Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

MOTIVASI DAN PEMBERDAYAAN PEGAWAI


(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Perencanaan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia)

Dosen Pengampu :
Hj. Enden Suryati, SE.,MM

Disusun oleh:
KELOMPOK 3
Melinda Eksanti 206100080
Susan Aprilyda 206100081
Marsya Amelia M 206100082
Diaz Tiara Nurdini 206100083
Julianisa Zaen 206100084

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA CIANJUR

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Motivasi dan
Pemberdayaan Pegawai” dengan tepat waktu.

Makalah “Motivasi dan Pemberdayaan Pegawai” disusun untuk memenuhi salah


satu tugas Ibu Hj. Enden Suryati, SE.,MM pada mata kuliah Perencanaan dan
Pengembangan SDM. Selain itu, penulis berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang Motivasi dan Pemberdayaan Pegawai.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada Ibu Hj. Enden
Suryati, SE.,MM selaku dosen mata kuliah Perencanaan dan Pengembangan
SDM. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1

C. Tujuan ..................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3

A. Pengertian Motivasi ................................................................................................ 3

B. Pandangan tentang Motivasi ................................................................................... 5

C. Sumber Motivasi ..................................................................................................... 8

D. Teori – Teori Motivasi ............................................................................................ 9

E. Karakteristik dan Kebutuhan akan Motivasi Kerja ............................................... 23

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja ............................................. 25

G. Pemberdayaan ....................................................................................................... 26

H. Model Pemberdayaan ............................................................................................ 29

I. Strategi Pemberdayaan.......................................................................................... 31

J. Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan ................................................................ 33

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pegawai merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Manajer organisasi
perlu memberikan dorongan yang mampu memberikan kesadaran dan
kemauan bagi pegawai untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan oleh
organisasi. Dorongan tersebut disebut dengan motivasi kerja. Namun
demikian, memberikan motivasi bukanlah hal yang mudah.
Motivasi mewakili proses – proses psikologikal yang mendorong
timbulnya tindakan berupa sikap dan perilaku. Motivasi kerja tidak dapat
diamati atau diukur secara langsung, namun dapat disimpulkan dari sikap
dan perilaku yang nampak dan ditampilkan oleh pegawai dalam
mengemban pekerjaannya.
Berkaitan dengan motivasi kerja, maka pemberdayaan menjadi isu
yang sangat berkaitan. Karena pemberdayaan akan mampu memberikan
stimulus bagi pegawai agar termotivasi untuk bekerja. Pegawai yang
diberdayakan dengan baik akan mampu menghasilkan kinerja yang
optimal, jika didukung pula oleh kompensasi yang memadai.
Pemberdayaan pegawai yang tepat akan memberikan kontribusi yang
optimal bagi kinerja organisasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan motivasi?
2. Bagaimana pandangan tentang motivasi?
3. Apa saja sumber motivasi?
4. Apa saja teori – teori motivasi?
5. Bagaimana karakteristik dan kebutuhan akan motivasi kerja?
6. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi motivasi kerja?
7. Apa yang dimaksud dengan pemberdayaan?
8. Bagaimana perspektif pemberdayaan?

1
9. Apa saja model pemberdayaan?
10. Bagaimana strategi pemberdayaan?
11. Bagaimana partisipasi dalam pengambilan keputusan?

C. Tujuan
1. Menjelaskan motivasi
2. Menjelaskan pandangan tentang motivasi
3. Menjelaskan sumber motivasi
4. Menjelaskan teori – teori motivasi
5. Menjelaskan karakteristik dan kebutuhan akan motivasi kerja
6. Menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi motivasi kerja
7. Memaparkan pemberdayaan
8. Memaparkan perspektif pemberdayaan
9. Memaparkan model pemberdayaan
10. Memaparkan strategi pemberdayaan
11. Memaparkan partisipasi dalam pengambilan keputusan

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata Latin “Movere” yang berarti dorongan,
daya penggerak atau kekuatan yang menyebabkan suatu tindakan atau
perbuatan. Kata “Movere” dalam bahasa Inggris sering disepadankan dengan
“Motivation” yang berarti pemberian motif, penimbulan motif, atau hal yang
menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Secara
harifah motivasi dipahami sebagai pemberian motif. Motif tersebut terkait
dengan maksud atau tujuan yang ingin diraihnya. Pada umumnya motif utama
pegawai untuk bekerja adalah mencari penghasilan, mengembangkan potensi
diri, aktualisasi, seta kebutuhan akan penghargaan.
Guay et. al. (2010) Menyatakan bahwa motivasi mengacu pada alasan
yang mendasari perilaku. Amstrong (2009) menyatakan bahwa motif adalah
alasan untuk melakukan sesuatu. Motivasi berkaitan dengan kekuatan dan arah
perilaku dan faktor – faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berperilaku
dengan cara tertentu. Istilah motivasi dapat merujuk kepada berbagai tujuan
yang dimiliki oleh individu, cara dimana individu memilih tujuan, dan cara
dimana orang lain mencoba untuk merubah perilaku mereka. Tiga komponen
motivasi, adalah: a) Arah, apa yang orang coba lakukan; b) Upaya, seberapa
keras seseorang mencoba; c) Kegigihan, berapa lama seseorang terus
mencoba.
Robbins (2006) menyatakan bahwa motivasi adalah proses yang
menunjukkan intensitas individu, arah, dan ketekunan dari upaya menuju
pencapaian tujuan. Sementara motivasi dalam pemahaman yang umum
berkaitan dengan upaya untuk mencapai tujuan, kami berfokus pada tujuan
organisasi dalam rangka mencerminkan ketertarikan kami terhadap pekerjaan
dan perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut, Parafrase Gredler,
Broussard, dan Garrison (Lai, 2011) mendefinisikan secara luas bahwa
motivasi sebagai atribut yang menggerakkan seseorang untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu.

