Anda di halaman 1dari 4

D.

Membangun kepribadian mahasiswa yang berjiwa pemimpin, taat hukum, sehat, kreatif, dan
adaptif sesuai konsep manusia Hindu.
1. MahasiswaHinduBerjiwaPemimpindanTaatHukum
Untuk mencapai suatu kesuksesan, sangat dibutuhkan adanya kerjasama dan rasa saling
membutuhkan antara pemimpin dan bawahan atau anggotanya. Di dalam kitab Nīti Śāstra Bab I
úloka 10, kondisi ini ibarat singa dan hutan, yakni sebagai berikut:
“Singa adalah penjaga hutan. Hutan pun selalu melindungi singa, singa dan hutan harus selalu saling
melindungi dan bekerjasama. Bila tidak atau berselisih, maka hutan akan hancur dirusak manusia,
pohon-pohonnya akan habis dan gundul ditebang, hal ini membuat singa kehilangan tempat
bersembunyi,sehingga ia bermukim di jurang atau di lapangan yang akhirnya musnah diburu dan
diserang manusia”
Hendaknya para pemimpin meniru hubungan antara ‘singa dan hutan’ ini agar sukses mencapai
tujuan yang diinginkan. Pemimpin akan sukses oleh dukungan bawahannya begitu pula sebaliknya.
Nīti Śāstra memuat kriteria kepemimpinan sebagai berikut:
1) Ābhikāmika, pemimpin harus tampil simpatik, berorientasi ke bawah dan mengutamakan
kepentingan rakyat banyak daripada kepentingan pribadi atau golongannya.
2) Prajña, pemimpin harus bersikap arif dan bijaksana dan menguasai ilmu pengetahuan, teknologi,
agama serta dapat dijadikan panutan bagi rakyatnya.
3) Utsaha, pemimpin harus proaktif, berinisiatif, kreatif, dan inovatif (pelopor pembaharuan) serta
rela mengabdi tanpa pamrih untuk kesejahteraan rakyat.
4) Ātma sampad, pemimpin mempunyai kepribadian: berintegritas tinggi, moral yang luhur serta
objektif dan mempunyai wawasan yang jauh ke masa depan demi kemajuan bangsanya.
5) Sakya samanta, pemimpin sebagai fungsi kontrol mampu mengawasi bawahan (efektif, efisien dan
ekonomis) dan berani menindak secara adil bagi yang bersalah tanpa pilih kasih atau tegas
6) Aksudara pari sakta, pemimpin harus akomodatif, mampu memadukan perbedaan dengan
permusyawaratan dan pandai berdiplomasi, menyerap aspirasi bawahan dan rakyatnya.

