahun 1901, Ejaan van Ophuysen diperkenalkan sebagai ejaan pertama
yang disusun secara sistematis untuk bahasa Melayu, yang saat itu dikenal sebagai
bahasa Indonesia. Ejaan ini diinisiasi oleh Charles Andrianus van Ophuysen dari
Belanda, bersama dengan Engku Nawawi dan Muhammad Taib Sutan Ibrahim
dari Indonesia. Sebelumnya, para penulis menggunakan aturan ejaan yang
berbeda-beda, menciptakan keragaman ejaan. Ejaan van Ophuysen membawa
konsistensi ke dalam ejaan dengan mengubah beberapa aturan, seperti menulis
huruf “y” dengan “j,” huruf “u” dengan “oe,” dan lain-lain.
Beberapa ciri Ejaan van Ophuysen:
1. Menulis “y” sebagai “j.”
2. Mengganti “u” dengan “oe.”
3. Menandai huruf “k” akhir kata atau suku kata dengan tanda koma di atas.
4. Mengganti huruf “j” dengan “dj.”
5. Mengganti huruf “c” dengan “tj.”
6. Menggabungkan konsonan “kh” dengan “ch.”
Meskipun telah mengurangi kekacauan ejaan pada zamannya, Ejaan van
Ophuysen tetap menghadirkan perubahan signifikan dalam aturan ejaan yang
terdahulu. Contoh dari ejaan ini, yaitu sajang, jakin, poekoel, bapa’, radja, tjinta,
dan achir.
2. Ejaan Republik (Ejaan Soewandi):
Ejaan Republik adalah hasil penyusunan ejaan baru oleh Panitia Ejaan
Republik Indonesia yang dipimpin oleh Mr. Soewandi. Ejaan ini diperkenalkan
pada tahun 1947 untuk memperbaiki Ejaan van Ophuysen dan menyederhanakan
sistem ejaan bahasa Indonesia. Beberapa perbedaan mencolok meliputi perubahan
dalam penulisan huruf "oe" menjadi "u," penggantian bunyi hamzah dengan "k,"
dan penggantian kata ulang dengan angka dua. Contoh dari ejaan republik ini,
yaitu oemoer menjadi umur, ma’loem menjadi maklum, rata-rata menjadi rata2,
dan ekor menjadi ekor.
3. Ejaan Pembaharuan:
Ejaan Pembaharuan dikembangkan untuk memodernisasi Ejaan Republik.
Berdasarkan konsep Ejaan Prijono-Katoppo, ejaan ini bertujuan menyederhanakan
penulisan konsonan gabungan dan diftong dengan pendekatan fonemis. Meskipun
berhasil dirumuskan pada tahun 1957, Ejaan Pembaharuan tidak pernah
diberlakukan secara resmi. Contoh dari ejaan ini, yaitu satai menjadi satay, gulai
menjadi gulay, harimau menjadi harimaw, kalau menjadi kalaw, dan amboi
menjadi amboy.
4. Ejaan Melindo:
Ejaan Melindo, disebut juga Ejaan Melayu-Indonesia, merupakan hasil kerja
sama antara Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu (Malaysia). Meskipun
berhasil dirumuskan pada tahun 1959, Ejaan Melindo tidak diterapkan secara
resmi karena ketegangan politik antara kedua negara tersebut. Konsep ejaan ini
mencerminkan tujuan penyederhanaan ejaan berdasarkan sistem fonemis. Contoh
dari ejaan melindo adalah tjinta menjadi cinta dan konsonan nj pada njonja diganti
dengan huruf nc.
5. Ejaan Baru (LBK):
Ejaan Baru atau Ejaan LBK adalah lanjutan dari upaya penyederhanaan ejaan
yang dirintis oleh Panitia Ejaan Melindo. Ejaan ini merupakan hasil kerja sama
antara Panitia Ejaan LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan) Indonesia dan
Panitia Ejaan Bahasa Malaysia. Meskipun berhasil dirumuskan, ejaan ini tidak
diresmikan karena kontroversi. Ejaan ini berusaha mengusung prinsip
penyederhanaan fonemis, menghasilkan perubahan dalam penulisan konsonan
gabungan dan huruf diftong. Contoh dari ejaan ini, yaitu djalan menjadi jalan,
batja menjadi baca, bunji menjadi bunyi, sjair menjadi syair, dan padjak menjadi
pajak.
6. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EyD):
Ejaan yang Disempurnakan (EyD) mulai diberlakukan pada tahun 1972.
Diresmikan oleh Presiden Soeharto, EyD menggabungkan konsep-konsep dari
ejaan-ejaan sebelumnya seperti Ejaan Republik, Ejaan Pembaharuan, Ejaan
Melindo, dan Ejaan Baru. EyD menghadirkan beberapa perubahan signifikan
dalam penulisan, termasuk penggantian huruf-huruf seperti "dj" dengan "j" dan
"tj" dengan "c," serta pengenalan huruf asing f, v, dan z. Contoh dari ejaan ini,
yaitu djika menjadi jika, chawatir menjadi khawatir, khilaf dan valuta (unsur
serapan dari bahasa asing), di rumah, ditulis, dan anak-anak bukan anak2.
C. Bahasa Baku
Kata baku adalah kata-kata yang sesuai dengan aturan dan pedoman bahasa,