3
Robbins dan Couter (2004) menyatakan bahwa motivasi merupakan
kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan – tujuan
keorganisasian yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi
kebutuhan individual tertentu. Luthans (2006) memandang motivasi sebagai
suatu sistem yang terdiri dari:
1. Kebutuhan. Kebutuhan diciptakan setiap kali ada ketidakseimbangan
psikologis dan fisiologis.
2. Dorongan. Pendorong atau motif (istilah kedua sering digunakan secara
bergantian), yang dibentuk untuk mengurangi kebutuhan.
3. Insentif. Pada akhir siklus motivasi adalah insentif, yang didefinisikan
sebagai sesuatu yang akan meringankan kebutuhan dan mengurangi
adanya dorongan.
Vroom (2002) menyatakan bahwa motivasi mengacu kepada suatu
proses mempengaruhi pilihan-pilihan individu terhadap bermacam-macam
bentuk kegiatan yang dikehendaki. Kemudian John. P. Campbell dan kawan-
kawan menambahkan rincian dalam definisi tersebut dengan mengemukakan
bahwa motivasi mencakup di dalamnya arah atau tujuan tingkah laku,
kekuatan respon dan kegigihan tingkah laku. Disamping itu, istilah pun
mencakup sejumlah konsep seperti dorongan (drive), kebutuhan (need),
rangsangan (incentive), ganjaran (rewards), penguatan (reinforcement),
ketetapan tujuan (goal setting), harapan (expectancy) dan sebagainya.
Kreitner dan Kinicki (2005) menyatakan bahwa motivasi kerja adalah
Proses psikologis yang ditampilkan melalui perilaku. Sedangkan menurut
Wood et al. (2001) menyatakan bahwa motivasi kerja menggambarkan
kekuatan individu yang menjelaskan bagaimana tingkat, arah, serta upaya
yang dilakukannya.
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diuraikan tentang
motivasi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi kerja
adalah perilaku dan faktor – faktor yang mempengaruhi pegawai untuk
berperilaku terhadap pekerjaannya. Motivasi kerja merupakan proses yang

4
menunjukkan intensitas individu, arah, dan ketekunan sebagai upaya mencapai
tujuan organisasi.

B. Pandangan tentang Motivasi


a. Model Tradisional.
Model ini mengisyaratkan bahwa manajer menentukan bagaimana
pekerjaan – pekerjaan harus dilakukan dan digunakannya sistem
pengupahan insentif untuk memotivasi pegawai. Lebih banyak
berproduksi, lebih banyak menerima penghasilan. Model ini menganggap
bahwa pegawai pada dasarnya malas dan hanya dapat dimotivasi dengan
penghargaan berwujud uang. Pendekatan ini dalam banyak situasi
tergolong efektif. Sejalan dengan meningkatnya efisiensi, pegawai yang
dibutuhkan untuk tugas tertentu dapat dikurangi. Lebih lanjut manajer
mengurangi besarnya upah insentif pemutusan hubungan kerja menjadi
biasa dan pegawai akan mencari keamanan/jaminan kerja daripada
kenaikan upah kecil dan Sementara.
b. Model Hubungan Manusia
Banyak praktik manajemen merasakan bahwa pendekatan
tradisional tidak memadai. Elton Mayo dan para peneliti hubungan
manusia lainnya menemukan bahwa kontak – kontak sosial pegawai pada
pekerjanya adalah juga penting dan bahwa kebosanan dan tugas – tugas
yang bersifat pengulangan adalah faktor – faktor pengurang motivasi.
Mayo dan beberapa pakar pendukung lainnya juga yakin bahwa manajer
dapat memotivasi pegawai melalui pemenuhan kebutuhan – kebutuhan
sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting. Sebagai
hasilnya, para pegawai diberi berbagai kebebasan untuk membuat
keputusan sendiri dalam pekerjaannya. Perhatian yang lebih besar
diarahkan pada kelompok – kelompok kerja organisasi informal. Lebih
banyak informasi disediakan untuk pegawai tentang perhatian manajer dan
operasi organisasi.

5
c. Model SDM.
Model SDM menyatakan bahwa pegawai dimotivasi oleh banyak
faktor, tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, namun
juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti.
Model ini beralasan bahwa kebanyakan pegawai telah dimotivasi untuk
melakukan pekerjaan secara baik. Namun belum tentu semua pegawai
melihat pekerjaannya dengan baik. Pegawai pada dasarnya lebih menyukai
pemenuhan kepuasan dari kinerja yang dihasilkannya. Pegawai harus
diberikan tanggung jawab untuk mengambil keputusan dan melaksanakan
tugasnya.

Pandangan tentang motivasi


N
Model Tradisional Model Hubungan Manusia Model SDM
o.
ASUMSI
1. Pekerja pasti tidak Pegawai ingin menjadi dan Pekerja belum pasti
disukai oleh kebanyakan dihargai sebagai individu tidak disukai. Pegawai
pegawai ingin memberikan
kontribusi terhadap
pekerjaan yang
inisiatifnya berasal dari
mereka.
2. Apa yang mereka Pegawai ingin menjadi Banyak pegawai yang
kerjakan kurang penting individu yang dihargai mampu bekerja lebih
daripada apa yang kreatif, mengarahkan
mereka peroleh untuk diri, dan mengendalikan
mengerjakannya. diri daripada tuntutan
pekerjaan.
3. Beberapa pegawai dapat Kebutuhan ini lebih penting
menangani pekerjaan daripada uang dalam
yang membutuhkan memotivasi pegawai untuk
kreativitas, pengarahan, bekerja.
dan pengendalian diri.

