N DENGAN HALUASINAS
DI RUANG POLI KLINIK JIWA RUMAH SAKIT UMUM
CUT MEUTIA ACEH UTARA
Disusun Oleh:
YELLI DELVIA, S.Kep
NIM. 21020249
(___________________) (__________________)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan
persepsi. Bentuk halusinasi berupa suara-suara yang bising atau mendengung,
tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat
yang agak sempurna. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya :
bersifat ketiduran acaman dan lain-lain.
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensori terhadap stimulus
eksternal, juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensori yang di
interpretasikan oleh stimulus yang di terima. Jika diliputi rasa kecemasan
yang mengacu pada respon reseptor sensori terhadap stimulus. Persepsi juga
melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan.
Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensori penglihatan,
pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat
ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti : Skizofrenia, Depresi,
Delirium, dan kondisi yang berhubungan penggunaan alkohol dan substansi
lingkungan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Agar mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Jiwa.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat memahami konsep teori keperawatan jiwa
“Halusinasi Pendengaran”.
a. Pengertian halusinasi pendengaran
b. Rentang respon halusinasi
c. Penyebab halusinasi
d. Jenis-jenis halusinasi
e. Fase-fase halusinasi
f. Tanda dan gejala halusinasi
g. Pohon masalah halusinasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya
padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002).
Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang
dari luar, dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan,
penciuman, pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir)
terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami gangguan
sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir tersebut
terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah,
takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi
gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart &
Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca
indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis,
hal 119).
C. Tahapan/Tingkatan Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2001), terdiri dari 4 fase :
a. Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian,
rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran
yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien
tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan
tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan
tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah),
asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.
c. Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan
dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi
klien sangat membahayakan.
D. Klasifikasi Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran :
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara –
suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan :
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
c. Halusinasi penciuman:
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu
bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d. Halusinasi peraba :
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap :
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis
dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik :
karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine. (Menurut Stuart, 2007).
E. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu
respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca
indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar
tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek
keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung
tidak lama.
Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social
dan budaya umum yang berlaku.
Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam
bentuk kerjasama.
Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi
impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi
gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi
sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek
keluar berlebihan atau kurang.
Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa
tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh
norma – norma social atau budaya umum yang berlaku.
Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-
norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.
F. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang
dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
G. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan
masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat,
2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
H. Mekanisme koping
a. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
b. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
c. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal. (Stuart, 2007).
I. Pohon Masalah
Keliat Budi, Anna, 2018, Peran serta keluarga dalam perawatan klien
gangguan jiwa, EGC,
1. IDENTITAS PASIEN
PENANGGUNG JAWAB
a. Nama : Tn. Syafii
b. Umur : 45 tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : Wiraswasta
e. Alamat : Sawang, Aceh Utara
2. RIWAYATKEPERAWATAN
a. Konsep Diri
a) Gambaran diri
Klien menyukai semua bagian tubuhnya dan bersyukur atas semua
yang diciptakan Tuhan. Klien mengatakan kurang puas dengan
bentuk tubuhnya yang gemuk dan rambutnya yang agak kriting yang
sudah mulai beruban.
b) Identitas Diri
Klien mengetahui bahwa dirinya adalah seorang laki-laki dan klien
menerima dengan ikhlas dia sebagai laki-laki. Klien adalah anak
pertama dari 6 bersaudara.
c) Peran
Klien seorang Kepala Rumah tangga, di rumah klien sudah terbiasa
menyelesaikan semua pekerjaan rumah seperti mencari nafkah
selaku kepala keluarga.
d) Ideal Diri
Klien mengatakan ingin menafkahi anaknya sendiri.
e) Harga Diri
Klien mengatakan bahwa dirinya kurang percaya diri dan merasa
malu karena klien dianggap orang sakit jiwa oleh tetangga-
tetanganya dan penyakit yang diderita saat ini tidak bisa sembuh,
klien lebih suka menyendiri di rumah dari pada berkumpul dengan
tetangganya.
4. ANALISA DATA
5. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Persepsi : Sensori Halusinasi
b. Isolasi Sosial : Menarik diri
c. Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain Dan Lingkungan.
6. Intervensi Keperawatan
Tgl / Tanda
No Tindakan
Waktu Tangan
SP1P Halusinasi
1 1. Melakukan BHSP dengan klien.
2. Menanyakan tentang perasaan klien.
3. Mengidentifikasi halusinasi yang dialami
klien (jenis, isi, frekuensi, waktu, situasi,
dan respon).
4. Menjelaskan kepada klien cara-cara
untuk mengontrol halusinasi.
5. Melatih klien cara mengontrol halusinasi
dengan cara yang pertama yaitu
menghardik halusinasi.
6. Memberikan kesempatan kepada klien
untuk melakukan cara yang sudah
diajarkan.
7. Memberikan reirforcement positif kepada
klien.
8. Melakukan Evaluasi terhadap perasaan
klien setelah latihan mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik.
9. Memasukan latihan menghardik
halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
klien.
SP2P Halusinasi
2 1. Melakukan BHSP dengan klien dan
mengingatkan kembali nama penulis.
2. Menanyakan tentang perasaan klien.
3. Menanyakan pada klien apakah
halusinasinya masih muncul.
4. Validasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi
dan respon klien terkait halusinasinya.
5. Mengevaluasi cara mengontrol halusinasi
dengan cara pertama yang sudah diajarkan
dan mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien.
6. Melatih klien mengontrol halusinasi
dengan cara yang kedua yaitu bercakap-
cakap bersama orang lain.
7. Memberi kesempatan kepada klien untuk
mempraktekan cara bercakap-cakap dengan
orang lain.
8. Memberikan reirforcement positif kepada
klien.
9. Melakukan evaluasi terhadap perasaan klien
setelah latihan mengontrol halusinasi
dengan cara yang kedua yang telah
diajarkan.
10. Memasukan latihan cara mengontrol
halusinasi dengan cara menemui orang lain
untuk diajak bercakap-cakap kedalam
jadwal kegiatan harian klien.
SP3P Halusinasi
3 1. Melakukan BHSP dengan klien dan
mengingatkan kembali nama penulis.
2. Menanyakan tentang perasaan klien.
3. Menanyakan apakah halusinasinya masih
muncul.
4. Mengevaluasi cara mengontrol halusinasi
dengan cara pertama dan kedua yang sudah
diajarkan serta mengevaluasi jadwal kegiatan
harian klien.
5. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan
cara yang ketiga yaitu dengan melakukan
aktifitas terjadwal yang biasa dilakukan.
6. Mengidentifikasi bersama klien cara atau
tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi.
7. Mendiskusikan cara yang digunakan klien
yaitu melakukan aktivitas dan memberi
pujian pada Klien jika bisa melakukannya.
8. Memotivasi Tn. A dalam melakukan
aktivitas untuk menghilangkan halusinasinya
9. Membantu membuat dan melaksanakan
jadwal kegiatan harian yang telah disusun
klien.
10. Meminta teman, keluarga, atau perawat
untuk menyapa klien jika sedang
halusinasi.
11. Membantu klien memilih cara yang sudah
dianjurkan dan dilatih untuk mencobanya.
12. Memberi kesempatan pada klien untuk
melakukan cara yang dipilih dan dilatih
8. Evaluasi Keperawatan
2 S:
Klien mengatakan perasaanya hari ini
senang bertemu lagi dengan penulis.
Klien mengatakan “Saya suka
mendengar suara aneh seperti ada
yang menyuruh saya melakukan
sesutau yang aneh-aneh seperti untuk
memukul.
Klien mengatakan kalau kemarin
sudah diajarkan bagaimana cara untuk
menghardik halusinasi.
Klien mengatakan setelah menghardik
suara-suara yang didengarnya itu
hilang.
Klien mengatakan mau diajari cara
mengontrol halusinasi dengan
menemui orang lain untuk bercakap-
cakap dan mau mempraktekanya.
O:
Klien kooperatif
Klien mau melakukan kontak mata
dengan perawat.
Klien mampu mengajak bercakap-
cakap dengan perawat meskipun
hanya sebentar.
Klien mau memasukan kedalam
jadwal harian
A:
SP2P halusinasi tercapai
P:
Klien :
Motivasi klien utuk segera menemui
perawat atau klien lain dan bercakap-
cakap jika halusinasinya muncul.
Perawat :
Evaluasi SP2P Halusinasi
Perawat selalu siap ketika klien
mengajak bercakap-cakap saat
halusinasinya muncul.
Lanjut SP3P Halusinasi
3 S:
Klien mengatakan “Saya suka
mendengar suara aneh seperti ada
yang menyuruh saya melakukan
sesutau yang aneh-aneh seperti untuk
memukul.
Klien mengatakan sudah melakukan
cara yang diajarkan yaitu menghardik
dan menemui orang lain untuk
bercakap-cakap sesuai jadwal dan saat
suara-suaranya muncul.
Klien mengatakan selalu berusaha
untuk berkumpul dan melakukan
aktivitas
O:
Klien masih mengingat nama perawat,
dan masih ingat cara mengontrol
halusinasi dengan cara pertama dan
kedua (menghardik halusinasi dan
menemui orang lain untuk bercakap-
cakap) yang sebelumnya telah
diajarkan.
Klien kooperatif saat diajak bicara.
Klien mau melakukan kontak mata
dengan perawat.
Klien mampu menyebutkan kegiatan
apa saja yang biasa dilakukan yaitu
menyapu, mencuci piring, melipat
pakaian, dan lain-lain.
Klien mampu melakukan kegiatan
yang sudah dipilih dan dilatih dengan
benar.
Klien mau memasukan kegiatan yang
sudah dipilih dan dilatih kedalam
jadwal kegiatan harian.
A:
SP3P Halusinasi tercapai.
P:
Klien :
Motivasi klien utuk belajar
mengontrol halusinasi dengan cara
mengahardik, menemui orang lain
untuk bercakap cakap dan melakukan
aktivitas sesuai dengan jadwal yang
telah disusun.
Perawat :
Monitor klien latihan menghardik, menemui
orang lain untuk bercakap-cakap, dan
melakukan aktivitas sesuai jadwal.