Anda di halaman 1dari 8

EFEK KORTISOL TERHADAP IRAMA SIRKADIAN

Disusun Oleh :

1. Andi Muhammad
Ihsan Fauzan
(20711065)
2. Ari Wahyu
Listyawati
(20711085)
3. Aulia Khoirunnisa

(20711146)

Tutorial :

Kelompok Tutorial 18

Tutor :

dr. Eska Agustin P S, Sp.KJ

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

EFEK KORTISOL TERHADAP IRAMA SIRKADIAN

ABSTRAK
Jam sirkadian merupakan jam biologis manusia selama 24 jam. Hal ini
tidak lepas dari peran hormon glukokortikoid, khususnya kortisol. Hormon
kortisol disekresikan oleh kelenjar adrenal yang dipengaruhi oleh hipothalamus
dan hipofisis anterior dibawah sekresi ACTH. Kortisol sendiri merupakan hormon
stres yang disekresikan dari pukul 08.00 pagi hingga 5 petang, yang mana
puncaknya terjadi pada pukul 09.00 hingga pukul 12.00.(Reddy and Sharma,
2019)
Sekresi dari hormon kortisol dapat menyebabkan beberapa regulasi pada
tubuh seperti peningkatan tekanan darah, perubahan metabolisme energi, dan efek
imun. Hipersekresi dari hormon kortisol dapat menyebabkan cushie syndrome
atau hypercorticolism. Hal tersebut dapat menyebabkan resistensi terhadap
insulin sehingga kadar glukosa darah cenderung tinggi serta dapat menyebabkan
obesitas. Defisiensi dari hormon ini dapat menyebabkan penyakit adison, yaitu
kondisi dimana penderita tidak dapat mempertahankan kadar normal glukosa
darah. Hal ini disebabkan penderita tidak dapat menyintesis glukosa melalui
glukoneogenesis.(Hoon Son et al., 2018)

PENDAHULUAN
Jam sirkadian sangat dipengaruhi oleh hormon kostisol yang mana dapat
memengaruhi kondisi kardiovaskular, metabolisme tubuh dan sistem imun.
Hormon kostisol dapat dipengaruhi oleh nucleus supraopticus. Hal ini akan
memengaruhi sekresi hormon kortisol di kelenjar adrenal dibawah pengaruh
hipothalamus.(Gnocchi and Bruscalupi, 2017)

Kortisol disintesis di kortex adrenal di zona fasiculata dan retularis.


Sintesis kortisol memerlukan 3 hidrosilase yang bekerja sacra brurutan pada rantai
C21, C17, C11. Pada reaksi C17 dan C21 berlangsung secara cepat, hal ini
berkebalikan pada rekasi yang terjadi di C11.(Rodwel W et al., 2019)
(Rodwel W et al., 2019)

EFEK KORTISOL DALAM IRAMA SIRKADIAN


Kortisol meningkat saat kita beraktivitas dari pagi hari hingga petang.
Kortisol juga meningkat secara progresif saat REM karena ada ledakan aktivitas
simpatis. Adanya hormon stressor kortisol dapat menstimulus aktivitas simpatis
dan meningkatkan heart rate dengan cara meningkatkan resistensi perifer..(Azmi
et al., 2021)
Hormon kortisol juga dapat meningkatkan tekanan darah. Hormon ini
akan membantu otot polos dalam mempertahankan efek vasokontsriksi. Yang
mana ditimbulkan oleh norepinefrin melalui reseptor alfa 1 adrenergik pada sel-
sel otot polos. Fungsi dari norepinefrin sendiri adalah untuk vasokontriksi
pembuluh darah, karena vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan naiknya
tekanan darah. Hormon ini juga dipengaruhi oleh stress untuk mempertahankan
fungsi tubuh selama keadaan stress tersebut. Kortisol merupakan hormon stressor
yang sekresinya mengalami peningkatan saat ada stimulus stress. kortisol turut
memengaruhi tonus vaskular melalui inhibisi enzim NO synthase. Kortisol
meningkatkan sensitivitas reseptor sdrenegic pada sel endotel pembuluh darah,
yang mana adrenergic reseptor ini akan berikatan dengan norepinephrin.
Sedangkan norepinephrin sendiri berfungsi untuk vasokontriksi, saat sensitivitas
adrenergic terhadap norepinephrin meningkat menyebabkan vasokontriksi lebih
mudah terjadi. (Sherwood, 2016; Azmi et al., 2021)

Hormon Kortisol juga dapat mencegah efek inflamasi. Proses pencegahan


inflamasi dapat dilakukan dengan cara :

1. Menstabilkan membran lisosom sehingga membran lisosom sulit untuk


pecah. Sehingga sebagian besar enzim proteolitik dilepaskan untuk
menimbulkan inflamasi.
2. Kortisol menurunkan permeabilitas kapiler sehingga mencegah kehilangan
plasma ke dalam jaringan.
3. Kortisol menurunkan migrasi sel darah putih ke daerah inflamasi dan
menurunkan fagositosis pada sel yang rusak. Hal ini dilakukan dengan
cara menghilangkan pembentukan prostaglandin dan leukotrien sehingga
meningkatkan vasodilatasi.
4. Kortisol menurunkan produksi limfosit sehingga proses inflamasi dapat
ditekan.
5. Kortisol dapat menurunkan demam akibat inflamasi.

