Anda di halaman 1dari 20

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

TEORI KEPRIBADIAN ERICH FROMM

Dosen Pengampu:

Liany Luzvinda, M.Si.

Disusun oleh:

Kelompok 8

Ade Afnan Nirmalawati 11210700000160


Dhya Qistiyah 11210700000167
Irfan Marsha 11210700000181
Lathifa Rachmah 11210700000183

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini untuk memenuhi
mata kuliah Psikologi Kepribadian dengan judul “Teori Kepribadian Erich Fromm” tepat
pada waktunya.

Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Liany Luzvinda, M. Si., selaku dosen mata
kuliah Psikologi Kepribadian yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi kita
semua. Kami menyadari masih banyak kesalahan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan
makalah ini, maka dari itu kami selaku penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kami menghargai dan sangat terbuka dengan segala kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca maupun dari dosen kami yang terhormat Ibu Liany Luzvinda, M. Si., agar
kami dapat mengetahui letak kesalahan kami dan dapat menjadi bahan pertimbangan yang
baik untuk kedepannya.

Tangerang Selatan, 5 November 2022

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................................1
1.3. Tujuan..............................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Biografi Erich Fromm......................................................................................................2
2.2 Asumsi Dasar Erich Fromm.............................................................................................3
2.3 Kebutuhan Manusia..........................................................................................................3
2.4 Beban Kebebasan.............................................................................................................7
2.5 Orientasi Karakter...........................................................................................................10
2.6 Gangguan Kepribadian...................................................................................................13
2.7 Psikoterapi Erich Fromm................................................................................................14
2.8 Kritik Terhadap Teori Erich Fromm..............................................................................15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tesis dasar Erich Fromm adalah bahwa orang-orang modern telah dipisahkan dari
kesatuan prasejarah mereka dengan alam dan juga dengan satu sama lain, namun mereka
memiliki kekuatan penalaran, pandangan ke depan, dan imajinasi. Kombinasi kurangnya
naluri binatang dan adanya pemikiran rasional ini membuat manusia menjadi makhluk aneh
di alam semesta. Kesadaran diri berkontribusi pada perasaan kesepian, isolasi, dan
tunawisma. Untuk melepaskan diri dari perasaan ini, orang berusaha untuk bersatu kembali
dengan alam dan dengan sesama manusia.

Terlatih dalam psikoanalisis Freudian dan dipengaruhi oleh Karl Marx, Karen
Horney, dan ahli teori berorientasi sosial lainnya, Fromm mengembangkan teori kepribadian
yang menekankan pengaruh faktor sosiobiologis, sejarah, ekonomi, dan struktur kelas.
Miliknya psikoanalisis humanistik mengasumsikan bahwa pemisahan manusia dari alam
telah menghasilkan perasaan kesepian dan keterasingan, suatu kondisi yang disebut
kecemasan dasar.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana Biografi Erich Fromm?


1.2.2 Bagaimana Asumsi Dasar Erich Fromm?
1.2.3 Apa yang dimaksud Kebutuhan Manusia?
1.2.4 Apa maksud dari Beban Kebebasan dan bagiannya?
1.2.5 Bagaimana Orientasi Karakter menurut Erich Fromm?
1.2.6 Apa yang dimaksud Gangguan Psikologis?
1.2.7 Bagaimana Psikoterapi Erich Fromm?
1.2.8 Apa Kritik mengenai teori kepribadian Erich Fromm ?

1.3. Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui Biografi singkat Erich Fromm.


1.3.2 Untuk mengetahui Asumsi Dasar Erich Fromm.
1.3.3 Untuk mengetahui Kebutuhan Manusia dan Beban Kebebasan.
1.3.4 Untuk mengetahui Orientasi Karakter menurut Erich Fromm.
1.3.5 Untuk mengetahui Gangguan Psikologis teori Erich Fromm.
1.3.6 Untuk mengetahui Psikoterapi Erich Fromm,
1.3.7 Untuk mengetahui Kritik mengenai Erich Fromm.

iv
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Biografi Erich Fromm

Erich Fromm lahir pada 23 Maret 1900, di Frankfurt, Jerman, satu-satunya anak dari
orang tua Yahudi Ortodoks kelas menengah. Ayahnya, Naftali Fromm, adalah putra seorang
rabi dan cucu dari dua rabi. Ibunya, Rosa Krause Fromm, adalah keponakan dari Ludwig
Krause, seorang sarjana Talmud terkenal. Sebagai anak laki-laki, Erich mempelajari
Perjanjian Lama dengan beberapa sarjana terkemuka, pria yang dianggap sebagai "humanis
dengan toleransi yang luar biasa". Psikologi humanistik Fromm dapat dilacak pada
pembacaan para nabi ini, "dengan visi mereka tentang perdamaian dan harmoni universal,
dan ajaran mereka bahwa ada aspek etis dalam sejarah bahwa bangsa dapat melakukan benar
dan salah, dan bahwa sejarah memiliki hukum moralnya" Selama masa remaja, Fromm
sangat tersentuh oleh tulisan-tulisan Freud dan Karl Marx, tetapi ia juga terdorong oleh
perbedaan di antara keduanya. Fromm sangat dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Karl Marx,
terutama oleh karyanya yang pertama, The economic philosophical manuscripts yang ditulis
pada tahun 1944.

Setelah perang, Fromm menjadi seorang sosialis, meskipun saat itu ia menolak untuk
bergabung dengan Partai Sosialis. Sebaliknya, ia berkonsentrasi pada studinya di bidang
psikologi, filsafat, dan sosiologi di Universitas Heidelberg, di mana ia menerima gelar PhD
dalam sosiologi pada usia 22 atau 25 tahun.

Pada tahun 1930, Fromm dan beberapa orang lainnya mendirikan Institut
Psikoanalisis Jerman Selatan di Frankfurt, tetapi dengan ancaman Nazi yang semakin kuat, ia
segera pindah ke Swiss di mana ia bergabung dengan Institut Penelitian Sosial Internasional
yang baru didirikan di Jenewa. Pada tahun 1933, ia menerima undangan untuk
menyampaikan serangkaian kuliah di Chicago Psychoanalytic Institute. Tahun berikutnya ia
beremigrasi ke Amerika Serikat dan membuka praktik pribadi di New York City.

Fromm memulai karir profesionalnya sebagai psikoterapis menggunakan teknik


psikoanalitik ortodoks, tetapi setelah 10 tahun ia menjadi "bosan" dengan pendekatan
Freudian dan mengembangkan metodenya sendiri yang lebih aktif dan konfrontatif. Selama
bertahun-tahun, ide-ide budaya, sosial, ekonomi, dan psikologisnya telah mencapai khalayak
luas. Setelah bertahun-tahun Fromm mengabdikan dirinya untuk psikoanalisa dan psikologi
sosial, akhirnya Eich Fromm memilih untuk tinggal dan beristirahat di Locarno, Switzerland
pada tahun 1976. Lalu pada tanggal 18 Maret 1980, Fromm meninggal akibat serangan
jantung di Muraito, Switzerland.

Beberapa karya dari Fromm yang terkenal yaitu: The Art of Loving (1956), Escape
From Freedom (1941), The Heart of Man (1964), dan Beyond the Chains of Illusion (1962).

v
Mayoritas dari buku buku yang ditulis oleh Fromm adalah mengenai orang yang merasakan
kesepian pada kesehariannya karena merasa terpisahkan dari alam dan manusia lainnya.

2.2 Asumsi Dasar Erich Fromm

Asumsi dasar Fromm adalah bahwa kepribadian individu dapat dimengerti hanya
dengan memahami sejarah manusia. "Diskusi mengenai keadaan manusia harus
mendahulukan fakta bahwa kepribadian dan psikologi harus didasari oleh konsep
antropologis-filosofis akan keberadaan manusia". Fromm (1947) percaya bahwa manusia,
tidak seperti binatang lainnya, telah ''tercerai berai" dari kesatuan prasejarahnya dengan alam.
Mereka tidak memiliki insting kuat untuk beradaptasi dengan dunia yang berubah, melainkan
mereka telah memperoleh kemampuan bernalar-keadaan yang disebut Fromm sebagai dilema
manusia.

Manusia mengalami dilema dasar in karena mereka telah terpisah dengan alam,
namun memiliki kemampuan untuk menyadari bahwa diri mereka telah menjadi makhluk
yang terasing. Kemampuan bernalar manusia adalah anugrah dan juga kutukan. Di satu sisi,
kemampuan ini membiarkan manusia bertahan, namun di sisi lain, hal ini memaksa manusia
berusaha untuk menyelesaikan dikotomi dasar yang tidak ada jalan keluarnya. Fromm
menyebut hal tersebut sebagai "dikotomi eksistensial" (existential dichotomies). Mereka
hanya bisa bereaksi terhadap dikotomi ini tergantung pada culture dan kepribadian masing-
masing individu.

Dikotomi pertama dan paling fundamental adalah antara hidup dan mati. Realisasi diri
dan nalar mengatakan bahwa kita akan mati, namun kita berusaha mengingkari hal ini dengan
menganggap adanya kehidupan setelah kematian, usaha yang tidak merubah fakta bahwa
hidup kita akan diakhiri dengan kematian.

Dikotomi eksistensial kedua adalah bahwa manusia mampu membentuk konsep


tujuan dari realisasi diri utuh, namun kita juga menyadari bahwa hidup hidup terlalu singkat
untuk mencapai tujuan itu. "Hanya bila rentang kehidupan seorang individu sama panjangnya
dengan rentang kehidupan seluruh umat manusia, maka ia bisa berpartisipasi dalam
perkembangan manusia yang terjadi dalam proses sejarah".

Dikotomi eksistensial ketiga adalah bahwa manusia pada akhirnya hanya sendiri, namun kita
tetap tidak bisa menerima pengucilan atau isolasi. Mereka sadar bahwa dirinya adalah
individu yang terpisah, di saat yang bersamaan mereka percaya bahwa kebahagiaan mereka
bergantung pada ikatan mereka dengan manusia lain. Walaupun manusia tidak dapat
menyelesaikan permasalahan antara kesendirian atau ikatan kebersamaan, mereka harus
berusaha atau mereka terancam menjadi gila.

2.3 Kebutuhan Manusia

vi
Kebutuhan dasar manusia secara fisiologis adalah rasa lapar, seks dan keamanan.
Kebutuhan eksistensial telah muncul selama evolusi budaya manusia, tumbuh dari upaya
mereka untuk menemukan jawaban atas keberadaan mereka dan untuk menghindari
ketidakwarasan. Fromm (1955) berpendapat bahwa satu perbedaan penting antara individu
yang sehat secara mental dan yang neurotik atau tidak waras adalah bahwa manusia yang
sehat secara mental menemukan jawaban atas keberadaan mereka—jawaban yang lebih
sesuai dengan jumlah kebutuhan manusia. Dengan kata lain, individu yang sehat lebih
mampu menemukan cara untuk bersatu kembali dengan dunia dengan secara produktif
memecahkan kebutuhan manusia akan keterkaitan/keterhubungan, transendensi/keunggulan,
keberakaran, rasa identitas, dan kerangka orientasi.

2.3.1 Keterkaitan / Keterhubungan

Kebutuhan manusia atau eksistensial pertama adalah keterkaitan, dorongan untuk


bersatu dengan satu orang atau lebih. Fromm menyatakan tiga cara dasar di mana seseorang
dapat berhubungan dengan dunia: (1) kepasrahan, (2) kekuasaan, dan (3) cinta.

Seseorang dapat pasrah pada orang lain, kelompok, atau institusi agar menjadi satu
dunia. “Dengan cara ini keberadaannya sebagai individu tidak lagi terpisah dan ia menjadi
bagian dari seseorang atau sesuatu yang lebih besar dari dirinya dan merasakan jati diri dalam
hubungannya dengan kekuasaan yang dimiliki oleh siapapun tempat manusia tersebut
memasrahkan dirinya”. (Fromm, 1981, hlm. 2).

Sementara orang yang patuh mencari hubungan dengan orang yang mendominasi,
pencari kekuasaan menyambut pasangan yang patuh. Ketika orang yang penurut dan orang
yang dominan saling bertemu satu sama lain, mereka sering membentuk hubungan simbiosis
yang memuaskan keduanya. Meskipun simbiosis tersebut memuaskan, hal itu menghambat
pertumbuhan menuju integritas dan kesehatan psikologis. Keduanya "hidup satu sama lain,
memuaskan keinginan mereka untuk kedekatan, namun menderita karena kurangnya
kekuatan batin dan kemandirian yang akan membutuhkan kebebasan dan kemandirian".
(Fromm, 1981, hal. 2).

Orang-orang dalam hubungan simbiosis tertarik satu sama lain bukan oleh cinta tetapi
oleh kebutuhan putus asa akan keterkaitan, kebutuhan yang tidak pernah dapat sepenuhnya
dipuaskan oleh hubungan semacam itu. Kesatuannya didasari oleh permusuhan. Orang-orang
dalam hubungan simbiosis menyalahkan pasangan mereka karena tidak dapat sepenuhnya
memenuhi kebutuhan mereka. Mereka akan mencari kepasrahan atau kekuasaan tambahan,
dan sebagai hasilnya, mereka menjadi semakin bergantung pada pasangan mereka dan
semakin tidak individual.

