Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI

“Uji Sensitivitas Bakteri Pseudomonas aeruginosa Pada Antibiotik Ciprofloxacin dan


Ampicillin Dengan Metode Difusi Cakram”

Dosen Pengampu :
1. Burhannuddin, S.Si., M.Biomed
2. Nyoman Mastra, S.KM., S.Pd., M.Si
3. I Nyoman Jirna, S.KM., M.Si

OLEH:
III A/KELOMPOK 8
Sarjana Terapan Jurusan Teknologi Laboratorium Medis

Nama Anggota :
1. Komang Ayu Mirah Kumala Dewi (P07134222009)
2. Ni Made Arista Pramawati (P07134222013)
3. Ni Putu Filia Yunika Putri (P07134222020)
4. Ni Made Hening Fiona Maharani (P07134222028)
5. I Gusti Ayu Nency Candraningsih (P07134222031)
6. Ida Ayu Putu Kusuma Udyani (P07134222033)
7. Putu Shinta Letisia Dewi (P07134222043)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR


TAHUN 2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktikum Bakteriologi dengan Judul

“Uji Sensitivitas Bakteri Pseudomonas aeruginosa Pada Antibiotik Ciprofloxacin dan


Ampicillin Dengan Metode Difusi Cakram”

Yang disusun oleh:


Kelas III A
Kelompok 8
Sarjana Terapan Jurusan Teknologi Laboratorium Medis

Anggota Kelompok:
1. Komang Ayu Mirah Kumala Dewi (P07134222009)
2. Ni Made Arista Pramawati (P07134222013)
3. Ni Putu Filia Yunika Putri (P07134222020)
4. Ni Made Hening Fiona Maharani (P07134222028)
5. I Gusti Ayu Nency Candraningsih (P07134222031)
6. Ida Ayu Putu Kusuma Udyani (P07134222033)
7. Putu Shinta Letisia Dewi (P07134222043)

Dosen Pembimbing

(Burhannuddin, S.Si., M.Biomed)

Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing

(Nyoman Mastra, S.KM., S.Pd., M.Si) (I Nyoman Jirna, S.KM., M.Si)


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pseudomonas aeruginosa (Pseudomonas aeruginosa) merupakan flora
normal usus dan kulit manusia dalam jumlah yang kecil serta merupakan patogen
utama dalam grup Pseudomonas. Pseudomonas aeruginosa tersebar a di alam dan
biasanya ditemukan pada lingkungan yang lembab di rumah sakit. Bakteri
tersebut membentuk koloni yang bersifat saprofit pada manusia yang sehat, tetapi
menyebabkan penyakit pada manusia dengan pertahanan tubuh yang tidak kuat.
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen nosokomial nomor empat
yang paling banyak diisolasi dari semua infeksi yang didapat di rumah sakit
(Nugroho, 2010). Infeksi yang terjadi pada darah, pneumonia, infeksi saluran
kemih, dan infeksi sesudah operasi dapat menyebabkan infeksi berat yang dapat
menyebabkan kematian (Soekiman, 2016).
Pseudomonas aeruginosa membentuk koloni halus bulat dengan warna
fluoresensi kehijauan. Pseudomonas aeruginosa menghasilkan satu atau lebih
pigmen yang dihasilkan dari asam amino aromatik seperti tirosin dan fenilalanin.
Beberapa pigmen tersebut antara lain: piosianin (pigmen berwarna hijau),
pyoverdin (pigmen berwarna kuning), piorubin (pigmen berwarna merah), dan
pheomelanin (pigmen berwarna coklat) (Todar, 2004).
Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri patogen oportunistik, yaitu
memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu
infeksi. Pada pasien luka bakar terjadi hilangnya barier tubuh, yaitu kulit,
sehingga memudahkan timbulnya koloni bakteri atau jamur pada luka. Bila
jumlah bakteri mencapai 10⁵ organisme/jaringan, kuman tersebut dapat
menembus ke dalam jaringan yang lebih dalam kemudian menginvasi ke
pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi sistemik yang dapat menyebabkan
kematian.
Prinsip pengobatan infeksi oleh Pseudomonas aeruginosa adalah
antibiotik. Antibiotik merupakan obat yang mempunyai aktivitas menghambat
(bakteriostatik) atau membunuh bakteri (bakterisidal), khususnya bakteri yang
merugikan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah karakteristik dari bakteri Pseudomonas aeruginosa?
2. Bagaimanakah cara mengidentifikasikan keberadaan bakteri Pseudomonas
aeruginosa?
3. Apakah yang dimaksud dengan antibiotik ciprofloxacin, ampicillin dan uji
sensitivitas pada pemeriksaan bakteri Pseudomonas aeruginosa?
4. Bagaimanakah cara kerja dari antibiotik ciprofloxacin dan ampicillin
dalam pemeriksaan bakteri Pseudomonas aeruginosa?
5. Bagaimanakah prinsip dari uji sensitivitas dan apa sajakah metode yang
dilakukan dalam pemeriksaan bakteri Pseudomonas aeruginosa?
6. Apakah yang dimaksud dengan metode difusi cakram dan bagaimana
prinsipnya pada pemeriksaan bakteri Pseudomonas aeruginosa?
7. Bagaimanakah interpretasi hasil dari pemeriksaan bakteri Pseudomonas
aeruginosa?

