Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

“PERUBAHAN BUDAYA ORGANISASI”


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Manajemen Perubahan

Dosen Pengampu:
Hj. Dahniar, SE, M.Si

Disusun Oleh:
Kelompok 5

Afriza Budi Pratama (2110312210041)


Ahmad Renaldy (2110312110036)
Alya Zhafira (2110312220060)
Gusti Devi Damayanti (2110312220005)
Khafidaturrafiah (2110312120017)
Noor Alika (2110312220020)
Yuniarti (2010312320009)

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’ alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya serta kemudahan dan kelapangan sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah,
yang berjudul “Peubahan Budaya Organisasi” untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Manajemen Perubahan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Dahniar,
SE, M.Si., selaku dosen pengampu pada mata kuliah Manjemen Perubahan yang telah
memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang penulis tekuni. Ucapan terima kasih ini juga ditunjukkan kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga makalah ini dapat selesai
tepat waktu.
Meskipun penulis telah berusahan menyelesaikan makalah ini sebaik mungkin. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat
membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, agar kedepannya bisa jauh lebih baik lagi. Akhir
kata, penulis berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan.

Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.

Banjarmasin, 10 September 2023

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 1
1.4. Manfaat Penulisan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
2.1 Memahami Budaya ................................................................................................. 3
2.2 Memahami Budaya Organisasi ................................................................................ 8
2.3 Mengubah Budaya Organisasi ............................................................................... 10
2.4 Budaya Berprestasi ............................................................................................... 17
2.5 Menciptakan Budaya Perubahan ........................................................................... 21
2.6 Memelihara Kepercayaan ...................................................................................... 23
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 26
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Budaya organisasi bisa disebut sebagai salah satu faktor penting dalam organisasi,
budaya organisasi dapat mempengaruhi cara orang dalam bertindak dan bisa menjadi
patokan dalam setiap program pengembangan organisasi dalam kebijakan yang diambil.
Budaya organisasi mengacu pada hubungan yang unik dari norma-norma, nilai-nilai,
kepercayaan dan cara berperilaku yang menjadi dari suatu individu maupun kelompok
dalam organisasi.
Budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaaan yang diterima sebagai
suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi. Budaya organisasi akan terus
tumbuh dan berkembang karena tuntutan faktor eksternal maupun internal yang tidak
mendukung budaya lama untuk tetap dijalankan.
Harapan untuk menciptakan organisasi yang terus berkembang serta mampu
bersaing, tentu ada hal yang perlu dijalankan salah satunya ada perubahan budaya
didalamnya. Perubahan budaya organisasi diharapkan mampu memberikan inovasi
kreatif dan inovatif yang membawa dampak positif pad kinerja organisasi.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari Makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu budaya ?
2. Apa itu budaya organisasi ?
3. Bagaimana cara mengubah budaya organisasi ?
4. Apa itu budaya berprestasi ?
5. Bagaimana menciptakan budaya perubahan ?
6. Bagaimana memelihara kepercayaan ?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui apa yang dimaksud dari budaya.
2. Mengetahui itu budaya organisasi.
3. Mengetahui cara mengubah budaya organisasi.
4. Mengetahui apa itu budaya yang berprestasi.

1
5. Mengetahui acara untuk menciptakan budaya perubahan.
6. Mengetahui bagaimana memelihara kepercayaan.

1.4. Manfaat Penulisan


Untuk meningkatkan pemahaman pembaca mengenai perubahan budaya organisasi.
Penulisan makalah ini juga berguna sebagai sumber acuan bagi mahasiswa yang tengah
mempelajari Manjemen Perubahan. Bagi penulis sendiri, ini akan bermanfaat untuk
memenuhi tuntutan akademik yang diberikan oleh pihak dosen yang bersangkutan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Memahami Budaya


2.1.1 Pengertian budaya
Budaya adalah manifestasi tindakan dan nilai-nilai yang memberi makna
kepada individu. Ini mencakup gagasan, kepentingan, serta sikap yang
disumbangkan oleh kelompok. Budaya mencakup latar belakang, tradisi,
komunikasi, serta proses keputusan, serta memengaruhi mitos, ketakutan,
harapan, aspirasi, dan pengalaman.
Menurut Barry Pheagan (2000:5), perilaku kita tergantung pada
kepribadian dan situasi. Ketika kita berpindah dari satu situasi ke situasi lainnya,
kita merespons dengan mengubah perilaku sesuai kebutuhan. Meskipun kita
memiliki keterbatasan dalam mengubah kepribadian seseorang, kita dapat
memiliki lebih banyak pengaruh pada situasi atau budaya yang memengaruhinya.
Situasi dan kepribadian membentuk perilaku, yang mencerminkan budaya
dan kepemimpinan organisasi. Orang cenderung mengikuti pemimpin dan
beradaptasi dengan budaya kerja. Kepribadian individu ekstrem baik terbuka atau
tertutup hanya sekitar 10%, sementara sekitar 80% bersifat fleksibel tergantung
situasi. Ketika pemimpin positif dan budaya berubah, mereka yang fleksibel akan
cepat beradaptasi.

2.1.2 Mengembangkan budaya


Budaya dan manusia saling memengaruhi dalam perkembangannya.
Budaya kerja juga berkembang seiring waktu, menambah dimensi baru dan
pengalaman. Kedewasaan budaya sangat kompleks dan bervariasi antar negara.
Di budaya Timur, ini dapat dicirikan oleh elemen seperti face (rupa), reticence
(sikap berdiam diri), obedience (kepatuhan) dan cooperation (kerja sama). Di
budaya Barat, ukurannya berbeda. Misalnya, budaya Amerika menilai
kedewasaan dengan kriteria yang berbeda menurut Pheagan (2000:21) sebagai
berikut.

Dependent Interdependent
Control by others Self control

3
Motivated by others Self motivated
Passive Active
Short time perspective Long time perspective
Subordinate position Superordinate position
Unaware of “self” Aware of “self”
Fearfull, defensive Accepting, outgoing
Explits others Supportive, interactive
Conceptual collusion Conceptual clarity
Conceptual simplicity Conceptual complexity
Wishes Creates
Impulsive Integrated

Meskipun individu dalam kelompok bisa dewasa, kelompoknya seringkali


belum dewasa secara kolektif. Budaya adalah hasil kelompok, sering kali
didominasi oleh pola perilaku self-protective atau conformist. Anggota budaya
kerja sering tetap dalam pola ini meskipun budaya organisasi berbeda. Dengan
mengembangkan budaya yang lebih dewasa, kita membuka peluang baru.
Budaya organisasi sering dipengaruhi oleh tahap awal kedewasaan,
terutama jika pemimpinnya merasa frustrasi. Pemimpin memiliki peran kunci
dalam mengubah budaya ini. Orang cenderung mengikuti pemimpin dalam
berperilaku. Namun, dengan peningkatan tingkat kedewasaan budaya, budaya
kerja dapat mengalami penurunan. Pada tingkat kedewasaan tertinggi, budaya
kerja akan bergerak seiring dengan peluang yang muncul.