Pemberian kortisol dapat mengurangi proses inflamasi selama beberapa jam


hingga beberapa hari. Efek kortisol juga berperan dalam melawan penyakit
seperti, arthritis reumatoid, demam rematik, dan glomerulonefritis akut.
Dimana penyakit tersebut memiliki gejala inflamasi yang dapat merusak
tubuh. Namun, apabila pemberian kortisol dalam dosis besar dapat
menyebabkan atrofi pada jaringan limfoid tubuh. Selain dapat menekan
inflamasi kortisol dan glucocortikoid dapat mencegah penolakan imunologis
pada cangkok ginjal, jantung, dan jaringan lain. (Hall, 2016)

Pada metabolisme karbohidrat, kortisol dapat memicu glukoneogenesis yang


dapat meningkatkan enzim-enzim yang dibutuhkan untuk mengubah asam amino
menjadi glukosa dalam sel hati. Tujuan dari pengubahan ini untuk mengaktifkan
transkripsi DNA dalam sel hati. Selain itu, kortisol juga menyebabkan
pengangkutan asam amino dari jaringan ekstrahepatic, terutama dari otot. Hal ini
mengakibatkan banyak asam amino masuk ke proses glukoneogenesis yang
meningkatkan produksi glukosa. Produksi glukosa yang tinggi mengakibatkan
rangsangan sekresi insulin. Kadar glukokortikoid yang tinggi dapat menurunkan
sensitivitas jaringan seperti otot rangka dan jaringan lemak. sehingga dari sekresi
glukokortikoid yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan dari metabolisme
karbohidrat. Kortisol juga menghambat efek insulin dalam menurunkan aktivitas
glukoneogenesis di hati. Kortisol juga dapat menurunan pemakaian glukosa di sel
dan meningkatkan konsentrasi glukosa darah, serta meningkatkan pemakaian
glukosa di otak selama tidak ada asupan glukosa. Pada metabolisme protein,
kortisol membantu penguraian protein di sel untuk dapat diubah menjadi energi.
Pengurangan protein yang berlebihan dapat mengakibatkan berkurangnya
pengangkutan asam amino menuju jaringan ekstrahepatic. Oleh sebab itu kortisol
dapat menekan pembentukan RNA dan sintesis protein terutama di otot dan
jaringan limfoid. pada metabolisme lemak, kortisol mempermudah lipolisis. Hal
ini dapat meningkatkan asam lemak dalam plasma dan meningkatkan pemakaian
energi. Selain dapat meningkatkan mobilisasi lemak, kortisol juga dapat
meningkatkan oksidasi asam lemak dalam sel. Mekanisme kortisol membutuhkan
waktu beberapa jam untuk bekerja. (Hall, 2016; Hoon Son et al., 2018)

Kelebihan hormon kortisol atau Hypercorticolism disebut juga cushing


syndrom. Kondisi ini disebabkan oleh sekresi berlebihan CRH, ACTH atau
keduanya serta adanya tumor pada adrenal yang mengeluarkan kortisol tanpa
terkendali. Selain itu juga adanya tumor penghasil ACTH yang berada di paru –
paru. Berdamak pada peningkatan pemecahan lemak, protein dan glikogen.
Sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Hal ini dapat meningkatkan
resistensi terhadap insulin sehingga menyebabkan diabetes dan obesitas.
Pemecahan protein yang berlebihan pada tubuh menimbulkan kelemahan otot dan
keleahan. Selain itu, kulit pada abomen mengalami penipisan sehingga
membentuk garis – garis ireguler berwarna ungu kemerahan. Bagi orang yang
kekurangan protein menyebabkan dinding pembuluh halus sehingga mudah
memar.Selain itu, Hypercorticolism dapat menyebabkan peningkatan resistensi
pembuluh darah sehingga menyebabkan stroke. Bila sekresi kortisol dalam
kelenjar adrenal meningkat dapat menyebabkan polisitemia atau anemia

KESIMPULAN

Kortisol merupakan salah satu hormon corticoid yang disekresi di kelenjar


adrenal. Dalam mengatur fungsi biologis jam sirkadian, hormon kortisol akan
diedarkan ke aliran darah dan berikatan dengan beberapa reseptor, seperti reseptor
alfa 1 adrenergic dalam mengatur vasokontriksi pembuluh darah dan reseptor di
hepar untuk meningkatkan glukoneogenesis dan menekan sekresi insulin. Selain
itu, kortisol juga dapat menekan efek inflamasi ketika terjadi peradangan.
Kortisol juga dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatis sehingga dapat
meningkatkan heart rate dan kontraktilitas myocardium di jantung. Hal ini akan
menyebabkan naiknya tekanan darah. Sekresi dari hormon kortisol ini terjadi pada
pagi hari dan petang hari tetapi menurun pada malam hari.
DAFTAR PUSTAKA
Azmi, N. A. S. M. et al. (2021) ‘Cortisol on circadian rhythm and its effect on
cardiovascular system’, International Journal of Environmental Research and
Public Health. MDPI AG, pp. 1–15. doi: 10.3390/ijerph18020676.
Gnocchi, D. and Bruscalupi, G. (2017) ‘biology Circadian Rhythms and
Hormonal Homeostasis: Pathophysiological Implications’, mdpi. doi:
10.3390/biology6010010.
Hall, J. E. (2016) GUYTON AND HALL TEXTBOOK OF MEDICAL
PHYSIOLOGY, THIRTEENTH EDITION.
Hoon Son, G. et al. (2018) ‘Multimodal Regulation of Circadian Glucocorticoid
Rhythm by Central and Adrenal Clocks’, 2(5). doi: 10.1210/js.2018-00021.
Reddy, S. and Sharma, S. (2019) Physiology, Circadian Rhythm, StatPearls.
StatPearls Publishing. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30137792 (Accessed: 23 April 2021).
Rodwel W, V. . et al. (2019) Biokimia Harper. 31st edn. Edited by M. Sukiman,
D. khairunnisa Hafiarni, and D. M. Sander. EGC.
Sherwood, L. (2016) Human Physiology: From Cells to Systems. 9th edn.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai