Anda di halaman 1dari 4

TOLERANSI MASYARAKAT MULTIKULTURAL

NAMA : SINTA ASIPA

KELAS : X IPA

SMA ISLAM NURUL HUDA LEMBANG


ADA APA DENGAN TOLERANSI INDONESIA

Toleransi sepertinya bukan kata asing yang kurang akrab ditelinga masyarakat Indonesia. Namun
sebentar, sudahkah kita memahami maknanya? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
diketahui makna toleransi adalah bersifat toleran. Lebih jauh dijelaskan, sifat toleran merupakan
sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat,
pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan
dengan pendirian sendiri.

Riset terkini dari Maykel Verkuyten dan Kumar Yogeeswaran pada tahun 2017 memberikan
makna bahwa toleransi bukan hal yang sederhana, melainkan suatu hal yang kompleks. Tiga
komponen yang dipaparkan Maykel dan Kumar terkait hasil riset terbarunya bahwa toleransi
adalah objection, acceptance, dan rejection.
Objection yang dimaksud merupakan sikap seseorang dalam memaknai toleransi. Sedangkan
untuk acceptance (penerimaan) berkaitan dengan reaksi seseorang mempertimbangkan adanya
suatu kelompok tertentu. Terakhir tentang rejection, berkaitan erat dengan perilaku seseorang yang
ditunjukkan untuk menunjukkan penolakan.
Merdeka dengan menjunjung tinggi toleransi 74 tahun lalu, Indonesia akhir-akhir ini terluka
karena toleransi seperti sudah memudar. Bukan tanpa sebab, kerap kali kita disuguhkan dengan
kasus intoleransi yang sepertinya tidak pernah usai. Ambillah contoh kabar rusaknya simbol-simbol
salib di Makam RS Bethesda yang terjadi di daerah Yogyakarta.

Jangankan daerah Yogyakarta, negara Indonesia yang dengan gagah menyematkan moto “Bhineka
Tunggal Ika” dengan harapan walaupun berbeda tetap satu jua saja masih sangat rentan terjadi krisis
toleransi. Kasus intoleransi yang marak terjadi di Indonesia rasanya menambah daftar panjang
memudarnya sikap toleransi di negeri ini.

Seperti diketahui bersama, Indonesia adalah rumah dengan ragam kesatuan yang harmoni.
Keragaman ras, suku bangsa, budaya, adat istiadat, dan polemik politik menjadi bumbu yang pas
apabila disajikan dengan porsi yang tepat. Namun sayangnya, saat ini ibu pertiwi seperti sedang
merintih, menahan perih akibat ulah anaknya sendiri. Saat ini toleransi di Indonesia rasanya sedang
dinodai, sehingga memudar perlahan namun pasti.
Yang perlu digaris bawahi bahwa mencuatnya intoleransi di Indonesia adalah bentuk nyata dari
dominasi pelaku terhadap ruang publik. Pelaku yang acap kali bertindak dengan tidak lagi diam-
diam seharusnya membuat kita sadar bahwa intoleransi dekat dengan kita sehari-hari. Lagi lagi
disayangkan, bahwa intoleransi seperti direstui. Dengan kita membiarkan mereka berkembang biak
setiap hari mengambil oksigen toleransi dengan gagah berani. Menyeruak masuk tanpa permisi,
menyalakan ambisi, menunjukkan diri bahwa merekalah aktornya.

Apabila terjadi kasus kerusuhan, serempak publik menyimpulkan adanya motif dendam, cemburu,
dan spontanitas kejadian. Namun anehnya, netizen yang maha benar akan se-iya se-kata bahwa
terjadi intoleransi apabila kebebasan beragama diusik dan simbol-simbol dirusak. Padahal apa
bedanya kedua kasus tersbut?
Fakta menunjukkan, apabila kriminalisasi terjadi aparat akan secepat kilat mencari motif,
menemukan bukti, dan tergesa-gesa menampilkan ke publik. Hal ini berkebalikan saat negara ini
terjadi pembubaran diskusi, pelarangan pendirian tempat ibadah dan aktivitasnya. Mengapa
demikian? Dari sinilah kita mengetahui karakter masyarakat Indonesia yang impulsif, enggan
berfikir, dan menggemari spontanitas.

Tanpa mengesampingkan polemik agama dan politik yang merupakan topik segar untuk dibahas,
sejarah ibu pertiwi sudah kenyang dengan adu domba juga monopoli politik yang menempuh jalan
segala arah. Banyak referensi bacaan yang harusnya dibaca, namun sepertinya kita terlalu suka
membaca referensi milik negara lain yang akhirnya terus melukai negara sendiri.

Lalu apa upaya yang harus dilakukan untuk merajut kembali toleransi di Indonesia? Jony Eko
Yulianto, seorang psikolog sosial yang pergerakannya fokus pada masalah intoleransi menawarkan
dua ide untuk mewujudkannya. Dengan melakukan kegiatan lintas kelompok lebih luas, baik lintas
agama, lintas ras, lintas partai politik, maupun lintas lainnya. Dimaksudkan untuk menciptakan
kategori sosial yang baru.

Sedangkan upaya kedua yaitu dengan menggandeng serta media. Media memiliki peran penting
dalam memunculkan kisah keharmonisan antar suku yang erat, tentang agama yang taat, dan
tentang politik yang dinamis. Sehingga kita tidak lagi disuguhkan dengan perpecahan antar bangsa
sendiri setiap hari.
TANGGAPAN SAYA

Keberagaman itu adalah rahmat, berkah dan keuntungan jika kita dewasa dan bijak dalam
menanggapinya. Tetapi , sayangnya tidak semua dari kita seperti itu.Jadi sangat mengancam bagi
kita jika tidak bisa menyikapi perbedaan secara benar. setiap orang di Indonesia bebas untuk
berpikir, bebas untuk berpendapat, yang tidak boleh adalah memaksakan keinginan kita kepada
orang lain.

Toleransi muncul ketika kita menghadapi suatu perbedaan, entah itu beda keyakinan atau beda
kondisi fisik. Perbedaan tercipta bukan untuk mengotak-ngotakkan kita. Justru perbedaan tercipta
agar kita menyadari bahwa di dunia ini tidak semuanya sama.Seringkali perbedaan dianggap
sebagai sebuah jurang pemisah. Padahal, jika kita mau memahami perbedaan, kita pasti akan
menyadari bahwa perbedaan itu indah.

SOLUSI TOLERANSI MENURUT SAYA

1. Kenali diri sendiri

2. Pahami perbedaan yang ada

3. Jalin persahabatan dengan orang yang berbeda

4. Berpikir Secara Bijaksana

5. Traveling untuk Membuka Pikiran

Anda mungkin juga menyukai