1.3 Tujuan Umum

1. Menentukan sensitivitas bakteri Pseudomonas aeruginosa terhadap


antibiotik ampicillin dan ciprofloxacin menggunakan metode difusi
cakram.

1.4 Tujuan Khusus

1. Menentukan zona hambat bakteri Pseudomonas aeruginosa dari hasil uji


difusi cakram dengan antibiotik ampicillin dan ciprofloxacin.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas tersebar luas dalam tanah dan air. Pseudomonas aeruginosa


kadang membentuk koloni dalam tubuh manusia dan merupakan kelompok
patogen manusia yang besar. Pseudomonas aeruginosa bersifat invasif dan
toksigenik, menyebabkan infeksi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang
abnormal, dan merupakan patogen nosokomial yang penting. Bakteri ini dapat
menyebabkan infeksi pada darah, pneumonia, infeksi saluran kemih, dan infeksi
sesudah operasi dapat menyebabkan infeksi berat yang dapat menyebabkan
kematian (Soekiman, 2016).

Grup Pseudomonas adalah bakteri gram negatif yang berbentuk batang,


motil karena adanya satu flagel dan bersifat aerob, memiliki ukuran sekitar 0,6 x 2
mm. Bakteri ini dapat muncul dalam bentuk tunggal, berpasangan atau kadang-
kadang dalam bentuk rantai pendek. Beberapa di antaranya menghasilkan pigmen
yang larut dalam air. Pseudomonas banyak ditemukan di tanah, air, tumbuh-
tumbuhan, dan binatang. Pseudomonas aeruginosa sering terdapat di dalam flora
normal usus dan pada kulit manusia dalam jumlah kecil serta merupakan patogen
utama dari kelompoknya. Spesies pseudomonas yang lain jarang menyebabkan
penyakit. Klasifikasi Pseudomonas didasarkan pada homologi rRNA/DNA, dan
ciri khas biakannya yang lazim (Nugroho, 2010).
Berdasarkan (FKUI, 2002) klasifikasi Pseudomonas aeruginosa adalah
sebagai berikut :

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Ordo : Pseudomonadales

Famili : Pseudomonadaceae

Genus : Pseudomonas

Spesies : Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri obligat aerob yang dapat tumbuh


dengan mudah pada banyak jenis medium biakan, kadang menghasilkan bau
manis atau seperti anggur atau seperti jagung. Beberapa strain menyebabkan
hemolisis darah. Pseudomonas aeruginosa membentuk koloni bulat halus dengan
warna fluoresensi kehijauan. Bakteri ini juga sering menghasilkan piosianin,
pigmen kebiru-biruan yang tidak berfluoresensi, yang berdifusi ke dalam agar.
Spesies pseudomonas yang lain tidak memproduksi piosianin. Banyak strain
Pseudomonas aeruginosa juga memproduksi pigmen pioverdin yang
berfluoresensi, yang memberikan warna kehijauan pada agar. Beberapa strain
menghasilkan pigrnen piorubin yang berwarna merah gelap atau pigmen
piomelanin yarrg hitam. Pseudomonas aeruginosa pada biakan dapat membentuk
berbagai jenis koloni. Pseudomonas aeruginosa dari jenis koloni yang berbeda,
juga dapat mempunyai aktivitas biokimia dan enzimatik yang berbeda dan pola
kerentanan antimikroba yang berbeda pula. Kadang tidak jelas apakah suatu jenis
koloni merupakan strain Pseudomonas aeruginosa yang berbeda atau varian dari
strain yang sama. Biakan dari pasien dengan fibrosis kistik sering menghasilkan
Pseudomonas aeruginosa yang membentuk koloni mukoid akibat produksi
berlebihan dari alginat, suatu eksopolisakarida (Nugroho, 2010).
Karakteristik pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa tumbuh dengan baik
pada suhu 37 – 42°C. Kemampuannya untuk tumbuh pada suhu 42°C membantu
membedakannya dari spesies Pseudomonas lain dari grup fluoresens. Bakteri
tersebut bersifat oksidase positif. Pseudomonas aeruginosa tidak memfermentasi
karbohidrat, tetapi banyak galur yang mengoksidasi glukosa. Identifikasi
Pseudomonas aeruginosa biasanya didasarkan pada morfologi koloni. Oksidase
positif ditunjukan dengan adanya pigmen khas dan pertumbuhan pada suhu 42°C.

Patogenesis Pseudomonas aeruginosa menjadi patogenik hanya jika


mencapai daerah yang tidak memiliki pertahanan normal, misalnya membran
mukosa dan kulit yang terluka oleh cedera jaringan langsung, saat penggunaan
kateter urin atau intravena, jika terdapat neutropenia, seperti pada kemoterapi
kanker. Bakteri melekat dan membentuk koloni pada membran mukosa atau kulit,
menginvasi secara lokal, dan menyebabkan penyakit sistemik. Proses tadi di bantu
oleh pili, enzim, dan toksin. Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas lain
resisten terhadap banyak obat antimikroba sehingga bakteri ini menjadi dominan
dan penting ketika bakteri flora normal yang lebih sensitif tertekan (Nugroho,
2010).

