Anda di halaman 1dari 13

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Pseudomonas aeruginosa
a. Deskripsi
Pseudomonas merupakan kelompok bakteri yang tersebar luas dalam tanah
dan air. Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu kelompok pseudomonas
dan tergolong kelompok patogen yang besar pada manusia, kadang membentuk
koloni dalam tubuh manusia. Pseudomonas aeruginosa bersifat invasif dan
toksigenik sehingga pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah dapat
menyebabkan infeksi. Ia merupakan patogen nosokomial yang penting (Brooks,
Butel dan Morse, 2007).

b. Klasifikasi
Klasifikasi bakteri Pseudomonas aeruginosa :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Order : Pseudomonadales
Family : Pseudomonadadaceae
Genus : Pseudomonas
Species : Aeruginosa
(Todar, 2008)
Lihat gambar 2.1.

commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.1. Pewarnaan bakteri Pseudomonas Aeruginosa (Todar, 2008).

c. Morfologi dan identifikasi


Pseudomonas aeruginosa dengan ciri khasnya berbentuk batang, motil dan
berukuran sekitar 0,6 x 2 mm. Bakteri ini tergolong kelompok bakteri gram
negatif dan dapat muncul dalam bentuk tunggal, berpasangan atau kadang-kadang
dalam bentuk rantai pendek. Pseudomonas aeruginosa dapat tumbuh dengan baik
pada suhu 37- 42ºC. Bakteri ini tidak memfermentasi karbohidrat dan bersifat
oksidase positif, tetapi banyak strain mengoksidasi glukosa. Pseudomonas
aeruginosa dapat diidentifikasi berdasarkan morfologi koloni, sifat oksidase-
positif, adanya pigmen yang khas, dan pertumbuhan pada suhu 42ºC (Brooks,
Butel dan Morse, 2007).
Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri obligat aerob yang dapat tumbuh
dengan mudah pada banyak jenis medium biakan dan beberapa strain dapat
menyebabkan hemolisis darah. Koloni Pseudomonas aeruginosa adalah bulat
halus dengan warna fluoresensi kehijauan. Bakteri ini sering menghasilkan
piosianin yang tidak dihasilkan spesies pseudomonas lain, pigmen kebiru-biruan
yang tidak berfluoresensi, yang berdifusi ke dalam agar, Pseudomonas aeruginosa
juga banyak memproduksi pigmen pioverdin yang berfluoresensi, yang
memberikan warna kehijauan pada agar. Beberapa strain menghasilkan pigmen
piorubin yang berwarna merah gelap atau pigmen piomelanin yang hitam
(Brooks, Butel dan Morse, 2007).
Pseudomonas aeruginosa pada biakan dapat membentuk berbagai jenis koloni.
Setiap koloni dapat mempunyai aktivitas biokimia, enzimatik dan pola kerentanan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

antimikroba yang berbeda. Pada biakan pasien dengan fibrosis kistik sering
membentuk koloni Pseudomonas aeruginosa yang mukoid akibat produksi
berlebihan dari alginate, suatu eksopolisakarida yang berfungsi menghasilkan
matriks sehingga organisme dapat hidup dalam biofilm (Brooks, Butel dan
Morse, 2007).

d. Struktur antigen dan toksin


Struktur dari permukaan sel yang menjulur pili (fimbria) membantu pelekatan
pada sel epitel inang. Sifat endotoksik Pseudomonas aeruginosa karena
lipopolisakarida yang ada dalam berbagai immunotype. Jenis-jenis bakteri
Pseudomonas aeruginosa dapat dibedakan berdasarkan kerentanannya terhadap
piosin (bakteriosin) dan immunotype lipopolisakarida. Kebanyakan bakteri
Pseudomonas aeruginosa yang diambil dari infeksi klinis menghasilkan enzim
ekstraselullar, termasuk elastase, protease, dan hemolisin (fosfolipase C dan
glikolipid). (Brooks, Butel dan Morse, 2007). Banyak strain Pseudomonas
aeruginosa yang menyebabkan nekrosis jaringan dan bersifat letal untuk binatang
jika disuntikkan dalam bentuk murni dengan menghasilkan eksotoksin A.
Mekanisme Toksin tersebut serupa seperti mekanisme toksin difteri yaitu dengan
cara menghambat sintesis protein ,walaupun struktur kedua toksin tersebut tidak
sama. Beberapa serum manusia menunjukkan sifat antitoksin terhadap eksotoksin
A termasuk pasien yang telah sembuh dari infeksi berat Pseudomonas aeruginosa
(Brooks, Butel dan Morse, 2007).

