Anda di halaman 1dari 4

Jenis-Jenis Bahasa Sosiolinguistik

1. Jenis Bahasa berdasarkan sosiologis

Penjenisan itu tidak terbatas pada struktur internal bahasa, tetapi juga bredasarkan faktor
sejarahnya, kaitannya dengan system linguistic lain, dan pewarisan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Penjenisan secara sosioligis ini penting untuk menentukan satu system inguistik tertentu,
misalnya sebagai bahasa resmi kenegaraan, dan sebagainya.

Stewart membagi jenis bahasa secara sosiologis berdasarkan 4 hal, yaitu:

o standardisasi,

o otonomi,

o historisitas,

o vitalitas.

- Standardisasi, atau pembakuan adalah adanya kodifikasi dan penerimaan terhadap sebuah
bahasa oelh masyarakat pemakai bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang menentukan
pemakaian “ bahasa yang benar “. Jadi. Standardisasi ini mempersoalkan apakah sebuah bahas
amemiliki kaidah atau norma yang yang dikodifikasikan atau yang tidak diterima oleh masyarakat
tutur dan merupakan dasar dalam pengajaran bahasa, baik sebagai bahasa yang pertama maupun
bahas ayang kedua. Siapakah yang harus membuat kodifikasi itu?. Pengkodifikasian pada dasrnya
merupakan tugas para pakar dan mereka yang dalam pekerjaan sehari-hari secara professional
berurusan dengan bahasa, seperti para pengarang, guru, wartawan, pakar bahasa dan sebagainya.
Kodifikasi ini tentunya harus diterima oleh masyarakat berupa penerimaan kaidah-kaidah itu serta
dibantu oleh pemerintah untuk memasyarakatkan kaidah-kaidah tadi.

- Otonomi atau keotonomian adalah sebuah sistem linguistik disebut mempunyai


keotonomian kalu system yang tidak bekaiatan dengan bahasa lain. Jadi, kalau ada dua sistem
linguistikatau lebih tidak mempunyai hubungan kesejarahan, maka berarti keduanya memiliki
keotonomian mansing-masing. Umpanya. Bahasa inggris dan bahsa jawa keduanya mempunyai
keotonomian sendiri-sendiri. Kalau dua system linguistic atau lebih memiliki hubungan kesejarahan,
tetapi keduanya memiliki sejumlah perbedaaan struktur, maka dalam hal ini keotonomiannya masih
tampak. Misalnya, bahasa Indonesia (di Indonesia) dan bahasa Malaysia (di Malaysia) mempunyai
hubungan kesejarahan, yaitu sama-sama dari bahasa Melayu, namun keduanya mempunyai
keotonomian masing-masing. Mengapa? Karena perbedaan-perbedaan stuktur yang terdapat
diantara keduanya sangat jelas. Keduanya mempunyai kodifikasi masing-masing, dan tradisi
kesusastraan masing-masing, yang menandai keduanya juga mempunyai pembakuan masing-
masing. Bahasa yang telah mengalami usaha pembakuan adalah bahas yang otonom. Perlu
ditekankan bahwa keotonomian sebuah bahasa bukan dating sendiri, melainkan harus diusahakan,
lebih-lebih untuk ragam baku bahhasa tulis.
- Historisitas atau kesejarahan adalah Sebuah sistem linguistik dianggap mempunyai
historisitas kalau diketahui atau dipercaya sebagai hasil perkembbangna uang normal pada maa yag
lalu. Faktor kesejarahan ini berkaitan dengan tradisi dari etnik tertentu. Jadi, faktor historisitas ini
mempersoalkan, apakah system linguistik itu tumbuh melalui pemakaian oleh kelompok etnik atau
sosial tertentu atau tidak. Para penutur suatu sistem linguistik yang nenliki unsure kesejarahan
mempunyai kemungkinan untuk menguasai bahasa yang kedua, yaitu bahasa lain yang bukan bahasa
ibunya. Bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Indonesia mempunyai unsur kesejarahan. Bahasa
Jawa dan bahasa Sunda jelas ada unsur kesejarahannya dan jelas ada kelompok etnik yang
mendukungnya. Bagaimana dengan bahasa Indonesia? Bahwa bahasa Indonesia memiliki unsur
kesejarahan dapat kita lihat dari kebijakan yang ada dalam pedoman pembentukan istilah. Dalam
oedoman itu disebutkan bahwa untuk menciptakan istilah baru pertama-tama kita harus mencari
dari kosakata bahasa Indonesia yang ada sekarang, kalau tidak ada harus dicari dari kosakata bahasa
Indonesia yang sudah lama, yang sudah tidak dipakai.