Infeksi Pseudomonas aeruginosa yang bermakna secara klinis tidak boleh


diterapi dengan obat tunggal karena angka keberhasilannya rendah dan bakteri
dengan cepat menjadi resisten jika hanya diberikan obat tunggal. Penisilin seperti
piperasilin yang sensitif terhadap Pseudomonas aeruginosa meliputi Aztreonam,
Karbapenem seperti Imipenem atau Meropenem, dan Kuinolon terbaru, termasuk
Ciprofloksasin. Pola sensitivitas Pseudomonas aeruginosa bervariasi secara
geografis dan uji sensitivitas harus dilakukan untuk membantu pemilihan terapi
antimikroba. Berikut media yang digunakan untuk melakukan kultur pada uji
sensitivitas Pseudomonas aeruginosa :

● Brain Heart Infusion Broth (BHIB)

BHIB adalah media kultur bergizi tinggi yang digunakan


untuk menumbuhkan berbagai mikroorganisme, termasuk bakteri,
ragi, dan kapang. BHIB mengandung infus jantung otak, pepton,
glukosa, natrium klorida, dan dinatrium fosfat sebagai komponen
utamanya. BHIB berfungsi sebagai media non-selektif, artinya
mendukung pertumbuhan berbagai mikroorganisme, termasuk
patogen yang diinginkan dan flora normal namun BHIB dapat
dimodifikasi menjadi selektif dengan menambahkan antibiotik
tertentu. Dalam kasus di mana spesimen sangat terkontaminasi
dengan flora normal, pertumbuhan berlebih oleh organisme yang
mengkontaminasi dapat terjadi, sehingga sulit untuk mengisolasi
dan mengidentifikasi patogen target. Untuk mengatasi hal ini,
media selektif yang tepat harus digunakan bersama BHI Agar
untuk mencegah pertumbuhan berlebih dengan mengkontaminasi
organisme (Sigma, 2014).

● Mueller Hinton Agar (MHA)

Mueller Hinton Agar merupakan media yang sesuai untuk


menguji kerentanan antimikroba. Hal ini telah menjadi media
standar untuk metode Bauer Kirby dan kinerjanya ditentukan oleh
NCCLS. Media MHA dapat digunakan dalam uji sensitivitas
karena media MHA adalah media yang non-selektif dan
non-diferensial yang artinya hampir semua organisme yang ada di
sini akan tumbuh. Mengandung pati yang dapat menyerap racun
yang dikeluarkan bakteri, sehingga tidak dapat mengganggu
antibiotik . Ini juga memediasi laju difusi antibiotik melalui agar.

Media MHA merupakan agar-agar lepas. Hal ini


memungkinkan difusi antibiotik yang lebih baik dibandingkan
kebanyakan media lainnya. Difusi yang lebih baik akan
menghasilkan zona penghambatan yang lebih nyata. MHA
menunjukkan produktivitas batch-to-batch yang dapat diterima
untuk pengujian kerentanan. MHA rendah dalam inhibitor
sulfonamida, trimetoprim, dan tetrasiklin (yaitu konsentrasi
inhibitor timidin dan timin rendah dalam MHA) (Sagar Aryal,
2022).
B. Antibiotik

Antibiotik adalah obat yang berasal dari seluruh atau bagian tertentu
mikroorganisme dan digunakan untuk mengobati infeksi bakteri. Antibiotik ada
yang bersifat membunuh bakteri dan membatasi pertumbuhan bakteri.
Penggunaan antibiotik telah lama digunakan untuk melawan penyakit akibat
infeksi oleh mikroorganisme terutama bakteri. Antibiotik yang pertama kali
dihasilkan adalah penisilin golongan β laktam yang berspektrum sempit hanya
untuk bakteri gram negatif dan kemudian spektrumnya meluas. Setelah itu
antibiotik banyak dihasilkan seperti golongan sefalosforin, makrolida, kuinolon,
aminoglikosida (Tripathi, 2008).

Ada berbagai jenis antibiotik, dan masing-masing memiliki cara kerja


yang berbeda. Beberapa antibiotik bekerja dengan mengganggu sintesis dinding
sel bakteri, yang menyebabkan bakteri pecah atau mati. Jenis lain dari antibiotik
mungkin menghambat replikasi DNA bakteri atau mengganggu proses
metabolisme mereka.

Penting untuk diingat bahwa antibiotik hanya efektif melawan infeksi


bakteri, bukan infeksi virus seperti flu atau pilek. Penggunaan antibiotik yang
tidak tepat atau berlebihan dapat menyebabkan resistensi antibiotik, di mana
bakteri menjadi lebih tahan terhadap pengobatan antibiotik. Oleh karena itu,
antibiotik seharusnya hanya digunakan sesuai dengan petunjuk dokter dan untuk
infeksi yang memerlukan pengobatan antibiotik.

Ciprofloxacin dan ampicillin adalah dua jenis antibiotik yang digunakan


dalam pengobatan infeksi bakteri. Ketika melakukan pemeriksaan terhadap
bakteri seperti Pseudomonas aeruginosa, sangat penting untuk melakukan uji
sensitivitas antibiotik. Berikut penjelasan singkat tentang antibiotik tersebut dan
uji sensitivitas:

1. Ciprofloxacin

Ciprofloxacin adalah antibiotik dari kelas fluoroquinolone. Obat ini


digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi bakteri, termasuk
infeksi saluran kemih, infeksi kulit, infeksi pernapasan, dan beberapa
infeksi lainnya. Ciprofloxacin bekerja dengan menghambat replikasi DNA
bakteri, sehingga mencegah perkembangan dan pertumbuhan bakteri.
Dalam konteks uji sensitivitas, akan menguji apakah Pseudomonas
aeruginosa yang ditemukan rentan atau resisten terhadap ciprofloxacin.
Jika bakteri tersebut rentan, maka antibiotik ini mungkin efektif dalam
pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri tersebut.