6
KEBIJAKAN
1. Manajer harus Manajer harus membuat Manajer harus
mengawasi secara ketat pegawai merasa berguna menggunakan
dan mengendalikan dan penting sumberdaya manusia
pegawai yang kurang
dimanfaatkan
2. Manajer harus membagi Manajer harus memberi dan Manajer harus mampu
pekerjaan menjadi menyerap informasi dari menciptakan
operasi yang sederhana, pegawai. lingkungan kerja yang
dilakukan berulang – mendukung pekerjaan
ulang, mudah dipelajari. pegawai
3. Manajer harus Manajer harus memberi Manajer harus
menetapkan pekerjaan kesempatan kepada mendrong partisipasi
rutin dan prosedur pegawai untuk penuh dalam hal – hal
secara rinci, dan mengarahkan diri pada hal yang penting, terus
memaksakan ini dengan – hal yang rutin. menerus memperluas
lembut tetapi tegas pengarahan diri dan
pengendalian diri
HARAPAN
1. Pegawai dapat tahan Berbagi informasi dengan Memperluas pengaruh
terhadap pekerjaan pegawai dan melibatkan pegawai, pengarahan
kalau gajinya lumayan mereka dalam keputusan diri, dan pengendalian
dan manajernya adil rutin akan memuaskan dri akan menyebabkan
kebutuhan dasar mereka perbaikkan langsung
untuk menjadi dan merasa dalam efisiensi operasi.
penting
2. Bila tugas cukup Memuaskan pegawai akan Kepuasan kerja perlu
sederhana dan pegawai memperbaiki semangat dan diciptakan sehingga
dikendalikan dengan mengurangi penolakan pada pegawai akan bekerja
ketat, mereka akan wewenang formal, sehingga secara optimal
menghasilkan produk pegawai akan mudah diajak
sesuai dengan standar bekerja

7
C. Sumber Motivasi
1. Motivasi Intrinsik. Muncul karena motif yang timbul dari dalam diri
pegawai. Motif ini aktif atau berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar.
Faktor individual yang mendorong pegawai untuk melakukan sesuatu
adalah :

a. Minat. pegawai akan merasa terdorong untuk melakukan suatu


kegiatan kalau kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang sesuai
dengan minatnya.

b. Sikap positif. Pegawai yang mempunyai sifat positif terhadap suatu


pekerjaan akan rela untuk ikut dan terlibat dalam kegiatan tersebut,
serta akan berupaya seoptimal mungkin untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan sebaik-baiknya.

c. Kebutuhan. Pegawai mempunyai kebutuhan tertentu dan akan


berupaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan melaksanakan
serangkaian aktivitas atau kegiatan.

Tidak semua pegawai memiliki motivasi intrinsik yang memadai untuk


mendukung kinerjanya dalam bekerja.

2. Motivasi Ekstrinsik muncul karena adanya rangsangan dari luar. Dua


faktor utama yang berkaitan dengan motivasi ekstrinsik pegawai dalam
organisasi diantaranya berkenaan dengan:

a. Motivator. Motivator berkaitan dengan prestasi kerja, penghargaan,


tanggung jawab yang diberikan, kesempatan untuk mengembangkan
diri serta pekerjaannya itu sendiri.

b. Kesehatan Kerja,Merupakan kebijakan dan administrasi organisasi


yang baik, Supervisi teknisi yang memadai, gaji yang memuaskan,
kondisi kerja yang mendukung, serta keselamatan kerja.

8
Bagi pegawai dengan motivasi intrinsik yang lemah, maka
motivasi ekstrinsik perlu diberikan secara berkelanjutan.

D. Teori – Teori Motivasi


1. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Teori motivasi Abraham Maslow (1943-1970) dinamakan dengan:
"A theory of human motivation", Teori ini mengikuti teori jamak, yakni
seorang berperilaku/ bekerja, karena adanya dorongan untuk memenuhi
bermacam-macam kebutuhan. Maslow berpendapat kebutuhan yang
diinginkan seseorang berjenjang, artinya bila kebutuhan yang pertama
telah terpenuhi, maka kebutuhan tingkat kedua akan menjadi yang utama.
Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, maka muncul
kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima.
Dasar dari teori ini adalah:
a. Manusia adalah makhluk yang berkeinginan, ia selalu menginginkan
lebih banyak. Keinginan ini terus-menerus dan hanya akan berhenti
bila akhir hayat tiba,
b. Kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi motivator bagi
pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan menjadi
motivator, dan
c. Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang.

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow menyatakan bahwa


setiap diri manusia itu terdiri dari atas lima tingkat atau hirarki kebutuhan,
yaitu:

a. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs).


Merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai
kebutuhan yang paling dasar. Misalnya kebutuhan untuk makan,
minum, perlindungan fisik, bernafas, seksual.

