FA2241
Praktikum 5
Sistem Respirasi dan Sistem Ekskresi
Kelompok 2
11619006 Fakhri Dhiya Hidayat
11619013 Maureen Stefani Valentina
11619020 Alfina Mithwa Anisa
11619028 Muhammad Ricko Nugroho
11619035 Safira Santosa
11619042 Edwin Evryandi Gultom
II. METODE
2.1.Struktur Dasar dan Fisiologi Sistem Respirasi
a. Pengukuran dada (lingkar thoraks)
Seorang rekan diminta untuk melakukan inspirasi biasa, ekspirasi biasa, inspirasi
kuat, dan ekspirasi kuat. Dalam setiap mekanisme pernapasan, keliling pada daerah
aksila dan xyphoid diukur menggunakan alat pengukur. Kemudian hasil dicatat.
b. Bunyi pernapasan
Stetoskop ditempatkan pada beberapa posisi di punggung, kemudian bunyi
pernapasan dari setiap orang didengarkan. Dilakukan identifikasi kekuatan dan
bunyi pernapasan serta dihitung frekuensi per menit.
2.3.Analisa Urin
2.3.1. Analisis sampel urin
Sebanyak 100 mL sampel urin diambil dan dikumpulkan dari mahasiswa yang sehat,
kemudian dilakukan pengamatan pada beberapa parameter.
a. Penentuan urea
Dua tetes urin diambil dan ditempatkan pada kaca objek yang bersih, pada urin
ditambahkan asam nitrat kemudian dipanaskan sampai campuran menjadi kering
tapi tidak mendidih. Setelah kering, campuran didinginkan kemudian diamati
adanya rhombus atau heksagonal yang menunjukan adanya kristal urea nitrat.
b. Penentuan klorida
Sebanyak 5 mL urin ditempatkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
beberapa tetes AgNO3. Kemudian dilakukan pengamatan adanya endapan putih
(AgCl) yang menunjukkan klorida positif.
c. Penentuan acetone
Sebanyak 2-3 mL urin dibasakan dengan larutan NaOH atau KOH kemudian
ditambahkan beberapa tetes natrium-nitroprusida dan dikocok dengan benar.
Setelah itu ditambahkan beberapa tetes asam asetat pekat kemudian dikocok.
Lalu dilakukan pengamatan adanya perubahan warna menjadi ungu yang
menunjukan adanya aseton dalam urin atau warna merah yang menunjukkan
adanya alcohol, aldehid asetat, dan asam diasetat (badan keton).
e. Penetapan albumin
Urin dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak ¼ atau 1/5 bagian tabung.
Dilakukan pemanasan dan diamati perubahannya. Kemudian ditambahkan 2-3
tetes campuran asam asetat-air (1:1) dan dikocok. Terakhir, dilakukan
pengamatan adanya endapan atau kekeruhan yang menunjukkan adanya albumin
dalam urin.
Ventilasi pulmonari atau biasa disebut bernapas merupakan perpindahan udara atau
keluar sistem respirasi. Mekanisme pernapasan meliputi proses inspirasi atau inhalasi
serta ekspirasi atau ekshalasi. Proses inspirasi terjadi pada saat diafragma kontraksi
sehingga tulang rusuk mendatar, otot interkostalis kontraksi sehingga tulang rusuk
terangkat, paru-paru membesar sehingga tekanan di dalam menurun yang menyebabkan
udara dari luar dapat masuk ke dalam paru-paru. Proses ekspirasi terjadi pada saat
diafragma relaksasi sehingga tulang rusuk kembali ke posisi semula, otot interkostalis
relaksasi sehingga tulang rusuk turun, paru-paru mengecil sehingga tekanan di dalam
naik yang menyebabkan udara dari dalam paru-paru dapat keluar ke lingkungan.
Pada proses pernapasan, bunyi yang ditimbulkan dapat diperiksa dengan metode
auskultasi. Metode ini dilakukan dengan menggunakan stetoskop yang ditempelkan pada
area punggung sebab bunyi pernapasan lebih mudah didengar ketimbang ditempelkan
pada area dada. Hal ini disebabkan karena area dada terdapat lebih banyak komponen
yang dapat mengurangi jelasnya bunyi pernapasan seperti adanya lemak dan tulang
rusuk.
