Anda di halaman 1dari 13

SITUS MESJID INDIAN MOSLIM

MESJID GHAUDIYAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Penelitian Salah Satu Situs-Situs Islam

di Medan Sumatera Utara

DISUSUN OLEH

KELOMPOK II

SPI-2

-Tri Wahyuda -Syahna Wulan Andina

-Rahmat Al Hafizh -Novia Astari

-Muttaqin Nur

SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2022
DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..

A. Latar Belakang………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………..
C. Tujuan……………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………...

A. Penjelasan Sejarah Situs Mesjid Ghaudiyah…..……………………………


B. Metode Penelitian…………………………………………………………...
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………………
D. Temuan Penelitian…………………………………………………………..

BAB III PENUTUP………………………………………………………………...

A. Kesimpulan………………………………………………………………….
B. Lampiran Foto………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………
1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Di masa lalu pekerjaan orang-orang Tamil banyak diasosiasikan dengan


pekerjaan kasar, seperti kuli perkebunan, kuli pembuat jalan, penarik kereta lembu,
dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang lebih mengandalkan otot. Hal ini terkait
dengan latar belakang orang Tamil yang datang ke Medan, yaitu mereka yang
berasal dari golongan dengan tingkat pendidikan yang rendah di India.

Mereka inilah yang dipekerjakan di zaman kolonial sebagai kuli di perkebunan-


perkebunan milik orang Eropa. Di masa sekarang keturunan mereka banyak yang
bekerja sebagai karyawan swasta, buruh, dan juga sebagai sopir. Kalau di masa
kolonial sebagian dari mereka menjadi penarik kereta lembu dan pembuat jalan, di
masa kini keturunan mereka banyak yang sudah mengusahakan jasa transportasi
angkutan barang dan juga menjadi pemborong pembangunan jalan. Keahlian
mereka dalam kedua bidang pekerjaan ini banyak diakui orang.

Orang-orang Tamil yang datang secara mandiri ke Medan pada umumnya


memiliki jenis mata pencaharian hidup sebagai pedagang. Di antaranya menjadi
pedagang tekstil, dan pedagang rempah-rempah di pusat-pusat pasar di Medan.
Selain itu mereka juga banyak yang bekerja sebagai supir angkutan barang,
bekerja di toko-toko Cina, dan menyewakan alat-alat pesta.

Selain itu banyak juga yang melakoni usaha sebagai penjual makanan, misalnya
martabak Keling. Pada umumnya, mereka yang berjualan rempah-rempah, tekstil
dan menjual makanan adalah orang-orang Tamil yang beragama Islam. Mereka
adalah kaum Muslim migran yang datang dari India Selatan hampir bersamaan
dengan kedatangan orang-orang India pada umumnya ke Medan pada pertengahan
abad ke-19. Di masa sekarang juga sudah terdapat sejumlah orang Tamil yang
sukses sebagai pengusaha di level daerah maupun nasional, seperti keluarga
Marimutu Sinivasan.
2

B.Rumusan Masalah

Dalam beberapa yang terkait dengan penelitian ini kami merumuskan masalah
untuk menambah wawasan, diantaranya:

A. Apakah yang melatarbelakangi Mesjid Ghaudiyah


B. Siapa tokoh yang menggagas berdirinya Mesjid Ghaudiyah
C. Kapan berdirinya Mesjid Ghaudiyah
D. Apakah alasan berdirinya Mesjid Ghaudiyah

C.Tujuan

A.Mengetahui sejarah situs islam di Mesjid Ghaudiyah

B.Dapat menjadi relasi pada situs-situs islam


3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Penjelasan Sejarah Situs Mesjid Ghaudiyah


Warga Tamil Muslim sejak 1887 sudah memiliki sebuah lembaga sosial yang
bernama South Indian Moslem Foundation and Welfare Committee. Warga Tamil
Muslim mendapat hibah dua bidang tanah dari Sultan Deli, untuk tempat
membangun mesjid dan pekuburan bagi Tamil Muslim. Ada dua masjid yang
dibangun oleh yayasan tersebut, satu terletak di Jalan Kejaksaan Kebun Bunga dan
satu lagi di Jl. Zainul Arifin. Lokasi pekuburan terdapat di samping Masjid
Ghaudiyah (Jl. Zainul Arifin).

Tanah wakaf di lokasi Kebun Bunga cukup luas (sekitar 4000 meter) sedangkan
lokasi Masjid Ghaudiyah sekitar 1000 meter persegi. Sebagian dari tanah wakaf
yang di masjid Ghaudiyah dimanfaatkan untuk lokasi pembangunan ruko, terdiri
dari 13 pintu, yang disewakan kepada orang lain dan uangnya digunakan untuk
kemakmuran masjid dan menyantuni kaum Muslim Tamil yang miskin.

Sampai sekarang yayasan yang menaungi masjid itu terus diurus oleh keturunan
Tamil Muslim dan ketika penelitian lapangan tahun 2003 dilakukan masih
dipimpin oleh Abu Bakkar Siddiq (45 thn) seorang pedagang dan dibantu oleh
Kamaluddin (seorang pengusaha keramik). Sampai dengan tahun 1970-an, setiap
tahun dilakukan perayaan hari besar keagamaan yang menghadirkan orang-orang
Tamil Muslim di seluruh kota Medan, Tebing Tinggi hingga Pematang Siantar.
Kesempatan itu sekaligus menjadi forum silaturahim bagi warga Tamil Muslim,
namun perayaan demikian sudah tidak pernah lagi berlangsung belakangan ini.

Masjid Ghaudiyah sebagai peninggalan sejarah yang memberi nilai lebih


terhadap Pagaruyung. Tak heran pengunjungnya datang dari berbagai lapisan
masyarakat. Baik bersama keluarga, rekan dan relasi.Keramaian kawasan ini secara
tak langsung menambah jumlah pedagang yang ada meskipun masih berada di
lingkungan yang sama yaitu Kampung Madras. Beberapa bahkan
memanfaatkan pekarangan rumahnya sebagai lapak yang dibangun dengan dana
pribadi.
4

Tak heran meja-meja yang ada masih sangat sederhana dan terbuat dari kayu.
Untuk kursi juga dari plastik yang tidak begitu banyak. Karena datang dari
satu lingkungan, komunikasi antar pedagang pun cukup baik dan secara
bersama-sama mereka membangun fasilitas lainnya. Seperti atap yang dibuat
dari tenda biru begitu juga toilet yang dibangun dengan gotong royong.
Suasana kekeluargaan tadi pun terbawa saat meladeni pengunjung. Hal itu
pun memudahkan saat membuat kesepakatan untuk tidak menjual minuman
keras.Namun, seiring pesatnya pertumbuhan dan pembangunan, Pagaruyung
mulai kesulitan. Pertumbuhan pusat jajanan malam dengan fasilitas modern
yang tak terbendung sedikit banyak berhasil mencuri pengunjung dari
kalangan generasi muda.

Perlahan kalangan lainnya mulai memalingkan wajah hingga Pagaruyung


benar-benar membutuhkan perubahan.Rencana Pemerintah Kota Medan untuk
mengelola Pagaruyung pun ibarat nafas kehidupan baru bagi para pedagang.
Bahkan mereka pun rela beberapa hari melepas rezeki tidak berjualan agar
‘pembenahan’ yang dijanjikan berlangsung lancar. Begitu juga kamar mandi yang
mereka bangun dengan gotong-royong namun cukup baik.Sekian lama berlalu,
harapan tinggal harapan. Pembongkaran bertopeng pembenahan malah menyisakan
puing dari pengerjaan drainase yang tidak tuntas. Desain atap yang mengacu
pada model di ibukota justru menjadi teratak seng dengan cicilan yang masih
harus dibayarkan para pedagang.

B.Metode Penelitian
Dalam kesempatan penelitian ini dilakukan pendekatan secara analisis kualitatif,
melalui analisis kualitatif mengandung makna suatu penggambaran atas data
dengan menggunakan kata dan baris kalimat. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, yang bertujuan memahami suatu situasi sosial, peristiwa,
peran, interaksi dan kelompok.

Peneliti juga lebih menekankan pada obyektivitas dan kejujuran yang diwujudkan
dengan menjelaskan tujuan penelitian kepada informan. Selain itu merahasiakan
identitas informan, sehingga konsekuensi dari hasil penelitian ini tidak berdampak
kepada informan yang telah memberikan informasi.
5

Data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari observasi
dan wawancara. Informasi yang didapat dari observasi. Berikut ini hasil metode
penelitian yang telah kami susun yaitu dengan melakukan wawancara kepada
narasumber situs masjid ghaudia yaitu Hj. Muhammad Shidiq Shaleh. Berikut
beberapa pertanyaan yang kami rangkum dalam mewawancarai narasumber:

1.Apakah latar belakang berdirinya mesjid ini?

2.Siapakah tokoh/orang yang menggagas dibangunnya mesjid ini?

3.Sejak kapan mesjid ini Berdiri dan apa alasannya sehingga mesjid ini dibangun?

Berdasarkan pertanyaan tersebut, kami mendapatkan jawabannya dari


narasumber yang berkaitan tersebut, yaitu:

1.Apakah latar belakang berdirinya masjid ini?

Dalam hal ini narasumber mengatakan bahwa Mesjid Ghaudiyah ini awalnya
diberikan tanah oleh sultan deli, waqof sultan deli inilah untuk Yayasan Indian
Moeslim, yang awalnya diberi nama The South Indian Moslim yaitu India Selatan.

Setelah diberikan dua petak tanah oleh sultan deli maka dibentuklah komunitas,
dua petak tanah tersebut satunya berada di Mesjid Jami’ Kebun Bunga yang
luasnya 5.400 Meter dan pada Mesjid Ghaudiyah ini kurang lebih 4000 Meter,
pada dua petak tanah ini dibangun Mesjid yang pertama yaitu Mesjid Jami’ Mesjid
yang keempat tertua di Medan, dan yang tertua yang pertama yaitu Mesjid Al-
Osmani, Kemudian Mesjid Ghaudiyah waqof kedua dari sultan deli.

2.Siapakah tokoh/orang yang menggagas dibangunnya masjid ini?

Berdasarkan hasil wawancara ini, narasumber mengatakan bahwa tokoh/orang


yang menggagas dibangunnya masjid ini tidak ingin diketahui identitasnya
dikarenakan tidak ingin menimbulkan riya, dan ingin menjadi amal jariyah baginya
6

3.Sejak kapan mesjid ini Berdiri dan apa alasannya sehingga mesjid ini dibangun?

Mesjid Ghaudiyah ini dibangun pada tahun 1887 dan termasuk masjid yang
tertua keempat di Medan ini, namanya diambil dari salah satu perkampungan di
Iran. Namun kata Ghaudiyah ini aslinya yaitu ‘Chaudia’ dikarenakan orang-orang
menyebutnya Ghaudiyah maka jadilah nama Mesjid tersebut Mesjid Ghaudiyah.
Dan alasan dari dibangunnya masjid ini karena komunitas india merasa dengan
adanya masjid itu terjadi silahturahmi, persatuan, sebagai tempat berkumpul dan
beribadah.

Demikian lah hasil wawancara kami kepada narasumber Mesjid Ghaudiyah yaitu
kepala yayasan India Muslim yaitu: Hj. Muhammad Shiddiq Shaleh.

C.Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian kami yaitu sebagai program studi Sejarah Peradaban Islam
agar dapat mengetahui situs-situs islam yang dimana kemungkinan sebahagian
orang belum mengetahui hal sejarah dari wilayah lingkungan Tamil, maka dari itu
kami mengambil penelitian ini pada Mesjid Ghaudiyah yang berada di daerah
Medan Jl. KH. Zainul Arifin, Petisah Tengah, Kec. Medan Petisah, Kota Medan,
Sumatera Utara, berdasarkan informasi yang kami terima bahwa dapat memuat
wawasan kami pada sejarah situs-situs Islam di Medan ini.

D.Temuan Penelitian

Pada saat penelitian, kami menemukan pemakaman yang terletak di samping


halaman Mesjid Ghaudiyah, dan narasumber juga mengatakan bahwa di India jika
ada masjid pastinya ada pemakaman di samping masjid tersebut sama hal nya pada
masjid raya dan masjid yang lain. Namun ada yang menarik dari temuan kami
yaitu ada makam yang nisan nya bertulisan Arab dan juga kami menyusuri dan
mencari tahu makam yang paling lama wafatnya dan dengan usaha kami juga
menemukan makam Syekh Maulana.
7

Berdasarkan informasi yang kami dapat dari narasumber bahwa Syekh Maulana
ini adalah orang Mekkah yang suka bergaul dengan orang India sehingga makam
beliau ada di pemakaman tersebut. Berikut dokumentasi dari pemakaman tersebut.

Gambar 1.Makam Syekh Maulana


8

Gambar 2. Makam yang nisannya bertuliskan arab

Gambar 3. Makam yang kami temukan wafatnya terlama


9

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari pemaparan diatas bisa kita simpulkan bahwasannya sangat penting bagi
kita untuk terus mempelajari situs-situs sejarah islam, agar kita tahu bagaimana
perkembangan dan peradaban agama islam di daerah tersebut, karena banyak
diantara kita sudah tidak peduli dengan situs-situs sejarah yang ada, termasuk
dikalangan anak-anak muda. Oleh Karena itu kita sebagai mahasiswa dituntut
untuk terus hadir dalam pengembangan situs-situs tersebut.

B.Lampiran Foto
10
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Z. "Komunitas Tamil dalam Kemajemukan Masyarakat di Sumatera Utara."
(2009).

Khairuni, Zhilli Izzadati. "Revitalisasi Kawasan Wisata Kota Medan sebagai


Upaya Meningkatkan Nilai Sosial dan Budaya: Studi Kasus Kawasan
Pagaruyung Kota Medan." Archigreen 3.4 (2018)

Anda mungkin juga menyukai