Fromm percaya bahwa cinta adalah satu-satunya jalan di mana seseorang dapat
bersatu dengan dunia dan pada saat yang sama, mencapai individualitas dan integritas. Dia
mendefinisikan cinta sebagai "persatuan dengan seseorang atau sesuatu di luar diri sendiri di
bawah kondisi yang mempertahankan keterpisahan dan integritas diri sendiri ” (Fromm,
1981, hal. 3). Cinta melibatkan persamaan dan berbagi dengan orang lain, namun cinta
memungkinkan seseorang memiliki kebebasan untuk menjadi unik dan terpisah. Hal ini

vii
memungkinkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan akan keterkaitan tanpa menyerahkan
integritas dan kemandirian. Dalam cinta, dua orang menjadi satu namun tetap terpisah.

Di dalam Seni Mencintai, Fromm (1956) mengidentifikasi kepedulian, tanggung


jawab, rasa hormat, dan pengetahuan sebagai empat elemen dasar yang umum untuk semua
bentuk cinta sejati.

a. Kepedulian, seseorang yang mencintai orang lain harus peduli pada orang itu dan
bersedia untuk menjaganya.
b. Tanggung jawab, kemauan dan kemampuan untuk merespon dan menanggapi
kebutuhan fisik dan psikologis mereka, menghormati mereka apa adanya, dan
menghindari godaan untuk mencoba mengubah mereka.
c. Rasa hormat, menghormati mereka apa adanya, dan menghindari godaan untuk
mencoba mengubah mereka.
d. Pengetahuan, seseorang bisa menghormati orang lain hanya jika mereka memiliki
pengetahuan orang tersebut.

Dengan demikian, rasa peduli, tanggung jawab, rasa hormat, dan pengetahuan saling
berkaitan dalam hubungan cinta.

2.3.2 Transendensi / Keunggulan

Seperti hewan lainnya, manusia dilemparkan ke dunia tanpa persetujuan atau


kehendak mereka dan kemudian dikeluarkan dari dunia lagi tanpa persetujuan atau kehendak
mereka. Tapi tidak seperti hewan lain, manusia didorong oleh kebutuhan untuk transendensi
yang didefinisikan sebagai dorongan untuk naik di atas keberadaan pasif dan kebutuhan
menuju "alam tujuan dan kebebasan" (Fromm, 1981, hal. 4). Sama seperti keterkaitan dapat
dicapai melalui metode produktif atau nonproduktif, transendensi dapat dicari melalui
pendekatan positif atau negatif. Orang dapat melampaui sifat pasif mereka dengan
menciptakan kehidupan atau dengan menghancurkannya. Meskipun hewan lain dapat
menciptakan kehidupan melalui reproduksi, hanya manusia yang menyadari dirinya sebagai
pencipta. Selain itu, manusia dapat berkreasi dengan cara lain. Mereka dapat menciptakan
seni, agama, ide, hukum, produksi material, dan cinta.

Mencipta berarti aktif dan peduli dengan apa yang kita ciptakan. Tetapi kita juga
dapat melampaui kehidupan dengan menghancurkannya dan dengan demikian bangkit di atas
korban-korban kita yang terbunuh. Di dalam Anatomi Kehancuran Manusia, Fromm (1973)
berpendapat bahwa manusia adalah satu-satunya spesies yang menggunakan agresi ganas:
yaitu untuk membunuh karena alasan selain untuk bertahan hidup.

2.3.3 Keberakaran

Keberakaran atau kebutuhan untuk membangun akar atau merasa betah lagi di dunia.
Ketika manusia berevolusi sebagai spesies yang terpisah, mereka kehilangan rumah mereka
di alam. Pada saat yang sama, kemampuan berpikir mereka memungkinkan mereka untuk
menyadari bahwa mereka tidak memiliki rumah dan tanpa akar. Perasaan terisolasi dan
ketidakberdayaan yang diakibatkannya menjadi tak tertahankan.

viii
Keberakaran juga dapat dicari baik dalam strategi produktif maupun nonproduktif.
Dengan strategi produktif, orang disapih dari orbit ibu mereka dan dilahirkan sepenuhnya;
yaitu, mereka secara aktif dan kreatif berhubungan dengan dunia dan menjadi utuh atau
terintegrasi. Ikatan baru dengan dunia alami ini memberikan keamanan dan membangun
kembali rasa memiliki dan berakar. Namun, orang mungkin juga mencari keberakaran
melalui strategi nonproduktif dari fiksasi; keengganan untuk bergerak di luar perlindungan
keamanan yang diberikan oleh seorang ibu. Orang-orang yang berjuang untuk keberakaran
melalui fiksasi “takut untuk mengambil langkah berikutnya setelah kelahiran dan untuk
disapih dari payudara ibu. Mereka memiliki keinginan yang mendalam untuk diasuh, dirawat,
dilindungi oleh sosok keibuan; mereka adalah orang-orang yang bergantung secara eksternal,
yang ketakutan dan tidak aman ketika perlindungan keibuan ditarik” (Fromm, 1955, hlm. 40).

Keberakaran juga dapat dilihat secara filogenetik dalam evolusi spesies manusia.
Fromm setuju dengan Freud bahwa hasrat inses bersifat universal, tetapi dia tidak setuju
dengan keyakinan Freud bahwa hasrat itu pada dasarnya bersifat seksual. Menurut Fromm
(1955, hlm. 40–41), perasaan inses didasarkan pada “keinginan yang mendalam untuk tetap
berada di dalam atau untuk kembali ke rahim yang menyelimuti segalanya, atau ke payudara
yang penuh nutrisi.” Fromm dipengaruhi oleh gagasan Johann Jakob Bachofen (1861/1967)
tentang masyarakat matriarkal awal. Tidak seperti Freud, yang percaya bahwa masyarakat
awal adalah patriarki, Bachofen berpendapat bahwa ibu adalah figur sentral dalam kelompok
sosial kuno ini. Dialah yang memberikan akar bagi anak-anaknya dan memotivasi mereka
untuk mengembangkan individualitas dan nalar mereka atau menjadi terpaku dan tidak
mampu tumbuh secara psikologis.

Preferensi kuat Fromm (1997) untuk teori Bachofen yang berpusat pada ibu tentang
situasi Oedipal atas konsepsi yang berpusat pada ayah Freud konsisten dengan preferensinya
untuk wanita yang lebih tua. Istri pertama Fromm, Frieda Fromm Reichmann, 10 tahun lebih
tua dari Fromm, dan kekasih lamanya yaitu Karen Horney, 15 tahun lebih tua darinya.
Konsepsi Fromm tentang kompleks Oedipus sebagai keinginan untuk kembali ke rahim atau
payudara ibu atau kepada seseorang dengan fungsi keibuan harus dilihat dari sudut
ketertarikannya pada wanita yang lebih tua.

2.3.4 Rasa Identitas

Kebutuhan manusia yang keempat adalah rasa identitas atau kapasitas untuk
menyadari diri kita sendiri sebagai entitas yang terpisah. Karena kita telah terpisahkan dari
alam, kita perlu membentuk konsep diri untuk bisa mengatakan, “Saya adalah saya,” atau
“Saya adalah subjek dari tindakan saya.” Fromm (1981) percaya bahwa orang-orang primitif
mengidentifikasi diri mereka lebih dekat dengan klan mereka dan tidak melihat dirinya
sebagai individu yang terpisah dari kelompok. Bahkan selama abad pertengahan, sebagian
besar manusia diidentifikasi oleh peran sosial mereka dalam hierarki feodal. Sesuai dengan
Marx, Fromm percaya bahwa kebangkitan kapitalisme telah memberi orang lebih banyak
kebebasan ekonomi dan politik. Namun, kebebasan ini hanya memberi sebagian kecil orang
rasa "aku" yang sebenarnya. Sebagian besar Identitas orang masih berada pada keterikatan

ix
mereka dengan orang lain atau institusi seperti bangsa, agama, pekerjaan, atau kelompok
sosial.

Identitas kelompok baru berkembang di mana rasa identitas bertumpu pada rasa
kepemilikan yang tidak perlu dipertanyakan lagi terhadap kelompok besar. Bahwa
keseragaman dan kesesuaian ini sering kali tidak diakui sebagai identitas tersebut, dan
ditutupi oleh ilusi individualitas, tidak mengubah fakta.

Tanpa rasa identitas, orang tidak dapat mempertahankan kewarasan mereka dan
ancaman ini memberikan motivasi yang kuat dalam melakukan hampir semua hal untuk
memperoleh rasa identitas. Orang-orang neurotik mencoba untuk melekatkan diri mereka
pada orang-orang yang berkuasa atau pada institusi-institusi sosial atau politik. Orang yang
sehat, memiliki lebih sedikit kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan kelompok, sedikit
kebutuhan untuk menyerahkan rasa dan kesadaran mereka secara individu. Mereka tidak
harus menyerahkan kebebasan dan individualitas untuk menyesuaikan diri dengan
masyarakat karena mereka memiliki rasa identitas yang otentik.

2.3.5 Kerangka Orientasi

Kebutuhan terakhir manusia adalah kerangka orientasi. Karena terpisah dari alam,
maka manusia membutuhkan peta jalan, kerangka orientasi, untuk melewati dunia. Tanpa
peta tersebut, manusia akan “bingung dan tidak mampu bertindak dengan tujuan dan
konsisten” (Fromm, 1973, hlm. 230). Kerangka orientasi memungkinkan manusia untuk
mengatur berbagai rangsangan yang menimpa mereka. Orang-orang yang memiliki kerangka
orientasi yang kuat dapat memahami peristiwa dan fenomena ini, tetapi mereka yang tidak
memiliki kerangka orientasi yang dapat diandalkan akan berusaha untuk menempatkan
peristiwa-peristiwa ini ke dalam semacam kerangka kerja untuk memahaminya.

Setiap orang memiliki filosofi, cara yang konsisten dalam memandang sesuatu.
Banyak orang menerima begitu saja filosofi atau kerangka acuan ini sehingga segala sesuatu
yang bertentangan dengan pandangan mereka dinilai sebagai "gila" atau "tidak masuk akal".
Apapun yang konsisten dengannya hanya dilihat sebagai "akal sehat". Orang akan melakukan
hampir apa saja untuk memperoleh dan mempertahankan kerangka orientasi, bahkan sampai
ekstrem mengikuti filosofi irasional atau aneh seperti yang dianut oleh para pemimpin politik
dan agama yang fanatik.

Peta jalan tanpa sasaran atau tujuan tidak berharga. Manusia memiliki kapasitas
mental untuk membayangkan banyak jalan alternatif untuk diikuti. Namun, agar tidak
menjadi gila, mereka membutuhkan tujuan akhir atau “objek pengabdian” (Fromm, 1976,
hlm. 137). Menurut Fromm, tujuan atau objek pengabdian ini memfokuskan energi orang ke
satu arah, memungkinkan kita melampaui keberadaan kita yang terisolasi dan memberi
makna pada kehidupan mereka.

2.4 Beban Kebebasan

x
Tesis utama dari tulisan Fromm adalah bahwa manusia telah dipisahkan dari alam,
namun mereka tetap menjadi bagian dari alam, tunduk pada keterbatasan fisik yang sama
seperti hewan lain. Sebagai satu-satunya hewan yang memiliki kesadaran diri, imajinasi, dan
nalar, manusia adalah “keanehan alam semesta”. Akal adalah kutukan sekaligus berkah. Ini
bertanggung jawab atas perasaan terisolasi dan kesepian, tetapi juga merupakan proses yang
memungkinkan manusia untuk bersatu kembali dengan dunia.

Secara historis, ketika orang memperoleh kebebasan ekonomi dan politik yang lebih
banyak, mereka merasa semakin terisolasi. Misalnya, selama Abad Pertengahan orang
memiliki kebebasan pribadi yang relatif sedikit. Mereka berlabuh pada peran yang ditentukan
dalam masyarakat, peran yang memberikan keamanan, ketergantungan, dan kepastian.
Kemudian, saat mereka memperoleh lebih banyak kebebasan untuk bergerak secara sosial
dan geografis, mereka paham bahwa mereka bebas dari rasa aman pada tempat tertentu di
dunia. Mereka tidak lagi terikat pada satu wilayah geografis, satu tatanan sosial, atau satu
pekerjaan. Mereka menjadi terpisah dari akar mereka dan terisolasi satu sama lain.

Pengalaman paralel ada pada tingkat pribadi. Ketika anak-anak menjadi lebih mandiri
dari ibu mereka, mereka mendapatkan lebih banyak kebebasan untuk mengekspresikan
individualitas mereka, bergerak tanpa pengawasan, memilih teman, pakaian, dan sebagainya.
Pada saat yang sama, mereka mengalami beban kebebasan; yaitu mereka bebas dari
keamanan saat berada dekat dengan ibunya. Pada tingkat sosial maupun individu, beban
kebebasan ini mengakibatkan kecemasan dasar dan perasaan sendirian di dunia.

