Anda di halaman 1dari 6

aspek sosial budaya kehamilan, persalinan, nifas di Aceh

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aspek sosial dan budaya sangat berpengaruh dan sangat mempengaruhi pola kehidupan
manusia. Dalam era globalisasi ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem dan semakin
terbuka yang menjadikan yang pada masa ini menuntut semua manusia harus memperhatikan
aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah
kematian ataupun kesakitan pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor
sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada dalam arti lain masih
banyaknya ibu dan anak yang haknya masih tidak dipenuhi bahkan jauh dari kata terpenuhi
khususnya di daerah-daerah terpencil.
Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-
konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi
sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan ini, seringkali membawa dampak baik positif maupun
negatif terhadap kesehatan ibu dan anak walaupun telah kami teliti banyaknya dampak negative itu
lebih banyak dibandingkan dengan dampak positifnya. Pola makan, misalnya, pada dasarnya
adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini
terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil,
persalina, dan nifas yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan-pantanga yang tabu dan
anjuran terhadap beberapa makanan tertentu yang sering kita sebagai masyarakat modern itu
mitos.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman aspek budaya kehamilan di masyarakat Aceh?
2. Bagaiman aspek budaya persalinan di masyarakat Aceh?
3. Bagaimana aspek budaya nifas di masyarakat Aceh?

C. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui aspek budaya kehamilan di masyarakat Aceh.
2. Agar mahasiswa mengetahui aspek budaya persalinan di masyarakat Aceh.
3. Agar mahasiswa mengetahui aspek budaya nifas di masyarakat Aceh.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang dipelajari secara
turun temurun, tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah mengundang risiko bagi timbulnya suatu
penyakit. Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu batasan tertentu yang sempit, tetapi mempunyai
struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu sendiri
Kebudayaan yaitu sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari
kebudayaan bersifat abstrak.
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk
jamak dari (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Definisi dari budaya yaitu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya. Budaya terbentuk dari
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan dan karya seni.

B. Hubungan Antara Kebudayaan Dan Kesehatan Sebelum Ibu Melahirkan


Di dalam masyarakat sederhana kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk untuk
mempertahankan hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup suku mereka. Berbagai kebiasaan
dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makanan bayi yang bertujuan supaya reproduksi
berhasil ibu dan bayi selamat.
Dari sudut pandang modern tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa yang
kenyataannya malah merugikan. Contoh pada kebiasaan menyusukan bayi yang lama pada
beberapa masyarakat merupakan contoh yang baik karena itu merupakan kebiasaan yang bertujuan
melindungi bayi. Tetapi bila air susu ibu sedikit atau pada ibu-ibu lanjut usia, tradisi budaya ini dapat
menimbulkan masalah tersendiri. Dia berusaha menyusukan bayinya tetapi gagal. Bila mereka tidak
mengetahui nutrisi mana yang dibutuhkan bayi (biasanya demikian) bayi dapat mengalami malnutrisi
dan mudah terserang infeksi.
Permasalahan yang sebenarnya cukup besar pengaruhnya yaitu pada kehamilan tepatnya
pada masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-
pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang,
ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat
dibutuhkan oleh wanita hamil, tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin.
Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah
pedesaan. Dikatakan pula bahwa penyebab utama dari tingginya angka anemia pada wanita hamil
disebabkan karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan darah.
Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di Aceh, ada kepercayaan bahwa ibu hamil
pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak.
Sementara di salah satu daerah di Aceh, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja
harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.
Di masyarakat Aceh berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena
dapat menyebabkan ASI menjadi asin.
Contoh lain di daerah Aceh, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar
karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain
ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat
mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan
seperti pisang, nanas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa
kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan.
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk
menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga
tahun 1992 menunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian
yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh
dukun yang dapat membahayakan si ibu.
Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa risiko
infeksi seperti “ngolesi” (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar persalinan),
“kodok” (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk mengeluarkan placenta) atau
“nyanda” (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandarkan kaki diluruskan ke depan
selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena
beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu
dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40
hari. Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada.
Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional tertentu
masih dilakukan. lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong
persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup.
Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan
eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan
profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering
terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tetapi juga karena ada faktor
keterlambatan pengambilan keputusan dari keluarga. Umumnya, terutama di daerah pedesaan,
keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang
lebih tua atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan
krisis yang terjadi. Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat
menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-
nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil.
Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan
tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala
ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang
mahal. Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala
ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan, kefatalan juga disebabkan oleh adanya suatu
keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir
yang tak dapat dihindarkan.