2. Ampicillin

Ampicillin adalah antibiotik golongan beta-laktam yang termasuk


dalam keluarga penisilin. Ini digunakan untuk mengobati infeksi bakteri,
terutama infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram-positif. Ampicillin
bekerja dengan menghambat pembentukan dinding sel bakteri. Dalam uji
sensitivitas, akan menguji apakah Pseudomonas aeruginosa yang
ditemukan rentan atau resisten terhadap ampicillin. Biasanya,
Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri gram-negatif yang resisten
terhadap antibiotik golongan penisilin seperti ampicillin.

Ciprofloxacin dan ampicillin adalah dua jenis antibiotik yang digunakan


dalam pemeriksaan bakteri Pseudomonas aeruginosa. Cara kerja keduanya
berbeda, dan penggunaannya tergantung pada sensitivitas bakteri terhadap
antibiotik tersebut. (Dewi, 2009)

1. Ciprofloxacin:
- Ciprofloxacin adalah antibiotik golongan fluorokuinolon yang bekerja
dengan mengganggu fungsi DNA bakteri.
- Antibiotik ini menghambat enzim DNA gyrase dan topoisomerase IV,
yang diperlukan oleh bakteri untuk mereplikasi dan memperbaiki DNA
mereka.
- Dengan mengganggu proses ini, ciprofloxacin menghambat pertumbuhan
dan reproduksi bakteri Pseudomonas aeruginosa.
- Pemilihan ciprofloxacin sebagai antibiotik tergantung pada sensitivitas
bakteri Pseudomonas aeruginosa terhadap obat ini, yang biasanya
ditentukan melalui uji sensitivitas antibiotik.
2. Ampicillin:
- Ampicillin adalah antibiotik golongan beta-laktam yang termasuk dalam
keluarga penisilin. Ini bekerja dengan mengganggu pembentukan dinding
sel bakteri.
- Bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki resistensi alami terhadap
antibiotik beta-laktam seperti ampicillin karena mereka memiliki dinding
sel yang kuat dan enzim beta-laktamase yang dapat menghancurkan
antibiotik ini.
- Oleh karena itu, ampicillin biasanya tidak efektif sebagai pengobatan
utama untuk infeksi Pseudomonas aeruginosa, kecuali jika bakteri tersebut
telah terbukti sensitif terhadapnya atau jika ampicillin digunakan
bersamaan dengan inhibitor beta-laktamase seperti sulbactam
(ampicillin-sulbactam) untuk mengatasi resistensi enzim beta-laktamase.

C. Uji Sensitivitas

Uji sensitivitas antibiotik adalah metode laboratorium yang digunakan


untuk menentukan respons suatu bakteri terhadap berbagai jenis antibiotik. Dalam
konteks Pseudomonas aeruginosa, uji sensitivitas akan membantu dokter atau
peneliti menentukan antibiotik mana yang paling efektif dalam mengobati infeksi
yang disebabkan oleh bakteri ini. Uji ini melibatkan pertumbuhan bakteri dalam
kehadiran antibiotik yang berbeda dalam cawan petri atau dalam medium kultur.
Setelah pertumbuhan bakteri diamati, hasilnya akan menunjukkan apakah bakteri
tersebut rentan (efektif dihambat oleh antibiotik), resisten (tidak terpengaruh oleh
antibiotik), atau menunjukkan resistensi parsial terhadap antibiotik tertentu.
Dengan informasi ini, dokter dapat memilih antibiotik yang paling sesuai untuk
mengobati infeksi Pseudomonas aeruginosa.

Cara kerja antibiotik ciprofloxacin dan ampicillin berbeda dalam


mengatasi bakteri Pseudomonas aeruginosa, yang umumnya merupakan bakteri
gram-negatif yang seringkali resisten terhadap beberapa jenis antibiotik. Berikut
adalah penjelasan mengenai cara kerja kedua antibiotik tersebut:
1. Ciprofloxacin :
- Mekanisme Aksi : Ciprofloxacin adalah antibiotik dari kelas
fluoroquinolone. Cara kerja utamanya adalah dengan menghambat enzim
DNA gyrase dan topoisomerase IV yang diperlukan untuk mereplikasi dan
memperbaiki DNA bakteri. Dengan menghambat proses ini, ciprofloxacin
mencegah pembelahan sel dan pertumbuhan bakteri.
- Penggunaan melawan Pseudomonas aeruginosa : Ciprofloxacin memiliki
aktivitas yang cukup baik melawan Pseudomonas aeruginosa, terutama
pada jenis-jenis isolat yang tidak resisten terhadapnya. Ini dapat digunakan
untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa
jika bakteri tersebut rentan terhadap antibiotik ini.
2. Ampicillin :
- Mekanisme Aksi : Ampicillin adalah antibiotik golongan beta-laktam,
termasuk dalam keluarga penisilin. Cara kerja utamanya adalah dengan
mengganggu sintesis dinding sel bakteri. Ini terjadi dengan menghambat
enzim yang memicu pembentukan dinding sel, yang pada akhirnya
membuat dinding sel bakteri menjadi lemah dan mudah pecah.
- Penggunaan melawan Pseudomonas aeruginosa : Secara umum,
Pseudomonas aeruginosa cenderung resisten terhadap antibiotik golongan
penisilin seperti ampicillin. Oleh karena itu, ampicillin biasanya tidak
digunakan sebagai antibiotik pilihan untuk mengobati infeksi yang
disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Bakteri ini memiliki dinding
sel yang lebih kompleks dan mampu menghasilkan enzim beta-laktamase,
yang dapat menghancurkan antibiotik golongan beta-laktam seperti
ampicillin.

Dalam pemeriksaan laboratorium atau uji sensitivitas, antibiotik-antibiotik


ini akan ditempatkan dalam media pertumbuhan bakteri yang mengandung
Pseudomonas aeruginosa untuk melihat apakah bakteri tersebut rentan atau
resisten terhadap antibiotik tersebut. Hasil uji sensitivitas ini akan membantu
dalam memilih antibiotik yang paling efektif dalam pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa pada pasien tertentu.
Uji sensitivitas antibiotik merupakan tes yang digunakan untuk menguji
kepekaan suatu bakteri terhadap suatu antibiotik. Uji sensitivitas bertujuan untuk
mengetahui efektivitas dari suatu antibiotik. Hasil sensitivitas suatu bakteri
terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat yang terbentuk,
semakin besar diameter zona hambat yang terbentuk maka pertumbuhannya
semakin terhambat sehingga dibutuhkan standar acuan untuk menentukan apakah
bakteri tersebut resisten atau sensitif terhadap suatu antibiotik. Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi diameter zona hambat diantaranya adalah waktu
peresapan bakteri dalam media agar, konsentrasi antibiotik.

Prinsip dari metode ini adalah penghambat terhadap pertumbuhan


mikroorganisme, yaitu zona hambatan akan terlihat sebagai daerah jernih di
sekitar cakram kertas yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambatan
pertumbuhan bakteri menunjukan sensitivitas bakteri terhadap zat antibakteri.
Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar diameter zona hambatan yang
terbentuk bakteri tersebut semakin sensitif.

Uji sensitivitas bakteri terhadap suatu antibiotik dapat dilakukan dengan


beberapa cara yaitu: difusi cakram (diffusion test), pengenceran atau dilusi (dilusi
test), antimicrobial gradient dan short automated instrument system. Uji
sensitivitas dengan cara difusi merupakan cara yang paling banyak digunakan
karena teknis pemeriksaan lebih mudah dilakukan. Uji sensitivitas dengan metode
difusi agar plate dapat dilakukan dengan cara Kirby Bauer dengan teknik disc
diffusion (cakram disk) atau bisa juga menggunakan teknik sumuran. Teknik kerja
dari metode Kirby Bauer cukup sederhana dimana teknik disc diffusion akan lebih
mudah dikerjakan dibandingkan dengan teknik sumuran, akan tetapi uji
sensitivitas menggunakan teknik disc diffusion memiliki harga disk antibiotik
yang relatif mahal sehingga tidak selalu tersedia ketika dibutuhkan untuk
praktikum, sehingga teknik sumuran menjadi lebih efisien untuk digunakan.
D. Metode Difusi Cakram

Metode difusi cakram merupakan pengukuran daerah zona bening yang


terbentuk di sekitar kertas cakram yang digunakan untuk mengetahui aktivitas
antimikroba. Pengujian daya hambat bakteri ditandai dengan terbentuknya zona
bening pada permukaan media agar. (Fitri Sri Rizki, 2020). Kelebihan dari metode
difusi cakram yaitu proses pengujian cepat, biaya relatif murah, mudah dan tidak
memerlukan keahlian khusus. Sedangkan kelemahan dari metode ini yaitu sulit
untuk diaplikasikan pada mikroorganisme yang perkembangannya lambat dan
zona bening yang terbentuk dipengaruhi pada kondisi inkubasi, inokulum serta
ketebalan medium.(Handayani et al., 2018; Sarosa et al., 2018).

Prinsip kerja metode difusi adalah terdifusinya senyawa antibakteri ke dalam


media padat dimana mikroba uji telah diinokulasikan. Hasil pengamatan yang
diperoleh berupa ada atau tidaknya daerah bening yang terbentuk di sekeliling
kertas cakram yang menunjukan zona hambat pada pertumbuhan bakteri (Balaouri
et al, 2016).

Digunakan suatu cakram kertas saring (paper disk) yang berfungsi sebagai
tempat menampung zat antimikroba. Kertas saring tersebut kemudian diletakkan
pada lempeng agar yang telah diinokulasi mikroba uji, kemudian diinkubasi pada
waktu tertentu dan suhu tertentu, sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji.
Pada umumnya, hasil yang didapat bisa diamati setelah diinkubasi selama 18-24
jam dengan suhu 37oC. Hasil pengamatan yang diperoleh berupa ada atau
tidaknya daerah bening yang terbentuk di sekeliling kertas cakram yang
menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan bakteri (Pelczar & Chan, 1988).
BAB III

METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Tanggal : 13 - 15 September 2023

Waktu : 08.00 - Selesai

Tempat : Laboratorium Bakteriologi

3.2 Alat dan Bahan

Alat Bahan

1. Tabung reaksi 1. Media BHIB ( Brain Heart


2. Rak tabung Infusion Broth )
3. Erlenmeyer 2. Media MHA ( Mueller Hinton
4. Cawan petri Agar )
5. Beaker glass 3. Larutan NaCl 0,85%
6. Gelas ukur 4. Cakram antibiotik ciprofloxacin
7. Autoclave 5. Cakram antibiotik ampicillin
8. Neraca analitik 6. Aquades
9. Batang pengaduk 7. Alkohol 70%
10. Magnetic stirrer 8. Aluminium foil
11. Ose 9. Cotton swab
12. Bunsen 10. Kapas lemak
13. Incubator 11. Kertas buram
14. Jangka Sorong 12. Tissue
15. Vortex 13. Tali kasur dan karet
16. Densitometer 14. Spidol
17. Pinset
3.3 Alur Kerja

3.4 Metode Kerja

● Persiapan Alat dan Bahan

Siapkan seluruh alat dan bahan yang akan digunakan dalam proses Uji
Sensitivitas Bakteri Pseudomonas aeruginosa Pada Antibiotik Ciprofloxacin dan
Ampicillin Dengan Metode Difusi Cakram Pada persiapan alat, siapkan tabung
reaksi berukuran sedang dan tabung reaksi kecil, cawan petri, ose bulat, bunsen,
batang pengaduk, gelas ukur, erlenmeyer, BSC, inkubator, hot plate, neraca
analitik, dan oven. Cawan petri yang akan digunakan untuk pembuatan media dan
tabung reaksi kecil disterilisasi terlebih dahulu. Cawan petri dibungkus dengan
kertas buram lalu disterilkan dalam oven dengan suhu 180 selama 1 jam.
Sterilisasi BSC dengan menghidupkan lampu UV selama 30 menit.

● Pembuatan Media
a. BHIB
b. MHA

Siapkan media MHA timbang pada timbangan analitik


dengan berat 11,4 gram, kemudian siapkan aquades sebanyak 300
ml. campurkan media MHA dengan aquades ke dalam labu ukur
lalu panaskan di atas hotplate dengan suhu 250 derajat dengan
kecepatan 40 rpm. setelah mendidih sumpal dengan kapas lemak
dan tutup dengan aluminium foil dan kemudian di autoklaf selama
2 jam. setelah di autoklaf tuang media ke atas cawan petri di dalam
BSC, tuang 20ml di setiap cawan petri dengan gelas ukur. tunggu
hingga dingin.

c. Larutan NaCl

Siapkan 10 tabung reaksi berukuran sedang, kemudian


ambil 100 ml aquades dengan menggunakan beaker glass
berukuran 500 ml, pindahkan aquades ke dalam tabung reaksi
dengan menggunakan gelas ukur dengan masing-masing 10 ml
disetiap tabung reaksi. sumpal menggunakan kapas lemak
kemudian ikat dengan tali kasur dan dibungkus dengan kertas
buram dan terakhir ikat lagi dengan tali kasur. masukan ke dalam
autoklaf selama 15 menit.

● Isolasi bakteri dari media kultur murni ke media BHIB

Siapkan bakteri pada kultur murni yang akan di isolasi ke


media BHIB. Sterilisasi area kerja dengan alkohol 70% dan
keringkan dengan tisu . Jika tindakan isolasi dilakukan di luar BSC
,maka persiapkan Bunsen. Setelah itu nyalakan Bunsen dan
lakukan sterilisasi Ose sampai berpijar dari ujung hingga pangkal.
Kemudian ambil koloni dari kultur bakteri murni menggunakan ose
yang sudah steril tersebut, kemudian homogenkan dengan media
BHIB yang sebelumnya sudah di autoclave selama 15 menit.
Kemudian inkubasi selama 18 - 24 jam.
● Pembuatan suspensi bakteri

Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.Alat yang diperlukan


antara lain : Desintometer, Mikropipet, Bunsen. Sedangkan bahan yang
diperlukan antara lain : Bakteri yang sudah di isolasi dalam media BHIB ,
larutan NaCl yang sudah di autoclave. Pertama lakukan sterilisasi area
kerja dengan alkohol 70%. Selanjutnya lakukan pengecekan LUPAAAAA
LANJUT BESOK MAKASI

● Isolasi Bakteri dari media BHIB ke media MHA


● Pengamatan zona hambat antibiotik terhadap bakteri

3.5 Timeline Kerja


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Gambar Hasil Pengamatan Hasil Pengamatan

Pada hasil isolat Pseudomonas


aeruginosa terlihat zona bening yang
terbentuk karena antibiotik
ciprofloxacin bekerja pada target yang
sesuai dan juga menghambat
pertumbuhan sedangkan pada
antibiotik ampicillin tidak terbentuk
zona bening di sekitar cakram
antibiotik.