sedangkan kata tidak baku tidak diakui dalam kamus resmi bahasa Indonesia.
Penggunaan kata baku sangat penting untuk komunikasi yang efektif dan untuk
menjaga kesatuan bahasa. Penggunaan kata baku didukung oleh bahasa baku
tertulis, sedangkan penggunaan kata tidak baku didukung oleh ragam bahasa lisan.
Ragam bahasa baku ditandai dengan penggunaan kaidah tata bahasa yang
normatif, penggunaan kata-kata baku yang umum, penggunaan ejaan resmi, dan
penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Kesalahan dalam pelafalan bahasa
Indonesia meliputi pelafalan singkatan dan pelafalan kata.
 Penggunaan kata baku mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1. Pemersatu yang berarti penggunaan kata baku membantu menjaga
kesatuan bahasa Indonesia di seluruh wilayah pemakaiannya.
2. Pemberi kekhasan: Kata baku memberikan identitas dan kekhasan pada
bahasa Indonesia.
3. Pembawa kewibawaan: Penggunaan kata baku menunjukkan penguasaan
bahasa yang baik dan benar.
4. Kerangka acuan: Kata baku menjadi acuan dalam komunikasi yang efektif
dan jelas.
 Penggunaan kata baku juga memiliki beberapa ciri-ciri, antara lain:
1. Mengikuti aturan tata bahasa yang normatif.
2. Menggunakan kata-kata baku yang umum.
3. Mengikuti ejaan resmi yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI).
4. Menggunakan lafal baku dalam ragam lisan.
 Contoh penggunaan kata baku dalam bahasa Indonesia:
1. Kata baku: “mengerti” Contoh penggunaan: “Saya mengerti apa yang
Anda maksud.”
2. Kata tidak baku: “ngerti" Contoh penggunaan: “Saya ngerti apa yang Anda
maksud.”
 Masalah pelafalan dalam bahasa Indonesia meliputi:
1. Pengaruh bahasa daerah: Pelafalan kata-kata dalam bahasa Indonesia dapat
dipengaruhi oleh lidah penutur yang terbentuk oleh lafal daerahnya.
2. Pengaruh lafal asing: Kata-kata serapan dari bahasa asing dapat memiliki
pelafalan yang berbeda dalam bahasa Indonesia.
3. Ketidaktahuan tentang kata baku: Beberapa pengguna bahasa mungkin
tidak mengetahui apakah suatu kata termasuk kata baku atau tidak baku,
sehingga dapat terjadi kesalahan dalam penggunaan dan pelafalan kata.
Dalam kesimpulannya, penggunaan kata baku dalam bahasa Indonesia
memiliki peran penting dalam komunikasi yang efektif dan menjaga kesatuan
bahasa. Penguasaan bahasa baku membutuhkan pemahaman yang baik tentang
aturan dan pedoman bahasa Indonesia. Namun, perlu diwaspadai masalah
pelafalan dalam bahasa Indonesia yang dapat mempengaruhi pemahaman dan
komunikasi yang efektif.

Sumber:
Link jurnal:
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/eunoia/article/view/1136/847
Link diktat:
http://repository.uinsu.ac.id/8484/1/RINA%20DEVIANTY%20FIS
%20%28DIKTAT%20REVISI%29.pdf

Anda mungkin juga menyukai