Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum Farmakologi dan Toksikologi I

FA2241
Praktikum 5
Sistem Respirasi dan Sistem Ekskresi

Tanggal Praktikum : Jumat, 9 April 2021


Tanggal Pengumpulan : Jumat, 16 April 2021
Nama Asisten : Silma Aulia Rahma (20720025)

Kelompok 2
11619006 Fakhri Dhiya Hidayat
11619013 Maureen Stefani Valentina
11619020 Alfina Mithwa Anisa
11619028 Muhammad Ricko Nugroho
11619035 Safira Santosa
11619042 Edwin Evryandi Gultom

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIK KOMUNITAS


SEKOLAH FARMASI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2021
I. PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Praktikum
1. Menentukan perbandingan ekspansi lingkar dada pada daerah aksila dengan daerah
xyphoid.
2. Menentukan bunyi pernapasan dengan alat stetoskop
3. Menentukan nilai pengukuran Volume Inspirasi Cadangan (VIC)
4. Menentukan organ yang terlibat dalam sistem ekskresi tikus
5. Menentukan karakteristik urin normal dengan melakukan uji mikroskopik, uji
penentuan urea, klorida, acetone, serta albumin
6. Menentukan perbandingan aktivitas diuretik dari obat uji dengan furosemid dan
kontrol uji

1.2. Prinsip Praktikum


Sistem respirasi merupakan suatu sistem yang berperan dalam pertukaran gas O2
dan CO2 didalam tubuh untuk dikeluarkan (ekskresi) ke luar tubuh. Secara anatomi,
sistem respirasi dibagi menurut letaknya, yaitu sistem respirasi bagian atas dan sistem
respirasi bagian bawah. Sistem respirasi bagian atas terdiri dari hidung, rongga hidung,
faring, dan laring. Sedangkan sistem respirasi bagian bawah terdiri dari trakea, bronkus,
dan paru-paru. Pada percobaan sistem respirasi, ada beberapa parameter yang dapat
diukur diantara nya adalah penentuan lingkar dada saat pernapasan, bunyi pernapasan,
frekuensi pernapasan, dan penentuan volume udara saat pernapasan.
Sistem ekskresi merupakan sistem yang berfungsi dalam pengeluaran sisa-sisa zat
metobolisme yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh. Pada sistem ekskresi, ginjal menjadi
organ utama. Ginjal melakukan banyak proses dengan hasil akhirnya adalah urin. Ginjal
mempunyai dua fungsi utama yaitu untuk mensekresikan zat sisa metabolisme dan
memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh. Fungsi tersebut dilakukann oleh nefron,
yaitu unit satuan fungsional terkecil pada ginjal dan jumlahnya sekitar dua juta nefron.
Proses utama yang dilakukan oleh nefron adalah filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi. Obat
diuretik merupakan obat yang mempengaruhi proses eksresi cairan tubuh dengan cara
meningkatkan laju aliran urin dan eksresi natrium. Berdasarkan mekanisme kerjanya,
obat diuretik dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah Thiazide,
diuretik loop, diuretik hemat kalium, diuretik penghambat karbonat anhidrase, dan
diuretik osmotik.

II. METODE
2.1.Struktur Dasar dan Fisiologi Sistem Respirasi
a. Pengukuran dada (lingkar thoraks)
Seorang rekan diminta untuk melakukan inspirasi biasa, ekspirasi biasa, inspirasi
kuat, dan ekspirasi kuat. Dalam setiap mekanisme pernapasan, keliling pada daerah
aksila dan xyphoid diukur menggunakan alat pengukur. Kemudian hasil dicatat.

b. Bunyi pernapasan
Stetoskop ditempatkan pada beberapa posisi di punggung, kemudian bunyi
pernapasan dari setiap orang didengarkan. Dilakukan identifikasi kekuatan dan
bunyi pernapasan serta dihitung frekuensi per menit.

c. Pengukuran volume dan kapasitas paru-paru


Alat spirometer disiapkan yaitu jarum petunjuk ditempatkan pada titik nol sebelum
memulai pengukuran. Dilakukan inhalasi normal, kemudian dilakukan ekshalasi ke
dalam spirometer. Prosedur ini dilakukan sebanyak tiga kali kemudian dihitung rata-
rata volume udara yang terbaca pada spirometer sebagai volume tidal (VT).
Selanjutnya dilakukan inhalasi normal, kemudian dilakukan ekshalasi total ke dalam
spirometer. Prosedur ini dilakukan sebanyak tiga kali kemudian dihitung rata-rata
volume udara yang terbaca pada spirometer sebagai volume ekspirasi cadangan
(VEC). Selanjutnya dilakukan inhalasi total, kemudian dilakukan ekshalasi total ke
dalam spirometer. Prosedur ini dilakukan sebanyak tiga kali kemudian dihitung rata-
rata volume udara yang terbaca pada spirometer sebagai kapasitas vital (KV). Dari
ketiga hasil tersebut, dihitung volume inspirasi cadangan (VIC).

2.2.Pengamatan Organ Ginjal


a. Pengamatan anatomi system urinal tikus
Langkah pertama adalah tikus dikorbankan kemudian dibedah secara midsagittal dan
transversal. Dilakukan pengamatan dan diidentifikasi anatomi komponen sistem
urinari tikus.

b. Pengamatan ginjal segar


Ginjal segar yang telah didapat dari prosedur a diamati kemudian lapisan lipid
dilepaskan perlahan. Permukaan dan warna ginjal diamati, kemudian dilakukan
pengamatan pada saluran ureter, arteri renal, dan vena renal. Selanjutnya ginjal
dipotong menjadi dua bagian dengan cara dipegang menggunakan tangan kanan, lalu
sepanjang kapsul ginjal dipotong menjadi dua bagian. Terakhir dilakukan
pengamatan pada renal pelvis, renal hylus, renal cortex, renal medullae, renal
pyramid, major calyx dan minor calyx, serta ureter vena dan arteri.

c. Observasi preparat ginjal


Preparat nefron yang telah disiapkan kemudian diamati dan dilakukan identifikasi
pada organ interlobar arteries, interlobar veins, arcuate arteries, arcuate veins,
interlobular arteries, interlobular veins, glomerulus, afferent arterioles, efferent
arterioles, peritubular capillary, proximal convoluted tubule, lengkung henle, distal
convoluted tubule, tubulus pengumpul, dan papillary ductus. Kemudian dilakukan
pengamatan tipe dan jaringan yang ada pada nefron.

2.3.Analisa Urin
2.3.1. Analisis sampel urin
Sebanyak 100 mL sampel urin diambil dan dikumpulkan dari mahasiswa yang sehat,
kemudian dilakukan pengamatan pada beberapa parameter.
a. Penentuan urea
Dua tetes urin diambil dan ditempatkan pada kaca objek yang bersih, pada urin
ditambahkan asam nitrat kemudian dipanaskan sampai campuran menjadi kering
tapi tidak mendidih. Setelah kering, campuran didinginkan kemudian diamati
adanya rhombus atau heksagonal yang menunjukan adanya kristal urea nitrat.

b. Penentuan klorida
Sebanyak 5 mL urin ditempatkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
beberapa tetes AgNO3. Kemudian dilakukan pengamatan adanya endapan putih
(AgCl) yang menunjukkan klorida positif.

c. Penentuan acetone
Sebanyak 2-3 mL urin dibasakan dengan larutan NaOH atau KOH kemudian
ditambahkan beberapa tetes natrium-nitroprusida dan dikocok dengan benar.
Setelah itu ditambahkan beberapa tetes asam asetat pekat kemudian dikocok.
Lalu dilakukan pengamatan adanya perubahan warna menjadi ungu yang
menunjukan adanya aseton dalam urin atau warna merah yang menunjukkan
adanya alcohol, aldehid asetat, dan asam diasetat (badan keton).

d. Penentuan gula pereduksi


Dilakukan pengenceran 1 mL larutan Fehling dengan 4 mL aquadest dalam
tabung reaksi kemudian dipanaskan perlahan. Ditambahkan 1 mL urin dengan
menggunakan pipet ukur berskala 1 mL dengan perlahan hingga warna biru
hilang. Diamati adanya warna merah bata yang menunjukkan adanya gula
pereduksi.

e. Penetapan albumin
Urin dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak ¼ atau 1/5 bagian tabung.
Dilakukan pemanasan dan diamati perubahannya. Kemudian ditambahkan 2-3
tetes campuran asam asetat-air (1:1) dan dikocok. Terakhir, dilakukan
pengamatan adanya endapan atau kekeruhan yang menunjukkan adanya albumin
dalam urin.

2.3.2. Analisis urin mikroskopik


Sebanyak 5-10 mL sampel urin dikumpulkan dan ditampung dalam tabung
sentrifuga kemudian dilakukan sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1500
rpm. Supernatan yang terbentuk dipisahkan dan disisakan sedikit. Sedimen yang
tersisa dikocok dengan sedikit supernatan. Sampel diambil dan diletakkan pada kaca
objek secara hati-hati hingga tidak ada gelembung. Sampel diamati dan diidentifikasi
dengan mikroskop. Hasil analisis dicatat dalam tabel.

2.4.Pengujian Aktivitas Diuretik


Semua tikus dipuasakan selama 18 jam sebelum pengujian. Tikus dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, standar, dan obat uji. Langkah pertama, setiap
tikus dari semua kelompok diberika aquadest per oral dengan dosis 50 mL/kg bb sebagai
loading dose. Pada kelompok standar diberikan furosemide 10 mg/kg bb secara per oral.
Pada kelompok uji diberika obat uji. Setelah pemberian obat, semua tikus ditempatkan
dalam kendang metabolik masing-masing, kemudian ditunggu selama 4 jam setelah
pemberian oral dan pada setiap jam volume urin diukur.

III. DISKUSI DAN PEMBAHASAN


Sistem respirasi adalah sistem yang terdiri atas struktur yang dapat menyediakan
udara bagi tubuh dan dapat melakukan pertukaran dari oksigen (O2) menjadi
karbondioksida (CO2). Sistem respirasi dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur
maupun fungsi. Secara struktur terdapat sistem respirasi atas yang terdiri atas hidung,
rongga hidung, sinus, faring. Selain itu terdapat sistem respirasi bawah yang terdiri atas
laring, trakea, bronkus, dan paru-paru. Berdasarkan fungsi, sistem respirasi juga terbagi
atas dua bagian yakni: zona konduksi dan zona respirasi. Zona konduksi merupakan jalur
udara yang terdiri atas rongga nasal, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus besar.
Sedangkan divisi respirasi merupakan tempat terjadinya pertukaran udara yakni terdiri
atas bronkiolus respiratori yang terhubung dengan alveolus serta alveolus sacs.

Ventilasi pulmonari atau biasa disebut bernapas merupakan perpindahan udara atau
keluar sistem respirasi. Mekanisme pernapasan meliputi proses inspirasi atau inhalasi
serta ekspirasi atau ekshalasi. Proses inspirasi terjadi pada saat diafragma kontraksi
sehingga tulang rusuk mendatar, otot interkostalis kontraksi sehingga tulang rusuk
terangkat, paru-paru membesar sehingga tekanan di dalam menurun yang menyebabkan
udara dari luar dapat masuk ke dalam paru-paru. Proses ekspirasi terjadi pada saat
diafragma relaksasi sehingga tulang rusuk kembali ke posisi semula, otot interkostalis
relaksasi sehingga tulang rusuk turun, paru-paru mengecil sehingga tekanan di dalam
naik yang menyebabkan udara dari dalam paru-paru dapat keluar ke lingkungan.

Pada proses pernapasan, bunyi yang ditimbulkan dapat diperiksa dengan metode
auskultasi. Metode ini dilakukan dengan menggunakan stetoskop yang ditempelkan pada
area punggung sebab bunyi pernapasan lebih mudah didengar ketimbang ditempelkan
pada area dada. Hal ini disebabkan karena area dada terdapat lebih banyak komponen
yang dapat mengurangi jelasnya bunyi pernapasan seperti adanya lemak dan tulang
rusuk.

Sistem ekskresi merupakan sistem yang berfungsi dalam pengeluaran sisa-sisa zat
metabolisme yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh. Sistem eksresi mempunyai beberapa
fungsi penting dalam tubuh diantaranya adalah untuk mengekskresikan zat-zat sisa
metabolisme dalam tubuh dan untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.
Organ utama yang terlibat pada sistem eksresi adalah ginjal. Secara anatomi, ginjal
mempuyai karakteristik seperti berwarna merah kecokelatan, bentuk seperti kacang
merah, berat sekitar 150 gram, dan letak ginjal kiri sedikit lebih tinggi dibandingkan
ginjal kanan. Bagian-bagian dari anatomi ginjal terdiri dari renal korteks yaitu bagian
terluar ginjal, renal korteks, renal pyramid, renal sinus, renal papila sebagai saluran dari
ginjal ke ureter, ada minor kaliks, dan kumpulan minor kaliks disebut mayor kaliks, dan
kumpulan mayor kaliks disebut sebagai renal pelvis sebagai tempat penampungan urin
sementara sebelum disalurkan kedalam kandung kemih melalui ureter, hilum yang terdiri
atas renal arteri dan renal vena. Ginjal mempunyai nefron, yaitu unit satuan fungsional
terkecil pada ginjal. Fungsi nya adalah untuk filtrasi, reabsorbsi, dan ekskresi. Ada dua
bagian utama yang terdapat pada nefron yaitu renal korpuskel dan renal tubula. Renal
korpuskel sebagai tempat terjadinya proses filtrasi, sedangkan renal tubula sebagai
tempat terjadinya proses reabsorbsi dan ekskresi.
Uji aktivitas diuretik pada umumnya dilakukan untuk mengetahui adanya efek
diuretik dari suatu ekstrak tanaman tertentu. Dalam percobaan yang telah dilakukan,
pertama dilakukan perbandingan antara furosemide sebagai obat uji dan CMC-Na
sebagai kelompok kontrol yang tujuannya untuk melihat efektivitas dari obat diuretik jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil t-test menunjukan perbedaan yang tidak
signifikan antara keduanya. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang seharusnya, dimana
furosemide sebenarnya memiliki efek diuretik. Hasil yang tidak sesuai ini dimungkinkan
terjadi akibat obat yang tidak diberikan dengan prosedur yang baik, obat yang tidak
terdistribusi menyeluruh, ataupun instrument yang tidak tepat. Selanjutnya dilakukan
perbandingan antara CMC-Na dan ekstrak atau obat uji untuk melihat efektivitas diuretik
pada obat uji jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil t-test menunjukan
perbedaan yang tidak signifikan antara keduanya. Hal ini menunjukkan efek diuretik
pada obat uji tidak signifikan. Selanjutnya dilakukan perbandingan antara furosemid dan
ekstrak atau obat uji untuk melihat keberadaan efek diuretik pada obat uji yang belum
diketahui efikasinya. Hasil t-test menunjukkan hasil yang tidak berbeda signifikan. Hal
ini berarti efektivitas diuretic pada furosemide dan obat uji tidak berbeda signifikan.
Namun, sama seperti perbandingan uji yang pertama, hasil dari perbandingan ini
mungkin saja tidak akurat karena furosemide yang seharusnya memiliki efek diuretik
justru malah menunjukkan hasil yang sebaliknya. Banyak faktor yang dapat
memengaruhi hasil yang tidak akurat.
Prinsip penentuan urea adalah terdapatnya kristal urea dari hasil reaksi antara urea
dengan nitrat. Prinsip penentuan klorida adalah terbentuknya endapan putih AgCl2 dari
hasil reaksi antara garam dengan perak nitrat. Persamaan reaksinya adalah 2NaCl +
AgNO3 → Na2NO3 + AgCl2. Prinsip penentuan aseton adalah terbentuknya kompleks
warna ungu dari hasil reaksi antara aseton ataupun aldehid asetat dan asam diasetat
(badan keton) dengan natrium nitroprusida. Jika benar terdapat aseton, maka
kemungkinan besar orang yang urinnya diuji sedang mengalami gangguan ginjal, seperti
diabetes. Sedangkan jika terdapat badan keton, maka kemungkinan mengalami keto
asidosis diabetik. Pada kondisi tersebut, tubuh tidak dapat menghasilkan insulin yang
cukup untuk menyerap glukosa. Prinsip penentuan gula pereduksi adalah terbentuknya
endapan merah bata dari hasil reaksi antara pereaksi Fehling dengan urin sebagai tanda
positif adanya gula pereduksi. Adanya gula pereduksi mengindikasikan gangguan ginjal
pada tahap apa filtrasi ginjal. Contoh dari gula pereduksi antara lain glukosa
(mengandung aldehid) dan fruktosa. Prinsip penentuan albumin adalah perubahan urin
yang semakin keruh setelah ditambahkan asam asetat sebagai tanda positif adanya
albumin. Prinsip penentuan uji mikroskopik adalah identifikasi komponen-komponen
tertentu yang terdapat di urin seseorang, terutama kristal-kristal. Organoleptik urin terdiri
atas sampel urin memiliki karakteristik bewarna kuning pekat-kurang pekat, jernih,
memiliki bau amoniak, dan pH pada rentang 5-7.

Analisa urin dapat dilakukan secara kimiawi maupun mikroskopik. Terdapat


beberapa jenis analisa urin secara kimiawi, yakni meliputi pemeriksaan derajat keasaman
atau pH, berat jenis, serta penentuan keberadaan urea, ion klorida, aseton, gula pereduksi,
dan albumin. Pada urin normal, terdapat beberapa komponen yang terdeteksi ketika diuji
secara kimiawi yakni air, urea, asam urat, amoniak, asam fosfat, asam laktat, asam sulfat,
kreatinin, garam terlarut, dan zat yang berlebih dalam darah (Nugroho, dkk., 2019).
Komponen ini dapat bervariasi tergantung jenis makanan yang minuman yang
dikonsumsi oleh tiap individu.
Sentrifugasi adalah suatu metode yang menggunakan prinsip sedimentasi yang
digunakan untuk memisahkan substansi dengan kepadatan yang lebih besar dengan yang
lebih kecil. Sentrifugasi dilakukan untuk memeriksa keberadaan komponen yang
seharusnya tidak dapat ditemukan pada sedimen urin ketika diuji secara mikroskopik,
yakni eritrosit, leukosit, epitel, kristal, bakteri, jamur, silinder, dan sperma.
Proses pembentukan urin dilakukan dengan mekanisme filtrasi, reabsorpsi, dan
sekresi. Proses ini diawali dengan darah yang membawa air dan zat sisa metabolisme
mengalir memasuki ginjal. Lalu, terjadi filtrasi atau penyaringan dengan adanya tekanan
hidrostatik oleh aliran darah sehingga air, Na+, K+, Cl-, dan glukosa dapat menembus
kapiler glomerulus menuju kapsula Bowman dan menghasilkan urin primer. Selanjutnya,
urin primer memasuki tubulus kontortus proksimal dan terjadi reabsorpsi atau
penyerapan kembali air, elektrolit, glukosa, dan asam amino dengan adanya proses difusi
sehingga menghasilkan urin sekunder. Lalu, urin sekunder memasuki tubulus kontortus
distal dan terjadi sekresi atau penambahan zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh
tubuh ke dalam urin yakni urea, ion hidrogen, dan ion karbonat. Urin tersier kemudian
dialirkan ke kandung kemih menggunakan ureter dan akan dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui uretra ketika kandung kemih sudah cukup penuh.
Gangguan fungsi pada ginjal terjadi ketika ginjal mengalami kerusakan sehingga
tidak dapat menyaring darah seperti biasanya. Gangguan ginjal ini meliputi gagal ginjal,
batu ginjal (nefrolitiasis), dan hipertensi. Efek yang ditimbulkan oleh gangguan ginjal ini
akan berujung pada penumpukan cairan dan racun di dalam tubuh sehingga para
penderita dapat mengalami pembengkakan pada pergelangan kaki, susah tidur, sesak
napas, tubuh melemah, muntah-muntah, hingga dapat menyebabkan kematian.
Gangguan pada ginjal dapat ditangani dengan obat diuretik. Obat diuretik ini dibagi
menjadi lima golongan berdasarkan mekanisme kerjanya, yakni diuretik loop, diuretik
osmotik, diuretik hemat kalium, thiazide, dan penghambat karbonat anhidrase. Pada
percobaan kali ini, digunakan furosemide sebagai diuretik. Selain furosemide, terdapat
hydrochlorothiazide dari golongan thiazide, amiloride dari golongan diuretik hemat
kalium, dan lain-lain. Untuk furosemide, obat diuretik yang berasal dari golongan
diuretik loop ini bekerja dengan menghambat kotransporter Na+/K+/Cl- pada membran
luminal tubulus dan meningkatkan ekskresi magnesium dan kalsium sehingga volume
urin meningkat.. Furosemide ini dapat menimbulkan efek samping bagi para
penggunanya seperti pusing, vertigo, mual dan muntah, diare, penglihatan buram serta
sembelit.
Adapun thiazide sebagai obat diuretik ini yang meliputi hydrochlorothiazide,
chlorothiazide, hydroflumethiazide, indapamide, dan metolazone. Golongan obat ini
bekerja dengan menghambat rearbsorbsi NaCl dari epitel sel yang ada pada tubulus
kontrotus, dengan menghambat NaCl di transporter NCC. Mekinsme ini mempengaruhi
rearbsorbsi Ca juga. Rearbsorbsi Ca ini akan meningkat sehingga, obat ini memiliki efek
samping ayng salaha satunya adalah menyebabkan penggunanya mendertia
hiperkalsemia. Efek samping lainnya dari obat ini ialah gagal jantung, reaksi alergi,
hiponatrium, hiperurisemia, dan metabolik hipokalemik.

Selain thiazid, diuretik osmosis juga dapat menjadi pilihan. Golongan obat ini
meliputi manitol dan gliserin. Obat ini bekerja pada tubulus proksimal hingga lengkung
henle yang menrun (ascending limb). Area ini merupakan area yang permeabel terhadap
air, namun dengan penambahan manitol atau gliserin, proses ini menjadi tidak ada, air
tidak bisa di absorbsi, sehingga air ayng ada cenderung akan diekskresikan. Hal ini akan
mengurangi waktu kontak pada tubular, sehingga akan mengurangi efek natrium. Namun
sayangnya, karena efek diuresis dari obat ini lebih dominan dibanding dengan efek
natriuresisnya, dengan pengonsumsian obat ini dikhawatirkan pasiena kan mengalami
dehidrasi dan atau hipernatremia. Juga efek samping lainnya adalah pasien dikhawatirkan
mengalami hiperkalemia.
Potasium sparring atau diuretik hemat kalium juga merupakan salah satu obat
diuretik. Obat ini dikenal juga dengan aldosterona ntagonis pada penyakit hipertensi.
Obat ini bekerja pada uniport, yang langsung terlibat dengan natriumnya yakni channel
ENaC. Obat ini akan menghambat absorbsi natrium di tubulus pengumpul. Golongan
obat yang bekerja dengan mekanisme seperti ini diantaranya amiloride dan trriamtrene.
Adapun yang bekera dengan berikatan pada reseptor mineralokortikoid berikatan dengan
reseptor antogonis secara langsung dimana hal ini akan menyebabkan absorbsi natrium
tidak terjadi. Golongan obat yang bekerja dengan mekanisme tersebut adalah
spironolakton dan eplerenon. Efek samping dari diuretik hemat kalium ini ialah,
hiperkalemia, metabolik hiperklorremik, gagal ginjal akut, dan batu ginjal.

Terakhir, obat diuretik lainnya ialah inhibitor karbonik anhidrase. Obat ini bekerja
pada tubulus proksimal. Obat ini menekan langsung rearbsorbsi HCO3, yang akhirnya
akan menekan NaHCO3 dari tubulus proksimal. Golongan obat dengan mekanisme kerja
seperti ini ialah acetazolamide, dichlorphenamide, dan methazolamide. Adpun efekb
sampingnya diantaranya pasien dikhawatirkan mengalami metabolik asidosis
hiperkloremik, batu ginjal, serta bisa juga terjadi toksisitas pada sistem syaraf pada pasien
pengguna obat ini secara akumulatif yang mengidap gagal ginjal.
Sebelumnya dibahas pulan tentang respirasi, yang rasanya sangat erat kaitannya
dengan pandemi yang sekarang sedang merebak ini, yakni COVID-19. Kaitan ini bukan
tanpa sebab. Hal ini karena COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 ini
lebih cenderung untuk menempel pada reseptor ACE 2 yang mana merupaka reseptor
yang ada pada sel epitel di banyakk organ pada manusia, termasuk pada paru-paru.
reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) yang ditemukan pada traktus
respiratorius bawah manusia dan enterosit usus kecil sebagai reseptor masuk.
Glikoprotein spike (S) virus melekat pada reseptor ACE2 pada permukaan sel manusia.
Ketika virus berhasil menginfeksi, sinyal ini akan segera di tangkap dan di respon oleh
sistem imun kita, sehingga sistem imun akan mendatangkan “tentara”nya untuk menuju
ke pusat gangguan yang pada kasus ini ialah di paru-paru. Reaksi sistem imun ini
menyebabkan paru seperti oleh terisi oleh cairan yang mengandung banyak sel
pertahanan tubuh ini. Hal ini lah yang menyebabkan bahwa COVID-19 ini erat kaitannya
dengan respirasi. “cairan” pada paru tadi ini lah yang menyebabkan penderita merasa
kesulitan untuk bernafas.
Dikarenakan belum ada obat yang dapat mengatasi penyakit ini, pengobatan yang
berlaku saat ini hanyalah obat yang bersifat preventif dan pengobatan yang dilakukan
hanya untuk mengurangi keparahan dari efek yang ditimbulkan atau menccegah
terjadinya komplikasi.

IV. KESIMPULAN
1. Perbandingan antara ekspansi lingkar dada pada daerah xyphoid saat pernapasan
normal lebih besar dibandingkan ekspansi lingkar dada pada daerah aksila,
sedangkan ekspansi pada saat pernapasan kuat pada daerah xyphoid maupun aksila
memiliki hasil yang sama.
2. Pengecekan bunyi penapasan menggunakan alat stetoskop ditujukan untuk
mendeteksi adanya suara rales/cackling, rhonchi/stretor, stridor, maupun wheezing
yang menunjukkan ketidaknormalan fungsi system respirasi.
3. Volume Inspirasi Cadangan yang didapatkan dari hasil percobaan memiliki nilai
552,381 mL yang mana hal ini jauh di bawah nilai normal rata-rata volume inspirasi
cadangan yang bernilai 3100 mL pada pria dan 1900 mL pada wanita.
4. Sistem ekskresi tikus terdiri atas ginjal kiri dan ginjal kanan, ureter, kandung kemih,
serta urethra.
5. Urin yang normal memiliki karakteristik berwarna kuning jernih, pH 4.5-8, berbau
amoniak, mengandung kristal urea dan klorida, serta tidak mengandung badan keton/
aseton, gula pereduksi, maupun albumin.
6. Berdasarkan uji yang telah dilakukan, tidak terdapat perbedaan aktivitas diuretik
yang signifikan antara obat uji dengan furosemide, obat uji dengan kontrol, maupun
furosemide dengan kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Guo Y-R, Cao Q-D, Hong Z-S, Tan Y-Y, Chen S-D, & Jin H-J. (2020). The origin,
transmission and clinical therapies on virus corona disease 2019 (COVID-19)
outbreak - an update on the status. Mil Med Res, 7(1), 11.
Martini, Frederic H., Nath, Judi L. (2012). Fundamentals of Anatomy & Physiology (9th ed.).
Boston: Pearson Education, Inc. Hal 835-836, 854, 980.
Nugroho, B. S., Rahayu, M., & Hardisari, R. R. N. R. (2019). Pengaruh Penundaan
Pemeriksaan terhadap Kadar Darah dalam Urine. Yogyakarta: Poltekkes Kemenkes.
Sahin AR. (2020). Novel Virus corona (COVID-19) Outbreak: A Review of the Current
Literature. Eurasian J Med Investig, 4(1), 1-7.
Tortora, G., & Derrickson, B. (2012). Principles of Anatomy and Physiology (13th ed.).
United States of America: John Wiley & Sons, Inc. Hal 875.

LAMPIRAN

Gambar 1. Struktur anatomi ginjal


Tabel 1. Pengukuran Lingkar Dada
Inhalas Ekspansi Ekspansi
Inhalas Ekshalas Ekshalas
N Paramete i Pernapasa Pernapasa
i Kuat i Normal i Kuat
o r Normal n normal n Kuat
(cm) (cm) (cm)
(cm) (cm) (cm)
Keliling
1 36 38 36 36 0 2
aksila
Keliling
2 37 35 36 37 1 2
xifoid

Tabel 2. Kapasitas Vital Paru-Paru

Jenis Volume Rata-Rata Volume (mL)

VEC 828,571
VT 416,667

KV 1797,619

𝑉𝐼𝐶 = 𝐾𝑉 − (𝑉𝐸𝐶 + 𝑉𝑇)


VIC
= 1796,619 − (828,571 + 416,667) = 552,381

Tabel 3. Hasil Urinalisis pada Urin Normal

Karakteristik Urin Hasil


Warna Sampel urin berwarna kuning jernih
pH Sampel urin memiliki pH 4.5-8
Bau Sampel urin memiliki bau amoniak
Urea Sampel urin mengandung kristal urea
Ion Klorida Sampel urin mengandung klorida
Badan Aseton/Keton Sampel urin tidak mengandung badan aseton/keton
Gula Pereduksi Sampel urin tidak mengandung gula pereduksi
Albumin Sampel urin tidak mengandung albumin

Tabel 4. Pengujian Aktivitas Diuretik

Volume Urin (mL)


Waktu
CMC-Na Furosemid Ekstrak
Jam ke-1 0.14 0.16 0.23
Jam ke-2 0.23 0.25 0.25
Jam ke-3 0.36 0.56 0.32
Jam ke-4 0.74 0.97 0.45
Jam ke-6 1.32 1.5 1.2
Jam ke-24 3.51 4.42 3.81

t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances


CMC-Na dan Furosemid
Variable 1 Variable 2
Mean 1.05 1.31
Variance 1.63944 2.56648
Observations 6 6
Pooled Variance 2.10296
Hypothesized Mean
0
Difference
df 10
t Stat -0.31054
P(T<=t) one-tail 0.381263
t Critical one-tail 1.812461
P(T<=t) two-tail 0.762526
t Critical two-tail 2.228139

t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances


CMC-Na dan Ekstrak
Variable 1 Variable 2
Mean 1.05 1.043333
Variance 1.63944 1.969027
Observations 6 6
Pooled Variance 1.804233
Hypothesized Mean
0
Difference
df 10
t Stat 0.008597
P(T<=t) one-tail 0.496655
t Critical one-tail 1.812461
P(T<=t) two-tail 0.99331
t Critical two-tail 2.228139

t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances


Furosemid dan Ekstrak
Variable 1 Variable 2
Mean 1.31 1.04333
Variance 2.56648 1.96903
Observations 6 6
Pooled Variance 2.267753
Hypothesized Mean
0
Difference
df 10
t Stat 0.306712
P(T<=t) one-tail 0.382677
t Critical one-tail 1.812461
P(T<=t) two-tail 0.765354
t Critical two-tail 2.228139

Anda mungkin juga menyukai