4.2 Pembahasan

Uji difusi cakram adalah metode umum yang digunakan untuk mengetahui
resistensi dan sensitivitas mikroba terhadap penggunaan obat. Metode ini
dilakukan untuk mengetahui adanya zona hambatan yang terbentuk. Hasil
pengukuran diameter zona hambatan menunjukkan apakah mikroba resisten atau
sensitif terhadap suatu antibiotik. Jika strain Pseudomonas aeruginosa tidak
mengalami mutasi pada target kerja obat maka strain ini akan sensitif terhadap
antibiotik dan sebaliknya jika Pseudomonas aeruginosa mengalami mutasi pada
target kerja obat maka strain ini akan resisten terhadap antibiotik. Zona hambatan
yang terbentuk pada Pseudomonas aeruginosa dibandingkan dengan tabel standar
NCCLS dengan kategori resisten, intermediet dan sensitif.
Pseudomonas spp.

Konsentrasi Antibiotik dan Diameter Zona Hambat berdasarkan EUCAST Version 13.0 2023

Hasil pengamatan diameter zona hambat uji difusi cakram Pseudomonas


aeruginosa :

Dilihat dari tabel hasil pengamatan diameter zona hambat uji difusi
cakram Pseudomonas aeruginosa berdasarkan konsentrasi antibiotik dan diameter
zona hambat berdasarkan EUCAST Version 13.0 2023 menunjukkan bahwa
Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap antibiotik ampicillin dan
ciprofloxacin. Resistensi antibiotik merupakan konsekuensi dari penggunaan
antibiotik yang salah dan perkembangan dari suatu mikroorganisme itu sendiri.
Hal tersebut terjadi karena adanya mutasi atau gen resistensi yang didapat.
Penyebab utama terjadinya resistensi antibiotik disebabkan karena ketidaktepatan
serta ketidakrasionalan dalam penggunaan antibiotik.

Pada praktikum yang telah dilakukan tidak terbentuk zona bening yang
mengelilingi cakram antibiotik ampicillin dan zona bening hanya terbentuk di
sekitar cakram antibiotik ciprofloxacin karena target obat pada topoisomerase II
(gyrase A) sebagai target utama dan merupakan mekanisme kerja dari
ciprofloxacin. Ciprofloxacin menyekat sintesis DNA bakteri dengan jalan
menghambat topoisomerase II pada bakteri. Penghambatan DNA gyrase akan
mencegah relaksasi supercoiled DNA secara positif yang dibutuhkan untuk
transkripsi dan replikasi normal. Namun dinyatakan resisten karena diameter zona
hambat yang terbentuk di sekeliling cakram antibiotik ciprofloxacin ≤ 26
berdasarkan diameter zona hambat berdasarkan EUCAST Version 13.0 2023.
Pseudomonas aeruginosa mempunyai resistensi terhadap semua antibiotik
meskipun tidak semuanya mempunyai persentase yang tinggi. Pada beberapa studi
di Amerika menunjukan adanya potensi yang besar terjadinya resistensi yang
besar terhadap golongan sefalosporin dan aminoglikosida. Sedangkan untuk
golongan karbapenem (meropenem) masih poten untuk menghambat bakteri gram
negatif. Mekanisme terjadinya resistensi Pseudomonas aeruginosa terhadap
beberapa antibiotik secara umum sama dengan enterobacteriaceae ataupun kuman
gram negatif lainnya. Perbedaan mekanisme resistensi Pseudomonas aeruginosa
terjadi pada sistem efflux dimana bakteri ini memiliki permeabilitas membran
10-100 kali lipat lebih rendah dibandingkan dengan bakteri gram negatif lainnya,
hal ini mengakibatkan berkurangnya efektivitas antibiotik yang menyebabkan
terjadinya resistensi.

Resistensi terhadap antibiotik ampicillin pada bakteri Pseudomonas


aeruginosa dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme yang kompleks. Salah
satunya adalah produksi enzim beta-laktamase oleh Pseudomonas aeruginosa.
Pseudomonas aeruginosa adalah salah satu bakteri gram-negatif yang mampu
menghasilkan enzim beta-laktamase. Enzim ini merupakan mekanisme utama
resistensi terhadap antibiotik beta-laktam seperti ampicillin. Enzim ini mampu
menghancurkan antibiotik beta-laktam seperti ampicillin dengan memecah cincin
beta-laktam dalam struktur antibiotik yang membuatnya tidak lagi efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri atau antibiotik tersebut menjadi tidak aktif.
Selain itu, Pseudomonas aeruginosa juga dapat mengembangkan kemampuan
untuk mengurangi permeabilitas membran selnya terhadap antibiotik, sehingga
ampicillin kesulitan masuk ke dalam sel bakteri dan tidak dapat berinteraksi
dengan targetnya. Proses ini juga bisa melibatkan mutasi genetik yang mengubah
target antibiotik atau jalur respons terhadap ampicillin sehingga membuat
Pseudomonas aeruginosa lebih tahan terhadap antibiotik ampicillin serta
Pseudomonas aeruginosa memiliki kemampuan untuk berkembang biak dengan
cepat dalam berbagai kondisi lingkungan, termasuk dalam kehadiran antibiotik.
Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap ampicillin
menjadi lebih dominan dalam populasi.
Resistensi terhadap antibiotik ciprofloxacin pada bakteri Pseudomonas
aeruginosa merupakan hasil dari berbagai mekanisme adaptasi yang dapat terjadi
dalam tubuh bakteri. Salah satunya terjadi perubahan pada target antibiotik.
Ciprofloxacin adalah antibiotik golongan fluoroquinolone yang bekerja dengan
mengganggu aktivitas enzim DNA gyrase dalam bakteri. Pseudomonas
aeruginosa dapat mengalami perubahan pada enzim DNA gyrase atau
mengurangi ekspresi enzim ini sehingga antibiotik tidak lagi efektif. Perubahan
pada target antibiotik ini membuat Pseudomonas aeruginosa lebih tahan terhadap
ciprofloxacin. Selain itu, Pseudomonas aeruginosa dapat mengembangkan
mekanisme efusi aktif yang memompa ciprofloxacin keluar dari sel bakteri. Hal
ini mengurangi konsentrasi antibiotik di dalam sel dan membuatnya kurang efektif
dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Mutasi genetik juga dapat terjadi pada
Pseudomonas aeruginosa yang menghasilkan varian Pseudomonas aeruginosa
yang lebih tahan terhadap ciprofloxacin. Penggunaan ciprofloxacin yang
berlebihan atau dalam dosis yang tidak tepat dalam pengobatan infeksi juga dapat
memicu perkembangan resistensi bakteri terhadap antibiotik ini.
BAB V