e. Biofilm bakteri
Biofilm adalah kumpulan bakteri interaktif yang dibungkus dalam matriks
eksopolisakarida dan melekat pada permukaan yang keras atau melekat satu sama
lain. Keadaan ini berbeda dengan planktonik atau pertumbuhan bakteri yang hidup
bebas karena tidak ada interaksi mikroorganisme. Lapisan berlendir dibentuk
biofilm pada permukaan keras dan terjadi di seluruh alam. Satu spesies bakteri
atau lebih dapat terlibat dan berkumpul bersama untuk membentuk biofilm
(Brooks, Butel dan Morse, 2007). Pada infeksi manusia yang bersifat persisten
dan sulit ditangani biofilm memainkan peran yang penting sebagai contoh pada

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penderita kistik fibrosis yang diinfeksi Pseudomonas aeruginosa pada jalan nafas.
Pembentukan biofilm pertama adalah kolonisasi permukaan. Kolonisasi bermula
apabila bakteri berada di atas permukaan dimana bakteri dapat menggunakan
flagel untuk bergerak.
Pili dapat digunakan beberapa bakteri untuk menarik diri bersama-sama
menjadi satu kelompok dan bakteri lainnya bergantung pada pembelahan sel
untuk memulai pembentukan koloni. Secara berterusan bakteri menyekresikan
suatu sinyal antara sel Quorum sensing (Brooks, Butel dan Morse, 2007).
Dua sistem Quorum sensing yang dikenali dengan nama las dan rhl. Sinyal ini
disekresi dalam kadar rendah yang merupakan suatu molekul dalam kadar rendah
misalnya sinyal N-acyl homoserine lactone (AHL) (Karatuna dan Yagci, 2010).
Semakin banyak jumlah bakteri, semakin banyak pula konsentrasi sinyal tersebut.
Apabila ambang rangsang tercapai, bakteri akan memberi respon dan mengubah
aktivasi gen sehingga mengubah perilakunya (Brooks, Butel dan Morse, 2007).
Pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dihasilkan alginate. Gen-gen diaktivasi
dapat memengaruhi jalur metabolik dimana bakteri di dalam matriks cenderung
mengalami penurunan metabolisme dan produksi faktor virulensi. Matriks
eksopolisakarida dapat melindungi bakteri dari mekanisme imun penjamu.
Beberapa antimikroba menunjukkan sawar difusi untuk matriks, sedangkan
antimikroba yang lain dapat berikatan dengannya. Resistensi terhadap beberapa
antimikroba oleh beberapa bakteri dalam biofilm dengan yang tumbuh dan hidup
bebas dalam bahan medium. Hal inilah yang membantu menjelaskan mengapa
infeksi yang disebabkan oleh biofilm sulit diobati (Brooks, Butel dan Morse,
2007).

f. Temuan klinis
Pseudomonas aeruginosa merupakan suatu patogen nosokomial. Menurut
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), rata-rata infeksi
Pseudomonas aeruginosa di RS Amerika Serikat adalah 0,4% (4 per 1000
pasien). Bakteri ini merupakan penyebab infeksi nosokomial keempat dengan
persentasi dari keseluruhan RS 10,1% (Todar, 2008). Di Intensive Care Unit
(ICU) RS. Fatmawati, Indonesia Pseudomonas aeruginosa merupakan 26,5%