Sistem ekskresi merupakan sistem yang berfungsi dalam pengeluaran sisa-sisa zat
metabolisme yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh. Sistem eksresi mempunyai beberapa
fungsi penting dalam tubuh diantaranya adalah untuk mengekskresikan zat-zat sisa
metabolisme dalam tubuh dan untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.
Organ utama yang terlibat pada sistem eksresi adalah ginjal. Secara anatomi, ginjal
mempuyai karakteristik seperti berwarna merah kecokelatan, bentuk seperti kacang
merah, berat sekitar 150 gram, dan letak ginjal kiri sedikit lebih tinggi dibandingkan
ginjal kanan. Bagian-bagian dari anatomi ginjal terdiri dari renal korteks yaitu bagian
terluar ginjal, renal korteks, renal pyramid, renal sinus, renal papila sebagai saluran dari
ginjal ke ureter, ada minor kaliks, dan kumpulan minor kaliks disebut mayor kaliks, dan
kumpulan mayor kaliks disebut sebagai renal pelvis sebagai tempat penampungan urin
sementara sebelum disalurkan kedalam kandung kemih melalui ureter, hilum yang terdiri
atas renal arteri dan renal vena. Ginjal mempunyai nefron, yaitu unit satuan fungsional
terkecil pada ginjal. Fungsi nya adalah untuk filtrasi, reabsorbsi, dan ekskresi. Ada dua
bagian utama yang terdapat pada nefron yaitu renal korpuskel dan renal tubula. Renal
korpuskel sebagai tempat terjadinya proses filtrasi, sedangkan renal tubula sebagai
tempat terjadinya proses reabsorbsi dan ekskresi.
Uji aktivitas diuretik pada umumnya dilakukan untuk mengetahui adanya efek
diuretik dari suatu ekstrak tanaman tertentu. Dalam percobaan yang telah dilakukan,
pertama dilakukan perbandingan antara furosemide sebagai obat uji dan CMC-Na
sebagai kelompok kontrol yang tujuannya untuk melihat efektivitas dari obat diuretik jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil t-test menunjukan perbedaan yang tidak
signifikan antara keduanya. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang seharusnya, dimana
furosemide sebenarnya memiliki efek diuretik. Hasil yang tidak sesuai ini dimungkinkan
terjadi akibat obat yang tidak diberikan dengan prosedur yang baik, obat yang tidak
terdistribusi menyeluruh, ataupun instrument yang tidak tepat. Selanjutnya dilakukan
perbandingan antara CMC-Na dan ekstrak atau obat uji untuk melihat efektivitas diuretik
pada obat uji jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil t-test menunjukan
perbedaan yang tidak signifikan antara keduanya. Hal ini menunjukkan efek diuretik
pada obat uji tidak signifikan. Selanjutnya dilakukan perbandingan antara furosemid dan
ekstrak atau obat uji untuk melihat keberadaan efek diuretik pada obat uji yang belum
diketahui efikasinya. Hasil t-test menunjukkan hasil yang tidak berbeda signifikan. Hal
ini berarti efektivitas diuretic pada furosemide dan obat uji tidak berbeda signifikan.
Namun, sama seperti perbandingan uji yang pertama, hasil dari perbandingan ini
mungkin saja tidak akurat karena furosemide yang seharusnya memiliki efek diuretik
justru malah menunjukkan hasil yang sebaliknya. Banyak faktor yang dapat
memengaruhi hasil yang tidak akurat.
