Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH AUDITING LANJUTAN

STANDAR AUDITING DAN PERKEMBANGANNYA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

Persyaratan Mata Kuliah Auditing Lanjutan

Diajukan Oleh:

WIDYA LESTARI

2220532002

MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ANDALAS

2023
PEMBAHASAN

STANDAR AUDITING DAN PERKEMBANGANNYA

Standar audit merupakan hal yang krusial dalam mewujudkan audit yang berkualitas
unggul. Arens (2014: 52) menyatakan bahwa standar auditing merupakan pedoman bagi
auditor dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Standar Auditing dibuat
berdasarkan konsep dasar. Konsep dasar sangat diperlukan karena merupakan dasar
pembuatan standar yang berguna untuk memberikan pengarahan dan pengukuran kualitas
dari mana prosedur audit dapat diturunkan.

International Standards on Auditing adalah suatu standar kompetensi bagi profesional


yang bekerja di bidang auditing. ISA diterbitkan oleh International Auditing and Assurance
Standards Boards (IAASB) melalui International Federation of Accountant (IFAC) pada
tahun 2009. International Standards on Auditing amat terkait dengan International Standard
on Quality Control. International Standards on Auditing ini mempunyai 5 bagian, yaitu :

1. Introduction mencakup tujuan, ruang lingkup, dan subjek materi;


2. Objective menjelaskan kepentingan auditor;
3. Definitions yang menjelaskan pengertian yang dibakukan ISA; Requirements dalah
bagian yang menjelaskan ‘bagaimana auditor seharusnya..’dan
4. Application and Other Explanatory Material menjelaskan bagaimana pelaksanaan
berikut prosedur serta penjelasan hal lain yang masih terkait.

Secara garis besar, ISA terdiri dari beberapa hal pokok, yaitu:

1. Tanggungjawab (responsibilities)
2. Perencanaan Audit (Audit planning)
3. Pengendalian Internal (Internal Control)
4. Bukti Audit (Audit evidence)
5. Penggunaan oleh Ahli (Using work of other experts)
6. Kesimpulan Audit dan Laporan Audit (Audit conclusions and Audit report)

Di lingkup global, pada awalnya sebenarnya ada dua badan penyusun standar yang
berkaitan dengan praktik akuntansi secara internasional. Badan-badan itu adalah The
International Accounting Standards Committee (IASC) dan The International Federation of
Accountant (IFAC). Kesepakatan pembentukan IASC terjadi pada Juni 1973 di Inggris yang
diwakili oleh organisasi profesi akuntansi dari sembilan negara, yaitu Australia, Canada,
Prancis, Jerman Barat, Jepang, Mexico, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat. Sedangkan
IFAC didirikan oleh badan profesi akuntan dari 63 negara pada bulan Oktober 1977.

IASC lebih berkonsentrasi untuk menyusun International Accounting Standards


(IAS). Sedangkan IFAC lebih memfokuskan pada upaya pengembangan International
Standard Audits (ISA), kode etik, kurikulum pendidikan, dan kaidah-kaidah bagi akuntan
dalam berbisnis.

Menyongsong adopsi ISA

A. Dari Harmonisasi Menuju Konvergensi


Dalam berbagai forum yang berkaitan dengan kegiatan akuntansi internasional seperti
IFRS, dikenal kedua istilah ini: harmonisasi dan konvergensi. Secara sederhana,
harmonisasi adalah upaya menyelaraskan standar-standar (akuntansi, pengauditan, dan
lain-lain) yang beraneka ragam. Periode harmonisasi berlangsung sekitar tahun 1970-an
sampai dengan 1990-an. Di Indonesia, harmonisasi standar ini menjadi masukan dalam
penyusunan standar (standar setting) selama hampir seperempat abad.
Secara sederhana dunia akuntansi (standar setting, enforcement, dan accounting
governance) terbagi dalam 2 tradisi, yaitu tradisi Anglo-Saxon dimana negara
penganutnya disebut Anglo-Saxon countries dan tradisi Daratan Eropa dimana negara
penganutnya disebut Continental European countries.
Terdapat kajian-kajian yang menunjukkan adanya transformasi di negara-negara besar,
diantaranya kajian oleh Zimmerman, Werner, dan Volmer yang melihat adanya
transformasi di tiga negara, yaitu:
1. Amerika Serikat yang mengungguli Anglo-Saxon countries;
2. Jerman yang mengungguli Continental European countries;
3. Inggris mewakili Anglo-Saxon countries dan Jerman mengalami fase peng-
Eropanisasi-an (Europanization).