2.4.1 Mekanisme kabur/ pelarian diri

Karena kecemasan dasar menghasilkan rasa isolasi dan kesendirian yang menakutkan,
orang berusaha melarikan diri dari kebebasan melalui berbagai mekanisme pelarian. Di dalam
Melarikan diri dari Kebebasan, Fromm mengidentifikasi tiga mekanisme utama untuk
melarikan diri dari otoritarianisme, destruktif, dan konformitas

a. Otoritarianisme

Fromm mendefinisikan otoritarianisme sebagai "kecenderungan untuk melepaskan


kemandirian diri sendiri dan menggabungkan diri dengan seseorang atau sesuatu di
luar dirinya, untuk memperoleh kekuatan yang tidak dimiliki individu". Kebutuhan
untuk bersatu dengan pasangan yang kuat ini dapat mengambil salah satu dari dua
bentuk masokisme atau sadisme. Masokisme timbul dari perasaan dasar
ketidakberdayaan, kelemahan, serta inferioritas dan ditujukan untuk menggabungkan
diri dengan orang atau institusi yang lebih kuat. Perjuangan masokistik sering
disamarkan sebagai cinta atau kesetiaan, tetapi tidak seperti cinta dan kesetiaan,
mereka tidak pernah dapat berkontribusi positif pada kemandirian dan keaslian.
Sadisme lebih neurotik dan lebih berbahaya secara sosial. Seperti masokisme, sadisme
ditujukan untuk mengurangi kecemasan dasar melalui pencapaian persatuan dengan
satu orang atau lebih. Fromm mengidentifikasi tiga jenis kecenderungan sadisme,
semuanya kurang lebih tergolong sama, yaitu:

xi
● Kebutuhan untuk membuat orang lain bergantung pada diri sendiri dan untuk
mendapatkan kekuasaan atas mereka yang lemah.
● Paksaan untuk mengeksploitasi orang lain, mengambil keuntungan dari
mereka, dan menggunakannya untuk keuntungan atau kesenangan dirinya
sendiri.
● Keinginan untuk melihat orang lain menderita, baik secara fisik maupun
psikologis.

b. Destruktif/ kehancuran

Seperti otoritarianisme, kehancuran berakar pada perasaan kesendirian, isolasi, dan


ketidakberdayaan. Namun, tidak seperti sadisme dan masokisme, sifat destruktif tidak
bergantung pada hubungan yang berkelanjutan dengan orang lain; sebaliknya, ia berusaha
untuk menyingkirkan orang lain. Baik individu maupun bangsa dapat menggunakan sifat
merusak sebagai mekanisme pelarian. Dengan menghancurkan orang dan benda, seseorang
atau suatu bangsa berusaha mengembalikan perasaan kekuasaan yang hilang. Namun, dengan
menghancurkan orang atau bangsa lain, orang-orang yang merusak menghilangkan sebagian
besar dunia luar dan dengan demikian memperoleh semacam isolasi yang menyimpang.

c. Konformitas/ Kesesuaian

Orang yang menyesuaikan diri mencoba melarikan diri dari rasa kesendirian dan
keterasingan dengan melepaskan individualitas mereka dan menjadi apa pun yang diinginkan
orang lain. Dengan demikian, mereka menjadi seperti robot, memberikan reaksi yang dapat
diperkirakan secara otomatis sesuai dengan orang lain. Mereka jarang mengungkapkan
pendapat mereka sendiri, berpegang teguh pada standar perilaku yang diharapkan, dan sering
kali tampak kaku dan otomatis. Orang-orang di dunia modern bebas dari banyak ikatan
eksternal dan bebas untuk bertindak sesuai dengan keinginan mereka sendiri, tetapi pada saat
yang sama, mereka tidak tahu apa yang mereka inginkan, pikirkan, atau rasakan. Mereka
menyesuaikan diri seperti robot dengan otoritas anonim dan mengadopsi diri yang tidak
otentik. Semakin mereka menyesuaikan diri, semakin mereka merasa tidak berdaya; semakin
mereka merasa tidak berdaya, semakin mereka harus menyesuaikan diri.

2.4.2 Kebebasan positif

Munculnya kebebasan politik dan ekonomi mau tidak mau mengarah pada belenggu
isolasi dan ketidakberdayaan. Seseorang "bisa bebas dan tidak sendirian, kritis namun tidak
dipenuhi keraguan, mandiri namun merupakan bagian integral dari umat manusia". Manusia
dapat mencapai kebebasan semacam ini, yang disebut kebebasan positif oleh ekspresi spontan
dan penuh dari potensi rasional dan emosional mereka. Aktivitas spontan sering terlihat pada
anak-anak kecil dan pada seniman yang memiliki sedikit atau tidak ada kecenderungan untuk
menyesuaikan diri dengan apa pun yang diinginkan orang lain. Mereka bertindak menurut
kodrat dasarnya dan tidak menurut aturan konvensional. Kebebasan positif merupakan solusi
yang berhasil untuk dilema manusia menjadi bagian dari dunia alam namun terpisah darinya.

xii
Melalui kebebasan positif dan aktivitas spontan, orang mengatasi teror kesendirian, mencapai
persatuan dengan dunia, dan mempertahankan individualitas. Fromm berpendapat bahwa
cinta dan pekerjaan adalah komponen kembar dari kebebasan positif. Melalui cinta dan
pekerjaan yang aktif, manusia bersatu satu sama lain dan dengan dunia tanpa mengorbankan
integritas mereka. Mereka menegaskan keunikan mereka sebagai individu dan mencapai
realisasi penuh dari potensi mereka.

2.5 Orientasi Karakter

Kepribadian tercermin pada orientasi karakter seseorang, yaitu cara relatif manusia
yang permanen untuk berhubungan dengan orang atau hal lain. Fromm meyakini bahwa
karakter manusia berkembang karena kebutuhan akan substitusi. Karakter memiliki
keseimbangan setiap waktu yang memungkinkan manusia hidup di dunia dengan stimuli
tanpa harus konstan dan mempertimbangkan apa yang dilakukan, Karakter dapat
didefinisikan sebagai sistem yang relatif permanen dari semua dorongan noninstingtif dimana
melaluinya manusia dapat menghubungkan dirinya dengan dunia manusia dan alam.

Manusia menghubungkan diri dengan dunia melalui dua cara, yaitu dengan asimilasi
dan sosialisasi. Asimilasi merupakan proses yang dilakukan dengan memperoleh dan
menggunakan suatu hal, sedangkan sosialisasi merupakan proses yang menghubungkan
dirinya dengan yang lain. Cara tersebut dapat dilakukan dengan cara yang produktif dan non
produktif. Produktif dan non produktif yaitu:

2.5.1 Orientasi Non Produktif

Istilah “non produktif” yang digunakan oleh Fromm sebagai makna yang dapat
menerangkan cara-cara yang gagal untuk menggerakkan manusia lebih dekat pada kebebasan
positif dan realisasi diri. Orientasi non produktif ini tidak sepenuhnya negatif, masing-masing
memiliki aspek negatif dan positif, sebab kepribadian merupakan paduan atau kombinasi dari
beberapa orientasi, meskipun salah satunya dominan. From membagi orientasi non produktif
ke dalam 4 tipe manusia, yaitu:

1. Tipe Karakter Menerima (Receptive Character Type)


Karakter reseptif merasa bahwa sumber segala hal yang baik berada di luar diri
mereka, sehingga cara untuk dapat berhubungan dengan dunia adalah dengan
menerima sesuatu dari luar, seperti cinta, pengetahuan, dan kepemilikan materi.
Individu dengan karakter Reseptif ini cenderung berpikir untuk menerima daripada
memberi. Sisi positif dari karakter reseptif meliputi kesetiaan, penerimaan dan rasa
percaya. Sedangkan sisi negatif meliputi kepasifan, kepasrahan, dan kurangnya rasa
percaya diri.

Individu dengan tipe karakter ini sangat tergantung pada orang lain dan merasa tidak
berdaya ketika ditinggal sendiri. Mereka akan merasa tak mampu melakukan hal-hal
yang kecil tanpa ada bantuan dari luar dirinya. Manusia yang membantu tipe karakter

xiii
reseptif ini adalah yang memiliki karakter eksploitasi (pemanfaatan) kepada manusia
lain.

2. Tipe Karakter Eksploitatif (Exploitative Character Type)


Karakter eksploitatif percaya bahwa sumber segala hal yang baik berada di luar diri
mereka. Namun berbeda dengan orang-orang reseptif, eksploitatif ini cenderung akan
mengambil baik dengan cara pemaksaan maupun kecerdikan pada apa yang mereka
inginkan, bukan menerima secara pasif. Mereka merasa bahwa apabila sesuatu yang
diberikan pada mereka akan dipandang seperti tidak berharga dan merasa bahwa apa
yang dicuri atau yang pantas memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan sesuatu
yang diberikan secara cuma-cuma. Dalam hubungan sosial, mereka cenderung
menggunakan kelicikan atau kekuatan untuk mengambil pasangan, gagasan, atau
milik orang lain.

Individu dengan tipe karakter ini memiliki sisi negatif karakter berupa egosentris,
angkuh, arogan, dan penggoda. Sedangkan sisi positifnya meliputi impulsif, bangga,
menarik, dan percaya diri.

3. Tipe Karakter Penimbun (Hoarding Character Type)


Menurut Fromm, karakter menimbun ini memiliki tujuan untuk menyimpan suatu hal
yang sudah didapatkan. Mereka memegang segala sesuatu tetap dalam dirinya dan
tidak membiarkan satu hal pun lepas. Mereka akan cenderung menyimpan uang,
perasaan, dan pikiran untuk mereka sendiri.

Sisi negatif dari menimbun diantara meliputi kekakuan, kegersangan, bersikeras,


kompulsif, dan kurang kreatif. Sedangkan sisi positifnya mencakup keteraturan,
hemat, dan ketepatan waktu.

4. Tipe Karakter Pasar (Marketing Character Type)


Fromm menyatakan bahwa orientasi ini hanya berkembang pada masyarakat industri.
Dalam masyarakat yang demikian, orang belajar untuk memperlakukan diri mereka
sendiri dan orang lain seperti komoditi atau barang dengan suatu nilai tukar tertentu
dalam satu interaksi paralel dalam ekonomi yang semu.

Karakter ini tumbuh dari perdagangan modern. Konsisten dengan tuntutan-tuntutan


perdagangan modern, karakter ini melihat dan memperlakukan diri mereka dan orang
lain sebagai komoditas, dimana nilai pribadi mereka bergantung kepada nilai tukar
mereka, yaitu kemampuan untuk menjual diri mereka sendiri.

Kepribadian memasarkan atau pertukaran cenderung melihat diri mereka selalu


berada dalam permintaan yang konstan. Mereka meyakini bahwa apabila ingin
mendapatkan kepercayaan orang maka harus memiliki kecakapan khusus dan pandai
menjual. Menurut Fromm, rasa aman yang didapat dari karakter ini terletak diatas
landasan yang labil, sebab mereka harus menyesuaikan kepribadian mereka dengan
apa yang sedang diminati.

xiv
Ciri karakter ini memiliki sisi negatif seperti tidak memiliki tujuan, oportunis, tidak
konsisten, dan menyia-nyiakan diri sendiri. Sedangkan sisi positifnya mencakup
kemampuan untuk berubah, berpikiran terbuka, kemampuan beradaptasi, dan
kemurahan hati.

2.5.2 Orientasi Produktif

Orientasi produktif merupakan tipe karakter yang mengutamakan kehidupan


(biophilous character type), memiliki orientasi yang ideal dan merupakan tujuan utama dari
setiap individu. Karakteristiknya mencakup mencintai kehidupan dan ingin membentuk atau
mempengaruhi orang lain dengan cinta maupun akal. Menurut Fromm, orientasi produktif ini
dapat menuntun pada kepribadian yang sehat. Orientasi produktif sendiri terdiri dari tiga
dimensi yang meliputi kerja, cinta, dan penalaran.

1. Bekerja
Aspek ini merupakan salah satu jalan untuk mengekspresikan diri secara kreatif,
karena manusia akan melakukan aktivitas produktif untuk dapat menjawab dilema
mereka, yaitu menyatu dengan dunia dan orang lain, sembari mempertahankan
keunikan dan individualitasnya. Apabila menilai aspek ini dengan positif, maka aspek
kerja ini dapat dipandang sebagai cara memproduksi hal-hal yang dibutuhkan dalam
hidup.

2. Cinta
Cinta yang produktif digambarkan melalui empat kualitas cinta mencakup perhatian
atau rasa peduli, tanggung jawab, penghargaan atau rasa hormat, dan pengenalan.
Pribadi dengan cinta produktif cenderung akan mengembangkan aspek kehidupan
sampai sejauh mungkin- meliputi dari hidup manusia, hewan, tumbuhan, ide, dan
budaya. Individu- individu ini ingin mempengaruhi melalui cinta, rasio, dan
keteladanan tanpa paksaan. Fromm yakin bahwa cinta kepada orang lain dan cinta
kepada diri sendiri tidak dapat dipisahkan, namun cinta pada diri harus datang lebih
dulu. Semua orang memiliki kemampuan untuk melakukan cinta yang produktif, akan
tetapi sebagian besar tidak dapat mencapainya apabila mereka tidak dapat mencintai
diri mereka sendiri apa adanya.

3. Penalaran
Pemikiran yang produktif, merupakan pemikiran yang tidak dapat dipisahkan dari
kerja dan cinta yang produktif, dimotivasi oleh minat besar terhadap orang atau objek
lain. Manusia yang sehat melihat orang lain sebagaimana adanya dan bukan seperti
yang mereka inginkan terhadap orang-orang itu. Dengan cara yang sama mereka
mengenal diri mereka sendiri apa adanya dan tidak perlu menipu diri sendiri.

Fromm percaya bahwa manusia yang sehat bersandar kepada sejumlah kombinasi dari
orientasi karakter ini, karena menurutnya manusia yang sehat secara mental dapat
menemukan jawaban atas keberadaan mereka. Individu yang sehat juga mampu
menemukan cara bersatu kembali dengan dunia. Dengan cara bersikap produktif dapat
memenuhi kebutuhan manusiawi mereka. Perjuangan bertahan hidup sebagai individu

xv
yang sehat bergantung juga pada kemampuan mereka menerima hal-hal dari orang
lain secara terbuka, mengambil hal-hal dengan tepat, menjaga hal-hal dengan baik,
menukar hal-hal dengan benar, dan bekerja, mencintai, dan berpikir secara produktif.

2.6 Gangguan Kepribadian

Fromm (1981) menyatakan bahwa manusia yang mengalami gangguan psikologis


tidak mampu mencintai dan gagal dalam mencapai kesatuan dengan lainnya. Fromm
membahas tiga masalah gangguan kepribadian yang lebih khusus, diantaranya yaitu
necrophilia (nekrofilia), malignant narcissism, incestuous symbiosis (IS).

2.6.1 Nekrofilia

Menurut KBBI, nekrofilia didefinisikan sebagai penyakit (kelainan) berupa


ketertarikan secara seksual untuk menyetubuhi mayat. Namun, Fromm menggunakan istilah
ini untuk hal yang lebih luas, yaitu perilaku yang menunjukkan ketertarikan pada kematian.
Istilah ini merupakan kebalikan dari biofilia. Secara alami orang mencintai kehidupan, tetapi
bila kondisi sosial menghalangi perkembangan biofilia, maka dapat memungkinkan untuk
individu dapat melakukan nekrofilia. Kepribadian nekrofilia membenci kemanusiaan. Mereka
rasis, diskriminatif, penghasut perang, senang menggertak orang yang lemah. Mereka
menyukai darah, kerusakan, teror, dan penyiksaan. Mereka senang menghancurkan
kehidupan, menganjurkan hukum dan aturan secara keras, menyenangi malam daripada
siang, dan senang beroperasi dalam kegelapan.

Pribadi nekrofilia tidak memilih untuk bersikap destruktif, karena lebih tepatnya,
perilaku destruktif mereka justru cerminan dari karakter dasar mereka itu sendiri. Semua
orang dapat bersikap agresif dan destruktif pada waktu-waktu tertentu namun, di sepanjang
hidupnya, pribadi nekrofil memberontak di sekitar kematian, destruksi, penyakit, dan
kemerosotan. Orang nekrofilia berperilaku destruktif sebagai refleksi dari karakter dasar
mereka. Tidak sama dengan orang yang hanya sesekali berbuat agresif.

2.6.2 Narsisme Berat

Individu dengan narsisme berat hanya akan terpaku dengan dirinya sendiri, bukan
hanya terbatas mengagumi dirinya di depan kaca. Keterpakuan pada diri sendiri sering
mengakibatkan hipokondriasis (merasa sakit meski secara medis dan tidak ada gangguan
fisik), atau memberi perhatian yang obsesif terhadap kesehatan seseorang. Fromm juga
menyebutkan adanya hipokondriasis moral atau suatu keterpakuan dengan rasa bersalah
akibat pelanggaran pada masa lalu. Orang yang terfiksasi pada dirinya sangat mungkin
menginternalisasi pengalaman (mengidentifikasi siapa dirinya berdasarkan apa yang dialami)
dan memikirkan kesehatan fisik dan kebajikan moral secara obsesif. Orang dengan narsisme
berat dapat mencapai rasa aman dengan berpegang pada kepercayaan yang menyimpang,
bahwa kualitas pribadi luar biasa melebihi orang lain dan merupakan keunggulan yang luar
biasa. Oleh sebab itu, mereka merasa yakin bahwa dirinya tidak perlu melakukan apa-apa

xvi
untuk membuktikan dan menjamin nilai-nilai pribadinya. Individu dengan narsistik berat
dapat ditemukan di tengah masyarakat kita, yaitu mereka yang berhenti berkembang
(mengalami fiksasi) karena terlalu terpaku memperhatikan diri sendiri dan merasa dirinya
luar biasa. Mereka tidak tahan dikritik, sebaliknya senang menunjuk kekurangan orang lain,
tampaknya untuk meyakinkan bahwa dirinya tetap yang terbaik.

Mereka memposisikan diri sebagai orang yang berintegritas, tetapi kenyataannya


tidak mampu melakukan suatu usaha jangka panjang karena tidak tahan bekerja sama dengan
orang lain yang berbeda pendapat dengan dirinya, atau menurut anggapan tidak memiliki
moral setingkat dirinya.

2.6.3 Simbiosis Inses

Simbiosis inses merupakan ketergantungan ekstrem pada sosok ibu maupun pengganti
ibu. Manusia dengan gangguan ini tidak dapat memisahkan dirinya dengan sosok ibunya dan
sangat bergantung kepadanya. Orang dengan simbiosis inses akan merasa cemas, stress, dan
takut yang ekstrem apabila hubungan ini terancam karena mereka meyakini bahwa mereka
tidak dapat hidup tanpa sosok ibu.

Pada penderita gangguan ini memiliki kepribadian yang bercampur dengan pribadi
lain, dan kehilangan identitas dirinya secara individual. Hal ini bermula di masa bayi sebagai
kelekatan alami terhadap ibu yang mengasuh. Dalam hal ini, yang berperan sebagai pengganti
ibu tidak harus berupa seseorang, melainkan dapat berupa keluarga, perusahaan, agama, atau
negara. Orang dengan simbiosis inses akan mendistorsi alasan kekuasaan atau kapasitasnya
untuk mencintai secara otentik, menghalanginya mencapai kemandirian dan integritas.

2.7 Psikoterapi Erich Fromm

Fromm mengembangkan sistem terapi sendiri yang dinamakannya psikoanalisis


humanistik. Dibanding dengan psikoanalisis Freud, Fromm lebih memfokuskan pada aspek
interpersonal dan hubungan teraputik. Menurutnya, tujuan klien dalam terapi adalah untuk
memahami diri sendiri. Tanpa pengetahuan tentang diri sendiri, orang tidak akan tahu orang
lain. Fromm juga meyakini bahwa klien yang mengikuti terapi untuk mencari kepuasan dari
kebutuhan dasar kemanusiaannya, yaitu keterhubungan, keberakaran, transendensi, perasaan
identitas, dan kerangka orientasi. Karena itu, terapi harus dibangun melalui hubungan pribadi
antara terapis dengan kliennya.

Komunikasi yang tepat sangat penting dalam perkembangan teraputik, dan terapis
harus menghubungkan dirinya sebagai manusia kepada manusia lain dengan penuh
konsentrasi dan perhatian. Perasaan keterlibatan yang murni akan mengembalikan perasaan
klien sebagai manusia yang independen. Menurut Fromm, terapis tidak seharusnya terlalu
ilmiah dalam memahami kliennya. Hanya dengan sikap keterhubungan dengan orang lain
dapat benar-benar dimengerti. Klien hendaknya tidak dilihat sebagai orang sakit, tetapi

xvii
diterima sebagai manusia dengan kebutuhannya yang tidak begitu berbeda dengan kebutuhan
terapis.

2.8 Kritik Terhadap Teori Erich Fromm

Erich Fromm mungkin seorang esais yang paling brilian dari semua diantara teorisi
kepribadian. Dia menulis esai-esai yang indah mengenai politik internasional (Fromm, 1961)
mengenai relevansi alkitab bagi manusia-manusia dewasa ini (Fromm, 1986), mengenai
masalah-masalah psikologis di usia senja (Fromm, 1981), mengenai Marx, Hitler, Freud dan
Kristus, dan mengenai beragam topik lainnya.apapun intinya di semua tulisan Fromm kita
dapat menemukan sebuah upaya untuk mengungkap sebuah esensi dari hakikat manusia.
Namun mendetail tidak sama dengan ilmiah. Dari perspektif ilmiah kita harus menanyakan
bagaimana ide-ide from ini dinilai berdasarkan enam kriteria teori yang berdaya guna.

1. Istilah-istilah Fromm yang tidak jelas dan samar menjadikan gagasan-gagasannya


tidak dapat dijadikan generator penelitian empiris. Sebenarnya pencarian kita selama
45 tahun terakhir akan literatur psikologi menghasilkan kurang dari selusin penelitian
empiris yang menguji langsung asumsi-asumsi teori Fromm. Kekurangan investigasi
ilmiah ini menempatkannya di antara teoritikus-teoritikus yang paling tidak terbukti
secara empiris dalam buku ini.
2. Teori Fromm terlalu filosofis untuk dapat dibenarkan atau diverifikasi. Hampir semua
penemuan empiris yang dihasilkan teori Fromm (apabila benar-benar ada) dapat
dijelaskan dengan teori-teori alternatif.
3. Teori Fromm memungkinkannya untuk mengorganisir dan menjelaskan banyak hal
yang berkaitan dengan kepribadian manusia. Sudut pandang sosial, politik, dan
sejarah Fromm memberikan cakupan yang luas dan kedalaman untuk memahami
kondisi manusia, namun teorinya yang kurang memiliki ketepatan menyebabkan
sulitnya prediksi dan mustahilnya pembenaran.
4. Sebagai pemandu tindakan, nilai utama tulisan Fromm terlalu mendorong pembaca
untuk berpikir produktif. Sayangnya, baik peneliti maupun terapis tidak menerima
informasi praktis dari esai Fromm. 5. Pandangan Fromm konsisten secara internal,
dalam arti terdapat tema tunggal dalam seluruh tulisannya. Akan tetapi, teori tersebut
kurang memiliki taksonomi yang terstruktur, serangkaian istilah yang didefinisikan
secara operasional, dan batasan lingkup yang jelas. Oleh karena itu, teori Fromm
mendapatkan nilai rendah dalam hal konsistensi internal. Karena Fromm enggan
meninggalkan konsep-konsepnya yang terdahulu untuk menghubungkannya dengan
gagasan-gagasan selanjutnya, maka teorinya kurang memiliki kelugasan dan kesatuan
sehingga teori Fromm rendah dinilai dalam kriteria kesederhanaan (parsimony).

xviii
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Orientasi-orientasi karakter akan menjadi ciri khas dari seorang individu. Menurut
para ahli Orientasi karakter terbagi atas dua yaitu orientasi non produktif dan orientasi
produktif. Orientasi non produktif terdiri atas Reseptif (receptive), Eksploitatif (exploitation),
Penimbun (Hoarding), dan Marketing (marketing). Selain itu Terdapat beberapa gangguan
kepribadian yang sangat kritis, yaitu Nekrofilia (Necrophilia), Narsisme Berat, dan Simbiosis
Insestik (Incentuous Symbiosis). Psikoterapi merupakan jenis terapi yang memfokuskan pada
keterikatan atau hubungan yang sangat dekat antara terapis dan pasien terapi. Meskipun
begitu Hasil tulisan Fromm tidak menghasilkan penelitian empiris yang banyak.

Fromm mengumpulkan data tentang kepribadian manusia dari berbagai sumber,


termasuk psikoterapi, antropologi budaya, dan psiko sejarah. Ia melakukan studi antropologis
tentang kehidupan di desa Meksiko dan analisis psikobiografinya tentang Adolf Hitler.

xix
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. (2019). Psikologi Kepribadian (Edisi Revisi). Malang: UMM Press.

Feist, J., & Feist, G. J. (n.d.). Theories of Personality. McGraw-Hill Primis.

Hall, Calvin dan dkk. (1993). Teori-Teori Psikodinamik (Klinis).Yogyakarta: Kanisius

Indriana, Y. (2005). ERICH FROMM TOKOH NEO-FREUDIAN

Feist, J. & Gregory J. (2010). Teori Kepribadian. Salemba Humanika. Suryabarata,

Sumadi. (2007). Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo

xx

Anda mungkin juga menyukai