KESIMPULAN

Pseudomonas aeruginosa salah satu bakteri gram negatif berbentuk batang


yang motil dan hidup di dalam suasana aerob serta tampak dalam bentuk tunggal
yang sering kali menjadi sumber infeksi, selama ini bakteri Pseudomonas
aeruginosa menimbulkan manifestasi klinis mencangkup kasus bakteremia,
pneumonia, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi luka pasca operasi dan
infeksi lainnya. Disamping itu penularan infeksi melalui kontak dari satu pasien
ke pasien lain kerap terjadi di lingkungan rumah sakit. Dalam upaya
penanggulangan penyakit infeksi dapat dilakukan dengan beberapa antibiotik
yang mempunyai efek menekan atau menghentikan proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh mikroba. Pseudomonas
aeruginosa mempunyai resistensi terhadap semua antibiotik meskipun tidak
semuanya mempunyai persentase yang tinggi.

Setelah dilakukan praktikum uji sensitivitas bakteri Pseudomonas


aeruginosa terhadap antibiotik ampicillin dan ciprofloxacin metode difusi cakram
yang telah dibandingkan dengan data konsentrasi antibiotik dan diameter zona
hambat berdasarkan EUCAST Version 13.0 2023 dapat disimpulkan bahwa
Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap antibiotik ampicillin dan
ciprofloxacin.

Resistensi terhadap ampicillin seringkali melibatkan produksi enzim


beta-laktamase yang mampu menghancurkan struktur molekuler ampicillin
sehingga antibiotik tersebut tidak lagi efektif dalam menghambat pertumbuhan
bakteri. Selain itu, Pseudomonas aeruginosa dapat mengurangi permeabilitas
membran selnya terhadap ampicillin, sehingga sulit bagi antibiotik tersebut untuk
memasuki sel bakteri.

Di sisi lain, resistensi terhadap ciprofloxacin terjadi melalui perubahan


pada target antibiotik yang bekerja dengan mengganggu aktivitas enzim DNA
gyrase dalam bakteri. Pseudomonas aeruginosa dapat mengalami perubahan pada
enzim ini atau mengurangi ekspresi enzim tersebut sehingga antibiotik tidak lagi
efektif dalam mempengaruhi DNA bakteri. Mutasi genetik dan penggunaan
antibiotik yang berlebihan juga dapat memperparah resistensi terhadap kedua
antibiotik ini. Oleh karena itu, pemahaman terhadap mekanisme resistensi suatu
antibiotik penting dalam upaya pengobatan yang lebih efektif dan untuk
mengurangi penggunaan antibiotik yang berlebihan atau tidak tepat yang dapat
mempercepat perkembangan resistensi antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA

Ari Kushuma, Y. S. (2019). Uji Teknik Difusi Menggunakan Kertas Saring Media
Tampung Antibiotik dengan Escherichia Coli Sebagai Bakteri Uji. Kesehatan
Prima, XIII, 151-155.

Dhiya Luthfiyyah L., A. M. (2019). Uji Sensitivitas Antibiotik. 1-9.

FKUI., 2002. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Binarupa Aksara.
Jakarta

Gunawan S., Setiabudy R dan Nafrialdi. 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
Jakarta. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK-UI.

Nugroho, A. W. 2010. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, and Adelberg’s


/Geo F. Brooks et al. 25th edn. Edited by A. Adityaputri. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Pratiwi, R. H. (12). MEKANISME PERTAHANAN BAKTERI PATOGEN


TERHADAP ANTIBIOTIK. ISSN e-journal 2579-7557, 418-429.

Refdanita., Maksum R., Nurgani A., Endang P. 2004. Pola kepekaan kuman
terhadap antibiotika di ruang rawat intensif RS Fatmawati Jakarta tahun
2001-2002. Makara Kesehatan, 8(2): 41-48

Sigma. 2014. Brain Heart Infusion (BHI) Agar – Composition, Principle,


Preparation, Results, Uses.

Soekiman, S., 2016, Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, Edisi Pertama, Cetakan
Pertama., Sagung Seto, Jakarta, 233-240.

Sagar Aryal. 2022. Mueller Hinton Agar (MHA) – Composition, Principle, Uses
and Preparation

Tjay TH dan Rahardja K. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan


EfekEfek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta. PT. Elex Media Komputindo. 193.

Utami ER. 2012. Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi. Saintis, 1(1):
124-138.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai