Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGEMBANGAN DAN PERENCANAAN WILAYAH

OLEH :

KELOMPOK : 7 (TUJUH)
ANGGOTA : DEBBY PANGESTU 1810233026
ZALDI YAHYA 2010231009
ALFINO ANDESTOPANO 2010231022
RAHMATIWI AGITA SIGIT 2010233010
LENGGOGENI LIMASRIT 2010233023
AISYA MUHALNA INDAH P. 2010233027
KELAS : TANAH B
DOSEN PENJAB : Prof. Dr. Ir. Aprisal, MP

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala,


Tuhan semesta alam yang dengan kehendaknya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan Makalah Pengembangan dan Perencanaan Wilayah untuk
memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Pengembanagn dan Perencanaan
Wilayah.

Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang penulis miliki, untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Atas tersusunnya makalah ini, maka penulis menyampaikan rasa hormat


dan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu hingga makalah ini
terselesaikan. Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan
pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan
yang diharapkan dapat tercapai.

Padang, Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN..................................................................................................3
A. Kawasan Agropolitan Yang Ideal.............................................................3
B. Tata guna dan kesesuaian lahan................................................................4
C. Komoditas subsektor hortikultura unggul.................................................5
D. Dampak agropolita terhadap perekonomian perdesaan.............................6
BAB III. PENUTUP...........................................................................................................7
A. Kesimpulan................................................................................................7
B. Saran..........................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................8

ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan pertanian berperan strategis dalam perekonomioan nasional.
Peran strategis tersebut ditunjukkan oleh perannya dalam pembentukan kapital,
penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi, penyerap
tenaga kerja, sumber devisa negara, dan sumber pendapatan, serta pelestarian
lingkungan melalui praktek usaha tani yang ramah lingkungan. Pembangunan
pertanian di Indonesia diarahkan menuju pembangunan pertanian yang
berkelanjutan (sustainable agriculture), sebagai bagian dari implementasi
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan pertanian
(termasuk pembangunan perdesaan) yang berkelanjutan merupakan isu penting
strategis yang menjadi perhatian dan pembicaraan disemua negara dewasa ini.
Pembangunan pertanian berkelanjutan selain sudah menjadi tujuan, tetapi juga
sudah menjadi paradigma pola pembangunan pertanian. Globalisasi ekonomi telah
berdampak pada suatu keharusan bahwa pada pola pendekatan pembangunan
pertanian ke depan, diarahkan kepada “Paradigma Pembangunan Pertanian
Berkelanjutan” yang berada dalam konteks pembangunan manusia. Paradigma
pembangunan pertanian ini, bertumpu pada kemampuan bangsa untuk
mewujudkan kesejahteraaan masyarakat dengan kemampuan sendiri.

Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan serta kemiskinan di


perdesaan telah mendorong upaya-upaya pembangunan di kawasan perdesaan.
Meskipun demikian, pendekatan pengembangan kawasan perdesaan seringkali
dipisahkan dari kawasan perkotaan. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya urban
bias yaitu pengembangan kawasan perdesaan yang pada awalnya ditujukan untuk
meningkatkan kawasan kesejahteraan masyarakat perdesaan justru berakibat
sebaliknya yaitu tersedotnya potensi perdesaan ke perkotaan. Kenyataan tersebut
di atas diperkuat dengan tingginya laju urbanisasi. Data survei penduduk (SP)
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan urbanisasi yang diindikasikan dengan
tingginya jumlah penduduk kota di Indonesia dari 7,5 persen di tahun 1961
menjadi 30,91 persen di tahun 1990 dan mencapai 42,1 persen di tahun 2000.
Sedangkan tahun 2009 penduduk yang tinggal di kota menjadi 43 persen. Proses
urbanisasi yang terjadi seringkali mendesak sektor pertanian ditandai dengan
konversi lahan pertanian menjadi kawasan terbangun. Konsekuensi logis dari
kondisi ini adalah menurunnya produktifitas pertanian. Berdasarkan kondisi
tersebut, tidak berarti pembangunan perdesaan menjadi tidak penting, akan tetapi
harus dicari solusi untuk mengurangi urban bias. Pengembangan kawasan
agropolitan dapat dijadikan alternatif solusi dalam pengembangan kawasan
perdesaan tanpa melupakan kawasan perkotaan.

