id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pseudomonas aeruginosa
a. Deskripsi
Pseudomonas merupakan kelompok bakteri yang tersebar luas dalam tanah
dan air. Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu kelompok pseudomonas
dan tergolong kelompok patogen yang besar pada manusia, kadang membentuk
koloni dalam tubuh manusia. Pseudomonas aeruginosa bersifat invasif dan
toksigenik sehingga pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah dapat
menyebabkan infeksi. Ia merupakan patogen nosokomial yang penting (Brooks,
Butel dan Morse, 2007).
b. Klasifikasi
Klasifikasi bakteri Pseudomonas aeruginosa :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Order : Pseudomonadales
Family : Pseudomonadadaceae
Genus : Pseudomonas
Species : Aeruginosa
(Todar, 2008)
Lihat gambar 2.1.
commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
antimikroba yang berbeda. Pada biakan pasien dengan fibrosis kistik sering
membentuk koloni Pseudomonas aeruginosa yang mukoid akibat produksi
berlebihan dari alginate, suatu eksopolisakarida yang berfungsi menghasilkan
matriks sehingga organisme dapat hidup dalam biofilm (Brooks, Butel dan
Morse, 2007).
e. Biofilm bakteri
Biofilm adalah kumpulan bakteri interaktif yang dibungkus dalam matriks
eksopolisakarida dan melekat pada permukaan yang keras atau melekat satu sama
lain. Keadaan ini berbeda dengan planktonik atau pertumbuhan bakteri yang hidup
bebas karena tidak ada interaksi mikroorganisme. Lapisan berlendir dibentuk
biofilm pada permukaan keras dan terjadi di seluruh alam. Satu spesies bakteri
atau lebih dapat terlibat dan berkumpul bersama untuk membentuk biofilm
(Brooks, Butel dan Morse, 2007). Pada infeksi manusia yang bersifat persisten
dan sulit ditangani biofilm memainkan peran yang penting sebagai contoh pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
penderita kistik fibrosis yang diinfeksi Pseudomonas aeruginosa pada jalan nafas.
Pembentukan biofilm pertama adalah kolonisasi permukaan. Kolonisasi bermula
apabila bakteri berada di atas permukaan dimana bakteri dapat menggunakan
flagel untuk bergerak.
Pili dapat digunakan beberapa bakteri untuk menarik diri bersama-sama
menjadi satu kelompok dan bakteri lainnya bergantung pada pembelahan sel
untuk memulai pembentukan koloni. Secara berterusan bakteri menyekresikan
suatu sinyal antara sel Quorum sensing (Brooks, Butel dan Morse, 2007).
Dua sistem Quorum sensing yang dikenali dengan nama las dan rhl. Sinyal ini
disekresi dalam kadar rendah yang merupakan suatu molekul dalam kadar rendah
misalnya sinyal N-acyl homoserine lactone (AHL) (Karatuna dan Yagci, 2010).
Semakin banyak jumlah bakteri, semakin banyak pula konsentrasi sinyal tersebut.
Apabila ambang rangsang tercapai, bakteri akan memberi respon dan mengubah
aktivasi gen sehingga mengubah perilakunya (Brooks, Butel dan Morse, 2007).
Pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dihasilkan alginate. Gen-gen diaktivasi
dapat memengaruhi jalur metabolik dimana bakteri di dalam matriks cenderung
mengalami penurunan metabolisme dan produksi faktor virulensi. Matriks
eksopolisakarida dapat melindungi bakteri dari mekanisme imun penjamu.
Beberapa antimikroba menunjukkan sawar difusi untuk matriks, sedangkan
antimikroba yang lain dapat berikatan dengannya. Resistensi terhadap beberapa
antimikroba oleh beberapa bakteri dalam biofilm dengan yang tumbuh dan hidup
bebas dalam bahan medium. Hal inilah yang membantu menjelaskan mengapa
infeksi yang disebabkan oleh biofilm sulit diobati (Brooks, Butel dan Morse,
2007).
f. Temuan klinis
Pseudomonas aeruginosa merupakan suatu patogen nosokomial. Menurut
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), rata-rata infeksi
Pseudomonas aeruginosa di RS Amerika Serikat adalah 0,4% (4 per 1000
pasien). Bakteri ini merupakan penyebab infeksi nosokomial keempat dengan
persentasi dari keseluruhan RS 10,1% (Todar, 2008). Di Intensive Care Unit
(ICU) RS. Fatmawati, Indonesia Pseudomonas aeruginosa merupakan 26,5%
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
bakteri yang dijumpai (Radji, Fauziah dan Aribinuko, 2011). Selain itu, di
Indonesia Rumah Sakit (Jakarta dan sekitarnya) dari tahun 2004-2010, 12-19%
bakteri Pseudomonas aeruginosa didapat dari hasil kultur bakteri kelompok gram
negatif (Moehario et al., 2012). Di RS Dr Moewardi Surakarta, Pseudomonas
aeruginosa tercatat sebanyak 12% dari semua infeksi dan tercatat sebagai urutan
keempat sumber infeksi dari bakteri gram negatif. (Priyambodo, J,. et al., 2014)
Pseudomonas aeruginosa menyebabkan infeksi pada luka dan luka bakar
sehingga menimbulkan pus hijau kebiruan, pada pungsi lumbal bisa terjadi
meningitis dan penggunaan kateter dan instrument lain atau dalam larutan untuk
irigasi dapat menimbulkan infeksi saluran kemih. Pneumonia nekrotik terjadi
karena keterlibatan saluran napas terutamanya akibat respirator yang
terkontaminasi (Brooks, Butel dan Morse, 2007)
Pada organ mata, bakteri ini merupakan salah satu penyebab keratitis dan
etiologi kepada opthalmia neonatal (Todar, 2008). Pada perenang bakteri ini
sering ditemukan pada otitis eksterna ringan dan pada pasien diabetes dapat
menjadi invasif (bersifat maligna) (Brooks, Butel dan Morse, 2007).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
h. Pengobatan
Oleh karena tingkat keberhasilan pengobatan dengan terapi obat tunggal
rendah, maka pada infeksi Pseudomonas. aeruginosa yang berat secara klinis
bakterinya dapat dengan cepat menjadi resistan. Penisilin yang aktif melawan
Pseudomonas aeruginosa seperti tikarsillin atau peperasillin dapat digunakan
dalam kombinasi dengan aminoglikosida, biasanya tobramisin atau gentamicin.
(Brooks, Butel, dan Morse, 2007).
Obat lainnya yang bisa digunakan adalah azteronam, imipenem, dan golongan
kuinolon yang baru, seperti ciprofloxacin dan juga golongan sefalosporin yang
baru, seftazidim dan sefoperazon. Seftazidim digunakan sebagai terapi primer
infeksi Pseudomonas aeruginosa. Uji kepekaan obat antimikroba harus dilakukan
sebagai penunjang dalam memilih terapi (Brooks, Butel, dan Morse, 2007).
2. Antimikroba
Pada Antimikroba dapat dibagi kepada agen antibakteri, antifungal dan antiviral.
Agen ini terdiri dari komponen alami (antibiotik) dan komponen sintetis yang
dihasilkan di laboratorium. Antibiotik merupakan sejenis substansi yang dihasilkan
oleh satu mikroba dan menginhibisi pertumbuhan dan viabilitas mikroba lain
(Brenner dan Stevens, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Prinsip kerja obat antimikroba dapat dibagi menjadi empat menurut (Jawetz,
1997) :
1. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi sintesis dinding sel. Bakteri
mempunyai dinding sel yang merupakan suatu lapisan luar yang kaku. Dinding
sel mengandung polimer kompleks peptidoglikan yang khas secara kimiawi dan
terdiri dari polisakarida dan polipeptida dengan banyak hubungan silang.
Lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri gram positif lebih tebal daripada
bakteri gram negatif. Dinding sel berfungsi mempertahankan bentuk dan ukuran
mikroorganisme, yang mempunyai tekanan osmotik internal tinggi. Kerusakan
pada dinding sel seperti akibat terkena enzim lisozim atau inhibisi pada
pembentukan dinding sel dapat menyebabkan sel menjadi lisis. Obat-obat
golongan B-laktam merupakan bekerja dengan mekanisme inhibisi sintesis
dinding sel bakteri sehingga aktif membunuh bakteri yang merupakan salah satu
dari beberapa aktivitas obat. Obat-obat yang bekerja dengan cara inhibisi sintesis
dinding sel adalah penisilin, sefalosporin, vankomisin, dan sikloserin. Obat-obat
lain bekerja dengan menghambat langkah awal dalam biosintesis peptidoglikan
adalah basitrasin, teikoplanin, vankomisin, ristosetin, dan novobiosin.
2. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi fungsi membran sel. Semua
sitoplasma sel hidup diikat oleh membran sitoplasma yang berperan sebagai
barier permeabilitas selektif. Membran sitoplasma mengontrol komposisi
internal sel dengan transport aktif. Jika fungsi sitoplasma ini terganggu dapat
mengakibatkan kerusakan atau kematian sel karena makromolekul dan ion dapat
keluar dari sel. Obat-obat yang bekerja dengan cara inhibisi fungsi membrane sel
adalah polimiksin, amfoterisin B, kolistin, dan imidazol serta triazol.
3. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi sintesis protein. Ribosom
berperan sebagai tempat sintesis protein. Bakteri mempunyai ribosom 70S. Pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
c. Madu
Madu adalah suatu substansi yang dihasilkan dari kumpulan nektar tumbuhan
setelah dikumpulkan, dimodifikasi dan disimpan dalam sarang lebah (National
Honey Board, 2003).
Madu sering digunakan sebagai obat tradisional untuk infeksi mikroba pada
zaman dahulu (Sherlock et al., 2010).
1. Komposisi
Gula dan air merupakan komponen utama madu. Gula pada madu
sebanyak 95-99% yaitu monosakarida (85-95%) dimana fruktosa (38,2%) dan
glukosa (31,3%). Gula ini berbentuk 6 rantai karbon yang mudah diserap oleh
tubuh. Selain itu, terdapat juga disakarida seperti maltose, sukrosa, dan
isomaltosa. Oligosakarida ada dalam jumlah yang kecil (Olaitan, Adeleke dan
Ola, 2007).
Air merupakan komponen kedua terpenting setelah gula. Air berperan
dalam penyimpanan madu. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi air
seperti cuaca dan kelembapan di dalam sarang, keadaan madu dan
pengobatan lewat ekstraksi dan penyimpanan. Terdapat 0,57% asam organik
termasuk asam glukonik (produk pencernaan enzim glukosa). Asam organik
ini berperan dalam mengatur keasaman dan rasa dari madu (Olaitan, Adeleke
dan Ola, 2007).
Mineral-mineral yang terdapat pada madu sangat kecil jumlahnya yaitu
0,17% dengan jumlah potassium yang paling banyak. Mineral lain seperti
kalsium, kuprum, ferum, mangan dan fosfor. Enzim-enzim yang dihasilkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
B. Kerangka Berpikir
Antibakterial
Madu
Enzim lisozim
Lisis dinding
Madu
Hiperosmolaritas
Makromolekul dan
ion keluar dari sel
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
C. Hipotesis
Madu memiliki efektifitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853 secara in vitro.
commit to user