Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Baru Pemikiran Islam di

Alam Melayu – Indonesia


Jum'at, 26 Juli 2019 - 23:00 WIB
Bisa dikatakan, Wan Mohd Nor sekarang berada pada posisi garda depan dalam perjuangan
Islamisasi Ilmu di dunia Islam.

YOUTUBE
Pakar peradaban dari Malaysia, Prof Wan Mohd Nor Wan Daud

Terkait

 “Mengajak Ulil Asbhar Abdalla Berhenti Menjadi Liberal”


 Hermeneutika dan Kekacauan Akhlak
 Peluncuran Buku “Budaya Ilmu” Karya Prof Wan Mohd Nor Wan Daud
 Tatkala Thanos Keliru Memahami Ilmu

Oleh: Dr. Adian Husaini

SATU bab baru dalam sejarah pemikiran Islam telah tercatat, pada 15
Juni 2019 lalu. Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud dilantik sebagai
pemegang pertama Kursi Pemikiran Islam Prof. Syed Muhammad
Naquib al-Attas di RZS-CASIS UTM. Alhamdulillah, saya sempat hadir
dan menyaksikan langsung peristiwa bersejarah itu.
Yang terakhir itu – RZS-CASIS UTM – singkatan dari Raja Zarith
Sofiah-Center for Advanced Studies on Islam, Science, and Civilization
– Universiti Teknologi Malaysia. Yakni, satu institusi pendidikan tinggi
setingkat S2 dan S3 di bawah naungan Universiti Teknologi Malaysia.
Prof. Wan Mohd Nor sendiri adalah pendiri CASIS pada tahun 2011.
Pada 15 Juni malam itu, secara resmi nama CASIS berubah menjadi
RZS-CASIS. Perubahan itu menandakan perhatian besar dari
pemimpin tertinggi kampus UTM (Permaisuri Johor Raja Zarith Sofiah
binti Almarhum Sultan Idris Shah) terhadap dunia pendidikan dan
pemikiran Islam. Tidak banyak penguasa yang memiliki perhatian besar
terhadap dunia pemikiran Islam yang tinggi, seperti pemikiran Prof.
Syed Muhammad Naquib al-Attas.
Malam itu saya menyaksikan suatu peristiwa yang tidak biasa. Ruangan
berkapasitas 500 orang nyaris penuh dengan hadirin yang berasal dari
berbagai negara. Sejumlah duta besar hadir, seperti duta besar Bosnia,
Yaman, Irak, dan Palestina. Cendekiawan dari sejumlah negara pun
tampak hadir.
Prof. al-Attas telah menyetujui pembentukan “Kursi Pemikiran Islam
Syed Naquib al-Attas”. Semula ide ini datang dari Syaykh Hamza
Yusuf, seorang muslim berpengaruh di USA. Prof. al-Attas menyetujui
Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud sebagai orang pertama pemegang
kursi pemikiran Islam tersebut.
Prof. SMN al-Attas menyebut Prof. Wan Mohd Nor sebagai ilmuwan
sejati yang ikhlas, jujur, dan setia kepada guru serta memiliki akhlak
yang terpuji. Selama berpuluh tahun, Prof. Wan Mohd Nor telah
menemaninya sebagai sahabat dan mengembara ke lembaga-lembaga
keilmuan di berbagai pelosok dunia.
Saat saya tiba di kampus UTM Kuala Lumpur, Permaisuri Johor yang
juga Canselor UTM, Raja Zarith Sofiah, sedang menyampaikan pidato
ilmiahnya. Ia menekankan peranan penting Prof. Syed Muhammad
Naquib al-Attas dalam membina kemajuan suatu bangsa dengan tetap
memegang asas pemikiran Islam yang kokoh. Peranan itulah yang kini
diamanahkan kepada Prof. Wan Mohd Nor, yang telah belajar dan
mendampingi Prof al-Attas dalam lapangan ilmiah dan pribadi selama
lebih dari 30 tahun.
Baca: Prof Wan Mohd Nor Wan Daud: “Islamisasi Ilmu Tidak Berarti Anti
Barat”
Wan Mohd Nor
Perjalanan intelektual dan ruhani Prof. Wan Mohd Nor memang sangat
menarik. Sempat mendalami Ilmu Biologi dan Kurikulum Pendidikan di
AS, kemudian belajar pemikiran Islam kepada Prof. Fazlur Rahman di
University of Chicago. Di Kampus inilah ia bersahabat karib dengan
Amien Rais dan Syafii Maarif. Mereka bertiga dikenal sebagai ‘Trio
Chicago’.
Tahun 1994, Amien Rais pernah menulis sebuah artikel di
Harian Republika, berjudul “Kecemerlangan”. Artikel itu berkisah
tentang pengalamannya menghadiri seminar di Malaysia awal
September 1994. Di situ ia berjumpa dengan sahabat dekatnya, yakni
Wan Mohd Nor, yang ditulisnya sebagai “sahabat akrab saya”.
Menurut Amien Rais, saat masih kuliah di Chicago, Wan Mohd Nor
“masih belum apa-apa”. Bahkan, dibandingkan dengan Syafii Maarif
dan Nurcholish Madjid, ilmu agamanya masih jauh ketinggalan. “Tapi,
sekarang?” tulis Amien, “Jangan Tanya. Saya sangat bangga ketika ia
menunjukkan beberapa bukunya yang diterbitkan oleh beberapa
penerbit prestisius, antara lain dari London. Ia telah menjadi seorang
intelektual yang andal, berilmu luas, dan sangat matang. Dari beberapa
kali berbincangan dengan dia, saya merasakan keluasan ilmu dan
kematangannya. Ia sekarang menjadi tangan kanan Prof. Naquib al-
Attas, seorang pendekar Islam yang sangat terkemuka di Malaysia.”
Itulah penilaian dan kesan Amien Rais terhadap Wan Mohd Nor, 25
tahun lalu (1994). Padangan Amien terhadap sahabatnya itu bisa
dibaca dalam buku berjudul “Rihlah Ilmiah Wan Mohd Nor Wan Daud:
Dari Neomodernisme ke Islamisasi Ilmu Kontemporer”. (CASIS-UTM
dan INSISTS, 2012).
Wan Mohd Nor mengakui, dua guru yang sangat berarti dalam
perjalanan intelektualnya, adalah Prof. Dr. Fazlur Rahman dan Prof. Dr.
Syed Muhammad Naquib al-Attas. Uniknya, kedua ilmuwan ini
merupakan tokoh dari dua arus besar pemikiran dan studi Islam yang
berkembang di Indonesia saat ini: yaitu neomodernisme dan Islamisasi
Ilmu. Meskipun mengakui jasa-jasa besar Fazlur Rahman dalam
pengembangan intelektual Islam, Wan Mohd Nor tak segan-segan
memberikan kritik tajam kepada gurunya tersebut. Katanya, sikap kritis
itu ditanamkan oleh Rahman sendiri.
Ia mengkritik secara tajam dan santun, metodologi Fazlur Rahman
dalam memahami al-Qur’an yang menekankan aspek sosio-historis
dengan pendekatan hermeneutika. Dalam bukunya The Educational
Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas: An
Exposition of the Original Concept of Islamization (Kuala Lumpur:
ISTAC, 1998), Wan Mohd Nor menulis satu judul sub bab, “Tafsir is not
Hermeneutics”.
Kisah hijrah Wan Mohd Nor dari neo-modernisme ke Islamisasi ilmu itu
menjadi sangat bermakna, sebab, hanya dialah satu-satunya ilmuwan
Muslim di muka bumi ini yang sempat berguru secara intensif kepada
Fazlur Rahman di tahap doktoral dan Naquib al-Attas di tahap pasca-
doktoral. Perjalanan intelektual dan perjuangan Wan Mohd Nor
kemudian memang berlabuh pada gagasan Islamisasi Ilmu. Bisa
dikatakan, Wan Mohd Nor sekarang berada pada posisi garda depan
dalam perjuangan Islamisasi Ilmu di dunia Islam. Banyak karyanya
sudah diterjemahkan dalam pelbagai bahasa. Di antara karyanya yang
terkenal ialah, “The Concept of Knowledge in Islam: Its Implications for
Education in a Developing Country” (New York and London,
1989); “The Beacon on the Crest of a Hill” (ISTAC, 1991); “Penjelasan
Budaya Ilmu” (Dewan Bahasa dan Pustaka, 1990); edisi keduanya
diterbitkan Pustaka Nasional Singapura, 2003; “The Educational
Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas : An
Exposition of the Original Concept of Islamization” (ISTAC, 1998).
Mengomentari buku The Educational Philosophy…, Syafii Maarif
menulis surat kepada Wan Mohd Nor: “This great and important work
was only possible because its author is a very serious and prolific
scholar. I am proud of you. Good luck and please never stop
writing.” (Surat Syafii Maarif kepada Wan Mohd Nor, 6 Oktober 2001).
Baca: Dituduh Mengkultuskan al-Attas
Syed Muhammad Naquib al-Attas
Situs ‘Berita Harian’ Malaysia, 25 Juni 2019, menurunkan artikel Latifah
Arifin berjudul “Konsep adab mampu selesai masalah dunia Islam
sejagat”.
Mengutip pernyataan Prof. Wan Mohd Nor, penulis mencatat bahwa,
Prof. Naquib al-Attas adalah salah satu tokoh yang layak disebut
sebagai ‘pembaru’ dalam Islam. Tokoh seperti ini bukanlah yang
mengubah-ubah hukum dan prinsip Islam, tetapi justru melakukan
rekonstruksi pemahaman terhadap ajaran Islam yang memperkuat
ajaran Islam, sejalan dengan kandungan al-Qur’an dan hadits Nabi
Muhammad ‫ﷺ‬.
“Ia antara lain bagi membantu umat Islam menghadapi pelbagai isu
termasuk salah faham, manipulasi, kekeliruan dan gejala ekstremisme
yang berlaku dengan melihat kesesuaiannya mengikut konteks serta
keadaan semasa,” tulisnya.
Prof Dr Syed Muhammad Naquib al-Attas (88 tahun) selama ini dikenal
dengan sumbangannya dalam pelbagai bidang ilmu pengetahuan,
seperti metafisika, falsafah sains dan pendidikan, perbandingan agama,
sastra, sejarah dan kebudayaan.
Tokoh muslim berpengaruh di AS, Syaykh Hamza Yusuf menulis dalam
akun media sosialnya, bahwa Prof. Naquib al-Attas adalah pemikir
besar yang memberikan pengaruh terbesar pada pemikirannya, dalam
hal memahami krisis yang menimpa umat Islam dan cara untuk
mengatasinya: “I have been Muslim now for 42 years, I can say with a
great deal of conviction that Syed Naquib al-Attas is probably the
greatest influence on my understanding on the crisis in the Muslim
world and also, of what needs to be done in order to heal that crisis.”
Dalam pidato pengukuhannya sebagai pemegang Kursi Pemikiran
Islam Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prof. Wan Mohd Nor
menyebutkan bahwa di antara gagasan utama dan terpenting yang
disampaikan Prof al-Attas adalah konsep adab melalui pelbagai dimensi
yang ditawarkannya kepada pemikiran modern dalam Islam.
Adab ialah konsep tradisi Islam yang diperkenalkan semula dan
diuraikan secara sistematik oleh Prof. al-Attas. Adab juga dikaitkan
dengan terma serta konsep Islam dalam ontologi, epistomologi,
pendidikan, etika, maupun ekologi.
Baca: Prof Wan Mohd Nor: “Istri Taat Suami” itu Konsep Beradab
Menurut Prof. Wan Mohd Nor, definisi adab menurut Prof al-Attas ialah
pengiktirafan (pengakuan) terhadap realitas bahwa ilmu dan makhluk
disusun secara hirarkis berdasarkan tahap dan kedudukan masing-
masing. “Ia juga tempat paling sempurna bagi seseorang dalam
perhubungan dengan realiti sama ada secara fizikal, intelektual, kapasiti
kerohanian dan potensi seseorang,” katanya.
Setelah bertahun-tahun mengkaji, mengembangkan, dan menerapkan
konsep adab Prof. Naquib al-Attas dalam dunia pendidikan, Prof. Wan
Mohd Nor menegaskan, bahwa Prof al-Attas ini adalah seorang
reformis dan pemikir besar yang mampu merumuskan ulang konsep
adab secara dinamik. Sebab, beliau merumuskan konsep itu sebagai
hasil aktivitas mental dan fisikal yang berkelanjutan dalam usahanya
untuk menyelesaikan beberapa masalah sejarah dan konsep tertentu
yang membelenggu ilmuwan dan masyarakat secara umumnya.
Demikian catatan singkat tentang Peristiwa Bersejarah pada 15 Juni
2019 lalu. Semoga peristiwa itu menjadi tonggak penting dalam upaya
mewujudkan kejayaan Tamaddun Melayu-Indonesia, sebagai
peradaban yang unggul dan menjadi rahmatan lil-alamiin. Aamiin.
(hidayatullah.com, Kuala Lumpur, 25 Juli 2019).*
Penulis adalah Direktur At-Taqwa College, PP at-Taqwa Depok. Artikel
dimuat di www.hidayatullah.com

Anda mungkin juga menyukai