Anda di halaman 1dari 24

KONFORMITAS DAN KEPATUHAN (CONFORMITY AND OBEDIENCE)

DIAJUKAN GUNA MEMENUHI TUGAS KELOMPOK


MATA KULIAH PSIKOLOGI SOSIAL
DOSEN PENGAMPU : ABDUL AZIZ RUSMAN, Lc., M.Si., Ph.D

DI SUSUN OLEH KELOMPOK V :

AGNIS MISTRIYOLA (0309182065)


AGUNG WIJAYA (0309193142)
SARAH RAHAYU (0309182061)

PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr, wb
Puji syukur kami ucapkan atas ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Kami juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
makalah ini disusun dengan maksud sebagai tugas mata kuliah Psikologi Sosial dan
menjadikan penambahan wawasan sekaligus pemahaman terhadap materi tersebut.
Meski telah disusun secara maksimal, penulis masih menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tugas ini.

Medan, Mei 2021


Penulis

Kelompok V

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................i


DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................1
A. Latar Belakang ...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................3
A. Pengertian Konformitas dan Kepatuhan ....................................................................3
B. Studi Konformitas dan Kepatuhan Klasik .................................................................6
C. Prediksi Konformitas ................................................................................................10
D. Alasan Mengapa Melakukan Konformitas ................................................................10
E. Hal-hal yang Mengatur Konformitas .........................................................................12
F. Apakah kita ingin menjadi berbeda?..........................................................................15
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................19
A. Kesimpulan ................................................................................................................19
B. Saran ..........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan, individu merupakan makhluk social yang tidak bias terlepas
dari pengaruh social yang mempengaruhi bagaimana individu tersebut berperilaku
terhadap lingkungannya. Pengaruh social adalah usaha untuk mengubah sikap,
kepercayaan, persepsi atau pun tingkah laku satu atau beberapa orang lainnya.
Salah satu bentuk pengaruh social diantaranya konformitas dan kepatuhan.
Istilah Konformitas didefinisikan sebagai perubahan perilaku seseorang sebagai usaha
untuk menyesuaikan diri sebagai akibat adanya tekanan kelompok dengan acuan baik
maupun tidak.
Konformitas adalah perubahan perilaku atau keyakinan untuk menyesuaikan
diri dengan orang lain. Konsep konformitas adalah suatu bagian terbesar dalam hidup
remaja dimana mereka mencoba mencari teman dan berlanjut sampai dewasa. Biasanya
konformitas muncul ketika individu mencoba meniru sikap atau tingkah laku orang lain
karena adanya tekanan yang nyata ataupun yang dibayangkan oleh mereka. Seperti
misal jika kamu bangkit untuk mendukung kemenangan pertandingan, minum kopi,
atau menata rambut kamu dengan gaya tertentu karena kamu ingin dan bukan karena
pengaruh orang lain, maka itu tidak disebut konformitas sebab kamu tidak mengikuti.
Akan tetapi jika kamu melakukan hal-hal itu karena orang lain melakukannya. Maka
itulah yang dimaksud dengan konformitas atau Kesesuaian.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu konformitas dan Kepatuhan?
2. Bagaimana Studi konformitas dan kepatuhan klasik?
3. Bagaimana Prediksi konformitas?
4. Mengapa melakukan konformitas?
5. Siapa yang mengatur konformitas?
6. Apakah kita ingin menjadi berbeda?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konformitas dan Kepatuhan
2. Untuk mengetahui Studi konformitas dan kepatuhan klasik

1
3. Untuk mengetahui Prediksi konformitas
4. Untuk mengetahui Mengapa melakukan konformitas
5. Untuk mengetahui Siapa yang mengatur konformitas
6. Untuk mengetahui Apakah kita ingin menjadi berbeda

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi konformitas dan Kepatuhan


1. Konformitas
Konformitas atau Kesesuaian adalah istilah keseluruhan untuk bertindak
secara berbeda karena pengaruh orang lain. Kesesuaian tidak hanya bertindak pada
saat orang lain bertindak; hal itu juga dipengaruhi oleh cara mereka bertindak.
Mereka bertindak atau berpikir secara berbeda dari cara anda bertindak dan berpikir
jika anda sendirian.
Istilah Konformitas juga dapat didefinisikan sebagai perubahan perilaku
seseorang sebagai usaha untuk menyesuaikan diri sebagai akibat adanya tekanan
kelompok dengan acuan baik maupun tidak.
Konformitas adalah perubahan perilaku atau keyakinan untuk
menyesuaikan diri dengan orang lain. Seperti misal jika anda bangkit untuk
mendukung gol kemenangan pertandingan, minum kopi, atau menata rambut Anda
dengan gaya tertentu karena Anda ingin dan bukan karena pengaruh orang lain,
maka itu tidak disebut Konformitas sebab Anda tidak mengikuti. Akan tetapi jika
Anda melakukan hal-hal itu karena orang lain melakukannya. Maka itulah yang
dimaksud dengan Konformitas atau Kesesuaian.
Hasil dari proses konformitas bisa positif bisa juga negatif. Kesesuaian
terkadang buruk (ketika menyebabkan seseorang mengemudi dalam keadaan
mabuk atau bergabung dalam perilaku rasis), terkadang baik (ketika menghalangi
orang untuk memotong antrean), dan terkadang tidak penting (ketika mengarahkan
pemain tenis untuk mengenakan pakaian putih).
Dalam budaya individualistis Barat, di mana tunduk pada tekanan teman
sebaya tidak disarankan, kata “konformitas” membawa konotasi negatif.
Bagaimana perasaan Anda jika Anda tidak sengaja mendengar seseorang
menggambarkan Anda sebagai “konformis sejati”? Kami menduga Anda akan
merasa sakit hati. Psikolog sosial Amerika Utara dan Eropa, yang merefleksikan
budaya individualistis mereka, memberi pengaruh sosial label negatif (konformitas,
kepatuhan, kepatuhan) daripada label positif (kepekaan komunal, daya tanggap,
permainan tim kooperatif). Di Jepang, bergaul dengan orang lain bukan merupakan

3
tanda kelemahan tetapi dari toleransi, pengendalian diri, dan kedewasaan (Markus
& Kitayama, 1994).