C. Aspek Sosial Budaya Pada Setiap Trimester Kehamilan di Aceh


Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mencegah
terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga
pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (antenatal care)
adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.
Masa kehamilan dibagi ke dalam 3 trimester. Tiga fase ini antara lain :
1. Trimester I (minggu 1 – 12)
Pada masa ini biasanya ibu hamil masih bertanya-tanya, apakah benar telah hamil? Tanda-
tanda kehamilan awal seperti mual dan muntah karena perubahan hormon terjadi di trimester ini.
Perubahan kebiasaan seperti merokok, minum alkohol, harus dihentikan di masa ini. Mulailah
minum susu khusus ibu hamil sejak awal kehamilan. Pelajari juga pantangan makanan dan
minuman untuk ibu hamil muda.
• Periode Germinal (Minggu 0 – 3)
Pembuahan telur oleh sperma terjadi pada minggu ke-2 dari hari pertama menstruasi
terakhir. Telur yang sudah dibuahi sperma bergerak dari tuba fallopi dan menempel ke dinding
uterus (endometrium).
• Periode Embrio (Minggu 3 – 8 )
 Sistem syaraf pusat, organ-organ utama dan struktur anatomi mulai terbentuk.
 Mata, mulut dan lidah terbentuk. Hati mulai memproduksi sel darah.
 Janin berubah dari blastosis menjadi embrio berukuran 1,3 cm dengan kepala yang besar

• Periode Fetus (Minggu 9 – 12)