Prinsip penentuan urea adalah terdapatnya kristal urea dari hasil reaksi antara urea
dengan nitrat. Prinsip penentuan klorida adalah terbentuknya endapan putih AgCl2 dari
hasil reaksi antara garam dengan perak nitrat. Persamaan reaksinya adalah 2NaCl +
AgNO3 → Na2NO3 + AgCl2. Prinsip penentuan aseton adalah terbentuknya kompleks
warna ungu dari hasil reaksi antara aseton ataupun aldehid asetat dan asam diasetat
(badan keton) dengan natrium nitroprusida. Jika benar terdapat aseton, maka
kemungkinan besar orang yang urinnya diuji sedang mengalami gangguan ginjal, seperti
diabetes. Sedangkan jika terdapat badan keton, maka kemungkinan mengalami keto
asidosis diabetik. Pada kondisi tersebut, tubuh tidak dapat menghasilkan insulin yang
cukup untuk menyerap glukosa. Prinsip penentuan gula pereduksi adalah terbentuknya
endapan merah bata dari hasil reaksi antara pereaksi Fehling dengan urin sebagai tanda
positif adanya gula pereduksi. Adanya gula pereduksi mengindikasikan gangguan ginjal
pada tahap apa filtrasi ginjal. Contoh dari gula pereduksi antara lain glukosa
(mengandung aldehid) dan fruktosa. Prinsip penentuan albumin adalah perubahan urin
yang semakin keruh setelah ditambahkan asam asetat sebagai tanda positif adanya
albumin. Prinsip penentuan uji mikroskopik adalah identifikasi komponen-komponen
tertentu yang terdapat di urin seseorang, terutama kristal-kristal. Organoleptik urin terdiri
atas sampel urin memiliki karakteristik bewarna kuning pekat-kurang pekat, jernih,
memiliki bau amoniak, dan pH pada rentang 5-7.
Selain thiazid, diuretik osmosis juga dapat menjadi pilihan. Golongan obat ini
meliputi manitol dan gliserin. Obat ini bekerja pada tubulus proksimal hingga lengkung
henle yang menrun (ascending limb). Area ini merupakan area yang permeabel terhadap
air, namun dengan penambahan manitol atau gliserin, proses ini menjadi tidak ada, air
tidak bisa di absorbsi, sehingga air ayng ada cenderung akan diekskresikan. Hal ini akan
mengurangi waktu kontak pada tubular, sehingga akan mengurangi efek natrium. Namun
sayangnya, karena efek diuresis dari obat ini lebih dominan dibanding dengan efek
natriuresisnya, dengan pengonsumsian obat ini dikhawatirkan pasiena kan mengalami
dehidrasi dan atau hipernatremia. Juga efek samping lainnya adalah pasien dikhawatirkan
mengalami hiperkalemia.
Potasium sparring atau diuretik hemat kalium juga merupakan salah satu obat
diuretik. Obat ini dikenal juga dengan aldosterona ntagonis pada penyakit hipertensi.
Obat ini bekerja pada uniport, yang langsung terlibat dengan natriumnya yakni channel
ENaC. Obat ini akan menghambat absorbsi natrium di tubulus pengumpul. Golongan
obat yang bekerja dengan mekanisme seperti ini diantaranya amiloride dan trriamtrene.
Adapun yang bekera dengan berikatan pada reseptor mineralokortikoid berikatan dengan
reseptor antogonis secara langsung dimana hal ini akan menyebabkan absorbsi natrium
tidak terjadi. Golongan obat yang bekerja dengan mekanisme tersebut adalah
spironolakton dan eplerenon. Efek samping dari diuretik hemat kalium ini ialah,
hiperkalemia, metabolik hiperklorremik, gagal ginjal akut, dan batu ginjal.
Terakhir, obat diuretik lainnya ialah inhibitor karbonik anhidrase. Obat ini bekerja
pada tubulus proksimal. Obat ini menekan langsung rearbsorbsi HCO3, yang akhirnya
akan menekan NaHCO3 dari tubulus proksimal. Golongan obat dengan mekanisme kerja
seperti ini ialah acetazolamide, dichlorphenamide, dan methazolamide. Adpun efekb
sampingnya diantaranya pasien dikhawatirkan mengalami metabolik asidosis
hiperkloremik, batu ginjal, serta bisa juga terjadi toksisitas pada sistem syaraf pada pasien
pengguna obat ini secara akumulatif yang mengidap gagal ginjal.
Sebelumnya dibahas pulan tentang respirasi, yang rasanya sangat erat kaitannya
dengan pandemi yang sekarang sedang merebak ini, yakni COVID-19. Kaitan ini bukan
tanpa sebab. Hal ini karena COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 ini
lebih cenderung untuk menempel pada reseptor ACE 2 yang mana merupaka reseptor
yang ada pada sel epitel di banyakk organ pada manusia, termasuk pada paru-paru.
reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) yang ditemukan pada traktus
respiratorius bawah manusia dan enterosit usus kecil sebagai reseptor masuk.
Glikoprotein spike (S) virus melekat pada reseptor ACE2 pada permukaan sel manusia.
Ketika virus berhasil menginfeksi, sinyal ini akan segera di tangkap dan di respon oleh
sistem imun kita, sehingga sistem imun akan mendatangkan “tentara”nya untuk menuju
ke pusat gangguan yang pada kasus ini ialah di paru-paru. Reaksi sistem imun ini
menyebabkan paru seperti oleh terisi oleh cairan yang mengandung banyak sel
pertahanan tubuh ini. Hal ini lah yang menyebabkan bahwa COVID-19 ini erat kaitannya
dengan respirasi. “cairan” pada paru tadi ini lah yang menyebabkan penderita merasa
kesulitan untuk bernafas.
Dikarenakan belum ada obat yang dapat mengatasi penyakit ini, pengobatan yang
berlaku saat ini hanyalah obat yang bersifat preventif dan pengobatan yang dilakukan
hanya untuk mengurangi keparahan dari efek yang ditimbulkan atau menccegah
terjadinya komplikasi.
IV. KESIMPULAN
1. Perbandingan antara ekspansi lingkar dada pada daerah xyphoid saat pernapasan
normal lebih besar dibandingkan ekspansi lingkar dada pada daerah aksila,
sedangkan ekspansi pada saat pernapasan kuat pada daerah xyphoid maupun aksila
memiliki hasil yang sama.
2. Pengecekan bunyi penapasan menggunakan alat stetoskop ditujukan untuk
mendeteksi adanya suara rales/cackling, rhonchi/stretor, stridor, maupun wheezing
yang menunjukkan ketidaknormalan fungsi system respirasi.
3. Volume Inspirasi Cadangan yang didapatkan dari hasil percobaan memiliki nilai
552,381 mL yang mana hal ini jauh di bawah nilai normal rata-rata volume inspirasi
cadangan yang bernilai 3100 mL pada pria dan 1900 mL pada wanita.
4. Sistem ekskresi tikus terdiri atas ginjal kiri dan ginjal kanan, ureter, kandung kemih,
serta urethra.
5. Urin yang normal memiliki karakteristik berwarna kuning jernih, pH 4.5-8, berbau
amoniak, mengandung kristal urea dan klorida, serta tidak mengandung badan keton/
aseton, gula pereduksi, maupun albumin.
6. Berdasarkan uji yang telah dilakukan, tidak terdapat perbedaan aktivitas diuretik
yang signifikan antara obat uji dengan furosemide, obat uji dengan kontrol, maupun
furosemide dengan kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Guo Y-R, Cao Q-D, Hong Z-S, Tan Y-Y, Chen S-D, & Jin H-J. (2020). The origin,
transmission and clinical therapies on virus corona disease 2019 (COVID-19)
outbreak - an update on the status. Mil Med Res, 7(1), 11.
Martini, Frederic H., Nath, Judi L. (2012). Fundamentals of Anatomy & Physiology (9th ed.).
Boston: Pearson Education, Inc. Hal 835-836, 854, 980.
Nugroho, B. S., Rahayu, M., & Hardisari, R. R. N. R. (2019). Pengaruh Penundaan
Pemeriksaan terhadap Kadar Darah dalam Urine. Yogyakarta: Poltekkes Kemenkes.
Sahin AR. (2020). Novel Virus corona (COVID-19) Outbreak: A Review of the Current
Literature. Eurasian J Med Investig, 4(1), 1-7.
Tortora, G., & Derrickson, B. (2012). Principles of Anatomy and Physiology (13th ed.).
United States of America: John Wiley & Sons, Inc. Hal 875.
LAMPIRAN
VEC 828,571
VT 416,667
KV 1797,619