9
b. Kebutuhan Rasa Aman (Safety Needs).
Kebutuhan akan perlindungan dari ancaman, bahaya, pertentangan,
dan lingkungan hidup, tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga
mental, psikologikal dan intelektual.
c. Kebutuhan Sosial (Social Needs).
Kebutuhan untuk merasa memiliki yaitu kebutuhan untuk diterima
dalam kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk
mencintai serta dicintai.
d. Kebutuhan akan Harga Diri atau Pengakuan (Esteem Needs).
Kebutuhan ini berkaitan kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh
orang lain.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self-Actualization Needs).
Kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill, potensi, kebutuhan
untuk berpendapat, dengan mengemukakan ide-ide, memberikan
penilaian dan kritik terhadap sesuatu.

Gambar 8.1 Hirarki Kebutuhan Maslow

Self Actualization
Need (10%)

Esteem Need (40%)

Belongingness Need (50%)

Safety and Security Need (70%)

Physiological Need (85%)

Maslow mengemukakan bahwa orang dewasa secara normal


memuaskan kira-kira 85% kebutuhan fisiologis, 70% kebutuhan rasa
aman, 50% kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, 40% kebutuhan
harga diri, dan hanya 10% dari kebutuhan aktualisasi diri. Kendati

10
pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat
teoritis, namun telah memberikan fondasi dan mengilhami bagi
pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan
berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.

2. Teori Kebutuhan Berprestasi McClelland.


McClelland (1987) memperkenalkan teori kebutuhan berprestasi
atau Need for Achievement (N.Ach), yang menyatakan bahwa motivasi
berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi.
McClelland mendefinisikan motivasi sebagai suatu kebutuhan yang
bersifat sosial, kebutuhan yang muncul akibat pengaruh eksternal.
McClelland memperkenalkan tiga jenis motivasi, yang diidentifikasi
dalam buku "The Achieving Society”, yaitu :
a) Kebutuhan Berprestasi (N-Ach).
Need for Achievement adalah kebutuhan untuk berprestasi yang
merupakan refleksi dari dorongan akan tanggungjawab untuk
pemecahan masalah. Seseorang yang memiliki kebutuhan berprestasi
tinggi cenderung untuk mengambil resiko. Kebutuhan akan prestasi
merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan
dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada
hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan
kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri individu yang menunjukkan
orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif
tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja
mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.
Kebutuhan akan prestasi adalah kebutuhan seseorang untuk
memiliki pencapaian signifikan, menguasai berbagai keahlian, atau
memiliki standar yang tinggi. Orang yang memiliki n-ach tinggi
biasanya selalu ingin menghadapi tantangan baru dan mencari tingkat
kebebasan yang tinggi. Sebab-sebab seseorang memiliki nach yang
tinggi di antaranya adalah pujian dan imbalan akan kesuksesan yang

11
dicapai, perasaan positif yang timbul dari prestasi, dan keinginan untuk
menghadapi tantangan. Tentunya imbalan yang paling memuaskan
bagi mereka adalah pengakuan dari masyarakat akan prestasinya yang
berhasil dan diakui eksistensinya karena prestasi yang diraihnya.
b) Kebutuhan Kekuasaan (N-Pow).
Need for Power adalah kebutuhan akan kekuasaan yang merupakan
refleksi dari dorongan untuk mencapai autoritas, untuk memiliki
pengaruh kepada orang lain. Kebutuhan akan kekuasaan adalah
kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara
dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian
atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak
antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri.
McCleliand menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat
berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi
kepemimpinan. Kebutuhan ini didasari oleh keinginan seseorang untuk
mengatur atau memimpin orang lain. McLelland menyatakan ada dua
jenis kebutuhan akan kekuasaan, yaitu pribadi dan sosial.
a) Pribadi. Contoh dari kekuasaan pribadi adalah seorang
pemimpin organisasi yang mencari posisi lebih tinggi agar bisa
mengatur orang lain dan mengarahkan ke mana organisasinya
akan bergerak.
b) Sosial. Kekuasaan sosial adalah kekuasaan yang misalnya
dimiliki oleh pemimpin seperti.
c) Kebutuhan Berafiliasi (N-Affil)
Need for Affiliation yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang
merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada
bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan
orang lain. Kebutuhan akan afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan
antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan
untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap

12
persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan
afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang
memerlukan interaksi sosial yang tinggi. Kebutuhan ini adalah
kebutuhan yang didasari oleh keinginan untuk mendapatkan atau
menjalankan hubungan yang baik dengan orang lain. Orang merasa
ingin disukai dan diterima oleh sesamanya. McCleliand mengatakan
bahwa kebutuhan yang kuat akan afiliasi akan mencampuri objektifitas
seseorang. Sebab, jika ia merasa ingin disukai, maka ia akan
melakukan apapun agar orang lain suka akan keputusannya.
Istilah kebutuhan (need) dan motif memiliki arti yang dapat
dipertukarkan satu sama lain. Individu termotivasi oleh berbagai pola
kebutuhan atau motif. Kebutuhan atau motif ini dimiliki oleh Betiap
orang dengan proporsi yang berbeda-beda dan masing. masing orang
memiliki kebutuhan yang dominan yang juga pasti berbeda dengan
orang lain. Perbedaan pola kebutuhan iri memunculkan perbedaan
faktor-faktor yang dapat memotivasi Yeseorang. Jadi, berdasarkan
pengertian McClelland, orang yang memiliki kebutuhan berprestasi
yang tinggi akan terefleksi dalam motivasi berprestasi yang juga
tinggi.
3. Teori Evaluasi Kognitif.
Akhir tahun 1960-an seorang peneliti menyatakan bahwa motivator
ekstrinsik, seperti gaji, berhubungan dengan motivasi intrinsik, Proposal
ini kemudian disebut sebagai teori evaluasi kognitif, yaitu teori yang
berhubungan dengan cara penggajian atau pengupahan orang di dalam
suatu organisasi.
Secara historis, pakar motivasi umumnya mengasumsikan bahwa
motivator intrinsik (seperti prestasi, tanggung jawab dan kompetensi) tidak
berhubungan dengan motivator ekstrinsik (seperti gaji yang tinggi, jenjang
karir dan promosi, supervisor yang baik, dan kondisi pekerjaan lainnya
yang menyenangkan), atau dengan kata lain, bahwa stimulasi yang satu
tidak berpengaruh terhadap stimuli yang lain. Namun, teori evaluasi