Konvergensi adalah konsekuensi logis dari globalisasi. Globalisasi dapat dikatakan


sebagai peningkatan dalam integrasi perekonomian dunia. Sehingga, harmonisasi
mengisyaratkan keselarasan, sedangkan konvergensi menuntut adanya keseragaman.

B. Pengalaman Negara Lain


Terdapat hambatan-hambatan dalam penerapan standar internasional berdasarkan
pengalaman negara lain, diantaranya sebagai berikut:
1. Kesalahpahaman mengenai sifat standar internasional
Contoh: Negara ABC mengklaim bahwa ISA diwajibkan untuk semua statutory
audits, Namun standar-maha penting seperti ISA501, Audit Evidence – Additional
Considerations for Spesific Items (mengenai auditing terhadap segment information)
dan ISA550, Related Parties belum diterapkan.
2. Tidak ada atau minimnya mekanisme yang tepat untuk memberikan otoritas bagi
standar internasional di tingkat nasional
Contoh: Negara ABC dengan tradisi yang mengandalkan hukum dan peraturan
perundang-undangan (bukan standar), belum menerjemahkan ISA karena memakan
banyak waktu.
3. Tidak sejalannya standar internasional dengan kerangka hukum di negara tersebut
Contoh: Undang-undang perseroan di negara ABC tidak memperkenankan statutory
auditor menolak memberikan pendapat, sedangkan ISA mewajibkan TMP ketika
dampak dari pembatasan lingkup begitu material dan pervasif sehingga auditor tidak
berhasil memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat.
4. Tidak ada atau minimnya keterkaitan antara pelaporan keuangan untuk tujuan umum
dan pelaporan yang ditentukan oleh regulator
Contoh: Di Negara ABC, bank-bank diwajibkan membuat laporan keuangan statuter
sesuai IFRS dan ketentuan akuntansi prudensial. Berdasarkan “full IFRS” bank-bank
tertentu memutuskan untuk menerbitkan seperangkat laporan keuangan tambahan dan
diaudit sesuai ISA. Namun laporan tambahan tersebut tidak sejalan dengan ketentuan
bank sentral mengenai sistem telaah mutu.
5. Tidak tepatnya lingkup penerapan standar internasional
Contoh: Ketika menerapkan ISAs untuk mengaudit laporan keuangan dari entitas
yang dikelola pemiliknya dimana potensi terjadi management override cukup besar,
kecenderungan mutu audit pada entitas yang dikelola pemiliknya tetap rendah
sekalipun sudah ada petunjuk (misal IAPS 1005).
6. Tidak dapat diamatinya kepatuhan
Contoh: Di Negara ABC, penurunan nilai diperkenankan sebagai pengurang pajak.
Hasil ROSC menunjukkan bahwa penurunan nilai dimanfaatkan oleh entitas yang
mempunyai laba, sedangkan entitas yang merugi menolak mengakui penurunan nilai.
Auditor umumnya memberikan penekanan opini masalah audit bukan opini audit
yang berkualitas atas ketidakpatuhan. Pemberian opini audit seperti ini keliru bagi
ISA.
7. Hal-hal yang perlu diperbaiki dalam standar yang bersangkutan
Contoh: ROSC mengakui bahwa ada hal-hal yang masih harus diperbaiki dan
disempurnakan, khususnya pada ISAs seperti adanya peluang untuk kompromi karena
standar masih lemah.
8. Ketidaksesuaian antara ketentuan akuntansi dan auditing dengan permintaan pasar
Contoh: Mekanisme corporate governance sedikit/ tidak bergantung pada external
disclosure, karena pemegang saham pengendali mempunyai akses atas informasi
internal yang tidak diungkapkan keluar.
9. Ketidaksesuaian antara ketentuan akuntansi dan auditing dengan kemampuan untuk
melaksanakannya
10. Ketidaksesuaian antara ketentuan akuntansi dan auditing dengan kemampuan
regulator atau pengawas untuk memaksakannya
Contoh: Regulator atau profesi harus memaksakan anggota profesinya memenuhi
standar atau ketentuan lain, misal ketentuan etika.
11. Peran khusus jejaring kantor akuntan internasional
Ada keinginan atau harapan bahwa jejaring kantor akuntan internasional dapat
mengimbangi kelemahan mutu (pelaporan keuangan) lokal.

Adopsi ISA di Indonesia

International Standards on Auditing (ISA) merupakan standar audit terbaru yang telah
diadopsi di Indonesia. Adopsi ini dilakukan untuk memenuhi jawaban atas Statement of
Membership Obligation and International Federation of Accountants. Per 1 Januari 2013,
Akuntan Publik wajib melakukan audit atas laporan keuangan emiten berdasarkan standar
yang baru ini. Aplikasi ISA diwujudkan melalui revisi terhadap Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP). Adopsi ISA dilakukan dengan melakukan revisi pada Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) yang selama ini digunakan sebagai acuan Akuntan Publik dalam
memberikan jasanya kepada publik.

Tujuan ISA adalah membangun sebuah standar yang dimengerti, jelas, dan mampu
diaplikasikan secara konsisten sehingga dapat memberikan tingkat jaminan yang lebih tinggi
berkaitan dengan keseragaman praktik di seluruh dunia. Sebelum ISA diadopsi di Indonesia,
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) mengacu pada standar audit yang berlaku di
Amerika Serikat yaitu Generally Accepted Auditing Standards (GAAS). SPAP terdahulu
membagi standar auditing menjadi tiga bagian utama, yaitu Standar Umum, Standar
Pekerjaan Lapangan, dan Standar Pelaporan. Dalam ISA, tidak ada pembagian kategori
standar auditing seperti halnya SPAP.

Terdapat beberapa perbedaan lain yang bersifat substantif dan mendasar antara ISA
dengan standar audit yang berlaku sebelumnya, diantaranya adalah (1) penekanan pada audit
berbasis risiko, (2) perubahan standar dari rules-based standards ke principles-based
standards, (3) penghapusan penggunaan pendekatan matematis pada praktik audit, (4)
penekanan pada professional judgement, (5) penilaian dan pelaporan pengendalian internal
atas pelaporan keuangan, dan (6) penyertaan Those Charged With Governance (TCWG)
dalam pengawasan suatu entitas. Perbedaan ini akan berdampak pada perubahan cara berpikir
seorang auditor yang melandasi teknik audit tertentu.

Faktor pendorong proyek ISA di Indonesia Indonesia sebagai negara anggota G20 dimana
Negara G20 mewakili 85% dari perekonomian dunia dan 67% penduduk dunia.

Empat kategori negara yang mengadopsi ISA antara lain:

1. Kategori diwajibkan oleh undang-undang atau peraturan


2. Kategori ISA diadopsi – Suatu badan atau lembaga yang menetapkan standar nasional
(seperti DSP IAPI) sebagai standar audit yang digunakan di negara bersangkutan
3. Kategori ISAs adalah standar nasional – adanya modifikasi standar namun tetap
sejalan dengan kebijakan modifikasi IAASB
4. Kategori lain-lain – standar audit setempat “didasarkan pada” atau “serupa dengan”
ISAs. Indonesia masuk dalam kategori 4.

DAFTAR PUSTAKA

Harahap. 2017. Pengaruh Pelaksanaan Standar Audit Berbasis International Standards On


Aauditing (ISA) Terhadap Kualitas Audit. Jurnal Aset (Akuntansi Riset). Vol. 9, No. 1,
Hal. 55-72.

Institut Akuntan Publik Indonesia. 2016. Update Perkembangan Standar Profesional Akuntan
Publik. Simposium Nasional Akuntansi: Bandar Lampung.

Ratri. 2020. Penerapan Standar Profesional Audit Internal dan Kualitas Audit: Sebuah
Tinjauan Literatur. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol.22, No.1, Hal. 47-56

Anda mungkin juga menyukai