2.1.3 Pemberdayaan Budaya


Budaya biasanya terkait dengan cara berperilaku yang berbeda di antara
negara atau organisasi. Setiap organisasi memiliki caranya sendiri dalam
melakukan pekerjaan, tipe kepribadian yang berbeda, dan bentuk hubungan yang
unik.
Pemberdayaan budaya organisasi berarti memberikan kesempatan agar
budaya tersebut lebih mendukung kinerja organisasi. Namun, setiap organisasi
memiliki ciri budaya yang berbeda, jadi perlu memahami karakteristiknya dan
melakukan pemberdayaan sesuai kebutuhan. Smith (2000:23) memberikan
indikasi peluang untuk dilakukan pemberdayaan budaya.

Dari Organisasi/Tim Menjadi

4
Pelanggan adalah jahat Pelanggan adalah raja

Pekerja takut akan kegagalan Pekerja percaya tentang


mengambil risiko

Gagasan baru dipandang dengan Semua gagasan dihargai dan


kecurigaan diberi pertimbangan

Kritik dinyatakan dengan bebas Pujian diberikan dengan bebas

Masalah dilihat sebagai tanda Masalah dipandang sebagai


kegagalan peluang untuk pengembangan

Keputusan penting dibuat secara Setiap orang dilibatkan dalam


rahasia keputusan penting

Akses untuk informasi terbatas Setiap orang memiliki akses


informasi

Manajer berpikir mereka tahu Manajer menerima bahwa


semua hal tentang organisasi pekerja mungkin tahu lebih
banyak

Orang takut akan perubahan Orang belajar melihat


perubahan sebagai tantangan

Terdapat hambatan antara Manajer punya hubungan kerja


manajemen dengan anggota tim efektif dengan timnya

Terdapatan hambatan antara Departemen dan tim yang


departemen dengan tim yang berbeda bekerja sama dengan
berbeda baik

Organisasi perlu mengubah budaya mereka untuk menciptakan iklim


pemberdayaan. Ini melibatkan definisi ulang nilai-nilai yang diharapkan oleh
seluruh anggota organisasi. Nilai-nilai yang dipilih dengan baik membantu
menetapkan harapan perilaku, memfokuskan kinerja tim atau individu, dan
mengatur prioritas pekerjaan.
Nilai-nilai dan budaya organisasi memengaruhi perilaku individu, dan
sebaliknya. Untuk memberdayakan budaya organisasi, perlu memberdayakan
individu dalam organisasi. Hal ini dapat dicapai dengan memberi mereka

5
kesempatan dan melibatkan mereka dalam proses organisasi secara
keseluruhan.

2.1.4 Budaya dan perubahan


Nyatanya masih banyak eksekutif belum memanfaatkan budaya dalam
strategi mereka. Ketika budaya organisasi tidak dikelola dengan baik, perubahan
bisa menjadi lebih besar dan kompleks daripada yang bisa diatasi oleh orang-
orang di dalamnya. Untuk meningkatkan ketahanan dan mengurangi perilaku
disfungsional, penting untuk mengelola budaya organisasi secara aktif.
Masalah dalam merger dan akuisisi sering muncul karena ketidakselarasan
budaya dan kurangnya keahlian manajemen budaya. Jika budaya tidak selaras dan
tidak dikelola dengan baik, perubahan bisa gagal. Daryl R. Conner (1992:175)
mengidentifikasi tiga tipe hubungan kerja dasar yang dapat menciptakan
lingkungan budaya positif setelah merger atau akuisisi.
a. Coexistence. Di sini dua budaya yang terpisah, tetapi saling mendukung
bekerja dalam keselarasan. Organisasi baru ditambahkan dalam kerangka
kerja bisnis yang lebih besar atau kuat, tetapi diharapkan bekerja dengan
otonomi dan fleksibilitas maksimum. Keselarasan budaya minimal dan
mungkin terbatas pada tingkat korporasi bisnis.
b. Assimilation. Di sini budaya dominan menang, baik melalui daya tarik
alamiah atau kekuatan lebih besar. Agar akuisisi sukses, satu perusahaan
harus mengubah budayanya dengan menyelaraskan dengan budaya dominan
dari perusahaan lainnya.
c. Transformation. Apabila coexistence dan assimilation merupakan opsi
untuk akuisisi, transformasi tersedia hanya untuk merger. Merger terjadi
apabila dua atau lebih perusahaan mengintegrasikan sumber dayanya
membentuk baru, entitas lebih kuat yang menunjukkan perubahan
substansial dari budaya organisasi sebelumnya. Hal ini menyangkut
identifikasi kekuatan dari masing-masing organisasi dan menggalinya untuk
menciptakan sinergi.

Keselarasan budaya organisasi dengan perubahan yang diperlukan adalah


kunci keberhasilan implementasi. Namun, seringkali ada tumpang tindih antara
budaya yang ada dan yang diperlukan untuk perubahan. Ketika budaya
6
organisasi saat ini sangat berbeda dari yang diperlukan, peluang keberhasilan
perubahan menjadi kecil. Manajemen budaya yang efektif adalah faktor penting
dalam keberhasilan implementasi.
Resistensi terhadap perubahan akan minim jika perubahan konsisten
dengan budaya saat ini. Jika budaya organisasi menghambat perubahan yang
diinginkan, pilihan yang tersedia adalah: (a) memodifikasi perubahan menjadi
lebih selaras dengan keyakinan, perilaku dan asumsi budaya sekarang: (b)
memodifikasi keyakinan, perilaku dan asumsi dari budaya sekarang agar lebih
mendukung perubahan; atau (c) menyiapkan perubahan gagal.
Tiga prinsip kunci dalam pola budaya dan perubahan adalah: (a)
memahami pengaruh budaya memengaruhi keberhasilan perubahan; (b)
memastikan perubahan utama didukung oleh seluruh budaya organisasi dan
sub-budaya lokal; dan (c) jika perubahan budaya bersaing, maka budaya yang
ada harus diubah untuk mendukung inisiatif baru. Daryl R. Conner (1992:177)
menggambarkan dampak budaya pada perubahan dengan baik.

Budaya terdiri dari tiga komponen, yaitu belief (keyakinan), behaviors


(perilaku), dan assumptions (asumsi). Ini menjadi panduan untuk menentukan
tindakan yang sesuai atau tidak dalam organisasi. Perubahan yang sangat
berbeda dari budaya saat ini biasanya gagal, tetapi perubahan yang konsisten
dengan budaya yang ada memiliki lebih banyak peluang untuk berhasil.

7
2.2 Memahami Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima sebagai suatu
kebenaran oleh semua orang dan organisasi. Budaya organisasi menjadi acuan bersama
di antara manusia dalam melakukan interaksi dalam organisasi.
Budaya organisasi bersifat berbeda antara satu dan lain organisasi, masing-masing
mempunyai ciri spesifik yang membedakan. Namun, budaya organisasi tidak selalu tetap,
dan perlu selalu disesuaikan dengan perkembangan lingkungan.Perubahan budaya
organisasi diperlukan agar organisasi dapat tetap survive, mengembangkan budaya
berprestasi, mengubah pola pikir dan memelihara kepercayaan dalam organisasi.