1
Konsep dasar pengembangan kawasan agropolitan adalah sebagai upaya
menciptakan pembangunan inter-regional berimbang. Artinya adalah untuk
meningkatkan keterkaitan pembangunan kota-desa melalui pengembangan
kawasan perdesaan yang terintegrasi dalam sistem perkotaan. Adapun tujuan dari
agropolitan yaitu (1) Jangka panjang: meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat khususnya petani di kawasan agropolitan. (2) Jangka menengah: (a)
Menumbuhkembangkan kelembagaan usaha petani on/off farm yang efektif,
efisien, dan berdaya saing; (b) Menumbuhkan iklim usaha yang mendorong
perkembangan usaha masyarakat. (3) Jangka pendek: (a) Menetapkan lokasi yang
memenuhi persyaratan sebagai pusat dan wilayah pendukung kawasan
agropolitan; (b) Membuat perencanaan bagi pengembangan kawasan agropolitan

Untuk mencapai agropolitan dalam konsep pertanian berkelanjutan perlu


adanya Pembangunan (termasuk pertanian dan agribisnis). Dinyatakan
berkelanjutan, jika kegiatan tersebut secara ekonomis, ekologis dan sosial bersifat
berkelanjutan (Srageldin, 1996 dalam Dahuri, 1998). Berkelanjutan secara
ekonomis berarti suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan
pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital (capital maintenance) dan
penggunaan sumber daya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara
ekologis mengandung arti bahwa kegiatan tersebut harus dapat mempertahankan
integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan dan konservasi sumber
daya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity). Sementara itu
berkelanjutan secara sosial, mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan
hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas
sosial, kohesi sosial dan pengembangan kelembagaan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep kawasan agropolitan yang ideal?
2. Apa salah satu komoditas subsektor hortikultura yang unggul dan layak
untuk dikembangkan?
3. Bagaimana tata guna dan kesesuaian lahan?
4. Apa dampak pertanian hortikultura terhadap perekonomian perdesaan?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep kawasan agropolitan yang ideal.
2. Mengetahui komoditas subsektor hortikultura yang unggul dan layak untuk
dikembangkan.
3. Mengetahui tata guna dan kesesuain lahan.
4. Menegetahui dampak pertanian hortikultura terhadap perekonomian
perdesaan.

2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Kawasan Agropolitan Yang Ideal
Kawasan Agropolitan merupakan kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan
sistem agribisnis. Program pengembangan kawasan sentra produksi pangan
(agropolitan) adalah pembangunan ekonomi berbasis pertanian yang
dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada secara
utuh dan menyeluruh, berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan,
terdesentralisasi, digerakkan oleh masyarakat, dan difasilitasi oleh pemerintah.
Kawasan perdesaan harus dikembangkan sebagai satu kesatuan pengembangan
wilayah berdasarkan keterkaitan ekonomi antara desa-kota (urbanrural
linkages) dan menyeluruh hubungan yang bersifat interdependensi/timbal balik
yang dinamis.
Suatu kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) yang sudah berkembang
harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Sebagian besar kegiatan masyarakat di ka- wasan tersebut didominasi oleh
kegiatan pertanian dan atau agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh
dan terintegrasi mulai dari: (a) Subsistem agribisnis hulu (up stream
agribusiness) yang mencakup: mesin, peralatan pertanian, pupuk, dan lain-
lain. (b) Subsistem usaha tani/pertanian primer (on farm agribusiness)
yang mencakup usaha: tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
perikanan, peternakan, dan kehutanan. (c) Subsistem agribisnis hilir (down
stream agribusiness) yang meliputi: industri-industri pengolahan dan
pemasarannya, termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor. (d)
Subsistem jasa-jasa penunjang (kegiatan yang menyediakan jasa bagi
agribisnis) seperti: perkreditan, asuransi, transportasi, penelitian dan
pengembangan, pendidikan, penyuluhan, infrastruktur, dan kebijakan
pemerintah.
2) Adanya keterkaitan antara kota dengan desa (urban-rural linkages) yang
bersifat interdependensi/timbal balik dan saling membutuhkan di mana
kawasan pertanian di perdesaan mengembangkan usaha budidaya (on
farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm), sementara kota
menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budidaya dan
agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian antara lain: modal,
teknologi, informasi, peralatan pertanian, dan lain sebagainya.
3) Kegiatan sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut didominasi oleh
kegiatan pertanian atau agribisnis, termasuk didalamnya usaha industri
(pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk
perdagangan untuk kegiatan ekspor), perdagangan agribisnis hulu (sarana
pertanian dan permodalan), agrowisata, dan jasa pelayanan.
4) Kehidupan masyarakat di kawasan sentra produksi pangan (agropolitan)
sama dengan su asana kehidupan di perkotaan karena prasarana dan

3
infrastruktur yang ada di kawasan agropolitan diusahakan tidak jauh
berbeda dengan di kota.
Kawasan agropolitan dicirikan dengan kawasan pertanian yang tumbuh
dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis di pusat
agropolitan yang diharapkan dapat melayani dan mendorong kegiatan-
kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.

Gambar 1. Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan

B. Tata guna dan kesesuaian lahan


Sumber daya lahan merupakan potensi ruang yang mengandung unsur-unsur
lingkungan fisik, kimia dan biologis yang saling berinteraksi terhadap potensi
tata guna lahan. Lahan merupakan perpaduan dari berbagai unsur atau
komponen bentang lahan, geologis, tanah, hidrologis, iklim, dan alokasi
penggunaannya. Arahan kebijaksanaan pengembangan kawasan ini meliputi;
penetapan sebagai kawasan lindung, pengembalian fungsi hidrologis kawasan
hutan yang telah mengalami kerusakan, pemantauan terhadap kegiatan yang
diperbolehkan di dalam kawasan lindung untuk menjaga fungsi lindung
kawasan, pengurangan kepadatan penduduk dan peningkatan pengetahuan
untuk mengembangkan sumber daya alternatif, pengembangan kegiatan
ekonomi terbatas untuk pengembangan sumber daya alternatif sepanjang tidak
mengganggu fungsi lindung.
Dalam menganalisis tata guna dan kesesuaian lahan perlu diperhatikan yaitu
kondisi fisik dasar. Analisis fisik bertujuan untuk mengetahui kemampuan fisik
untuk mengakomodir kegiatan agropolitan. Dalam hal ini analisis kondisi fisik
ditekankan pada daerah-daerah rawan tanah longsor dan kekeringan serta
banjir. Kondisi tersebut diperkirakan akan sangat berpengaruh terhadap
rencana pengembangan kawasan agropolitan. Dalam rangka Pengembangan
Kawasan Agropolitan, perlu direncanakan penataan, pengembangan,
pemeliharaan dan pengendalian kawasan (kondisi fisik) untuk meminimalisasi
dampak yang diakibatkan dari kekeringan, tanah longsor dan lahan kritis.

4
Kawasan agropolitan dengan kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang
karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis di pusat agropolitan yang
diharapkan dapat melayani dan mendorong kegiatan-kegiatan pembangunan
pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Salah satu komoditi sektor
pertanian yang berpotensi dalam meningkatkan agribisnis perdesaan adalah
sroberi.

C. Komoditas subsektor hortikultura unggul


Analisis tata guna lahan dapat ditinjau dari segi penggunaan lahan pertanian
eksisting berikut komoditas yang dihasilkan. Berbagai macam komoditas yang
diajukan atas dasar kesesuaian lahan dengan pembatasan tertentu sebagaimana
dijelaskan sebelumnya dapat diarahkan beberapa komoditas unggulan, baik
yang mempunyai keunggulan komparatif maupun yang mempunyai
keunggulan kompetitif Beberapa komoditas lain yang nampaknya prospektif
untuk dikembangkan mengingat pangsa pasar dan nilai ekonomi namun
menghadapi banyak kendala dalam pengembangannya maka perlu
dipertimbangkan kembali.
Salah satu komoditas subsektor hortikultura yang unggul dan layak untuk
dikembangkan adalah stroberi. Hal tersebut ditunjang oleh hasil penelitian
Purnomo (2008) mengenai startegi pengembangan agribsinis stroberi,
dikatakan bahwa stroberi merupakan salah satu komoditas hortikultura yang
mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, hal ini dikarenakan stoberi memiliki
daya tarik tersendiri yang terletak pada bentuk, rasa dan warna dari buah
stroberi sehingga berpengaruh terhadap harga jualnya di pasar yang termasuk
kategori tinggi dan menjanjikan dengan melihat peluang bisnis yang ada baik
di dalam maupun luar negeri. Hasil produksi stroberi selain untuk dijual
sebagai produk segar, dapat juga dikembangkan dan diberi nilai tambah
menjadi berbagai produk olahan sehingga menambah juga pendapatan bagi
pelaku agribisnis stroberi lainnya. Pemasaran stroberi sendiri cakupannya
sudah luas mulai dari pemasaran di tingkat lokal seperti ke konsumen untuk
konsumsi pribadi maupun ke restoran, hotel, katering bahkan hingga diekspor
ke luar negeri. Jika melihat dengan budidaya stroberi di luar negeri, usahatani

5
atau budidaya tanaman stroberi di Indonesia belum seoptimal seperti di negara
lain yang juga merupakan negara penghasil komoditas stroberi seperti
Amerika, Jepang dan beberapa negara di Eropa. Hal ini dikarenakan metode
dari budidaya stroberi di Indonesia yang belum diterapkan dengan tepat
(Budiman dan Saraswati, 2006).

6
D. Dampak agropolita terhadap perekonomian perdesaan
Untuk memberikan penilaian viabilitas ekonomi berbagai komoditas yang
dianggap signifikan untuk dikembangkan di kawasan agropolitan berikut
dibuat suatu analisis yang merangking perkiraan prospek pengembangan
komoditas-komoditas tersebut. Kriteria yang ditimbang meliputi tradisi
produksi setiap komoditas, keterkaitan sistemik komoditas dalam spektrum
produksi yang lebih luas, keterkaitan antarwilayah yang diciptakan, skala
produksi di tingkat produsen atau petani serta kemampuan relatif komoditas
untuk menyerap tenaga kerja. Selanjutnya turut diperhitungkan juga sifat-sifat
komoditas seperti durabilitas komoditas, ketersediaan pasar sebagai penyerap
komoditas, sifat-sifat pasar yang ada dan kompetitor keunikan komoditas.
Dimensi lain yang juga sangat penting dan perlu dipertimbangkan dalam
memilih komoditas budidaya di kawasan agropolitan adalah kemampuan
komoditas dalam mendukung cash flow harian petani serta ada tidaknya
ketergantungan terhadap input produksi langka yang hanya tersedia di daerah
lain.
Dampak pada perekonomian masyarakat diantaranya membuka harapan baru
bagi petani untuk meningkatkan kontribusi pendapatan rumah tangga petani,
memperbanyak perluasan kesempatan kerja di pedesaan. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Basuki (2012) menyatakan bahwa pengembanagn
agropolitan di daerah mampu memberikan kontribusi perluasan lapangan
pekerjaan sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Variabel
perekonomian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan
pendapatan yang diterima petani. Perbandingan pendapatan yang diterima
sebelum dan sesudah adanya program sangat dirasakan peningkatannya.

7
BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan
konsep kawasan agropolitan yang ideal di pengaruhi oleh sebagian besar
kegiatan masyarakat yang berada dikawasan tersebut dan didominasi oleh
kegiatan pertanian atau agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan
terintegrasi, disamping konsep Kawasan yang disiapkan juga harus
diperhatikan tata guna dan kesesuaian lahan perlu diperhatikan seperti kondisi
fisik dasar lahan. Analisis fisik bertujuan untuk mengetahui kemampuan fisik
untuk mengakomodir kegiatan agropolitan dengan tujuan dapat melayani dan
mendorong kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah
yang menjadi sasaran kegiatan agropolitan. Setelah didapatkan data analisis
fisik lahan ditentukan komoditas yang akan di kembangkan di Kawasan
tersebut dengan pertimbangan komoditas tersebut cocok dengan kondisi fisik
lahan yang tersedia. Stoberi sebagai komoditas unggulan merupakan salah satu
komoditas hortikultura yang mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, hal ini
dikarenakan stoberi memiliki daya tarik tersendiri yang terletak pada bentuk,
rasa dan warna memerlukan kestabilan jumlah produksi mengingat masih
terdapat beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam memilih komoditas
budidaya di kawasan agropolitan adalah kemampuan komoditas dalam
mendukung cash flow harian petani serta ada tidaknya ketergantungan terhadap
input produksi langka yang hanya tersedia di daerah lain.

B. Saran
Pengembangan komoditas unggulan ke depan harus memperhatikan beberapa
analisis agroklimatologis yang membatasi (limiting factors) agar dapat
dirumuskan dengan baik cara mengatasinya dan besaran potensi untuk
dikembangkannya komoditas tersebut. Penetapan zonasi komoditas yang baik
diikuti sosialisasi rencana program yang mantap dan disertai kemudahan bagi
petani hortikultura untuk mendapatkan input berupa sarana produksi baik
modal kerja, bibit unggul berkualitas, bimbingan teknis yang memadai.

8
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, A. T. (2012). Pengembangan Kawasan Agropolitan. Jurnal Ekonomi dan


Studi Pembangunan. 13(1):53–71.
Budiman, S dan Saraswati, D. (2006). Berkebun Stroberi Secara Komersil.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Lia, Reza Siskana. (2021). Dampak Pengembangan Kawasan Agropolitan
Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Petani Krisan. Universitas
Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah
Purnomo, Febriano Setyawan Nur. (2008). Strategi Pengembangan Agribisnis
Stroberi di Kabupaten Purbalingga. [Skripsi]. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
Silaban, Mikha Gracina Devonian dan Lucyana Trimo. (2021). Strategi
Pengembangan Agribisnis Stroberi Pada Cv. Bumi Agro Technology,
Jawa Barat.Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan
Agribisnis. 7(1): 169-185

Anda mungkin juga menyukai