 Semua organ penting terus bertumbuh dengan cepat dan saling berkait.
 Aktivitas otak sangat tinggi.
2. Trimester II (minggu 13 – 28)
Mual dan muntah mulai menghilang. Bayi berkembang pesat pada masa ini dan mulai
bergerak. Olah raga ringan, menjaga kebersihan dan diet ibu hamil diperlukan di masa ini.
 Pada minggu ke-18 ultrasongrafi sudah bisa dilakukan untuk mengecek kesempurnaan janin, posisi
plasenta dan kemungkinan bayi kembar.
 Jaringan kuku, kulit dan rambut berkembang dan mengeras pada minggu ke 20 – 21
 Indera penglihatan dan pendengaran janin mulai berfungsi. Kelopak mata sudah dapat membuka dan
menutup.
 Janin (fetus) mulai tampak sebagai sosok manusia dengan panjang 30 cm.
3. Trimester III (minggu 29 – kelahiran)
Tubuh ibu hamil makin terlihat membesar. Kadang ibu hamil harus berlatih menarik nafas
dalam untuk memberikan oksigen yang cukup ke bayi. Ibu hamil perlu istirahat yang cukup, jangan
berdiri lama-lama, dan jangan mengangkat barang berat pada masa ini.
 Semua organ tumbuh sempurna
 Janin menunjukkan aktivitas motorik yang terkoordinasi (‘nendang’, ‘nonjok’) serta periode tidur dan
bangun. Masa tidurnya jauh lebih lama dibandingkan masa bangun.
 Paru-paru berkembang pesat menjadi sempurna.
 Pada bulan ke-9, janin mengambil posisi kepala di bawah, siap untuk dilahirkan.
 Berat bayi lahir berkisar antara 3 -3,5 kg dengan panjang 50 cm.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan terdiri dari 3macam faktor antara lain :
1. Faktor fisik
Faktor fisik seorang ibu hamil dipengaruhi oleh status kesehatan dan status gizi ibu tersebut.
Status kesehatan ini dapat diketahui dengan memeriksakan diri dan kehamilannya ke pelayanan
kesehatan terdekat, puskesmas, rumah bersalin, atau poliklinik kebidanan.
2. Faktor psikologis
Faktor ini dapat mempengaruhi kehamilan seperti stress yang terjadi pada ibu hamil dalam
kesehatan ibu dan janinnya dan akan berpengaruh terhadap perkembangan atau gangguan emosi
pada janin yang telah lahir nanti.
Tidak hanya stress yang dapat mempengaruhi kehamilan akan tetapi dukungan dari keluarga pun
dapat menjadi pemicu menentukan kesehatan ibu. Jika seluruh keluarga mengharapkan kehamilan
bahkan mendukungnya dalam berbagai hal, maka ibu hamil tersebut akan merasa lebih percaya diri,
lebih bahagia dan siap dalam menjalani kehamilan, persalinan, dan masa nifasnya.
3. Faktor sosial budaya dan ekonomi
Faktor ini mempengaruhi kehamilan dari segi gaya hidup, adat istiadat, fasilitas kesehatan
dan ekonomi. Gaya hidup yang sehat dapat dilakukan seperti menghindari asap rokok karena dapat
berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya. Perilaku makan juga harus diperhatikan, terutama
yang berhubungan dengan adat istiadat seperti makanan ysng dipantang adat padahal baik untuk
gizi ibu hamil, maka sebaiknya tetap dikonsumsi. Ibu hamil juga harus menjaga kebersihan dirinya.
Ekonomi juga merupakan faktor yang mempengaruhi proses kehamilan yang sehat terhadap
ibu dan janin. Dengan adanya ekonomi yang cukup dapat memeriksakan kehamilannya secara rutin,
merencanakan persalinan di tenaga kesehatan dan melakukan persiapan lainnya dengan baik,
maka proses kehamilan dan persalinan dapat berjalan dengan baik.

D. Kebudayaan Persalinan di Daerah Aceh


Sebagian masyarakat di Aceh merayakan tujuh hari kelahiran bayinya dengan adat
peucicap. Adat peucicap adalah memperkenalkan makanan kepada bayi biasanya dengan
mencampur berbagai rasa makanan seperti sari buah apel, jeruk, pisang, anggur, nangka, gula,
garam, madu yang dioleskan kepada bibir si bayi disertai dengan doa dan harapan agar si bayi
kelak tumbuh menjadi anak yang saleh, berbakti pada orangtua dan agama, dan kepada bangsa.
Setelah adat peucicap tersebut selesai berarti si bayi sudah boleh diberikan makanan. Di bagian
utara aceh pun sebagian masyarakatnya memercayai bahwa si bayi belum cukupkenyang dengan
hanya pemberian ASI saja. Tangisan bayi yang kerap terdengar dipercayai merupakan rasa lapar
yang belum terpuaskan sehingga bayi diberikan makanan berupa pisang yang dikerok dan
dilumatkan dan dicampur dengan nasi. Faktanya secara medis, usus bayi baru lahir belum memiliki
enzim yang mampu mencerna karbohidrat dan serat-serat tumbuhan yang begitu tinggi. Akibatnya,
pemberian makanan tambahan pada bayi berusia di bawah 6 bulan dapat menyebabkan sumbatan
pada usus dan diare yang berlebihan pada bayi.