2.2.1 Pengertian budaya organisasi


Budaya organisasi adalah cara orang melakukan sesuatu dalam organisasi.
Budaya organisasi merupakan satuan norma yang terdiri dari keyakinan, sikap,
core values, dan pola perilaku yang dilakukan orang dalam organisasi (Tan,
2002:18). Keya-kinan bersama, core values dan pola perilaku memengaruhi
kinerja

2.2.2 Karakteristik budaya organisasi


Budaya organisasi menunjukkan suatu karakteristik tertentu. Victor Tan
(2002: 20) mengemukakan bahwa karakteristik suatu budaya organisasi adalah
sebagai berikut:
a. Individual Initiative, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan
kemerdekaan yang dimiliki individu.
b. Risk Tolerance, yaitu suatu tingkatan di mana pekerja di dorong mengambil
risiko, menjadi agresif dan inovatif.
c. Direction, yaitu kemampuan organisasi menciptakan tujuan yang jelas dan
menetapkan harapan kinerja.
d. Integration, vaitu tingkatan di mana unit dalam organisasi didorong untuk
beroperasi dengan cara terkoordinasi.
e. Management support, yaitu tingkatan di mana manajer meng-usahakan
komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan pada bawahannya.
f. Control, yaitu jumlah aturan dan pengawasan langsung yang dipergunakan
untuk melihat dan mengawasi perilaku pekerja.

8
g. Identity, yaitu tingkatan di mana ansgota mengidentifikasi bersama
organisasi secara keseluruhan daripada dengan kelompok kerja tau bidang
keahlian profesional tertentu.
h. Reward system, yaitu suatu tingkatan di mana alokasi reward, kenaikan gajih
atau promosi, didasarkan pada kriteria ki-nerja pekerja, dan bukan pada
senioritas atau favoritisme.
i. Conflict tolerance, yaitu suatu tingkatan di mana pekerja di-dorong
menyampaikan konflik dan kritik secara terbuka.
j. Communication patterns, yaitu suatu tingkatan di mana komu-nikasi
organisasional dibatasi pada kewenangan hierarki formal.

2.2.3 Manfaat budaya organisaisi


Budaya organisasi membantu mengarahkan sumber daya manusia pada
pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Di samping itu, budaya organisasi
akan meningkatkan kekompakan tim antarberbagai departemen, divisi atau unit
dalam organisasi, sehingga mampu menjadi perekat yang mengikat orang dalam
organisasi bersama-sama.
Dengan budaya organisasi, kita dapat memperbaiki perilaku dan motivasi
sumber daya manusia sehingga meningkatkan kinerjanya dan pada gilirannya
meningkatkan kinerja organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Namun,
budaya organisasi harus selalu dikembangkan sesuai dengan perkembangan
lingkungan. Budaya organisasi yang statis suatu saat akan menjadi tidak sesuai
dengan kebu-than organisasi yang bersifat dinamis sebagai respons terhadap
perubahan lingkungan.

2.2.4 Dampak pada kinerja organisasi


Budaya organisasi berdampak pada kinerja jangka panjang organisasi,
bahkan mungkin merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan tau
kegagalan organisasi. Meskipun tidak mudah untuk berubah, budaya organisasi
dapat mening-katkan kinerja, sehingga produktivitas organisasi meningkat (Tan,
2002: 21).
Organisasi dengan budaya yang kuat dan positif akan memungkinkan orang
merasa termotivasi untuk berkembang, belajar dan memperbaiki diri. Jika orang
bekerja dalam orga-nisasi yang dikelola dengan baik akan mempunyai motivasi
9
dan kepuasan lebih tinggi. Banyak organisasi tertekan untuk melakukan
perubahan agar tetap dapat bersaing dan bertahan. Organisasi menvadari bahwa
perubahan harus dilakukan karena tekanan persaingan eksternal.
Kebanyakan perubahan dilakukan dengan kebiasaan yang bersifat
superfisial. Mereka sekadar mengubah struktur, proses, strategi dan teknologi
tapa memerhatikan dorongan fundamental yang diperlukan bagi organisasi.
Dorongan fundamental yang diperlukan adalah dengan melakukan pengaturan
budaya organisasi. Usaha dan hasil perubahan hanya akan berkelanjutan apabila
organisasi mampu menyediakan waktu membentuk budaya organisasi yang
sesuai dengan perubahan yang dinginkan.

2.3 Mengubah Budaya Organisasi

2.3.1 Kapan dilakukan perubahan ?


Budaya suatu organisasi sudah saatnya dilakukan perubahaan apabila
terdapat dua organisasi atau lebih mempunyai latar belakang berbeda bergabung
dan timbul konflik berkepanjangan diantara kelompok yang berbeda mulai
merusak kinerja. Atau Ketika organisasi dalam cara kerjanya telah menghalangi
kesempatan untuk berubah dan melakukan persaingan.
Perubahan budaya organisasi juga diperlukan dalam Perusahaan bergerak
ke dalam industri yang berbeda secara total dan cara menjalankan suatu
menghambat ketahanan organisasi. Demikian pula jika terjadi keadaan dimana
karyawan yang telah terbiasa dengan kenyamanan peningkatan ekonomi, tidak
dapat menerima tantangan yang datang dari terjadinya penurunan ekonomi.
Penulusuran kebutuhan akan perubahan budaya organisasi harus dilakukan
sejak awal karena jika semakin lama menunggu untuk melakukan proses, maka
akan semakin sulit tugasnya. Implikasi penundaan perubahan budaya organisasi
dapat bervariasi, diantaranya :
a. Rendahnya moral staf
b. Pergantian staf tinggi
c. Meningkatnya keluhan pelanggan
d. Kehilangan bisnis dan peluang
e. Rendahnya produktifitas

10
f. Lembatnya respon terhadap perubahan
g. Rusaknya kinerja Perusahaan
h. Perilaku praktik tidak sehat di tempat kerja

Maka untuk itu, diperlukan Langkah-langkah berikut untuk menuju perubahan


organisasi.

a. Visi yang jelas dan arah strategis


Peran pertama pemimpin dalam organisasi adalah menetapkan visi
yang jelas dan arah strategis bagi organisasi. Visi dan arah strategis
memungkinkan Perusahaan bersaing dan melanjutkan kinerja panjangnya.
b. Pengukuran kinerja yang jelas
Kebanyakan Perusahaan berhenti untuk menterjemahkan visi dan
rencana strategis kedalam hasil terukur dari berbagai divisi, departemen atau
unit bisnis strategis. Langkah mengembangkan budaya berorientasi prestasi
dimulai dengan mendapatkan pemimpin divisi dan departemen
mendiskusikan secara terbuka hasil yang diharapkan dengan satuan yang
dapat diukur. Indicator perlu ditetapkan untuk setiap action plan untuk
mendukung rencana strategis menyeluruh, dan hal ini harus disetujui
Bersama oleh pemimpin dan anak buahnya.
c. Tindak lanjut pencapaian tujuan
Kecenderungan manusia adalah merasa puas dengan dirinya sendiri.
Dari perspektif psikologis, orang termotivasi oleh kesenangan, atau
menghindari kepusingan. Tanpa melanjutkan hasil dan memberikan tekanan
pada non-kinerja, motivasi untuk menghindari kepusingan dikurangi. Hali
ini mendorong orang mengembangkan zona nyaman. Menindaklanjuti
pencapaian tujuan merupakan satu cara mengurangi perasaan puas terhadap
dirinya sendiri ditempat pekerjaan.
d. Menghargai kinerja secara adil
Cara paling pasti untuk mematikan dorongan dalam prestasi kerja
adalah memberi reward orang secara tidak adil. Memberi penghargaan yang
sama pada semua staf, terlepas kinerja atau jasa yang telah diberikan adalah
merupakan Tindakan ketidakadilam.
Banyak organisasi memberikan kenaikan bonus dalam jumlah yang
sama kepada pekerjanya, sedangkan tingkat kerjanya bervariasi. Namun,

11
apabila kriteria kinerja ditetapkan jelas lebih dahulu dan penilaian kerja
dilakukan secara professional, maka tidak akan ada masalah dalam
mengaitkan reward pada kinerja.
e. Lingkungan kerja terbuka dan transparan
Lingkungan kerja dimana pekerja dapat membagi informasi dan
pengetahuan dengan bebsas akan memfasilitasi pencapaian tujuan
organisasi. Delapan puluh persen masalah dalam organisasi berhubungan
dengan komunikasi, atau kurangnya komunikasi. Oleh karena itu, salah
pengertian, salah persepsi atau salah interpretasi muncul karena orang tidak
mengomunikasikan alasannya untuk melakukan sesuatu.
Keputusan sering dibuat tanpa mengusahakan rasionalitas yang jelas
bagi mereka yang berkaitan dengan keputusan tersebut. Tindakan dilakukan
tanpa mengomunikasikan alasan untuk melakukan seperti itu. Ke depan,
pemimpin perlu menyampaiankan alasan dari keputusannya dan akan
menjadi lebih baik apabila mengikutsertakan bawahannya dalam
mempertimbangkan perlunya keputusan tersebut.
f. Menghapus politik
Politik Perusahaan menghalangi pengembangan hubungan saling
mempercayai diantara manusia, praktik tidak sehat dalam bentuk
favoritisme, kronisme, desas desus dan kelicikan akan berlanjut sampai
manajer atau leader mengembangkan profesionalisme dalam mengelola
SDM.
Untuk melawan politik internal Perusahaan, organisasi harus mulai
mengembangkan lingkungan kerja yang terbuka, memperbolehkan
ketidaksetujuan, memfokuskan pada tujuan dan tingkat harmoni tim. Kritik
konstruktif harus dipergunakan sebagai alat yang tepat untuk memperbaiki
sesuatu, bukan senjata untuk menjatuhkan orang lain. Hal ini hanya dapat
dicapai dengan menghilangkan ketakutan ditempat pekerjaan. Kinerja
organisasi dapat ditingkatkan dalam suasana kerja penuh keterbukaan,
saling mempercayai dan saling menghargai.
g. Tim spirit yang kuat
Dalam mengembangkan budaya kerja produktif, tidak ada pengganti
yang lebih baik daripada menanamkan tim spirit yang kuat pada manusia.
Untuk melakukan itu, orang harus berkomitmen terhadap kepercayaan
12
Bersama. Cara terbaik untuk menumbuhkan kepercayaan Bersama adalah
dengan menetapkan core values yang dapat diterima dan dihargai secara
universal karena dapat memenuhi kepentingan organisasi maupun individu.
Nilai-nilai tersebut harus memberi pengalaman orang tidak hanya pada
rasa berprestasi, tetapi juga rasa kebenaran, menjadi konsisten dengan
prinsip pribadinya sendiri. Core values yang dikembangkan Perusahaan
mencakup inovasi, keadilan, penghargaan, respons terhadap perubahan,
akuntabilitas dan menjadi fokus pelanggan.

2.3.2 Menjaga untuk survice


Pemimpin organisasi mungkin cakap dan ahli dalam menentukan tujuan
organisasi melalui visi dan rencana strategis, tetapi stafnya mungkin tidak bekerja
menuju pada tujuan tersebut. Hal yang dilakukan staf sering justru merusak
kinerja organisasi. Ada beberapa gejala suatu budaya organisasi yang tidak sehat.
Victor Tan menengarai gejala tersebut tampak dalam bentuk :
a. terdapat perasaan puas diri secara berlebihan terhadap kinerja organisasi
b. tidak adanya perasaan urgensi dalam memerhatikan kebutuhan konsumen
c. sedikitnya inovasi produk dan jasa dalam melayani konsumen
d. staf bersikap reaktif, melakukan sedikit inisiatif dan sering bersikap
menunggu atasan
e. eksekutif cenderung operation driven daripada business oriented
f. pemimpin lambat dalam mengambil Tindakan terhadap orang yang kerjanya
tidak memuaskan
g. pemimpin tidak secara aktif mengimplementasikan perubahan, hanya bicara
tentang rencana dan maksudnya
h. orang menerima dan merasa nyaman dengan kinerja organisasi yang
memburuk

2.3.3 Memperbaiki budaya etris


Apabila ingin melakukan perubahan, Cartwright memandang perlunya
melakukan perbaikan budaya bisnis. Untuk itu, terhadap tujuh hal yang perlu
mendapatkan perhatian, yaitu sebagai berikut.
a. Vision as inspiration (visi sebagai inspirasi)

13
Budaya yang sukses dapat menerima lingkungan yang kompetitif dalam
semua tingkat dimensi individu, tim atau organisasi. Visi merupakan konsep
yang sulit bagi banyak orang, bukan hanya manajer. Visi memerlukan
imajinasi kreatif untuk memvisualisasikan menjadi sesuatu yang berbeda dan
lebih baik dari sekarang. Visualisasi tersebut merupakan inspirasi dari tujuan.
Dengan demikian, visi dapat menjadi inspirasi tentang tujuan yang hendak
dicapai.
b. The management of creative change (manajemen perubahan kreatif)
Perubahan yang kreatif adalah perubahan yang didukung oleh adanya
inovasi, dan inovasi yang berkembang cepat adalah dalam bidang teknologi.
Inovasi teknologi dan pembagian kerja meningkatkan permintaan akan
pengetahuan teknis pada semua tingkatan dan konsekuensinya orang harus
lebih banyak berfikir daripada melakukan. Untuk mengatasi perubahan perlu
melakukan manajemen perubahan.
c. Value-based management (manajemen berbasis nilai)
Kita cenderung berfikir tentang kreativitas sebagai menciptakan sesuatu
yang baru dan berbeda, yang dalam dinamika pemasaran memperbaiki terus-
menerus dan revitalisasi produk dan jasa. Akan tetapi, hal tersebut lebih
bersifat pragmatis dan semacam kreativitas.
Dalam terminologi manajemen, penciptaan nilai secara berkelanjutan
menambah nilai bagi bisnis. Sementara itu, maksud dari value management
adalah untuk memastikan bahwa strategi manajer dan pilihan manajemen
memberikan dampak langsung pada kinerja bisnis dan nilai pasarnya.
d. The bottom line (pekerja rendah)
Adapun system perbaikan budaya yang disarankan kepada manjer, yang
penting adalah bagaimana memengaruhi bottom line. Peningkatan moral,
motivasi dan kreatifitas pekerja diharapkan mempunyai pengaruh bermanfaat
pada bottom line. Sebaliknya, pemegang anggaran ingin memaksakan cost
effectiveness dari program perbaikan budaya. Dalam manajemen budaya,
bottom line merupakan tujuan tertinggi. Budaya merupakan kunci
memaksimumkan kinerja bottom line.
e. Cultural transformation through business excellence (transformasi kultural
melalui keunggulan bisnis)

14
Manajemen nilai-nilai budaya merupakan arah manajemen untuk
keunggulan bisnis. Kombinasi nilai pelayanan pelanggan dengan nilai-nilai
pekerja berjalan baik di bawah potensi untuk perbaikan yang diusahakan oleh
kepuasan pelanggan yang sudah ada dalam servei kepuasan pekerja. Terdapat
hubungan langsung antara employee values management, costumer values
management, competitive advantage dan kinerja bottom line. Suatu organisasi
hanya akan sebaik hasil yang didapatkan diberikan oleh orangnya.
f. The european business excellence model (model keunggulan bisnis eropa)
The european business excellence model memberikan kerangka kerja
strategis dan kriteria untuk mengelola organisasi dan mengidentifikasi
kesempatan perbaikan tanpa memandang sifat dan ukuran organisasi. Culture
management menyederhanakan kompleksitas organisasi. Manajemen nilai
budaya merupakan kunci keunggulan bisnis.
g. Culture management portfolio (portfolio manajemen budaya)
Ada delapan bidang yang menjadi alat dan Teknik manajemen budaya
memberikan dukungan langsung atau tidak langsung dapat dapat digunakan
dalam meningkatkan kemajuan dalam mencapai keunggulan bisnis, yaitu :
 Ukuran budaya
 Nilai pelayanan pelanggan
 Nilai-nilai pekerja dan tim building
 Pengembangan personal
 Mengembangkan budaya kreatif dan inovatif
 Budaya partnership
 Manajemen perubahan
 Nilai-nilai sosial

2.3.4 Menguasai perubahan budaya organisasi


Banyak organisasi melewati jalan yang salah dalam mencari perubahan
budaya organisasi. Hal ini dapat menyebabkan inisiatif untuk melakukan
perubahan budaya organisasi gagal atau tidak dapat dilanjutkan. Tidak
mengherankan apabila banyak pemimpin mulai ragu-ragu terhadap kemungkinan
melakukan perubahan organisasi.

15
Budaya organisasi dapat diubah dan dibuat. Banyak aspek dan Pelajaran
dapat diperoleh dari usaha perubahan budaya organisasi, yaitu :
a. Perubahan budaya organisasi yang efektif harus dimulai dengan perubahan
pola pikir
b. Organiasi yang sukses mempunyai budaya organiasi yang sejalan dengan
visi, misi, strategi, tujuan, dan lingkungan.
c. Untuk mencapai kredibilitas dan memperoleh komitmen orang, kebijakan,
prosedur, dan praktik harus konsisten dengan budaya baru.
d. Untuk mendapatkan Kembali budaya organisasi yang baik, diperlukan
rasionalitas yang kuat.
e. Untuk memastikan terjadinya asimilasi budaya seluruh organisasi, program
perubahan budaya harus memanfaatkan berbagai mekanisme transmisi
budaya.
f. Untuk mencapai perubahan budaya yang mendalam dan berkelanjutan,
diperlukan pendekatan partisipatif.
g. Komitmen dari pimpinan puncak adalah sangat penting untuk keberhasilan
perubahan budaya
h. Untuk mempercepat perubahan budaya, perlu melibatkan opinion leader
i. Perlu diciptakan mimpi yang kuat dari budaya baru
j. Kenali dan perkuat keberhasilan perubahan lebih dini dan sering

2.3.5 Kunci transformasi kultural


Perubahan budaya organiasi pada dasarnya merupakan transformasi
kultural, dan tranformasi kultural harus dilakukan karena adanya perubahan
tujuan organisasi yang semakin meningkat dan menantang. Tujuan organisasi
kedepan akan lebih memfokus pada pelanggan dan hasil.
Frances Hesselbein mengembangkan tujuh Langkah yang diperlukan untuk
melakukan transformasi kultural, yaitu :
1. Mengamati beberapa kecenderungan lingkungan yang akan mempunyai
dampak terbesar pada organisasi dimasa depan
2. Mempertimbangkan implikasi dari kecenderungan tersebut
3. Meninjau Kembali misi dan menyempurnakan
4. Meninggalkan hierarki lama dan menciptakan struktur dan system
manajemen yang fleksibel dan cair yang melepaskan energi orang
16
5. Menantang asumsi, kebijakan dan prosedur dan hanya menjaga yang
mencerminkan masa depan yang diinginkan
6. Mengomunikasikan beberapa pesan yang memaksa yang memobilisasi orang
sekitar misi, tujuan, dan nilai-nilai
7. Membubarkan tanggung jawab kepemimpinan terhadap organisasi pada
setiap tingkatan

Membagi tahapan organisasi menjadi founding an early growth (penemuan


dan pertumbuhan awal), midlife (pertengahan hidupnya), dan maturity and
decline (kedewasaan dan penurunan). Pada tahap penemuan dan pertumbuhan
awal organisasi, mekanisme perubahan yang dapat dilakukan adalah :
a. Perubahan ikremental melalui evolusi umum dan spesifik
b. Perubahan melalui pengertian dari terapi organisasional
c. Perubahan melalui peningkatan kombinasi dalam budaya

Pada tahap pertengahan perkembangan hidupnya, mekanisme perubahan budaya


dilakukan dengan
a. Perubahan melalui peningkatan secara sistematis dari subkultur terpilih
b. Perubahan terencana melalui proyek pengembangan organisasi dan
penciptaan struktur pembelajaran pararel
c. Pencairan dan perubahan melalui bujukan teknologi

Sementara itu, pada tahap kedewasaan dan penurunan organisasi, mekanisme


perubahan budaya dilakukan dengan
a. Perubahan dengan memasukan orang dari luar
b. Pencairan melalui ledakan skandal dan mitos
c. Perubahan dilakukan dengan berbalik-kembali
d. Perubahan melalui bujukan dengan memaksa
e. Penghancuran dan melahirkan Kembali

2.4 Budaya Berprestasi


Budaya berprestasi, yang juga dikenal sebagai budaya pencapaian, adalah tipe
budaya yang mendorong serta menghargai kinerja individu. Pemimpin dalam organisasi
memiliki tanggung jawab untuk mengkomunikasikan visi dan tujuan organisasi secara
jelas kepada semua tingkatan staf. Organisasi ini menetapkan sasaran yang dapat diukur

17
dan memastikan bahwa individu bertanggung jawab atas pencapaian sasaran tersebut.
Mereka juga melaksanakan sistem penilaian yang transparan dan jujur, yang terintegrasi
dengan pemberian reward berdasarkan kinerja.
Budaya berprestasi, yang lebih menekankan pada pekerjaan yang dilakukan
daripada peran, memandang rendah peran dan memprioritaskan pelaksanaan tugas.
Dalam budaya ini, orang cenderung mengabaikan peran mereka untuk menjalankan
pekerjaan yang perlu dilakukan, dan mereka siap untuk bertukar tanggung jawab jika
diperlukan. Budaya berprestasi memberdayakan individu yang dipercayai untuk
menyelesaikan pekerjaan dan merespons dengan cepat terhadap kebutuhan tugas. Di
dalamnya, tidak ada job description atau manual tebal yang membatasi kemampuan
orang dalam melakukan apa yang diperlukan.
Keputusan dalam budaya semacam ini dapat diambil melalui pendekatan hierarkis.
Individu didorong dan termotivasi oleh antusiasme terhadap pekerjaan mereka, atau
karena mereka yakin akan dinilai dengan adil dan dihargai berdasarkan kontribusinya.
Kolaborasi aktif terjadi dan pekerja didorong untuk berpikir inovatif dalam menjalankan
tugas mereka. Organisasi ini memiliki performa yang kuat dan dikenal sebagai tempat
kerja yang kreatif. Peraturan dan kebijakan selalu mengalami peninjauan berkala, dan
konsultasi terjadi di semua tingkat dalam organisasi.
Perubahan menjadi kehidupan kerja, berpikir kreatif dan inovasi menjadi praktik
biasa yang menghasilkan tingkat prestasi semakin tinggi. Nilai-nilai bersama yang
mengem- bangkan achievement culture yang kuat dikemukakan oleh Tan (2002: 30)
sebagai: (1) berorientasi pada hasil; (2) pelayanan kepada pelanggan tinggi; (3) inovasi;
(4) kejujuran; (5) peng- hargaan; (6) respons terhadap perubahan; (7) akuntabilitas; dan
(8) keinginan besar.
Nilai-nilai bersama budaya berprestasi dalam organisasi tersebut digambarkan oleh
Victor Tan yaitu:
1. Result Oriented (Berorientasi pada Hasil)
Nilai bersama organisasi yang paling berbeda yang mempraktikkan budaya
berprestasi terletak pada fokusnya yang kuat pada hasil. Perusahaan ini
mempunyai pemimpin yang tidak menaruh belas kasihan dalam usaha mengejar
hasil. Mereka mengomunikasikan pentingnya hasil dan mendemonstrasikan
melalui tindak lanjutnya yang konsisten.
2. Superior Customer Service (Pelayanan Pelanggan Unggul)

18
Perusahaan yang mempraktikkan budaya berprestasi menge tahui
bagaimana mengintegrasikan teknologi, proses, strategi dan orang sehingga
pelanggan menghargai jasa dan produknya tinggi dan akan membayar untuk itu.
Nilai bersamalah yang mengusahakan pelayanan pelanggan unggul yang
membuat Singapore Airlines dikenal secara internasional sebagai salah satu
perusahaan angkutan udara terkemuka di dunia.
Nilai bersama suatu pelayanan pelanggan unggul ditandai oleh adanya
empat kualitas (Tan, 2002: 32), yaitu: (1) reliable (keterandalan), dengan
mengusahakan pengalaman yang dapat diduga, konsisten dan menyenangkan; (2)
relentless effort (usaha tanpa berhenti), dengan secara tetap memenuhi kebutuhan
pelanggan dan mencapai kepuasan pelanggan; (3) differentiated (pembedaan),
dengan bersifat unik dan bertahan dari persaingan di pasar; dan (4) valuable
(berharga), artinya dihargai tinggi oleh pelanggan.
3. Innovation (Inovasi)
Nilai bersama dalam bentuk inovasi memiliki potensi untuk melampaui
batasan departemen tertentu. Ini adalah suatu pemikiran bahwa setiap individu
dalam organisasi diharapkan untuk menerapkan inovasi, di mana pun, kapan pun,
dan dalam setiap aspek secara berkelanjutan. Inovasi adalah alat untuk
mewujudkan impian dan ide-ide menjadi kenyataan yang belum pernah dilihat
sebelumnya oleh dunia. Proses inovasi melibatkan eksperimen dan oleh karena
itu membawa risiko. Untuk menciptakan lingkungan yang mendorong inovasi,
pemimpin harus mendorong keberanian dalam mengambil risiko dan
mempromosikan toleransi terhadap kesalahan. Kesalahan yang mengakibatkan
kegagalan tidak seharusnya membuat individu takut untuk terus melakukan
inovasi. Pemimpin memiliki tanggung jawab untuk mendukung bawahannya agar
tetap berani melakukan inovasi, bahkan ketika ada risiko yang terlibat.
4. Fairness (Kejujuran)
Dalam suatu organisasi, individu-individu tidak akan terus berkomitmen
untuk bekerja keras dan memberikan yang terbaik jika mereka merasa bahwa
kejujuran absen dalam lingkungan kerja mereka. Dalam konteks ini, kejujuran
mencakup perlakuan yang adil terhadap semua orang. Ini berarti tidak ada tempat
bagi favoritisme, kelicikan, pemerasan, atau penyalahgunaan dalam organisasi
tersebut. Nilai bersama tentang kejujuran juga menuntut pemimpin untuk
mengkomunikasikan peraturan dan sistem penilaian dengan jelas dan sejak awal.
19
Sistem penilaian yang adil berlandaskan pada merit, di mana pemberian reward
terkait secara ketat dengan kinerja individu.
5. Respect (Penghargaan)
Respek adalah bentuk penghargaan terhadap individu. Sayangnya,
kurangnya penghormatan sering kali muncul sebagai akibat dari berbagai
perilaku yang tidak diinginkan di lingkungan kerja, seperti berteriak pada rekan
kerja, sering terlambat dalam menghadiri pertemuan dan janji, memberikan
kinerja yang buruk, tidak memenuhi komitmen yang telah dijanjikan, dan
merendahkan satu sama lain. Organisasi yang mempromosikan nilai bersama
menciptakan lingkungan yang lebih mendukung individu untuk memberikan
yang terbaik. Kualitas pekerjaan terbaik seringkali berasal dari individu yang
merasa bangga dengan pekerjaan mereka dan lingkungan tempat mereka bekerja.
Orang yang menghargai individu lainnya cenderung mendapatkan penghormatan
balik dan menciptakan suasana yang penuh kebahagiaan. Secara umum, individu
yang merasa bahagia memiliki potensi untuk menjadi lebih efektif dan produktif
dalam pekerjaannya.
6. Change Responssive (Merespon terhadap Perubahan)
Ini merupakan nilai bersama yang sangat kritis karena menentukan masa
depan organisasi. Kemampuan organisasi menyelaraskan perubahan internal pada
kekuatan perubahan eksternal, seperti meningkatnya persaingan, teknologi baru,
perubahan peraturan industri dan persyaratan pelanggan, me rupakan kunci untuk
selamat dari tantangan lingkungan yang semakin meningkat. Kepentingannya
terletak tidak pada per- ubahannya, tetapi pada intensitas dan kecepatan
perubahan.
7. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas melibatkan penerimaan tanggung jawab atas masalah yang
muncul dan memastikan bahwa masalah tersebut diselesaikan. Melalui penerapan
akuntabilitas, pekerja tidak hanya menambah nilai bagi organisasi, tetapi juga
bagi diri mereka sendiri. Prestasi yang tinggi seringkali menjadi hasil dari praktik
akuntabilitas ini. Organisasi yang berhasil akan dengan jelas mendefinisikan
bidang-bidang akuntabilitas dan mengimplementasikan sistem yang efektif untuk
mengukur hasil yang diharapkan. Untuk meningkatkan nilai bersama ini,
pemimpin dalam organisasi harus mendorong individu untuk berbagi dan

20
mengkomunikasikan hasil yang telah dicapai secara berkala dengan cara yang
terbuka.
8. Passion (Keinginan Besar)
Banyak organisasi tumbuh besar berkat visi besar yang dimiliki oleh
pemimpin mereka. Pemimpin ini bertugas mengkomunikasikan dan
menerjemahkan visinya ke dalam ukuran yang dapat dipahami oleh staf, dan
menggerakkan organisasi menuju pencapaian visi tersebut. Ketika individu
membagi pemahaman dan nilai-nilai yang sama dengan perusahaan serta
memahami tujuan organisasi, mereka cenderung bekerja keras untuk mencapai
tujuan jangka pendek, dan juga berkontribusi pada pencapaian tujuan organisasi
yang lebih besar.
Mengembangkan budaya berprestasi dalam organisasi melibatkan
pengintegrasian nilai-nilai inti ini. Pemimpin memiliki peran penting dalam
mendorong prestasi di tempat kerja. Untuk mencapai ini, pemimpin harus
menjadi contoh yang diikuti oleh yang lain, bahkan melebihinya jika perlu.
Secara substansial, bawahan lebih mungkin untuk mengikuti pemimpin mereka
jika pemimpin mampu berkomunikasi dengan baik dan memberikan contoh yang
konkret.

2.5 Menciptakan Budaya Perubahan


Budaya perubahan adalah suatu suasana di mana inovasi menjadi pekerjaan rutin
sehari-hari. Jellison (2006: 198) mengemukakan bahwa prinsip dasar yang harus dianut
dalam menciptakan budaya perubahan adalah repetisi. Repetisi mengandung makna
menyampaikan informasi secara berulang-ulang, sampai diikuti oleh orang lain dari
budaya yang berbeda. Dalam budaya perubahan, masalah yang kompleks dapat dibahas
dengan cara sederhana dan meningkatkan antusiasme. Dalam menciptakan budaya
perubahan di tempat pekerjaan, dapat menggunakan prinsip dasar sebagai berikut:
a. Melindungi orang dengan informasi
Untuk menciptakan budaya perubahan, diperlukan pemimpin yang bersedia
melingkupi pekerja dengan informasi tentang semua perubahan positif yang
terjadi(Yodith, n.d.). manajer perubahan harus memanfaatkan energi emosional dari
budaya yang sudah ada.

21
Mereka harus memahami bagaimana cara orang-orang dalam berpikir,
berperilaku, melakukan pekerjaan, dan apakah ada keinginan dari orang-orang
untuk berubah. Dengan melingkupi orang dengan informasi, pemimpin dapat
memanfaatkan energi emosional dari budaya tersebut untuk menciptakan
perubahan yang diinginkan. Dengan memberikan informasi yang cukup, karyawan
akan merasa lebih terlibat dan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang
perubahan yang terjadi di tempat kerja.
b. Kretivitas Praktis
Karyawan harus diberikan kesempatan untuk berpikir di luar kotak dan
menciptakan solusi yang baru dan inovatif untuk masalah yang dihadapi. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan waktu dan sumber daya yang cukup untuk
mengembangkan ide-ide baru. Kreativitas praktis sering menyangkut pemindahan
gagasan dari bidang yang satu ke bidang lainnya. Suatu gagasan, proses atau
prosedur yang telah dilakukan di bidang bisnis kemudian diterapkan pada bidang
lainnya.
c. Setiap orang dapat memberikan kontribusi
Setiap orang dalam organisasi secara terbuka diberikan kesempatan untuk
dapat berkontribusi pada perubahan yang diinginkan. Penting untuk menciptakan
rasa kepemilikan di antara pekerja agar mereka merasa bahwa perubahan adalah
milik mereka dan mereka memiliki peran penting dalam mencapai tujuan
perubahan.
d. Percobaan dan enovasi
Percobaan dan evolusi diperlukan untuk menemukan solusi terbaik dan
memastikan bahwa perubahan tersebut berhasil. Prinsip ini mengacu pada
pentingnya mencoba hal-hal baru dan terus mengembangkan perubahan yang telah
dilakukan diikuti peran pemimpin untu memberikan dukungan. Perusahaan harus
terbuka untuk mencoba hal-hal baru dan belajar dari kesalahan yang telah
dilakukan.
e. Menghargai Inovasi
Dengan menghargai inovasi, organisasi dapat menciptakan lingkungan yang
mendukung kreativitas dan inovasi, sehingga memungkinkan terjadinya perubahan
yang diinginkan. pentingnya menghargai inovasi dan memberikan penghargaan
kepada karyawan yang menciptakan solusi yang baru dan inovatif sebagai bentuk
motivasi dan dukungan.
22
f. Memindahkan halangan
Dalam memindahkan halangan, pemimpin dapat memanfaatkan energi
emosional dari budaya tersebut untuk menciptakan perubahan yang diinginkan.
Juga memastikan bahwa semua orang dalam organisasi memahami alasan di balik
perubahan. Halangan yang dimaksud bisa berupa kebijakan yang ketinggalan atau
budaya yang tidak mendukung perubahan di era sekarang.
g. Memublikasikan Keberhasilan
Penting untuk memublikasikan keberhasilan perubahan agar semua orang
dalam organisasi merasa bahwa mereka telah berkontribusi pada perubahan yang
diinginkan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat laporan keberhasilan atau
membagikan berita keberhasilan kepada karyawan dan masyarakat luas dengan
tujuan memberikan motivasi pada karyawan.
h. Menciptakan dunia kecil
Penting untuk menciptakan budaya perusahaan yang jelas. nyaman, dan akrab
di tempat kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan ruang kerja yang
terbuka dan ramah, mengadakan acara sosial, atau membuat program karyawan
yang memperkuat hubungan antar karyawan. Dengan begitu karyawan akan merasa
lebih dekat dan nyaman dengan perusahan.

2.6 Memelihara Kepercayaan


Banyak manajemen puncak organisasi menghadapi masalah internal organisasi
berupa kurangnya kepercayaan dari bawahan. Kurangnya kepercayaan tidak hanya
mempengaruhi moral staf, tetapi juga menurunkan efisiensi staff dan meningkatkan biaya
karena duplikasi yang tidak perlu, komunikasi yang buruk dan kurangnya kerja sama.
Kurangnya kepercayaan juga dapat mematikan loyalitas dan berakibat pada keluarnya
staf.

2.6.1 Definisi kepercayaan


Memelihara kepercayaan dalam konteks perubahan budaya organisasi berarti
menjaga kepercayaan karyawan terhadap organisasi selama proses perubahan
berlangsung. Kepercayaan merupakan atribut yang penting dalam organisasi
karena dapat mempengaruhi kinerja, efektivitas, dan efisiensi organisasi.