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bakteri yang dijumpai (Radji, Fauziah dan Aribinuko, 2011). Selain itu, di
Indonesia Rumah Sakit (Jakarta dan sekitarnya) dari tahun 2004-2010, 12-19%
bakteri Pseudomonas aeruginosa didapat dari hasil kultur bakteri kelompok gram
negatif (Moehario et al., 2012). Di RS Dr Moewardi Surakarta, Pseudomonas
aeruginosa tercatat sebanyak 12% dari semua infeksi dan tercatat sebagai urutan
keempat sumber infeksi dari bakteri gram negatif. (Priyambodo, J,. et al., 2014)
Pseudomonas aeruginosa menyebabkan infeksi pada luka dan luka bakar
sehingga menimbulkan pus hijau kebiruan, pada pungsi lumbal bisa terjadi
meningitis dan penggunaan kateter dan instrument lain atau dalam larutan untuk
irigasi dapat menimbulkan infeksi saluran kemih. Pneumonia nekrotik terjadi
karena keterlibatan saluran napas terutamanya akibat respirator yang
terkontaminasi (Brooks, Butel dan Morse, 2007)
Pada organ mata, bakteri ini merupakan salah satu penyebab keratitis dan
etiologi kepada opthalmia neonatal (Todar, 2008). Pada perenang bakteri ini
sering ditemukan pada otitis eksterna ringan dan pada pasien diabetes dapat
menjadi invasif (bersifat maligna) (Brooks, Butel dan Morse, 2007).

g. Uji diagnostik laboratorium


Untuk uji diagnostik laboratorium, spesimen diambil dari lesi kulit, pus, urin,
darah, cairan spinal, sputum, dan bahan lainnya diindikasikan sesuai dengan jenis
infeksinya. Pada sediaan apus bakteri batang gram negatif sering dilihat. Tidak
ada karekteristik morfologi spesifik yang dapat membedakan pseudomonas di
spesimen dari bakteri enterik atau batang gram negatif lainnya (Brooks, Butel dan
Morse, 2007). Untuk membedakan spesimen, di oleskan pada agar darah dan
medium diferensial yang biasanya digunakan untuk menumbuhkan bakteri batang
gram negatif enterik. Pseudomonas tumbuh dengan mudah pada sebagian besar
medium ini, tetapi pertumbuhan pseudomonas lebih lambat daripada bakteri
enterik. Pseudomonas aeruginosa mudah dibedakan dari bakteri yang
memfermentasi laktosa karena tidak menfermentasikan laktosa (Brooks, Butel,
dan Morse, 2007)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

h. Pengobatan
Oleh karena tingkat keberhasilan pengobatan dengan terapi obat tunggal
rendah, maka pada infeksi Pseudomonas. aeruginosa yang berat secara klinis
bakterinya dapat dengan cepat menjadi resistan. Penisilin yang aktif melawan
Pseudomonas aeruginosa seperti tikarsillin atau peperasillin dapat digunakan
dalam kombinasi dengan aminoglikosida, biasanya tobramisin atau gentamicin.
(Brooks, Butel, dan Morse, 2007).
Obat lainnya yang bisa digunakan adalah azteronam, imipenem, dan golongan
kuinolon yang baru, seperti ciprofloxacin dan juga golongan sefalosporin yang
baru, seftazidim dan sefoperazon. Seftazidim digunakan sebagai terapi primer
infeksi Pseudomonas aeruginosa. Uji kepekaan obat antimikroba harus dilakukan
sebagai penunjang dalam memilih terapi (Brooks, Butel, dan Morse, 2007).

2. Antimikroba
Pada Antimikroba dapat dibagi kepada agen antibakteri, antifungal dan antiviral.
Agen ini terdiri dari komponen alami (antibiotik) dan komponen sintetis yang
dihasilkan di laboratorium. Antibiotik merupakan sejenis substansi yang dihasilkan
oleh satu mikroba dan menginhibisi pertumbuhan dan viabilitas mikroba lain
(Brenner dan Stevens, 2010).

a. Prinsip kerja obat antimikroba


Pada Toksisitas selektif adalah agen antimikroba yang ideal berbahaya bagi
pathogen tanpa membahayakan sel inang. Sifat toksisitas selektif sering kali relatif
dan bukan absolut yang bermaksud suatu obat dalam suatu konsentrasi tertentu
dapat ditoleransi oleh inang dan merusak mikroorganisme penyebab infeksi.
Toksisitas selektif dapat berfungsi sebagai reseptor spesifik yang diperlukan untuk
pelekatan obat, atau dapat bergantung pada inhibisi proses biokimia yang penting
bagi pathogen tetapi tidak bagi penjamu. Mekanisme kerja obat antimikroba dapat
dibagi kepada empat cara yaitu inhibisi sintesis dinding sel, inhibisi fungsi
membran sel, inhibisi sintesis protein (inhibisi translasi dan transkripsi bahan
genetik) dan inhibisi sintesis asam nukleat (Jawetz, 1997).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Prinsip kerja obat antimikroba dapat dibagi menjadi empat menurut (Jawetz,
1997) :
1. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi sintesis dinding sel. Bakteri
mempunyai dinding sel yang merupakan suatu lapisan luar yang kaku. Dinding
sel mengandung polimer kompleks peptidoglikan yang khas secara kimiawi dan
terdiri dari polisakarida dan polipeptida dengan banyak hubungan silang.
Lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri gram positif lebih tebal daripada
bakteri gram negatif. Dinding sel berfungsi mempertahankan bentuk dan ukuran
mikroorganisme, yang mempunyai tekanan osmotik internal tinggi. Kerusakan
pada dinding sel seperti akibat terkena enzim lisozim atau inhibisi pada
pembentukan dinding sel dapat menyebabkan sel menjadi lisis. Obat-obat
golongan B-laktam merupakan bekerja dengan mekanisme inhibisi sintesis
dinding sel bakteri sehingga aktif membunuh bakteri yang merupakan salah satu
dari beberapa aktivitas obat. Obat-obat yang bekerja dengan cara inhibisi sintesis
dinding sel adalah penisilin, sefalosporin, vankomisin, dan sikloserin. Obat-obat
lain bekerja dengan menghambat langkah awal dalam biosintesis peptidoglikan
adalah basitrasin, teikoplanin, vankomisin, ristosetin, dan novobiosin.
2. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi fungsi membran sel. Semua
sitoplasma sel hidup diikat oleh membran sitoplasma yang berperan sebagai
barier permeabilitas selektif. Membran sitoplasma mengontrol komposisi
internal sel dengan transport aktif. Jika fungsi sitoplasma ini terganggu dapat
mengakibatkan kerusakan atau kematian sel karena makromolekul dan ion dapat
keluar dari sel. Obat-obat yang bekerja dengan cara inhibisi fungsi membrane sel
adalah polimiksin, amfoterisin B, kolistin, dan imidazol serta triazol.
3. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi sintesis protein. Ribosom
berperan sebagai tempat sintesis protein. Bakteri mempunyai ribosom 70S. Pada

beberapa ribosom yang memanjang di sepanjang untai mRNA yang disebut


sebagai polisom. Obat-obat yang bekerja dengan cara inhibisi sintesis protein
adalah eritromisin, linkomisin, tetrasiklin, aminoglikosida, dan kloramfenikol.
4. Cara kerja obat antimikroba dengan inhibisi sintesis asam nukleat. Obat-
obat yang bekerja dengan cara inhibisi sintesis asam nukleat adalah kuinolon,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

pirimetamin, rifampin, sulfonamide, trimetoprim dan trimetreksat. Rifampin


menghambat pertumbuhan bakteri dengan secara kuat berikatan pada RNA
polymerase dependen-DNA bakteri. Obat-obat golongan kuinolon dan
fluorokuinolon menghambat sintesis DNA mikroba dengan menghambat DNA
girase. Mikroorganisme mempunyai asam p-aminobenzoat (PABA) yang
merupakan metabolit penting dalam sintesis asam folat. Cara kerja spesifik
PABA berupa kondensasi suatu pteridin yang bergantung adenosine trifosfat
(ATP) dengan PABA untuk menghasilkan asam dihidropteroat, yang kemudian
diubah menjadi asam folat. Asam folat merupakan suatu prekursor penting
dalam sintesis asam nukleat. Sulfonamid adalah analog struktural PABA dan
menghambat dihidropteroat sintetase. Sulfonamid dapat masuk ke dalam reaksi
di tempat PABA dan bersaing untuk pusat aktif enzim sehingga membentuk
analog asam folat non fungsional yang mencegah pertumbuhan sel bakteri lebih
lanjut.

b. Resistensi terhadap obat antimikroba


Menurut Jawetz (1997) mekanisme resistensi bakteri terhadap obat antimikroba
adalah seperti berikut :
1. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang menginaktivasi aktivitas obat.
Staphylococci dan bakteri batang gram negatif lain yang resisten terhadap
penisilin G menghasilkan sejenis enzim beta-laktamase yang menginaktivasi
obat tersebut.
2. Mikroorganisme juga dapat mengubah permeabilitas sel membrannya
terhadap obat yang menganggu transpor aktif ke dalam sel seperti pada
tetrasiklin didapat dalam jumlah yang banyak pada bakteri yang rentan tetapi
tidak pada bakteri yang resisten
3. Mikroorganisme dapat mengubah struktur sasaran atau reseptor bagi obat.
Pada organism yang rentan terdapat resistensi kromosom terhadap
aminoglikosida berhubungan dengan hilangnya atau perubahan protein spesifik
pada subunit 30S ribosom bakteri yang bertindak sebagai reseptor tempat
bekerja obat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

4. Mikroorganisme bisa mengubah jalur metabolik yang langsung dihambat


oleh obat ini. Pada beberapa bakteri yang resisten terhadap sulfonamid tidak
membutuhkan asam p-aminobenzoat (PABA) yang merupakan metabolit
penting, tetapi dapat menggunakan asam folat yang telah dibentuk sebelumnya.
5. Mikroorganisme dapat mengubah enzim yang tetap dan dapat melakukan
fungsi metabolismenya seperti pada mutan yang resisten sulfonamid,
dihidropteroat sintetase mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap
PABA daripada sulfonamid.

c. Madu
Madu adalah suatu substansi yang dihasilkan dari kumpulan nektar tumbuhan
setelah dikumpulkan, dimodifikasi dan disimpan dalam sarang lebah (National
Honey Board, 2003).
Madu sering digunakan sebagai obat tradisional untuk infeksi mikroba pada
zaman dahulu (Sherlock et al., 2010).
1. Komposisi
Gula dan air merupakan komponen utama madu. Gula pada madu
sebanyak 95-99% yaitu monosakarida (85-95%) dimana fruktosa (38,2%) dan
glukosa (31,3%). Gula ini berbentuk 6 rantai karbon yang mudah diserap oleh
tubuh. Selain itu, terdapat juga disakarida seperti maltose, sukrosa, dan
isomaltosa. Oligosakarida ada dalam jumlah yang kecil (Olaitan, Adeleke dan
Ola, 2007).
Air merupakan komponen kedua terpenting setelah gula. Air berperan
dalam penyimpanan madu. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi air
seperti cuaca dan kelembapan di dalam sarang, keadaan madu dan
pengobatan lewat ekstraksi dan penyimpanan. Terdapat 0,57% asam organik
termasuk asam glukonik (produk pencernaan enzim glukosa). Asam organik
ini berperan dalam mengatur keasaman dan rasa dari madu (Olaitan, Adeleke
dan Ola, 2007).
Mineral-mineral yang terdapat pada madu sangat kecil jumlahnya yaitu
0,17% dengan jumlah potassium yang paling banyak. Mineral lain seperti
kalsium, kuprum, ferum, mangan dan fosfor. Enzim-enzim yang dihasilkan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

lebah terutamanya invertase (saccharase), diastase (amylase) dan glucose


oxidase berperan penting dalam pembentukan madu juga terdapat pada madu.
Vitamin C, B (tiamin) dan B2 komplek seperti riboflavin, asam nikotinik dan
B6 asam panthothenik juga didapati pada madu (Olaitan, Adeleke dan
Ola,2007).
2. Manfaat
Madu berperan dalam penatalaksanaan penyembuhan luka dengan
mencegah dan menghambat pertumbuhan bakteri sehingga mengurangkan
beban pada luka. Mekanisme kerja ini diakibatkan faktor biokimia yang
menghasilkan hidrogen peroksida dengan enzim glukose oksidase dengan
tambahan mekanisme non peroksid yang melisiskan dinding sel bakteri (Lee,
Sinno And Khachemoune, 2011).
Pada suatu studi madu, konsumsi madu setiap hari selama 2 minggu pada
mencit betina yang menunjukkan simptom menopause memberikan hasil
yang bermanfaat dan protektif. Madu yang digunakan menunjukkan
pencegahan atrofi uterus, atrofi epitel vagina, mempromosi peningkatan
densitas tulang dan mensuppresi peningkatan berat badan pada keadaan
menopause (Zaid et al., 2010). Selain itu, madu mencetus proses apoptosis
pada sel karsinoma ginjal (Samarghandian, Afshari and Davoodi, 2011)
Oligosakarida di dalam madu berpotensi sebagai prebiotik yang penting bagi
saluran cerna manusia. Dua flora normal yang penting di usus yaitu
Lactobacillus spp. (bagian distal usus halus) dan Bifidobacterium spp.
(kolon). Lactobacillus spp. dapat membantu tubuh mempertahankan dari
infeksi Salmonella dan Bifidobacterium spp. pula dapat memantau
pertumbuhan yeast dan bakteri patogen pada dinding kolon dan mungkin
dapat mengurangkan risiko kanker kolon dalam (Al-Qassemi dan Rasha,
2003).
3. Efek antimikroba
Madu sering digunakan sebagai obat tradisional untuk infeksi mikroba
sejak zaman dahulu. Potensi efek antibakteri berbeda bagi setiap madu
tergantung beberapa faktor seperti asal geografis sehingga proses
penyimpanan madu. Efek antibakteri adalah karena hiperosmolaritas, pH

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

rendah, produksi hidrogen peroksida dan adanya komponen fitokimia lainnya


seperti metilgloksal (MGO) (Sherlock et al., 2010).
Madu mempunyai dua mekanisme kerja dalam melawan infeksi yaitu
melalui komponen bakterisid yang aktif membunuh sel dan gangguan pada
Quorum sensing yang melemahkan koordinasi faktor virulensi bakteri. Pada
Pseudomonas aeruginosa konsentrasi rendah madu menghambat ekspresi
MvfR, las dan rhl regulons termasuk faktor virulensi lainnya pada jaringan
Quorum sensing (Wang et al., 2012).
Mekanisme jalur peroksid madu dalam membunuh bakteri melibatkan
penghasilan radikal hidroksil dari hidrogen peroksida dan juga beberapa
komponen yang tidak diketahui dalam madu. Ini akan menghasilkan efek
sitotoksik sehingga menghambat pertumbuhan bakteri dan degradasi DNA.
Efek antibakteri ini melalui Fenton-type reaction dan efek bakteriostatik
madu ini tergantung kepada dosis yang diberikan (Brudzynski dan Lannigan,
2012).
Madu menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Actinobacter dan
Stenotrophomonas. Selain itu, madu efektif terhadap bakteri methicillin-
resistant Staphylococcus aureus dan vancomycin-resistant Enterococcus
(Lee, Sinno dan Khachemoune, 2011).
Madu memiliki daya antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli yang
memproduksi enzym Ekstended Spektrum Beta Laktamase (ESBL) dengan
cara kombinasi multifaktorial dengan adanya H2O2, MGO dan enzym bee-
defensin 1. Semuanya berkontribusi secara kombinasi dalam aktivitas
antibakteria berspektrum luas.
daya antibakteria. Dalam percobaan bila keseluruhan faktor pemberi daya
antibakteri dihilangkan (H2O2, MGO, bee-defensin 1, pH rendah) madu

dengan konsentrasi serupa. Hal ini membuktikan bahwa viskositas juga


adalah faktor penyumbang daya antibakteria madu. (Kwakman PHS., et al
2010)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

B. Kerangka Berpikir

Luka terinfeksi Pseudomonas aeruginosa

Antibakterial

1. Inhibisi sintesis dinding sel 3. Inhibisi sintesis protein

Madu

Enzim lisozim

Lisis dinding

2. Inhibisi fungsi membran sel 4. Inhibisi sintesis asam nukleat

Madu

Hiperosmolaritas

Makromolekul dan
ion keluar dari sel

Pseudomonas aeruginosa mati

Gambar 2.2 Kerangka berpikir.

Luka terinfeksi Pseudomonas aeruginosa bisa mengakibatkan morbiditas


dan mortalitas pada manusia. Madu mempunyai efek antibakterial
menginhibisi sintesis dinding sel dengan cara enzim lisozim melisiskan
dinding sel dan menginhibisi fungsi membran sel dengan cara
hiperosmolaritas menarik makromolekul dan ion keluar dari sel.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

C. Hipotesis
Madu memiliki efektifitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853 secara in vitro.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai