4.1 Analisis Alur Adanya berbagai unsur intrinsik dalam karya sastra bertujuan untuk membangun cerita, salah satunya adalah alur. Tinjauan struktural pada karya fiksi sering condong pada konteks alur. Tinjauan ini penting, karena setiap tahapan alur sebenarnya mengandung semua intrinsic seperti tokoh, latar, tema, amanat, sudut pandang dan gaya bahasa. Sehingga melalui pemahaman alur yang baik, pembaca dapat memahami penokohan, tema, maupun latar cerita. Seorang pembaca mampu memahami alur dengan baik setelah lebih dahulu memahami dua elemen dasar yaitu konflik dan klimaks. Konflik mengarah pada sesuatu yang sifatnya tidak menyenangkan dan dialami oleh tokoh-tokoh cerita, yang jika tokoh itu diberi pilihan maka dia tidak akan memilih peristiwa itu terjadi. Sedangkan klimaks menurut Stanton adalah saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi dan tidak dapat dihindari lagi kejadiannya (Nurgiyantoro, 2012: 122 &127). Konflik utama biasanya berupa peristiwa yang sifatnya fundamental, mempertemukan sifat-sifat tertentu misalnya kejujuran dan kemunafikan, kenaifan dengan pengalaman, atau egoisme dengan kemampuan beradaptasi. Konflik seperti inilah yang menjadi inti cerita. Begitu juga dengan klimaks yang kehadirannya berkaitan dengan konflik. Seringkali, klimaks berwujud satu peristiwa yang tidak spektakuler. Berdasarkan pernyataan sebelumnya, penelitian ini ditekankan pada dua elemen dasar pembangun alur yaitu konflik dan klimaks. 4.1.1 Konflik Konflik adalah sesuatu yang dramatis, mengarah pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan (Wellek & Warren, dalam Nurgiyantoro,2012:122). Pengembangan alur dalam karya sastra sangat dipengaruhi oleh konflik-konflik yang dibangun oleh sang pengarang. Kemampuan pengarang untuk memilih dan membangun konflik melalui berbagai peristiwa akan menentukan kadar kemenarikan, kadar suspense dan perhatian pembaca. a) Dasar Konflik: Kemampuan tokoh utama aku dalam menyajikan kompleksitas konflik dalam cerpen Kippenwaterzoi dan Seorang Penulis Muda terlihat pada peristiwa konflik yang dihadapi oleh tokoh utama maupun tokoh pembantu. Peletakan dasar konflik diawali saat tokoh utama Aku mengetahui kenyataan bahwa penulis itu hanya menyalin apa yang diucapkan oleh wanita tua di sampingnya. Hal ini terbukti karena ada bagian cerita yang menyatakan: “Elske menulis semua itu dengan bibir tak usai menggantung senyum. Di balik kacamatanya terlihat bola matanya berbinar. Saat kuteliti, apa yang ia tulis sama persis dengan yang diucapkan wanita tunanetra. Aku jadi berkesimpulan, hari ini, tepatnya ia bukan menulis, tapi menyalin. Namun biarlah, toh apa pun yang terjadi di depanku kini, yang penting keinginanku tercapai untuk bertemu dengan penulis muda terkenal, yang selama ini hanya kukenal lewat Instagram.” Memang pada awalnya tokoh utama bersikap biasa saja terhadap fakta yang ditemuinya. Hal ini karena perasaan puasnya ketika bertemu penulis pujaannya menutup semua perasaan kecewa yang dia miliki ketika tahu fakta itu. Namun ini tidak berlangsung lama, kekecewaan tetap muncul pada tokoh utama Aku. Hal ini ada pada kutipan: “Elske menulis semua itu dengan bibir tak usai menggantung senyum. Di balik kacamatanya terlihat bola matanya berbinar. Saat kuteliti, apa yang ia tulis sama persis dengan yang diucapkan wanita tunanetra. Aku jadi berkesimpulan, hari ini, tepatnya ia bukan menulis, tapi menyalin. Namun biarlah, toh apa pun yang terjadi di depanku kini, yang penting keinginanku tercapai untuk bertemu dengan penulis muda terkenal, yang selama ini hanya kukenal lewat Instagram.” b. Penanjakan Konflik Konflik semakin menanjak yaitu ketika tokoh utama Aku justru lebih ingin tahu terhadap wanita tua daripada Elske. Hal ini karena fakta yang telah diketahui tokoh utama.. Hal ini dibuktikan dengan kutipan cerita berikut ini: “Akhirnya aku pun lebih penasaran kepada si wanita tunanetra itu ketimbang Elske. Saat kami bertemu, aku lebih menanyakan wanita itu kepada Elske, tapi ia tetap tak bercerita lengkap perihal wanita itu.” Rasa penasaran ini tentu muncul karena tokoh utama Aku tertarik dengan latar belakang wanita tua itu. Ketertarikan ini muncul sebab setelah tokoh utama Aku mengetahui faktanya dan seringkali menemui Elske bersama wanita itu sambil menuliskan ceritanya. Hal ini dapat diketahui pada kutipan cerita: “Hari-hari setelah itu, aku kembali bertemu Elske di beberapa tempat, di Desa Kinderdijk, Kanal Amsterdam, Taman Bunga Keukenhof, Maastricht Vrijthof, Bloemenmarkt, dan di beberapa tempat lain di sana, tapi masih belum seperti yang kuinginkan, Elske masih bersama wanita itu, lengkap bertiga dengan anjingnya. Lalu ia hanya menulis hal-hal yang diceritakan wanita itu, tak pernah menulis dari pikirannya sendiri, walau aku tak menampik, cerita wanita itu yang ia tulis di taman kecil Kota Bernisse beberapa waktu lalu sudah dimuat di media dan menjadi topik hangat warganet. Bisa mungkin karena cerita itu hanya pengaruh nama Elske yang sudah terkenal. Dan biasanya, ia akan mendapat upah Kippenwaterzoi jika ceritanya yang Elske dapat darinya dimuat.” 4.1.2 Klimaks Klimaks merupakan pertemuan antara dua keadaan yang dipertentangkan dan menentukan bagaimana permasalahan akan diselesaikan. Pada cerita ini, klimaks terjadi ketika Elske bercerita pada tokoh utama aku tentang wanita tua itu. Hal ini ada pada kutipan cerita: “Kata Elske, dirinya bertemu wanita tunanetra itu di sebuah halaman gereja, ketika perayaan hari Paskah. Wanita itu mengaku bernama Margreet Wigburg. Elske terkejut, karena nama itu sudah terkenal di jagat sastra. Sejak buta, suaminya meninggalkannya begitu saja. Ia hanya hidup dengan seekor anjing kesayangannya, berpindah dari satu tempat ke tempat lain sambil mengharap uluran tangan para dermawan. Ia mengaku pernah menulis banyak buku sebelum kecelakaan membuatnya buta. Buku-buku dan peralatan menulisnya tersimpan di perpustakaan pribadinya yang sudah disegel oleh suaminya, termasuk sertifikat, kartu ATM, dan surat-surat penting lainnya. Celakanya, orang-orang-bahkan fansnya pun-tak mengenal Margreet lagi. Mereka tak percaya apabila ia memperkenalkan diri bahwa dirinyalah penulis hebat itu, tapi mereka tetap tak percaya, dengan alasan Margreet, si penulis itu, tidaklah buta. Fakta ini tentu mengejutkan tokoh utama Aku. Namun setelah klimaks ini pengarang cerpen memberikan tambahan sedikit konflik pada cerita. Konflik ini adalah fakta bahwa Elske tidak bisa menulis lagi karena wanita tua itu telah meninggal. Dikarenakan Elske sebenarnya tidak bisa menulis, maka berbagai kesedihan mendatangi padanya. Sampai pada akhirnya, amanat yang diberikan wanita tua itu pada Elske dilemparkan kepada tokoh utama Aku sebab ketidakmampuan Elske untuk menyelesaikan cerita. Namun tokoh utama Aku juga tidak mampu menyelesaikannya dan cerita pendek itu hanya sampai pada judul KIPPENWATERZOI DAN SEORANG PENULIS MUDA.