2. Kepatuhan
Kepatuhan secara lahiriah sejalan dengan kelompok sementara di dalam diri
tidak setuju. Kepatuhan adalah menyesuaikan dengan harapan atau permintaan
tanpa benar-benar percaya pada apa yang dilakukan. Misalnya kamu mengenakan
dasi atau gaun, meskipun kamu tidak suka melakukannya. Dan kamu bilang kamu
menyukai band favorit teman kamu meskipun sebenarnya tidak. Tindakan
kepatuhan ini sering kali untuk menuai imbalan atau menghindari hukuman-
misalnya, Anda mungkin telah mengikuti kode berpakaian sekolah menengah Anda
meskipun menurut Anda itu bodoh. karena itu lebih baik daripada penahanan.
Dengan kata lain, kepatuhan adalah kesesuaian lahiriah yang tidak tulus.
Kepatuhan, atau mematuhi perintah langsung, adalah variasi kepatuhan. Jika ayah
Anda menyuruh Anda untuk membersihkan kamar Anda dan Anda melakukannya
- bahkan jika Anda tidak ingin - itu adalah ketaatan.
Kepatuhan berbeda dengan penerimaan, walaupun Penerimaan dan
kepatuhan adalah dua jenis kesesuaian. Penerimaan terjadi ketika Anda benar-benar
percaya pada apa yang telah dibujuk oleh kelompok untuk Anda lakukan-Anda
dalam hati dan dengan tulus percaya bahwa tindakan kelompok itu benar. Misalnya,
Anda mungkin berolahraga karena Anda menerima bahwa olahraga itu sehat. Anda
berhenti di lampu merah karena Anda menerima bahwa tidak melakukan itu
berbahaya. Anda mendapat vaksinasi flu karena Anda yakin itu akan membantu
mencegah Anda jatuh sakit.
Kepatuhan berarti melakukan sesuatu yang tidak akan Anda lakukan
sebaliknya karena orang lain mengatakan Anda perlu. Jika Anda mendapat
vaksinasi flu karena ibu Anda menyuruh Anda - bukan karena menurut Anda itu
akan membantu - itu adalah kepatuhan. Kepatuhan dan penerimaan bahkan berbeda
di otak: Kenangan berumur pendek yang mendasari kepatuhan publik memiliki
dasar saraf yang berbeda dari ingatan yang mendasari penerimaan pribadi jangka
panjang (Edelson et al., 2011; Zaki et al., 2011). Aktivitas otak setelah kepatuhan
menangkap sifatnya yang tidak disengaja, yang mengarah ke gairah paling kognitif
(Xie et al., 2016).

4
3. Jenis-jenis Konformitas
Ada beberapa jenis konformitas yang dilakukan seseorang agar sesuai
dengan lingkungan sosial yang ada. Prayitno (2009:72) mengemukakan jenis
jenis konformitas aadalah sebagai berikut :
a. Konformitas membabi buta
Konformitas membabi buta adalah bersifat tradisional dan primitif.
Konformitas tradisional diwarnai oleh sikap masa bodoh, dalam arti atau
mengikuti apa yang menjadi kemauan orang lain tanpa pemahaman atau
penghayatan, tanpa pertimbangan, pemikiran atau perasaan apalagi
keyakinan atau kebenaran tentang kebenaran ataupun kesahihan dari sesuatu
yang diikutinya itu. Kita lihat dari sisi lain bahwa konformitas membabi
buta ini sebenarnya banyak mendapat imbalan atas kepatuahannya.
Pada dasarnya konformitas membabi buta didasarkan karena adanya
kekuasaan yang memaksa untuk adanya persetujuan atau penerimaan dari
orang-orang yang tekena pengaruh. Kekuasaan tersebut dapat bersifat nyata
atau dibayangan yang memberikan sanksi atau ancaman bagi orang yang
melangar konformitas. Orang yang mengalami konformitas akan
mengalami kondisi kepasrahan, kepatuhan dan kepenurutan, dan
pengharapkan akan belas kasihan.
b. Konformitas Teridentifikasi
Konformitas identifikasi didasarkan karena adanya karisma yang
terpancar dari seorang pemimpin atau ketua ataupun juga yang dirasakan
berada “di atas” sana. Dan orang tersebut adalah sang idola, tokoh panutan,
tokoh identifikasi yang harus dipercayai, ditiru, dan di iya-kan segala
sesuatunya.
Terbentuknya karisma ini dilandasi oleh sikap mempercayai, mengakui,
menerima secara sukarela, tanpa sedikit rasa takut, terancam akan dikenai
sanksi atas sikap non-konformitas, dan pula tanpa harapan akan adanya
imbalan atas posisi konformitas. Disamping itu, rasa senang dan puas sering
menyertai konformitas identifikasi.
c. Konformitas Internalisasi
Konformitas internalisasi didasarkan oleh pertimbangan rasional yaitu
pikiran, perasaan, pengalaman, hati nurani dan semangat, untuk menentukan
pilihan-pilihan dalam bersikap dan bertingkah laku, juga dalam berpikir dan

5
berpendapat. Keputusan sepenuhnya terletak di tangan orang yang hendak
mendudukan diri pada posisi tertentu. Orang-orang yang bersangkutan
memahami, menghayati dan menyakini melalui kajian rasional (melalui
kajian rasional dan kedalam pengalaman) tingkat kebenaran atas hal-hal
yang berasal dari orang lain yang berkemungkinan mempengaruhinya.
Manusia tumbuh berkembang didalam lingkungan. Salah satu hal yang
berperan penting dalam aktivitas kehidupan manusia adalah
lingkunganLingkungan sosial memberikan banyak pengaruh terhadap
pembentukan berbagai aspek kehidupan terutama kehidupan sosio
psikologis.

B. Studi Konformitas dan kepatuhan klasik


Dalam studi konformitas dan kepatuhan klasik, beberapa Peneliti
mengungkapkan temuan yang mengejutkan sehingga telah banyak dibahas dan
direplikasi. Adapun studi konformitas dan kepatuhan klasik yang menyediakan metode
untuk mempelajari konformitas di antaranya :
1. Studi Sherif tentang Pembentukan Norma
Muzafer Sherif (1935, 1937) ingin mengetahui apakah perilaku norma sosial
bisa terjadi di dalam laboratorium. Untuk mengetahuinya, Sherif pun melakukan
eksperimen. Dimana dalam hasil eksprimen yang ia lakukan dapat disimpulkan
bahwa Muzafer Sherif mengamati bahwa penilaian lain mempengaruhi perkiraan
orang tentang pergerakan suatu titik cahaya yang sebenarnya tidak bergerak. Norma
untuk jawaban yang “tepat” muncul dan bertahan baik dalam jangka waktu yang
lama dan melalui generasi partisipan penelitian berikutnya.
Sherif dan yang lainnya telah menggunakan teknik ini untuk menjawab
pertanyaan tentang sugesti orang. Dan pelajaran dari eksperimen ini: Pandangan
kita tentang realitas bukanlah milik kita sendiri. Jika Anda pernah menerima sebuah
cerita Di media sosial yang kemudian menjadi “berita palsu”, Anda pernah
mengalaminya secara langsung. Dalam kehidupan sehari-hari, hasil sugestibilitas
terkadang lucu. Satu orang batuk, tertawa, atau menguap, dan yang lainnya segera
melakukan hal yang sama. (Lihat “Riset Close-Up: Menguap Menular”.) Seseorang
memeriksa ponselnya, dan kemudian yang lain memeriksa ponselnya.

2. Studi Asch tentang Tekanan Grup


6
Seperti sherif, Asch juga melakukan eksperimen. Bayangkan diri Anda
sebagai salah satu subjek sukarelawan Asch. Solomon Asch meminta orang-orang
mendengarkan penilaian orang lain yang mana dari tiga garis perbandingan sama
dengan garis standar dan kemudian membuat penilaian yang sama sendiri. Ketika
yang lain dengan suara bulat memberikan jawaban yang salah, itu Peserta
memenuhi 37% dari waktu.
Pada penelitian konformitas Asch ini partisipan didalam kelompok diminta
untuk menebak gari yang sesuai dengan contoh. Yang tidak partisipan ketahui
adalah didalam kelompok tersebut terdapat confederate yang tugasnya menjawab
dengan salah. Hanya ada satu partisipan sungguhan, sementara yang lain adalah
confederate. Karena pada confederate sengaja menjawab dengan salah. Partisipan
ini kaget dan tampak ragu-ragu untuk menjawab dengan benar. dan kemudian,
mereka mengikuti suara terbanyak meski itu suara yang salah.
Percobaan menunjukkan bahwa kebanyakan orang “mengatakan kebenaran
bahkan ketika orang lain tidak,” kata Bert Hodges dan Anne Geyer (2006). Terlepas
dari kemandirian yang ditunjukkan oleh banyak pesertanya, perasaan Asch (1955)
tentang kesesuaian itu sejelas jawaban yang benar atas pertanyaannya: “Bahwa
orang muda yang cukup cerdas dan bermaksud baik bersedia menyebut kulit putih
hitam adalah masalah yang memprihatinkan. . Ini menimbulkan pertanyaan tentang
cara kita pendidikan dan tentang nilai-nilai yang memandu perilaku kita.

3. Studi Kepatuhan Milgram


Studi Milgram (1965, 1974 )- "studi yang paling terkenal, atau paling
terkenal, tentang apa yang terjadi ketika tuntutan otoritas berbenturan dengan
tuntutan hati nurani. Milgram melakukan lebih dari sekadar mengungkapkan bahwa
orang akan mematuhi otoritas; ia juga memeriksa kondisi yang menumbuhkan
kepatuhan. Dalam kondisi sosial yang bervariasi, kepatuhan berkisar antara 0
hingga 93% patuh sepenuhnya. Empat faktor menentukan kepatuhan: jarak
emosional korban, kedekatan dan legitimasi otoritas, apakah otoritas merupakan
bagian dari institusi yang dihormati, dan efek pembebasan dari sesama peserta yang
tidak patuh.
1. Jarak emosional korban
Peserta Milgram bertindak dengan ketaatan terbesar dan paling sedikit belas
kasihan ketika "peserta didik" tidak bisa dilihat (dan tidak bisa melihat "guru").

7
Ketika korban berada jauh dan "guru" tidak mendengar keluhan, hampir semua
patuh dengan tenang sampai akhir. Tetapi ketika pelajar berada di ruangan yang
sama, "hanya" 40% yang mematuhi 450 volt. Kepatuhan penuh pada 30%..
Dalam kehidupan sehari-hari, juga, paling mudah untuk melecehkan
seseorang yang jauh atau tidak memiliki kepribadian. Orang yang mungkin tidak
pernah kejam kepada seseorang secara online atau di media sosial. Sepanjang
sejarah, algojo sering kali mendepersonalisasi mereka yang dieksekusi dengan
memasang tudung di atas kepala mereka. Etika prajurit perang untuk mengebom
desa yang tidak berdaya dari ketinggian 40.000 kaki tetapi tidak untuk menembak
penduduk desa yang sama-sama tidak berdaya.

2. Kedekatan dan Legitimasi otoritas


Kehadiran fisik dari pelaku eksperimen juga mempengaruhi ketaatan.
Ketika percobaan Milgram memberikan perintah melalui telepon, kepatuhan penuh
turun menjadi 21% (meskipun banyak yang berbohong dan mengatakan mereka
mematuhi). Penelitian lain menegaskan bahwa ketika orang yang membuat perintah
dekat secara fisik, kepatuhan meningkat. Dengan sedikit sentuhan di lengan, orang
lebih cenderung meminjamkan uang receh, menandatangani petisi, atau mencicipi
pizza baru (Kleinke, 1977; Smith et al., 1982; Willis & Ham Hamm, 1980).
Dalam analisis ulang studi Milgram, Stephen Reicher dan rekan-rekannya
(2012, Haslam et al., 2015) menemukan bahwa peserta secara signifikan lebih patuh
ketika mereka mengidentifikasi diri dengan peneliti atau komunitas ilmiah yang dia
wakili. Mereka mematuhi perintah karena mereka percaya bahwa mereka
memberikan kontribusi bagi sains dan dengan demikian melakukan sesuatu dan
mulia. “Pengikut tidak kehilangan kompromi moral mereka seperti memilih otoritas
tertentu untuk membimbing mereka melalui dilema kehidupan sehari-hari.” Mereka
mencatat (Reicher & Haslam, 2011, hlm. 61).
Dalam studi lain, perawat rumah sakit dipanggil oleh dokter yang tidak
dikenal dan diperintahkan untuk memberikan overdosis obat yang jelas (Hofling et
al., 1966). Saat diceritakan tentang percobaan. Semua orang dalam kelompok
perawat mengatakan bahwa mereka tidak akan mengikuti perintah tersebut. Namun
demikian, ketika 22 perawat lain benar-benar diberi perintah overdosis melalui
telepon, semua kecuali satu mematuhinya tanpa penundaan (sampai dicegat dalam

8
perjalanan ke pasien). Meskipun tidak semua perawat sangat patuh (Krackow &
Blass, 1995; Rank & Jacobson, 1977), perawat ini mengikuti skenario yang sudah
dikenal: Perintah dokter (otoritas yang sah); perawat mematuhi.

3. Kewenangan Kelembagaan
Dalam kehidupan sehari-hari, otoritas yang didukung oleh institusi memiliki
kekuatan sosial. Robert Ornstein (1991) menceritakan tentang seorang teman
psikiater yang dipanggil ke tepi tebing di atas San Mateo, California, di mana salah
satu pasiennya, Alfred, diancam untuk melompat. Ketika kepastian psikiater gagal
untuk mengusir Alfred, psikiater hanya bisa berharap bahwa ahli krisis polisi akan
segera tiba.
Meskipun tidak ada ahli yang datang, petugas polisi lain, yang tidak
mengetahui drama tersebut, datang ke tempat kejadian, mengeluarkan pengeras
suara, dan berteriak pada kelompok sisi tebing yang berkumpul: "Siapa yang
meninggalkan station wagon Pontiac yang diparkir ganda di luar sana di tengah
jalan? Saya hampir menabraknya. Pindahkan sekarang, siapa pun Anda. "
Mendengar pesan itu, dengan patuh Alfred segera turun, memindahkan mobilnya,
dan kemudian tanpa sepatah kata pun masuk ke mobil polisi untuk melakukan
perjalanan ke rumah sakit terdekat.

4. Efek Liberasi dari Pengaruh Kelompok


Eksperimen klasik ini memberi kita pandangan negatif tentang kesesuaian.
Tetapi kesesuaian juga bisa menjadi konstruktif. Mungkin Anda dapat mengingat
saat Anda merasa benar-benar marah pada guru yang tidak adil tetapi Anda ragu-
ragu. Kemudian satu atau dua orang lainnya berbicara tentang praktik yang tidak
adil, dan Anda mengikuti teladan mereka, yang memiliki efek membebaskan.
Milgram menangkap efek kesesuaian yang membebaskan ini dengan menempatkan
guru bersama dua orang sekutu yang akan membantu melaksanakan prosedur
tersebut. Selama studi, kedua sekutu menentang eksperimen, yang kemudian
memerintahkan peserta sebenarnya untuk melanjutkan sendiri. Apakah dia? No
Sembilan puluh persen membebaskan diri dengan menyesuaikan diri dengan sekutu
pemberontak.

9
C. Prediksi Konformitas (Kesesuaian)
Terdapat situasi yang dapat memicu banyak hal maupun sedikit terkait dengan
konformitas diantaranya :
1. Situasi tertentu tampaknya sangat kuat untuk menimbulkan kesesuaian. Misalnya,
orang paling menyesuaikan diri ketika tiga orang atau lebih mencontoh perilaku
atau keyakinan.
2. Kesesuaian berkurang jika perilaku atau keyakinan yang dicontohkan tidak bulat-
jika satu atau lebih orang berbeda pendapat.
3. Kesesuaian ditingkatkan dengan kohesi kelompok.
4. Semakin tinggi status mereka yang memodelkan perilaku atau keyakinan, semakin
besar kemungkinan kesesuaian.
5. Orang-orang juga paling menyesuaikan diri ketika tanggapan mereka terbuka
untuk umum (di hadapan kelompok).
6. Komitmen sebelumnya terhadap perilaku atau keyakinan tertentu meningkatkan
kemungkinan bahwa seseorang akan tetap pada komitmen tersebut.

D. Alasan melakukan Konformitas


Ada dua kemungkinan mengapa seseorang melakukan konformitas dan tunduk
pada kelompok yaitu : a). untuk diterima dan menghindari penolakan atau b). untuk
mendapatkan informasi penting. Morton Deutsch dan Harold Gerard (1955) menyebut
dua kemungkinan pengaruh normatif dan pengaruh informasional ini. Yang pertama
muncul dari keinginan kita untuk disukai, dan yang kedua dari keinginan kita untuk
menjadi benar.
Pengaruh normatif adalah "ikut serta dengan orang banyak" untuk menghindari
penolakan, untuk tetap berada dalam rahmat baik orang, atau untuk mendapatkan
persetujuan mereka. Mungkin bawahan Polonius setuju dengan Hamlet, Pangeran
Denmark yang berstatus lebih tinggi, untuk menjilat. Pengaruh informasi menangkap
bagaimana kepercayaan menyebar. Sama seperti orang-orang melihat ke atas ketika
mereka melihat orang lain melihat ke atas, mereka menggunakan garpu yang sama yang
digunakan orang lain di pesta makan malam mewah.
Pengaruh normatif mengarah pada kepatuhan, terutama bagi orang yang baru-
baru ini melihat orang lain diejek atau yang ingin menaiki tangga status (Hollander,
1958; Janes & Olson, 2000). Seperti yang diingat oleh John F. Kennedy (1956),

10
Terkadang tingginya harga penyimpangan memaksa orang untuk mendukung
apa yang tidak mereka yakini atau setidaknya menekan ketidaksepakatan mereka.
Dalam satu percobaan, peserta yang dikucilkan oleh orang lain lebih cenderung
mematuhi perintah pelaku eksperimen untuk pergi keluar dalam cuaca dingin untuk
mengambil 39 foto (Riva et al., 2014). Saat kita mengalami atau bahkan takut ditolak,
kita cenderung akan mengikutinya. “Saya takut Leideritz dan yang lainnya akan
mengira saya pengecut,” lapor seorang perwira Jerman, menjelaskan keengganannya
untuk tidak setuju dengan eksekusi massal (Waller, 2002). Pengaruh normatif
mengarah pada kepatuhan, terutama bagi orang yang baru-baru ini melihat orang lain
diejek atau yang ingin menaiki tangga status (Hollander, 1958; Janes & Olson, 2000).
Seperti yang diingat oleh John F. Kennedy (1956), “Cara untuk bergaul. Saya diberitahu
ketika saya masuk Kongres, adalah ikut” (hlm. 4).
Pengaruh informasional, di sisi lain, membuat orang secara pribadi menerima
pengaruh orang lain sebagai sumber informasi. Melihat bentuk awan yang berubah,
Polonius mungkin benar-benar melihat apa yang membantunya untuk dilihat oleh
Hamlet. Ketika realitas menjadi ambigu, seperti yang terjadi pada peserta dalam situasi
autokinetik Sherif, orang lain dapat menjadi sumber informasi yang berharga. Orang
tersebut mungkin bernalar, “Saya tidak tahu seberapa jauh cahaya bergerak. Tetapi
orang ini sepertinya tahu.” Hal yang sama berlaku saat Anda membaca ulasan restoran
di Yelp atau ulasan hotel di TripAdvisor: Jika Anda belum pernah ke sana sebelumnya,
pengalaman orang lain dapat memberikan informasi penting. Jenis ulasan ini adalah
contoh pengaruh informasional yang baik (Chen et al., 2016).
Teman-teman Anda memiliki pengaruh ekstra pada Anda untuk alasan
informasi dan normatif (Denrell, 2008; Denrell & Le Mens, 2007). Jika teman Anda
membeli mobil tertentu atau mengajak Anda ke restoran tertentu, Anda akan
memperoleh informasi yang mungkin membuat Anda menyukai apa yang disukai
teman Anda – meskipun Anda tidak peduli dengan apa yang disukai teman Anda.
Teman-teman kita memengaruhi pengalaman yang menginformasikan sikap kita.
Namun, pengaruh itu tidak bertahan selamanya: Dalam satu penelitian, kesesuaian
dengan pendapat orang lain berlangsung tidak lebih dari tiga hari (Huang et al., 2014).
Untuk menemukan apa yang otak lakukan ketika orang mengalami eksperimen
konformitas tipe Asch, tim ilmu saraf Universitas Emory menempatkan peserta dalam
pemindai otak pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) sambil meminta
mereka menjawab pertanyaan setelah mendengar tanggapan orang lain (Berns et al. ,

11
2005). Ketika peserta menjawab salah, bagian otak yang didedikasikan untuk persepsi
menjadi aktif. Dan ketika mereka melawan kelompok itu, wilayah otak yang terkait
dengan emosi menjadi aktif. Hasil ini menunjukkan bahwa konformitas mungkin
benar-benar membentuk persepsi – orang mungkin menyesuaikan diri karena mereka
takut salah. Studi fMRI lanjutan menemukan bahwa area otak aktif ketika orang-orang
cemas tentang penolakan sosial diaktifkan selama pengaruh normatif dan area yang
terkait dengan penilaian diaktifkan selama pengaruh informasional (Zaki et al., 2011).
Jadi kepedulian terhadap citra sosial menghasilkan pengaruh normatif.
Keinginan untuk menjadi benar menghasilkan pengaruh informasi. Dalam kehidupan
sehari-hari, pengaruh normatif dan informasional sering terjadi bersama-sama. Saya
[DM] tidak akan menjadi satu-satunya orang di ruang kuliah Jerman yang bertepuk
tangan (pengaruh normatif). Namun perilaku orang lain juga menunjukkan kepada saya
cara yang tepat untuk mengungkapkan penghargaan saya (pengaruh informasi).
Eksperimen kesesuaian terkadang mengisolasi pengaruh informasi normatif.
Keyakinan lebih besar ketika orang menanggapi secara terbuka sebelum kelompok: ini
pasti mencerminkan pengaruh normatif (karena orang menerima informasi yang sama
apakah mereka menanggapi secara terbuka atau pribadi). Di sisi lain, kesesuaian lebih
besar ketika peserta merasa tidak kompeten, ketika tugasnya sulit, dan ketika individu
peduli tentang menjadi semua tanda pengaruh informasional.

E. Hal-hal yang Mengatur Konformitas (Kesesuaian)


1. Kepribadian
Di masa Milgram, faktor kepribadian yang memprediksi kesesuaian yang
lebih besar tidak diketahui. Seperti Milgram (1974) menyimpulkan: “Saya yakin
bahwa ada dasar kepribadian yang kompleks untuk kepatuhan dan ketidaktaatan.
Tetapi saya tahu kami belum menemukannya” (hlm. 205). Namun perbedaan
individu jelas ada: Ingatlah bahwa tidak semua peserta Milgram mematuhi
eksperimen sampai akhir.
Secara umum, orang yang lebih tinggi dalam keramahan (yang menghargai
bergaul dengan orang lain) dan kesadaran (yang mengikuti norma sosial untuk
kerapian dan ketepatan waktu) lebih cenderung untuk menyesuaikan diri. Orang
yang ingin menyenangkan orang lain makan lebih banyak permen ketika teman
makannya dan kemudian memberikan mangkuk kepada mereka, tampaknya

12
menyesuaikan diri untuk membantu orang lain merasa lebih nyaman (Exline et al.,
2012).
Sebaliknya, orang yang memiliki keterbukaan yang tinggi terhadap
pengalaman – ciri kepribadian yang terkait dengan kreativitas dan pemikiran yang
progresif secara sosial – cenderung tidak menyesuaikan diri (Jugert et al. 2009).
Pencari baru, yang melompat ke pengalaman mencari stimulasi, juga cenderung
tidak menyesuaikan diri (Athota & O’Connor, 2014). Dua studi menemukan
bahwa siswa dengan keyakinan kuat pada kehendak bebas mereka sendiri dan
kontrol pribadi cenderung tidak menyesuaikan diri dengan kelompok (Alquist et
al., 2013; Fennis & Aarts, 2012), seperti halnya mereka yang lebih liberal dan
kurang keyakinan politik konservatif (Begue et al. 2015). Jadi, jika Anda adalah
seseorang yang lebih menyukai pengalaman sosial yang mulus daripada
ketidaksepakatan, mengikuti aturan, memiliki kepercayaan tradisional, dan
meragukan keberadaan kehendak bebas, Anda mungkin lebih cenderung untuk
menyesuaikan diri.
Orang yang berusaha menyenangkan orang lain dan merasa nyaman)
mengikuti aturan sosial (yang tinggi dalam keramahan dan kehati-hatian) adalah
yang paling mungkin untuk menyesuaikan diri.

2. Budaya
Mengikuti aturan sosial (yang tinggi dalam keramahan dan kehati-hatian)
adalah yang paling mungkin untuk menyesuaikan diri. Meskipun kesesuaian dan
ketaatan bersifat universal. Budaya yang berbeda mensosialisasikan orang untuk
menjadi lebih atau kurang: responsif secara sosial.
Mungkin ada beberapa kebijaksanaan biologis untuk perbedaan budaya
dalam kesesuaian. Meskipun ketidaksesuaian mendukung kelompok pemecahan
masalah yang kreatif berkembang saat mengoordinasikan tanggapan mereka
terhadap ancaman. Jadi, catat Damian Murray dan rekan kerjanya (2011), negara-
negara yang memiliki risiko tinggi penyakit seperti malaria, tifus, dan tuberkulosis
cenderung memiliki budaya dengan tingkat kesesuaian yang relatif tinggi, dan
negara-negara dengan risiko penyakit rendah kurang mempromosikan. Con formity
dan dengan demikian mendorong inovasi dan ide-ide baru dalam sains, teknologi,
dan bisnis. (Murray, 2014), Demikian pula, orang yang tinggal di negara bagian AS
dengan prevalensi patogen yang lebih tinggi kemungkinan besar memilih kandidat

13
pihak ketiga-a aksi onconfor (Varnum, 2013). Mity mendukung norma-norma
sosial mengenai persiapan makanan, kebersihan, kesehatan masyarakat, dan kontak
dengan orang yang tidak dikenal, lapor para peneliti. Berpikir tentang patogen
sebenarnya dapat menyebabkan ketidaksesuaian: Siswa yang ditugaskan secara
acak untuk melihat gambar yang berhubungan dengan patogen atau untuk berbicara
tentang saat mereka merasa rentan terhadap kuman lebih mungkin untuk
menyesuaikan diri dengan pandangan mayoritas daripada mereka yang melihat
gambar kecelakaan atau berbicara tentang ancaman terhadap keamanan fisik
mereka (Murray & Schaller. 2012: Wu & Chang 2012). Ketika kita berpikir untuk
jatuh sakit, kita merangkul rasa aman yang dirasakan saat menyesuaikan diri dengan
kelompok.
Perbedaan budaya juga ada dalam kelas sosial. Misalnya dalam lima
penelitian. Nicole Stephens dan rekan penelitinya (2007) menemukan bahwa kelas
pekerja cenderung lebih menyukai kesamaan daripada orang lain, sedangkan kelas
menengah lebih memilih untuk melihat diri mereka sendiri sebagai unik. Dalam
salah satu eksperimennya, orang memilih satu pena dari lima pena hijau dan oranye
(dengan tiga atau empat pena dalam satu warna). Dari mahasiswa dari latar
belakang kelas pekerja, 72% memilih satu dari mayoritas warna, dibandingkan
dengan hanya 44% dari mereka yang berasal dari kelas menengah belakang. Mereka
yang berlatar belakang kelas pekerja juga semakin menyukai pena pilihan mereka
setelah melihat orang lain membuat pilihan yang sama. Mereka menanggapi dengan
lebih positif teman yang tahu benar membeli mobil yang sama yang baru saja
mereka beli. Dan mereka juga lebih suka gambar visual yang mereka tahu telah
dipilih orang lain.

3. Peran Sosial
Peran sosial melibatkan tingkat kesesuaian tertentu. Menyesuaikan dengan
harapan adalah tugas penting untuk melangkah ke peran sosial yang baru. Peran
memiliki efek yang kuat. Pada kencan pertama atau pekerjaan baru, Anda mungkin
memerankan peran itu secara sadar. Saat Anda menginternalisasi peran tersebut,
kesadaran diri mereda. Yang terasa canggung sekarang terasa asli.
Bermain peran juga bisa menjadi kekuatan positif. Dengan sengaja
memainkan peran baru dan menyesuaikan dengan harapannya, terkadang orang

14
mengubah diri atau berempati dengan orang yang perannya berbeda dari perannya
sendiri.
Peran sering kali berpasangan ditentukan oleh hubungan antara orang tua dan
anak, guru dan murid, dokter dan pasien, majikan dan karyawan. Pembalikan peran
dapat membantu satu sama lain untuk memahami satu sama lain. Karena itu, seorang
negosiator atau pemimpin kelompok dapat menciptakan komunikasi yang lebih baik
dengan meminta kedua belah pihak bertukar peran, dengan masing-masing
memperdebatkan posisi pihak lain. Atau masing-masing pihak dapat diminta untuk
menyatakan kembali poin pihak lain (untuk kepuasan pihak lain) sebelum menjawab.
Lain kali Anda bertengkar sulit dengan teman atau orang tua, coba ulangi persepsi
dan perasaan orang lain sebelum melanjutkan dengan milik Anda. Kesesuaian
sementara yang disengaja ini dapat memperbaiki hubungan Anda. Sejauh ini dalam
bab ini, kita telah membahas studi klasik tentang kesesuaian dan kepatuhan,
mengidentifikasi faktor-faktor yang memprediksi kesesuaian, dan
mempertimbangkan siapa yang menyesuaikan dan mengapa. Ingatlah bahwa
pencarian utama kita dalam psikologi sosial bukanlah untuk membuat katalog
perbedaan tetapi untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip perilaku universal.
Peran sosial akan selalu berbeda dengan budaya, tetapi proses di mana peran
tersebut mempengaruhi perilaku sangat sedikit berbeda. Orang-orang di Nigeria dan
Jepang mendefinisikan peran remaja secara berbeda dari orang-orang di Eropa dan
Amerika Utara, tetapi di semua budaya ekspektasi peran memandu kesesuaian yang
ditemukan dalam hubungan sosial.

F. Apakah kita ingin menjadi berbeda ?


Pembahasan ini menekankan kekuatan kekuatan sosial. Oleh karena itu,
sepatutnya kita menyimpulkan dengan mengingatkan kembali diri kita sendiri tentang
kekuatan orang tersebut. Kita dapat bertindak sesuai dengan nilai-nilai kita sendiri,
terlepas dari kekuatan yang mendorong kita. Mengetahui bahwa seseorang mencoba
memaksa kita bahkan dapat mendorong kita untuk bereaksi ke arah yang berlawanan.
1. Reaktansi
Individu menghargai rasa kebebasan dan kemanjuran diri mereka. Ketika
tekanan sosial yang terang-terangan mengancam kebebasan mereka, mereka sering
memberontak. Pikirkan Romeo dan Juliet, yang kasihnya diperkuat oleh tentangan
keluarga mereka. Atau pikirkan anak-anak yang menegaskan kebebasan dan

15
kemandirian mereka dengan melakukan hal yang berlawanan dengan permintaan
orang tua mereka.
Teori reaktansi psikologis, bahwa orang bertindak untuk melindungi rasa
kebebasan mereka didukung oleh eksperimen yang menunjukkan bahwa upaya
untuk membatasi kebebasan seseorang sering kali menghasilkan "efek bumerang"
antikonformitas (Brehm & Brehm, 1981; Nail et al. 2000: Rains, 2013),
Menjangkau orang dewasa muda dengan pesan anti-minum atau perokok dengan
pesan anti merokok mungkin tidak berhasil: orang dengan risiko tertinggi seringkali
paling tidak merespons program yang dirancang untuk melindungi mereka,
mungkin karena reaktansi mereka (Noguchi et al. , 2007: Wehbe dkk., 2017).
Reaktansi mungkin juga menjelaskan mengapa kebanyakan orang merasa
begitu sulit untuk makan dengan benar dan berolahraga. Misalnya, 78% penduduk
tidak berolahraga secara teratur. Sebagai Seppo Iso-Ahola (2013) menjelaskan,
"Latihan telah menjadi 'harus atau harus aktivitas yang membentuk konfrontasi
antara aktivitas kebugaran dan kebebasan" (hlm. 100). Ketika remaja diberi tahu
bahwa orang lain percaya makan buah itu sehat, mereka mengatakan bahwa mereka
bermaksud makan lebih sedikit buah. Tetapi ketika mereka mendengar bahwa
sebagian besar remaja lainnya berusaha untuk mendapatkan buah yang cukup.
mereka makan lebih banyak buah selama dua hari berikutnya (Stok et al. 2014).
Karena kita tahu kita harus melakukan sesuatu yang sehat, menjadi sulit untuk
benar-benar melakukannya tanpa merasa kebebasan kita dikompromikan. Jika kita
tahu orang lain melakukannya (pengaruh normatif lagi), kita lebih cenderung
melakukannya juga, karena prinsip kesesuaian. Pelajarannya sepertinya: Lakukan
apa yang saya lakukan, bukan apa yang menurut saya benar.

2. Menegaskan Keunikan
Bayangkan dunia yang sepenuhnya serasi, di mana tidak ada perbedaan di
antara orang-orang. Akankah dunia seperti itu menjadi tempat yang membahagiakan?
Jika ketidaksesuaian dapat menimbulkan ketidaknyamanan, dapatkah ketidaksesuaian
menciptakan kenyamanan? Orang merasa tidak nyaman ketika mereka terlihat terlalu
berbeda dari orang lain. Tapi khususnya dalam budaya Barat yang individualistis,
mereka juga merasa tidak nyaman ketika tampil persis seperti orang lain. Itu mungkin
karena ketidaksesuaian telah dikaitkan dengan status tinggi.

16
Dalam serangkaian eksperimen, Silvia Bellezza dan rekan (2014) menemukan
bahwa orang yang mengenakan pakaian nonkonformis - seperti sepasang sepatu kets
merah - dianggap oleh orang lain sebagai statusnya lebih tinggi. Dan jika seseorang
meniru pakaian kita atau aspek lain dari presentasi diri kita, kita cenderung marah pada
peniru itu (Reysen et al.2012), terutama jika kita melihatnya sebagai bagian dari
kelompok luar.
Secara keseluruhan orang merasa lebih baik ketika mereka melihat diri mereka
cukup unik dan bertindak dengan cara yang akan menegaskan individualitas mereka.
Misalnya, siswa dalam satu penelitian percaya bahwa nama depan mereka kurang
umum dibandingkan teman sebayanya. Rupanya, orang dengan nama umum ingin
mempercayai nama mereka-dan dengan demikian, mereka-lebih unik. Keunikan
adalah yang paling mungkin untuk menegaskan individualitas mereka melalui
ketidaksesuaian Secara keseluruhan, individu yang memiliki "kebutuhan keunikan"
tertinggi cenderung paling sedikit menyesuaikan diri (Imhoff & Erb, 2009).
Pengaruh sosial dan keinginan akan keunikan muncul dalam nama bayi
populer. Orang yang mencari nama yang tidak terlalu umum sering kali menemukan
nama yang sama pada waktu yang sama. Dalam sebuah penelitian besar tentang nama
di Amerika Serikat dan Prancis, ketika nama menjadi populer dengan cepat, nama
tersebut juga memudar dari popularitas lebih cepat - mungkin karena dianggap sebagai
mode (Berger & Le Mens, 2009). Melihat diri sendiri sebagai unik juga muncul dalam
"konsep-diri spontan orang. William McGuire dan rekan-rekannya di Yale University
(McGuire et al., 1979; McGuire & Padawer-Singer, 1978) mengundang anak-anak
untuk bercerita tentang diri Anda. Sebagai balasan, anak-anak sebagian besar
menyebutkan ciri khas mereka. Anak-anak yang lahir di luar negeri lebih suka memilih
warna rambut mereka. Anak kurus dan kelebihan berat badan paling mungkin
mengacu pada berat badan mereka. Anak-anak kecil paling cenderung menyebutkan
ras mereka. kemungkinan besar daripada orang lain untuk menyebutkan tempat
kelahiran mereka. Gadis berambut merah Menegaskan keunikan kami. Meski tidak
ingin menjadi gre lebih cenderung dari hitam dan berambut coklat.
Prinsipnya, kata McGuire, adalah bahwa seseorang menyadari dirinya sendiri
sejauh, dan dengan cara itu, seseorang itu berbeda. Jadi, “Jika saya seorang wanita
kulit hitam dalam sekelompok wanita kulit putih, saya cenderung menganggap diri
saya sebagai orang kulit hitam; jika saya pindah ke sekelompok pria kulit hitam,
kegelapan saya kehilangan arti-penting dan saya menjadi lebih sadar menjadi seorang

17
wanita” (McGuire et al., 1978). Wawasan ini membantu kita memahami mengapa
orang kulit putih yang tumbuh di tengah orang non-kulit putih cenderung memiliki
identitas kulit putih yang kuat, mengapa kaum gay mungkin lebih sadar akan identitas
seksual mereka daripada orang lurus, dan mengapa setiap kelompok minoritas
cenderung menyadari perbedaannya. Dan bagaimana budaya sekitarnya berhubungan
dengannya (Knowles & Peng, 2005).
Ketika orang-orang dari dua budaya hampir identik, mereka tetap akan melihat
perbedaan mereka, betapapun kecilnya. Bahkan perbedaan yang sepele dapat memicu
cemoohan dan konflik. Jadi, meskipun kita tidak suka menjadi sangat menyimpang,
ironisnya, kita semua sama-sama ingin merasa berbeda dan memperhatikan bagaimana
kita berbeda. (Dalam berpikir bahwa Anda berbeda, Anda sama seperti orang lain.)
Tetapi seperti yang dijelaskan oleh penelitian tentang bias melayani diri sendiri, bukan
hanya segala jenis kekhasan yang kami cari, tetapi perbedaan dalam arah yang benar.
Pencarian kami tidak hanya menjadi berbeda dari rata-rata, tetapi lebih baik dari rata-
rata

18
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Konformitas atau kesesuaian adalah istilah keseluruhan untuk bertindak secara
berbeda karena pengaruh orang lain. Kesesuaian tidak hanya bertindak pada saat orang
lain bertindak; hal itu juga dipengaruhi oleh cara mereka bertindak. Istilah konformitas
juga dapat didefinisikan sebagai perubahan perilaku seseorang sebagai usaha untuk
menyesuaikan diri sebagai akibat adanya tekanan kelompok dengan acuan baik
maupun tidak.
Hasil dari proses konformitas bisa positif bisa juga negatif. Konformitas
terkadang buruk (ketika menyebabkan seseorang mengemudi dalam keadaan mabuk
atau bergabung dalam perilaku Rasis), terkadang baik (ketika menghalangi orang
untuk memotong antrean), dan terkadang tidak penting (ketika mengarahkan pemain
tenis untuk mengenakan pakaian putih).
Dampak dari konformitas dapat menghasilkan suatu perubahan kepercayaan
sebagai akibat dari tekanan kelompok lingkungan serta terlihat dari adanya
kecenderungan untuk mengikuti atau menyamakan perilakunya terhadap perilaku
kelompok tersebut. Sehingga jika perilaku kelompok tersebut memiliki kebiasaan
perilaku menyimpang tentunya diri sendiri akan terjerumus ke dalam perilaku
menyimpang tersebut.
Kepatuhan secara lahiriah sejalan dengan kelompok sementara di dalam diri
tidak setuju. Kepatuhan adalah menyesuaikan dengan harapan atau permintaan tanpa
benar-benar percaya pada apa yang dilakukan. Tindakan kepatuhan ini sering kali
untuk menuai imbalan atau menghindari hukuman.
Seorang yang melakukan konformitas biasanya memiliki alasan. Ada dua
kemungkinan mengapa seseorang melakukan konformitas dan tunduk pada kelompok
yaitu: untuk diterima dan menghindari penolakan atau untuk mendapatkan informasi
penting.
Hal-hal yang mengatur konformitas di antaranya, kepribadian, budaya, dan
peran sosial. Jika tidak ingin melakukan konformitas maka kita dapat melakukan hal

19
yang berbeda atau menjadi berbeda. Jika ingin menjadi berbeda maka kita dapat
bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat pada diri kita sendiri, terlepas dari
kekuatan yang mendorong kita. Selain itu kita harus dapat menegaskan tentang
keunikan yang ada pada diri sendiri. Sebab secara keseluruhan orang merasa lebih baik
ketika mereka melihat diri mereka cukup unik dan bertindak dengan cara yang akan
menegaskan individualitas mereka.

B. Saran
Menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dengan
penuh kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menjadikan makalah ini menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

David G. Myers, Jean M. Twenge. 2019. Social Psychology 13e. Amerika Serikat: Mc Graw
Hill Education
Umi Kasum dkk. 2014. Pengantar Psikologi Sosial. Jakarta : Pustakaraya

20
21

Anda mungkin juga menyukai