- Vitalitas atau keterpakaian adalah pemakaian system linguistic oleh satu masyarakat
penutur asli yang tidak terisolasi. Jadi, unsur vitalitas ini mempersoalkan apaka sistem linguistik
tersebut memiliki penutur asli ayng amsih menggunakan atau tidak. Bahasa Jawa dan bahasa Bali
dewasa ini jelas masih ada penutur aslinya. Tetapi bahasa Latin dan bahasa sansekerta dewasa ini
tidak ada penutr aslinya lagi. Dengan demikan dapat dikatakan bahasa Jawa dan bahasa sansekerta
tidak memiliki vitalitas lagi. Sebuah bahasa bisa saja kehilangan vitalitasnya kalau para penutur
aslinya telah musnah atau telah meninggalkannya. Namun bisa juga sebuah bahasa yang sudah
kehilangan vitalitasnya menjadi mempunyai vitalitas lagi kalau ada kesadaran dan usaha dari para
“ahli waris” untuk menggunakannya kembal. Misalnya, bahasa Ibrani di Israel.

2. Jenis Bahasa Berdasarkan Sikap Politik

Berdasarkan sikap politik atau sosial politik kita dapat membedakan adanya bahasa nasional,
bahasa resmi, bahasa Negara, dan bahasa persatuan. Pembedaan ini dikatakan berdasarkan sikap
sosial politik karena sangat erat dengan kepentingan kebangsaan. Bahasa nasional secara alternatif
bisa merupakan sebuah penetapan yang diberikan pada satu bahasa atau lebih yang dituturkan
sebagai bahasa pertama di teritori sebuah negara. Bahasa nasional secara alternatif bisa merupakan
sebuah penetapan yang diberikan pada satu bahasa atau lebih yang dituturkan sebagai bahasa
pertama di teritori sebuah negara.

C.M.B. Brann, merujuk Afrika, menyatakan bahwa ada "empat arti berbeda" untuk bahasa nasional:

· "Bahasa teritorial" (ktonolek) dari suatu masyarakat tertentu

· "Bahasa daerah" (koralek)

· "Bahasa umum atau masyarakat" (demolek) digunakan di sebuah negara

· "Bahasa sentral" (politolek) digunakan oleh pemerintah dan mungkin memiliki nilai simbolis.

Bahasa Indonesia, yang berasal dari bahasa melayu, adalah bahasa nasional bagi bangsa
Indonesia, bahasa Pilipino adalah bahasa nasional bagi bangsa Pilipino. Bahasa Malaysia adalah
bahasa nasional bagi bangsa Malaysia, dan bahasa melayu adalah bahasa bahasa nasional bagi
bangsa singapura. Jadi, bangsa Indonesia dikenal sebagai suatu bangsa karena bahasa Indonesianya
dan bangsa Filipina dikenal sebagai suatu bangsa adalah karena bahasa Piliinonya.
Bahasa Negara adalah sebuah sistem linguistik yang secara resmi dalam undang–undang dasar
sebuah Negara ditetapkan sebagai alat komunikasi resmi kenegaraan. Artinya, segala urusan
kenegaraan, adminstrasi kenegaraan, dan kegiatan kenegaraan dijalankan dengam menggunakan
bahasa iut. Pemilihan dan penetapan sebuah system limguistik menjadi bahasa Negara biasanya
dikaitkan dengan keterpakaian bahasa itu yang sudah merata di seluruh wilayah Negara itu.
Misalnya, di Indonesia yang dijadikan bahasa Negara (ditetapkan dalam undang – undang dasar
1945) adalah bahasa Indonesia, yang pada mulanya ketika masih bernama bahasa Melayu telah
dipakai secara luas, sebagai lingua franca, di seluruh wilayah Indonesia. Bagi bangsa Filipina meraka
tidak mengangkat bahasa Tagalo, karena bahasa Tagalog itu tidak dipakai secara merata di seluruh
wilayah Filipina.

3. Jenis Bahasa berdasarkan tahap pemerolehan

Dari proses pemerolehannya, bahasa bisa dipilah menjadi bahasa ibu atau bahasa pertama,
bahasa kedua, dan bahasa asing. Penamaan bahasa ibu dan bahasa pertama mengacu pada sistem
linguistik yang sama. Yang disebut bahasa ibu adalah adalah bahasa yang pertama kali dipelajari
secara alamiah dari ibunya atau dari keluarga yang memeliharanya. Biasanya bahasa ibu sama
dengan bahasa daerah orang tuanya. Akan tetapi pada masa sekarang, banyak orang tua yang
berbicara dengan anaknya menggunakan bahasa Indonesia tidak menggunakan bahsa daerah asal
kedua orang tuanya sehingga bahasa Indonesia itulah yang dikuasai anak , maka bahasa Indonesia
itu walaupun bukan bahasa daerah ibu atau bapaknya, adalah bahasa ibu anak tersebut.

Bahasa asing akan selalu merupakan bahasa kedua bagi seorang anak. Disamping itu penanaman
bahasa asing ini juga bersifat politis, yaitu bahasa yang digunakan oleh bangsa lain. Maka itu bahasa
Malaysia, bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Cina adalah asing bagi bangsa Indonesia. Sebuah
bahasa asing, bahasa yang bukan milik suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) dapat menjadi bahasa
kedua. Kalau dipelajari setelah menguasai bahasa ibu seperti pada kebanyakan penutur di India, di
Malaysia, dan di Filipina. Bisa juga menjadi bahasa Negara kalau bahasa asing itu digunakan untuk
menjalankan administrasi kenegaraan dan kegiatan kenegaraan lainnya. Sebuah bahasa asing dapat
juga menjadi bahasa pertama bagi seorang anak kalau anak itu “tercerabut” dari bumi negaranya
dan menggunakan bahasa itu sejak bayinya.

Istilah bahasa asing ini sebenarnya lebih bersifat politis mengingat namanya diambil dari negara
atau bangsa lain pemilik bahasa tersebut. Dari sisi urutan pemerolehan, bahasa Inggris bisa saja
adalah bahasa kedua, bahasa ketiga, atau bahasa ke sekian. Akan tetapi karena bahasa Inggris
berasal dari negara asing menurut orang Indonesia, maka istilah bahasa asing lebih populer
digunakan untuk mengklasifikasikan bahasa Inggris dibanding disebut bahasa kedua.
4. Lingua Franca

Lingua franca adalah sebuah sistem linguistik yang digunakan sebagai alat komunikasi sementara
oleh para partisipan yang mempunyai bahasa ibu yang berbeda. Sebuah bahasa lingua franca karena
adanya keterpahaman atau kesalingpengertian dari para partisipan yang menggunakannya. Banyak
kawasan di muka bumi ini dihuni oleh orang-orang yang berbicara bahasa-bahasa yang sangat
berbeda satu sama lain. Di kawasan demikian dimana kelompok-kelompok masyarakat dituntut
berkomunikasi demi kepentingan sosial dan komersial, biasanya digunakan satu bahasa berdasarkan
kesepakatan bersama (lingua franca). Pada abad-abad pertengahan satu bahasa perdagangan
digunakan di pelabuhan-pelabuhan di perairan mediterranea. Bahasa tersebut ialah bahasa Italia
yang dicampurbaurkan dengan bahasa Perancis, Spanyol, Yunani dan Arab, dan diberi nama Lingua
Franca (Frankish Language). Situasi serupa muncul di Singapura dengan bahasa Inggris sebagai
Lingua Franca.

http://marcopangngewa.blogspot.com/2011/12/jenis-jenis-bahasa-sosiolinguistik.html

Anda mungkin juga menyukai