Hubungan antara Negara dengan warga Negara, dalam ajaran agama Hindu disebut dengan istilah
Dharma Negara. Artinya bahwa umat Hindu di Indonesia melalui pendekatan Dharma Negara ikut
berperan, mempertahankan, mengisi kemerdekaan serta memikul tanggung jawab masa depan
bangsa dan bernegara Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Agama Hindu adalah salah
satu agama yang diakui keberadaannya di Indonesia disamping agama Islam, Katholik, Protestan,
Buddha dan Konghucu.
Dalam masalah hubungan antara Negara dengan umat beragama Hindu selaku warga Negara, telah
ada pedoman yang diatur dalam salah satu ajaran Catur Guru Bhakti yaitu:
1. Bhakti kepada Guru Swadhyaya yaitu Sang Hyang Widhi Wasa.
2. Bhakti kepada Guru Pengajian yaitu guru di Perguruan Tinggi.
3. Bhakti kepada Guru Rupaka yaitu orang tua dirumah.
4. Bhakti kepada guru Wisesa yaitu Negara dan pemerintah.
Dalam ajaran Hindu membayar pajak memang dimaksudkan sebagai hubungan timbal balik yaitu
balas jasa rakyat kepada para ksatria (raja) atas jaminan keamanan atau perlindungan yang diberikan
oleh raja. Dalam Manawa Dharma Sastra X, 118 dinyatakan:
“seorang ksatria (raja atau petugas-petugas pemerintahan) yang dalam keadaan susah mengambil
seperempat dari hasil panen dinyatakan bebas dari kesalahan, kalau ia melindungi rakyatnya dengan
sebaik-baiknya menurut kemampuannya”
Dalam ayat tersebut raja atau negara dibenarkan memungut pajak asal memberikan perlindungan
kepada rakyatnya. Dalam pandangan agama Hindu, keberadaan suatu negara harus didukung oleh
tujuh unsur pokok yakni: Swamin (raja), Amatya (Staf), Janapada/Rashtra (Wilayah), Durga
(Benteng), Kosha (Perbendaharaan), Danda/Bala (tentara), dan Mitra (Sekutu). Tujuh komponen
negara tersebut bertugas menyelenggarakan pemerintahan agar tercapai cita-cita jagaddhita dan
moksa.
Sebagaimana dijelaskan dalam Manawa Dharma Sastra VIII, 419 sebagai berikut:
“Hendaknya ia (raja) selalu mengawasi pekerjaan yang telah dikerjakan (oleh para
Vaisya/pengusaha), binatang-binatang bebannya dan kuda, pajak-pajak yang terkumpul, dan
pengeluaran-pengaluaran, pertambangan-pertambangan dan perbendaharaannya”
Ayat ini menjelaskan tugas Vaisya yang berhubungan langsung dengan pengelolaan sektor ekonomi,
termasuk melaksanakan membayar pajak.

2. TantanganDharmaAgamadanDharmaNegara
Tantangan yang dihadapi oleh masyarakat Bali dalam pengrealisasian Dharma Agama dan Dharma
Negara di Zaman yang oleh banyak pihak disebut sebagai era globalisasi, secara garis besar adalah:
a. Menyadari kepada masyarakat agar tetap berporos dan atau kembali kepada konsepsi swadharma
kehidupan, sehingga tidak mudah terjebak untuk melakukan perilaku menyimpang dari etika
kehidupan keagamaan.
b. Masyarakat Hindu harus meningkatkan kemampuan dirinya untuk mendidik diri sendiri, dalam
pemahaman dan penghayatan Dharma Agama dan Dharma Negara untuk bertujuan kerahayuan, diri
sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara bahkan alam semesta.
c. Melalui konsepsi: Utpati (penciptaan), Stiti (pelestarian) dan Pralina (peleburan), masyarakat
Hindu tidak hanya sadar, tetapi menjadi yakin bahwa fenomena perubahan dalam masyarakat
adalah cirri alamiah diri manusia, alam dan masyarakat itu sendiri, sehingga selalu siap untuk
menerima perubahan itu sendiri.

3. MahasiswaHinduMemilikiJiwadanRagayangSehat
Kesehatan bisa dikatakan sebagai komponen utama bagi mahasiswa untuk bisa terus melaksanakan
aktivitasnya. Meditasi adalah sebuah sebuah proses yang terjadi di tempat yang melampaui wilayah
indra. Meditasi berasal dari kata latin “meditari” yang berakar pada kata latin “mederi” yang artinya
menyembuhkan (to Heal). Jadi meditasi adalah “ilmu pengetahuan mengenai penyembuhan” –ilmu
penyembuhan semua penyakit tubuh dan mental. Meditasi apapun yang dilakukan oleh para
meditator, sebenarnya memiliki manfaat yang sama yaitu untuk mencapai kestabilan emosi yang
menyebabkan ketenangan di dalam menjalani kehidupan.dalam kurun waktu tahun 1967-1971,
banyak percobaan yang dilakukan untuk mempelajari pikiran yang dituntun Universitas
Chulalongkorn. Adapun dalam percobaan di universitas tersebut, sering dipergunakan tanaman-
tanaman sebagai bahan percobaan. Pada suatu hari diketemukan bahwa salah satu tanaman
menjadi layu dan mati, diperkirakan bahwa beberapa mahasiswa telah menyebabkan terjadinya
kejadian tersebut.
Terkait dengan meditasi yang ada di seluruh dunia,meditasi Raja Yoga mengajarkan tentang
bagaimana kita hidup saling mengasihi dan menyayangi setiap makhluk yang tumbuh di dunia ini.
Damana meditasi Raja Yoga memiliki tujuan yang sangat positif yaitu guna meningkatkan kecerdasan
spiritual (SQ), dan juga dapat meningkatkan kesaadaran manusia ke tingkat kesucian dan kesatuan
dengan cara mengarahkan spiritualitas berdasarkan pada pikiran jyang positif. Melalui medutasi Raja
Yoga secara mendalam maka seseorang akan dapat meningkatkan taraf keyakinan (Sradha) terhadap
Tuhan, status sosial, serta identitas dirinya sebagai penekun meditasi.
Menjaga kebersihan, kesehatan dan kesucian badan dalam ajaran Yoga Sutra Patanjali disebut
sebagai sauca. Sauca artinya suci lahir batin melalui kebersihan dan kesehatan badan serta kesucian
batin. Oleh karena kebersihan pangkal kesehatan, maka kesehatan badan dapat mempengaruhi
kesucian jiwa. Demikian pula kesucian jiwa dapat mempengaruhi kesehatan jasmani.
Upaya menjaga kesehatan atau keseimbangan panca mahabutha dalam tubuh menurut Ayur Veda
dilakukan dengan tiga hal, yaitu:
Pertama: dengan menjaga makanan (Ahara). Tidak sembarang makanan baik untuk kesehatan.
Makanan yang baik dan bermanfaat untuk badan disebut sebagai Satvika Ahara. Makanan yang
usang, hilang rasa, busuk, berbau, bekas/ sisa-sisa dan tidak bersih adalah makanan yang sangat
buruk. Kesimpulannya, makanan yang baik adalah makanan yang berguna untuk:
1. Memperpanjang hidup (ayuh)
2. Mensucikan atma (satvika)
3. Memberi kekuatan fisik (bala)
4. Menjaga kesehatan (arogya)
5. Memberi rasa bahagia (sukha)
6. Memuaskan (priti)
7. Meningkatkan status kehidupan (vivar dhanah)
8. Makanan baik tersebut harus: Mengandung sari (rasyah), Sedikit lemak
(snigdhah),
9. Tahan lama (sthitah), Menyenangkan (hrdyah), Tidak merusak ingatan atau
mabuk (amada).
Kedua: dengan Vihara, yaitu berperilaku wajar, misalnya tidak bergadang, terlambat makan (kecuali
sedang upawasa), menahan hajat buang air, berdekatan dengan orang yang berpenyakit menular,
tidur berlebihan, dan menghibur diri berlebihan.
Ketiga: dengan Ausada, yaitu secara teratur minum jamu (loloh) yang terbuat dari tumbuh-
tumbuhan.

4. MahasiswaHinduBerjiwaKreatifdanAdaptif
Mahasiswa adalah generasi muda yang cerdas yang telah terpilih melalui suatu proses penyaringan
yang ketat. Mereka adalah iron stock bangsa dan negara dimasa depan sebagaimana jargon mereka
yang terkenal: Student now leader tomorrow. Mahasiswa sangat diharapkan memiliki kemampuan
untuk berubah dan menyesuaikan aktivitasnya agar lebih produktif dan solutif terhadap
permasalahan masyarakat serta memberikan opini positif kepada masyarakat dan menjadi inspirasi
bagi masyarakat luas. Kepemimpinan mahasiswa dalam bentuk membantu dalam advokasi publi,
seperti membantu memberikan edukasi agar masyarakat sadar dan taat membayar pajak, membela
hak rakyat miskin dengan audiensi ke pemegang kebijakan, memediasi antar kelompok yang bertikai
maupun memberikan usulan kepada pemerintahan yang ada agar kebijakan yang ada bisa bijak
untuk masyarakat. Semangat kepemimpinan mahasiswa dan berjuang untuk rakyat ini sangat
berpengaruh terhadap idealisme seseorang setelah lulus perguruan tinggi.

E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi pembentukan kepribadian mahasiswa yang berjiwa


pemimpin, taat hukum, kreatif, sehat, dan adaptif sesuai konsep manusia Hindu.
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab VI bagian ke empat pasal 19, Mahasiswa
adalah sebuah sebutan akademis untuk siswa/murid yang telah sampai pada jenjang pendidikan
tertentu dalam masa pembelajarannya. Kata “Maha” berarti tinggi, paling, sementara “Siswa”
berarti pelajar, subjek (bukan objek) pembelajaran. Begitu singkatnya bila diartikan secara harfiah.
Secara umum, mahasiswa memiliki tiga peran pokok yakni:
1. Peranmoral
2. Peransosial
3. Peranintelektual
Pertama, peran moral adalah bahwa mahasiswa memiliki hak untuk menentukan sendiri
kehidupannya. Disinilah dituntut rasa tanggung jawab kepada diri sendiri atas konsekuensi dari apa
yang telah menjadi pilihannya.
Kedua, peran sosial adalah bahwa segala perilaku dan tindakan yang dilakukan mahasiswa tentu
memberikan pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya. Maka selain pada diri sendiri, mahasiswa
juga dituntut untuk mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada lingkungan
masyarakat sekitar.
Terakhir, peran intelektual adalah bahwa mahasiswa sebagai insan cendikia dituntut untuk dapat
mengaplikasikan ilmunya ke dalam kehidupan masyarakat secara nyata.
Mahasiswa kerap pula digadang-gadangkan
sebagai agen perubahan (agent of social
change). Tentu saja bukan atribut tanpa
makna. Gelar yang disandang mahasiswa ini
membawa konsekuensi serius dalam
kehidupan bermasyarakat.
Menyoal kontribusi mahasiswa dalam masyarakat, mahasiswa mengenal apa yang disebut sebagai
Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari pembelajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Pembelajaran memang menjadi konsekuensi logis dari seorang pelajar. Sementara penelitian
dilakukan untuk melengkapi proses pembelajaran itu sendiri. Sedangkan pengabdian masyarakat
adalah akumulasi dari proses pembelajaran dan penelitian yang bersifat aplikatif.

F. Rangkuman tentang hakikat dan pentingnya konsep manusia Hindu dalam membangun
kepribadian mahasiswa yang berjiwa pemimpin, taat hukum, kreatif, sehat, dan adaptif
Sesungguhnya ajaran Hindu telah mempersiapkan pemeluknya untuk menjadi pemimpin masa
depan. Mahasiswa Hindu sudah harus belajar menata dirinya, dan melatih diri untuk berperan di
masa depan. Semuanya harus terobsesi untuk menjadi pemimpin, yang berani muncul di semua
kondisi; tidak semata-mata di kalangan masyarakat Hindu.
Dengan adanya pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang
siswa akan menjadi cerdas emosinya. Bekal penting dalam mempersiapkan seorang siswa dalam
menyongsong masa depan adalah kecerdasan emosi, karena seseorang akan lebih mudah dan
berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara
akademis. Selain itu, pendidikan karakter adalah kunci keberhasilan individu.
Karakter tersebut diharapkan menjadi kepribadian utuh yang mencerminkan keselarasan dan
keharmonisan dari olah hati (kejujuran dan rasa tanggung jawab), pikir (kecerdasan), raga
(kesehatan dan kebersihan), serta rasa (kepedulian) dan karsa (keahlian dan kreativitas).

Anda mungkin juga menyukai