23
2.6.2 Tipe kepercayaan
Stephen P. Robbins mengklasifikasi tiga macam tipe kepercayaan yang
dinamakan sebagai:
 Deterrence – based trust. Kepercayaan yang didasarkan pada ketakutan
akan pembalasan jika kepercayaan ini dilanggar. Individu dalam tipe
hubungan ini melakukan apa yang mereka katakana karena takut akan
konsekuensi apabila tidak memenuhi kewajibannya.
 Knowledge – based trust. Kepercayaan yang didasarkan pada prediksi
perilaku yang berasal dari sejarah interaksi. Hal ini akan terjadi jika
memiliki cukup informasi tentang seseorang untuk memahami dengan
cukup baik untuk dapat memprediksi perilakunya secara akurat.
 Identification – based trust. Kepercayaan yang didasarkan pada saling
pengertian masing-masing tujuan dan apresiasi keinginan serta hasrat
orang lain. Saling pengertian dikembangkan sampai masing-masing dapat
bertindak secara efektif untuk orang lainnya.

2.6.3 Cara suatu organisasi mengembangkan kepercayaan


1. Mendorong Moral Staf
Orang dengan moral yang tinggi mempunyai sikap positif terhadap
pekerjaan, atasan, atau sistem, dan akan terjadi sebaliknya apabila memiliki
moral yang rendah. Organisasi dengan tangkat kepercayaan tinggi di antara
orang-orangnya cenderung mempunyai moral staf yang lebih baik.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara seperti memberikan pengakuan atas
prestasi karyawan, memberikan hak berbicara, mendukung kesehatan
karyawan, menghidupkan budaya perusahaan, menciptakan lingkungan kerja
yang kondusif, dan mensejajarkan karyawan dengan nilai-nilai perusahaan.
2. Mendorong Sharing dalam Perusahaan
Organisasi dengan tingkat kepercayaan yang tinggi memiliki
karakteristik bahwa orangnya terbuka dalam cara melakukan sesuatu. Hal ini
dapat dilakukan di perusahaan dengan cara seperti memberikan fasilitas ruang
khusus sebagai area sharing knowledge, memberikan tugas pada karyawan
sesuai dengan kompetensinya, memberikan transparansi dan kepercayaan dari
perusahaan, dan mulai membangun budaya sharing secepat mungkin.

24
3. Memperbaiki Komunikasi
Organisasi dengan tingkat kepercayaan tinggi dapat ditandai dengan
adanya orang yang mampu berkomunikasi secara terbuka dari atas sampai ke
bawah dan sebaliknya. Hal ini dapat dilakukan dilakukan dengan cara seperti
menciptakan budaya kerja yang saling menghormati dan berpikiran terbuka
agar keharmonisan antar perbedaan usia, memahami dan berkomitmen
mempraktekan cara mengatasi hambatan komunikasi, serta mendorong
karyawan untuk berpikir terbuka dan berbagi pengetahuan.
4. Menurunkan Stres
Kehidupan kerja akan penuh stress jika tidak ada kepercayaan di tempat
kerja. Banyak energi akan menjadi lemah karena stres. Produktivitas menurun
dan kinerja organisasi terpengaruh. Hal tersebut dapat dicegah dengan cara
menciptakan ruang kerja yang menyenangkan, mengidentifikasi sumber stres,
mencari solusi untuk masalah hubungan kerja, dan memberikan waktu
istirahat yang cukup untuk para karyawan.
5. Memperkuat Team Work dan Meningkatkan Loyalitas
Hal yang dapat dilakukan untuk memperkuat team work dan
meningkatkan loyalitas seperti memilih tim kerja yang berkualitas,
menjelaskan peran dan mendelegasikan tugas, memberikan pelatihan dan
pengembangan karir, serta mengadakan acara sosial atau rekreasi.

25
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari materi yang telah dibahas diatas dapat disimpulkan budaya organisasi adalah
adalah cara orang melakukan sesuatu dalam organisasi. Budaya organisasi merupakan
satuan norma yang terdiri dari keyakinan, sikap, core values, dan pola perilaku yang
dilakukan orang dalam organisasi (Tan, 2002:18). Seiring dengan terus berkembangnya
zaman dan lingkunagan, budaya organisasi yang statis suatu saat akan menjadi tidak
sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersifat dinamis sebagai respon terhadap
perubahan lingkungan.
Pentingnya terjadi perubahan pada budaya organisasi. Dengan budaya organisasi,
kita dapat memperbaiki perilaku dan motivasi sumber daya manusia sehingga
meningkatkan kinerjanya dan pada gilirannya meningkatkan kinerja organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi dan menciptakan budaya yang berprestasi
Kemudian cara agar perubahan budaya dapat diterima dan dapat menumbuhkan
kepercayaan bagi karyawan didalamnya, tidak terlepas dari dukungan, motivasi,
apresiasi, dan penjelasan atau sikap trasparan pemimpin akan informasi dari perubahan
yang terjadi. Perubahan akan selalu diperlukan baik sekarang maupun masa akan datang.
Oleh karena itu, diperlukannya sosok pemimpin yang mampu membaca emosi dan selalu
merangkul karyawannya serta dapat membawa mereka untuk turut berpartisipasi. Hal itu
dilakukan agar perubahan membawa damfak positif bagi organisasi dan bahkan bagi
individu karyawan itu sendiri.

26
DAFTAR PUSTAKA

Conner, Daryl. R. 1992. Managing at the Speed of Change. New York: Villard Books

Content, team. 10 PRINSIP MANAJEMEN PERUBAHAN. (2023). Borobudur-


Training.Com. https://borobudur-training.com/prinsip-manajemen-perubahan/
M. Phil, W. (2006). Manajemen Perubahan (P. R. PERSADA (ed.); Edisi ketiga).

Pheagan, Barry. (2000). Developing Your Company Culture. Berkeley: Context Press

Prof. Dr. Wibowo, S.E., M. P. (n.d.). Manajemen Perubahan (3rd ed.).


Redaksi. 10 Prinsip yang Akan Memandu Organisasi Anda Melakukan Perubahan. (2014).
Https://Shiftindonesia.Com/. https://shiftindonesia.com/inilah-10-prinsip-yang-akan-
memandu-organisasi-anda-melakukan-perubahan/
Redaksi. 10 Prinsip Yang Akan Memandu Organisasi Melakukan Perubahan. (2015).
Shiftindonesia.Com. https://shiftindonesia.com/10-prinsip-yang-akan-memandu-
organisasi-melakukan-perubahan/
Raditya, D. (2021). Budaya Organisasi yang Inovatif. Chub.Fisipol.Ugm.Ac.Id.
https://chub.fisipol.ugm.ac.id/2021/10/18/budaya-organisasi-yang-inovatif/
Smith, Jane. 2000. “Empowering People”. The Sunday Times

Wibowo. (2016). Manajemen Perubahan. Edisi ke-3. Jakarta: Rajawali Pers

Yodith. (n.d.). Perubahan Budaya Dalam Organisasi. Id.Scribd.Com. Retrieved September 9,


2023, from https://id.scribd.com/doc/30976864/Perubahan-Budaya-Dalam-Organisasi#

27

Anda mungkin juga menyukai