E. Konsep Budaya tentang Perawatan Masa Nifas di Aceh


Perawatan masa nifas mencakup berbagai aspek mulai dari pengaturan dalam mobilisasi,
anjuran untuk kebersihan diri , pengaturan diet, pengaturan miksi dan defekasi, perawatan payudara
(mamma) yang ditujukan terutama untuk kelancaran pemberian air susu ibu guna pemenuhan nutrisi
bayi, dan lain-lain (Rustam Mochtar, 1998 dan Sayfuddin et al, 2002).
pada masyarakat Aceh yang memiliki aturan berupa pantangan meninggalkan rumah
selama 44 hari bagi wanita yang baru melahirkan. Anjuran untuk berbaring selama masa nifas,
perawatan nifas dengan pengurutan, penghangatan badan, konsumsi minuman berupa jamu-
jamuan dan pantangan makan-makanan tertentu (Swasono, 1998).
Ada beberapa tahapan adat Aceh (pidie) terhadap wanita yang telah melahirkan,
didasarkan pada fitrah manusiawi:
1. Setelah melahirkan ibu dimandikan. Pada siraman terakhir, disiram dengan ie boh kruet (jeruk
purut) guna menghilangkan bau amis, setelah menganti pakaian diberikan merah telur dengan
madu.
2. Selama tiga hari diberikan ramuan daun-daunan yang terdiri dari daun peugaga, daun
pacar (gaca), un seumpung(urang-aring) daun-daunan ini diremas dengan air lalu diminum. Hal
tersebut berkhasiat untuk membersihkan darah kotor.

3. Selama tujuh hari kemudian diberikan ramuan, dari kunyit, gula merah, asam jawa, jeura eungkot,
boh cuko(kencur), dan lada. Semua bahan ini ditumbuk sampai halus lalu dicampur dengan air
ditambah madu dan kuning telur. Khasiatnya menambah darah dan membersihkan darah kotor.
4. Jika kesehatan ibu memungkinkan, mulai hari pertama diletakkan batu panas di perut dan
dipeumadeung (disale). Ibu tidur di atas tempat tidur yang terbuat dari bambu yang dibawahnya
dihidupkan api. Kebiasaan tot batee dan sale ini 30 sampai 40 hari. Hal ini bertujuan untuk
membersihkan darah kotor, mengembalikan otot dan merampingkan tubuh.
5. Sejak hari pertama sampai dengan hari ketiga seluruh tubuh ibu diurut. Dalam
upaya membersihkan darah kotor dan melancarkan ASI.
6. Memasuki bulan kedua tidak boleh memakan sembarangan dan setiap pagi minum segelas saripati
kunyit yang berkhasiat untuk ibu dan anak supaya tidak masuk angin, menguatkan tubuh dan upaya
menjarangkan kelahiran.
7. Ibu yang menyusui biasanya diminumkan air sari daun-daunan seperti daun kates, daun kacang
panjang, daun katuk, dan lain – lain. Tujuannya agar air susu lebih banyak. Selain itu ibu sebaiknya
tidak makan makanan yang pedas karena dikhawatirkan bayi akan sakit perut.
8. Selama dalam masa perawatan, di bagian muka dan badan ibu diberi bedak dingin, sementara
diperut diolesi obat-obatan ramuan dengan dipakaikan bengkung (gurita) selama 3 bulan. Hal ini
berguna untuk menghaluskan muka, tubuh dan mengecilkan perut.
9. Pada masa nifas, ibu tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari. Hal ini tidak diperlukan karena pada
masa nifas, ibu dan bayi yang baru lahir harus periksa kesehatan sang bayi sekurang-kurangnya 2
kali dalam bulan pertama yaitu umur 0-7 hari dan 8-30 hari guna pemberian imunisasi bagi si bayi
tersebut dan dampak positif akan pelarangan ini tidak ada.
10. Setelah melahirkan ibu dan bayinya harus dipijat atau diurut, diberi pilis atau lerongan dan
tapel. Dampak positif mengenai anjuran pada ibu yang baru saja melahirkan dan bayi yang baru
dilahirkan ini adalah jika pijatannya benar maka peredaran darah ibu dan bayi menjadi lancar,
namun adapun dampak negative akan anjuran ini bila si ibu dan bayi dipijat atau diurut ialah apabila
pijat salah sangat berbahaya karena dapat merusak kandungan sedangkan apabila diberi pilis atau
lerongan maupun tape, hal ini dapat merusak kulit bagi yang tidak kuat / menyebabkan alergi pada
ibu dan bayi tersebut.
11. Pada masa nifas, ibu harus minum abu dari dapur yang dicampur dengan air, kemudian disaring,
dicampur garam dan asam lalu diminumkan kepada si ibu supaya ASI banyak. Abu, garam dan
asam merupakan bahan-bahan yang tidak mengandung zat gizi yang diperlukan oleh ibu menyusui
untuk memperbanyak produksi ASI nya, jadi anjuran ini jelas sangat merugikan dan tidak terdapat
dampak positive mengenai anjuran kepada si ibu untuk mengkonsumsi abu yang dicampur dengan
air dan garam.
12. Ibu harus memakai stagen atau udet (centing). Dampak negative akan anjuran ini jelas tidak ada
bahkan apabila di rutinkan akan pemakaian stagen atau centing tersebut akan memulihkan fisik
sang ibu seperti sedia kala sebelum melahirkan.
13. Pada masa nifas, ibu dianjurkan untuk mengkonsumsi jamu. Hal ini jelas berdampak positif karena
dapat mempercepat pemulihan rahim ke kondisi semula dan tidak ada dampak negative meengenai
anjuran untuk mengkonsumsu jamu ini.
14. Jika sang ibu tidur atau duduk harus meluruskan kakinya. Pada ibu yang baru saja melahirkan atau
berada pada masa nifas jelas hal ini sangat mempunyai dampak yang positive bagi si ibu tersebut,
karena jika ibu duduk atau tidur pada posisi miring atau di tekuk dapat mempengaruhi posisi tulang
ibu tersebut karena tulang ibu pada masa nifas seperti bayi, yang apabila si ibu melakukan gerakan
miring pada saat tidur dan menekuk saat duduk akan berisiko, larangan ini baik untuk ibu karena
pada ibu pada masa nifas mudah terkena varises dan dampak negative akan larangan ini jelas tidak
ada baik bagi si ibu maupun pada bayi yang baru dilahirkan.
15. Ibu pada masa nifas harus mengkonsumsi makanan yang bergizi terlebih sang ibu dianjurkan untuk
mengkonsumsi sayuran. Adapun dampak positive akan ajuran ini, ibu menjadi lebih sehat dengan
mengkonsumsu banyak sayur-sayuran dan danpak negative yang disebabkan akan anjuran ini pun
tidak ada baik untuk ibu maupun untuk si bayi.
16. Selama dalam masa perawatan, di bagian muka dan badan ibu diberi bedak dingin, sementara
diperut diolesi obat-obatan ramuan dengan dipakaikan bengkung (gurita) selama 3 bulan. Hal ini
berguna untuk menghaluskan muka, tubuh dan mengecilkan perut.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Budaya atau kebiasaan merupakan salah satu yang mempengaruhi status kesehatan. Di
antara kebudayaan maupun adat-istiadat dalam masyarakat ada yang menguntungkan, ada pula
yang merugikan.
Pada masyarakat Aceh, unsur-unsur kebudayaan yang terkadang ada yang kurang
menunjang pencapaian status kesehatan yang optimal. Unsur-unsur tersebut antara lain;
ketidaktahuan, pendidikan yang minim sehingga sulit menerima informasi-informasi dan tekhnologi
baru.

B. Saran
Dari makalah yang penulis buat ini penulis harap bermanfaat bagi si pembaca untuk
menambahkan wawasannya dan jika ada kesalahan pada penulisan ataupun nama-nama penulis
harap si pembaca dapat memberikan kritikan kepada kelompok kami dan membenarkannya.

Anda mungkin juga menyukai