13
kognitif menyarankan sebaliknya. Teori evaluasi kognitif menegaskan
bahwa ketika motivator ekstrinsik digunakan oleh organisasi, misalnya
gaji dibayarkan sebelum bekerja, maka motivator intrinsik akan menurun.
Dengan kata lain, bahwa ketika motivator ekstrinsik diberikan kepada
pegawai sebagai stimulus agar pegawai mampu menunjukkan kinerja
terbaiknya, maka motivator ekstrinsik tersebut akan menyebabkan
motivator intrinsik yang dimiliki pegawai menurun.
4. Teori “ERG' Clyton Alderfer.
Clayton Alderfer memperkenalkan teori yang merupakan
kelanjutan dari teori Maslow. Teori tersebut merupakan masukan bagi
kelemahan dalam teori Maslow. Teori Alderfer dikenal dengan akronim
“ERG”. Akronim "ERG" dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf
pertama dari tiga istilah yaitu:
E = Existence (kebutuhan akan eksistensi),
R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain,
G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).
Berikut ini dijelaskan tentang ERG:
 Kebutuhan Eksistensi (Existence). Menyangkut penyediaan tuntutan
eksistensi material dasar manusia. Kelompok ini mencakup jenis-jenis
yang dianggap oleh Maslow sebagai kebutuhan fisik dan keamanan.
 Kebutuhan Keterhubungan (Relatedness). Dorongan manusia untuk
memelihara hubungan antar personal yang penting. Dorongan sosial
dan status ini menuntut interaksi dengan orang lain. Kelompok
kebutuhan ini selaras dengan apa yang dikemukakan Maslow sebagai
kebutuhan sosial dan penghargaan (social and esteem needs).
 Kebutuhan Pertumbuhan (Growth Needs). Dorongan intrinsik untuk
perkembangan personal. Kelompok kebutuhan ini mencakup
komponen-komponen intrinsik yang oleh Maslow digolongkan sebagai
kelompok kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri.

14
Perbedaan antara teori hirarki kebutuhan dari Maslow dengan teori
ERG dari Aldelfer, adalah:
- Lebih dari satu kebutuhan mungkin berlangsung dalam waktu yang
sama,
- Jika kepuasan (gratification) dari kebutuhan tingkat tinggi tertahan,
dorongan untuk memenuhi kebutuhan tingkat yang lebih rendah akan
meningkat.
Teori hirarki Maslow bersifat kaku, lebih merupakan langkah-
langkah kemajuan yang hanya bisa dicapai melalui kebutuhan yang lebih
rendah sebelum memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Tidak demikian
halnya dengan teori ERG, bahwa seseorang dapat, mengembangkan atau
mengaktualisasikan diri meskipun kelompok kebutuhan eksistensi dan
keterhubungan belum terpenuhi. Tiga kelompok kebutuhan bisa jadi
berlangsung dalam waktu yang bersamaan.
Teori ERG juga memiliki dimensi frustrasi - regresi. Maslow
menegaskan, bahwa seseorang akan tetap tinggal pada tingkat kebutuhan
tertentu sampai kebutuhan tersebut terpuaskan. Alderfer membantah
pendapat tersebut dengan menyatakan, bahwa ketika kebutuhan yang lebih
tinggi mengalami frustrasi, dorongan individuaj pada tingkat kebutuhan
yang lebih rendah akan meningkat. Sebagai contoh, seseorang yang
mengalami kegagalan untuk memenuhy kebutuhan interaksi sosial
mungkin dorongan untuk mendapatkan uang lebih banyak akan
meningkat. Jadi frustrasi dapat mengarah pada regresi terhadap kebutuhan
yang lebih rendah.
5. Teori Dua Faktor Herzberg.
Ilmuwan lainnya yang diakui telah memberikan kontribusi penting
dalam pemahaman motivasi adalah Herzberg. Teori yang
dikembangkannya dikenal dengan model dua faktor, yaitu:
a. Faktor Motivasional. Hal-hal yang mendorong berprestasi yang
sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang. Yang
tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan

15
seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan
dalam karir dan pengakuan orang lain.
b. Faktor Hygiene atau Pemeliharaan. Faktor-faktor yang sifatnya
ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan
perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang. Faktor-faktor hygiene
atau pemeliharaan mencakup antara lain status pegawai dalam
organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan
seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang
diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem
administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang
berlaku.

Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg


ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh
kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah
yang bersifat ekstrinsik.
6. Teori Motivasi Douglas McGregor.
Douglas McGregor adalah seorang psikolog sosial dari Amerika
yang mengemukakan teori XY dalam bidang motivasi yang menjadi
prinsip dasar dalam mengembangkan pengelolaan SDM modern,
menentukan pola komunikasi organisasi, menyusun panduan manajemen
perilaku, mengelola interaksi sosial pegawai dan dalam menciptakan
budaya organisasi, Teori X dan Teori Y menjabarkan dua model motivasi
yang saling berkebalikan,
a. Teori X.
McGregor memaparkan teori X dengan asumsi awal bahwa
pegawai itu secara alamiah bersifat malas atau tidak menyukai
pekerjaannya dan harus dimotivasi dengan gaya kepemimpinan yang
otoriter. Manajemen harus terus aktif dan otoritatif dalam
mengendalikan pegawai. Asumsi selain pegawai tidak suka bekerja
adalah pegawai tidak punya ambisi sehingga ingin selalu menghindari

16
tanggung jawab maka dari itu perlu diarahkan, dipaksa, bahkan
diancam dengan hukuman, dan dikontrol dalam pengawasan yang
ketat. Biasanya teori X ini kurang efektif dalam praktik manajemen
modern, namun hirarki kewenangan yang tersentralisasi tak bisa
dihindari jika organisasinya memiliki pegawai yang sangat banyak
dengan skala produksi yang besar dan pekerjaan yang berulangulang
tanpa keahlian tinggi seperti di pabrik-pabrik. Tapi teori X ini tetap
harus digunakan khususnya pada beberapa jenis pegawai yang
memiliki karakter yang lebih termotivasi secara efektif dan
memberikan hasil kinerja yang lebih baik dengan gaya kepemimpinan
yang otoritatif. Para pemimpin dan manajer organisasi yang ingin
mempraktikkan teori X harus menyatakan dengan tegas aturan, arahan,
ultimatum dengan pemberian imbalan dan hukuman untuk para
pegawainya. Teori ini mengutamakan kepatuhan sebagai faktor
pendorong kinerja pegawai. Teori X berfokus pada pengawasan dalam
pelaksanaan prosedur standar kerja, pengendalian aktivitas, delegasi
tugas dan perintah dengan deadline serta memastikan hasil akhir yang
diberikan pegawai harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
b. Teori Y.
McGregor menyatakan dalam teori Y, para pegawai diasumsikan
sebagai orang yang berambisi, mau menerima tanggung jawab bahkan
mencari wewenang agar bisa bekerja secara optimal dengan botensi
diri yang dimiliki. Para pegawai dianggap secara alamiah menikmati
pekerjaan serta termotivasi sendiri berprestasi.
Gaya kepernimpinan dalam teori Y adalah manajemen partisipatip
yang mengundang diskusi dan keterlibatan pegawai dalam membuat
keputusan dan memberikan peluang untuk mengembangkan keahlian
serta karir sang pegawai atau promosi. Kreativitas, intelektualitas,
otonomi, dan keahlian yang dimiliki pegawai diapresiasi oleh
manajemen yang menggunakan teori Y dalam teknik motivasinya.

17
Walaupun begitu, teori Y tetap memanfaatkan penilaian untuk
remunerasi, insentif, dan pemberian sanksi jika diperlukan. .
Teori Y mendorong perluasan wawasan pegawai dan perbaikan
kualitas SDM yang berkelanjutan. Penerapan teori Y terbukti lebih
menguntungkan daripada teori X khususnya dalam organisasi yang
membutuhkan para profesional berkeahlian tinggi.
7. Teori Keadilan.
Teori ini menyatakan bahwa input berhubungan dengan outcomes.
Input pegawai (seperti pengalaman, pendidikan, dan kompetensi)
dibandingkan dengan outcomes (seperti tingkat gaji, kenaikan gaji,
pengakuan, dan faktor-faktor lain). Apabila pegawai mempersepsikan
bahwa antara input dan outcomes tidak seimbang, maka akan timbul
ketegangan.
Teori ini memberikan dasar bahwa pegawai bekerja sesuai dengan
apa yang mereka persepsikan tentang kewajaran dan keadilan, artinya
apabila pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya
tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu:
a. Pegawai akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar: atau
b. Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas
yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, pegawai biasanya


menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu:

- Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima


berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat
pekerjaan dan pengalamannya,
- Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang
kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang
bersangkutan sendiri,
- Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan
yang sama serta melakukan kegiatan sejenis,

18
- Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan
jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai.

Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti


bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu
waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di
kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai
dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat
kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian
tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan
pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai
ke organisasi lain.

8. Teori Penetapan Tujuan.


Riset tentang teori penetapan tujuan menekankan isu tentang
bagaimana pegawai bekerja pada tingkat terbaiknya (do on his or her best).
Pada akhir tahun 1960-an, Edwin Locke mengemukakan bahwa niat
bekerja untuk mencapai suatu tujuan merupakan sumber motivasi kerja
yang besar. Tujuan menjelaskan pada pegawai tentang kebutuhan yang
harus dipenuhi dan seberapa banyak upaya yang diperlukan untuk
mencapainya. Tujuan spesifik akan meningkatkan kinerja. Tujuan yang
sulit apabila diterima, akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi dari
pada tujuan yang mudah, dan umpan balik mengarah pada kinerja yang
lebih tinggi dari pada tidak ada umpan balik.
Teori ini mengasumsikan, bahwa individu akan committed pada
tujuan, yang ditentukan bukan oleh rendahnya atau banyaknya tujuan,
akan tetapi umumnya terjadi ketika tujuan-tujuan dibuat secara umum,
ketika individu mempunyai lokus pengendalian internal, dan ketika tujuan-
tujuan merupakan kesiapan diri (self-set) dari pada tujuan itu ditugaskan
oleh orang lain. Atau dengan kata lain, pegawai mempunyai keampuhan
diri (self-efficacy), yaitu ia secara individual yakin bahwa ia mampu untuk

19
menjalankan suatu tugas. Makin tinggi self-efficacy seseorang, makin
yakin atau percaya diri untuk mampu berhasil menjalankan suatu tugas.

Penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional


Yakni:
a. Tujuan-tujuan mengarahkan perhatian,
b. Tujuan-tujuan mengatur upaya,
c. Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi, dan
d. Tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana
kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif
tentang penetapan tujuan.
9. Teori Harapan Victor H. Vroom
Victor H. Vroom dalam bukunya yang berjudul “Work And
Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai Teori
Harapan. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari
yang ingin dicapai oleh pegawai dan perkiraan pegawai bahwa
tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya. Artinya,
apabila pegawai sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya
terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.
Secara sederhana, teori harapan menyatakan bahwa jika pegawai
menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup
besar, maka yang bersangkutan akan terdorong untuk memperoleh hal
yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang
diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Teori ini memusatkan pada tiga hubungan (relationships) yang
saling berkaitan, yaitu:
a. Hubungan Upaya - Kinerja. Probabilitas yang dipersepsikan oleh
individual yang mendesak sejumlah upaya yang diberikan akan
mengarah pada kinerja.

20
b. Hubungan Kinerja - Imbalan. Tingkat yang diyakini individu, bahwa
kinerja pada tingkat tertentu akan mengarah pada pencapaian outcome
yang diinginkan.
c. Hubungan Imbalan - Tujuan Personal. Tingkat imbalan organisasi
memuaskan tujuan-tujuan personal atau kebutuhan dan ketertarikan
imbalan yang potensial bagi individu.

Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen SDM, teori


harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karene penekanan tentang
pentingnya bagian kepegawaian membantu pera pegawai dalam
menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang
paling tepat untuk mewujudkan keinginannnys itu. Penekanan ini
dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai
tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara
untuk memperolehnya.
10. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku.
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas sebelumnya
dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan
pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan
berarti sifatnya sangat subjektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi
tersebut. Padahal dalam kehidupari organisasional, disadari dan diakui,
bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekuensi
eksternal perilaku dar tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar
diri pegawai turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah upaya yang dikenal dengan hukum
pengaruh yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi
perilaku yang mempunyai konsekuensi yang menguntungkan dirinya dan
mengelakkan perilaku yang mengakibatkan perilaku yang mengakibatkan
timbulnya konsekuensi yang merugikan.
Penting untuk diperhatikan bahwa cara-cara yang digunakan untuk
memodifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat

21
manusia, yang selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh
dengan gaya yang manusiawi pula.
Teori ini merupakan sanggahan terhadap teori evaluasi kognitif dan
teori penetapan tujuan (goal-setting). Teori evaluasi kognitif menyatakan
bahwa tujuan Individual mengarahkan perilaku atau tindakannya,
sedangkan dalam teori penguatan, pendekatannya bersifat behavioristik,
yaitu menekankan bahwa penguatan mengkondisikan perilaku. Teori
evaluasi kognitif dan penetapan tujuan lebih bersifat filosofis, sedangkan
teori penguatan melihat perilaku sebagaj keadaan yang disebabkan oleh
lingkungan (environmentally causedj,
Teori penguatan mengabaikan keadaan internal individual dan
memusatkan hanya pada apa yang terjadi pada orang ketika ia melakukan
beberapa tindakan. Dalam bentuknya, teori penguatan mengabaikan
perasaan, sikap, harapan, dan variabel kognitif lainnya yang
mempengaruhi perilaku. Dengan demikian, penguatan mempengaruhi
perilaku, akan tetapi faktor tersebut bukan satu. satunya pengaruh.
11. Teori Imbalan dan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi
yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan
menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung
berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model.
Tampaknya terdapat kesepakatan di kalangan para pakar bahwa
model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan
imbalan dengan prestasi seseorang individu. Menurut model ini, motivasi
seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang
bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah
persepsi seseorang mengenai diri sendiri, harga diri, harapan, kebutuhan,
keinginan, kepuasan kerja: dan prestasi kerja. Sedangkan faktor eksternal
yang mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah: Jenis dan sifat
pekerjaan: kelompok kerja dimana seseorang bergabung: organisasi tempat

22
bekerja: situasi lingkungan pada umumnya, dan sistem imbalan yang
berlaku dan cara penerapannya.

E. Karakteristik dan Kebutuhan akan Motivasi Kerja


Terdapat tiga macam karakteristik dasar dari motivasi kerja yang
berkenaan dengan pegawai, yaitu:
1. Usaha (Effort). Merupakan kekuatan dari perilaku kerja seseorang atau
seberapa besar upaya yang dikeluarkan seseorang dalam mengerjakan
suatu pekerjaannya.
2. Ketekunan (Persistence). Ketekunan yang dijalankan individu dalam
menggunakan usahany3 pada tugas-tugas yang diberikan.
3. Arah (Direction). — Karakteristik ini mengarah pada kualitas kerja
seseorang dalam perilaku bekerjanya.

Pegawai mau bekerja menurut Peterson dan Plowman (Hasibuan, 2007


dikarenakan faktor-faktor berikut ini:

1. Keinginan Hidup (The Desire to Live). Keinginan untuk hidup merupakan


keinginan utama dari setiap orang, manusia bekerja untuk dapat makan
dan minum untuk dapat melanjutkan hidupnya.
2. Keinginan atas Suatu Posisi (The Desire for Position). Keinginan untuk
suatu posisi dengan memiliki sesuatu merupakan keinginan manusia yang
kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja.
3. Keinginan Kekuasaan (The Desire for Power). Keinginan akan kekuasaan
merupakan keinginan selangkah di atas keinginan untuk memiliki, yang
mendorong orang mau bekerja.
4. Keinginan Pengakuan (The Desire for Recognition). Keinginan akan
pengakuan, penghormatan, dan status sosial, merupakan jenis terakhir dari
kebutuhan yang mendorong orang untuk bekerja. Dengan demikian, setiap
pekerja mempunyai motif keinginan (want) dan kebutuhan (needs) tertentu
dan mengharapkan kepuasan dari hasil kinerjanya.

23
Luthans (2006) menyatakan bahwa motivasi kerja antara lain berkenaan
dengan:

1. Kebutuhan akan Kekuasaan seperti:


a. Mempengaruhi orang mengubah sikap atau perilaku,
b. Mengontrol orang dan aktivitas,
c. Berada pada posisi berkuasa melebihi orang lain,
d. Memperoleh kontrol informasi dan sumber daya,
e. Mengalahkan lawan atau musuh.
2. Kebutuhan untuk Berprestasi:
a. Melakukan sesuatu lebih baik daripada pesaing;
b. Memperoleh atau melewati sasaran yang sulit;
c. Memecahkan masalah kompleks,
d. Menyelesaikan tugas yang menantang dengan berhasil,
e. Mengembangkan cara terbaik untuk melakukan sesuatu.
3. kebutuhan akan Afiliasi:
a. Disukai banyak orang
b. Diterima sebagai bagian kelompok atau tim,
c. Bekerja dengan orang yang ramah dan kooperatif,
d. Mempertahankan hubungan yang harmonis dan mengurangi konflik,
e. Berpartisipasi dalam aktivitas sosial yang menyenangkan.
4. Kebutuhan Keamanan:
a. Mempunyai pekerjaan yang membawa rasa aman,
b. Dilindungi dari kehilangan penghasilan atau masalah ekonomi,
c. Mempunyai perlindungan dari sakit dan cacat,
d. Dilindungi dari gangguan fisik dan kondisi berbahaya,
e. Menghindari tugas atau keputusan dengan resiko kegagalan.
5. Kebutuhan akan Status:
a. Mempunyai mobil yang tepat dan mengenakan pakaian yang tepat,
b. Bekerja pada organisasi yang tepat dengan pekerjaan yang tepat;
c. Mempunyai gelar dari universitas ternama,

24
d. Tinggal dalam lingkungan yang tepat (termasuk dalam klub elit):
e. Mempunyai hak istimewa eksekutif.

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja


Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja pegawai antara lain
adalah berkaitan dengan:
1. Keluarga dan Kebudayaan. Motivasi berprestasi pegawai dapat
dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti orangtua dan teman.
2. Konsep Diri. Konsep diri berkaitan dengan bagaimana pegawai berfikir
tentang dirinya. Jika pegawai percaya bahwa dirinya mampu untuk
melakukar sesuatu, maka pegawai akan termotivasi untuk melakukan hal
tersebut,
3. Jenis Kelamin. Prestasi kerja di lingkungan pekerjaan umumnya
diidentikkan dengar maskulinitas, sehingga banyak para wanita belajar
tidak maksimal khususnya jika wanita tersebut berada di antara lingkungan
pekerjaar yang didominasi pria.
4. Pengakuan dan Prestasi. Pegawai akan lebih termotivasi untuk bekerja
lebih keras apabila dirinya merasa dipedulikan atau diperhatikan oleh
pimpinan, rekan kerja, dan lingkungan pekerjaan.
5. Cita-cita atau Aspirasi. Cita-cita atau disebut juga aspirasi adalah suatu
target yang ingin dicapai. Target ini diartikan sebagai tujuan yang
ditetapkan dalam suatu kegiatan yang mengandung makna bagi pegawai.
Aspirasi ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Pegawai
yang mempunyai aspirasi positif adalah pegawai yang menunjukkan
hasratnya untuk memperoleh keberhasilan. Sebaliknya pegawai yang
mempunyai aspirasi negatif adalah pegawai yang menunjukkan keinginan
atau hasrat menghindari kegagalan.
6. Kemampuan Belajar. Kemampuan ini meliputi beberapa aspek psikis yang
terdapat dalam diri pegawai, misalnya pengamatan, perhatian, ingatan,
daya pikir dan fantasi. Dalam kemampuan belajar ini, taraf perkembangan
berpikir pegawai menjadi ukuran. Pegawai yang taraf perkembangan

25
berpikirnya konkrit tidak sama dengan pegawai yang sudah sampai pada
taraf perkembangan berpikir operasional. Jadi pegawai yang mempunyai
kemampuan belajar tinggi, biasanya lebih bermotivasi dalam belajar,
karena pegawai tersebut lebih sering memperoleh sukses, sehingga
kesuksesan tersebut memperkuat motivasinya.
7. Kondisi Pegawai. Kondisi fisik dan kondisi psikologis pegawai sangat
mempengaruhi faktor motivasi kerja, sehingga sebagai pimpinan
organisasi harus lebih cermat melihat kondisi fisik dan psikologis pegawai.
Misalnya pegawai yang kelihatan lesu, mengantuk, mungkin disebabkan
waktu berangkat kerja belum sarapan, atau mungkin di rumah mengalami
masalah yang menimbulkan kemarahan, kejengkelan, bahkan mungkin
kecemasan. Maka kondisi-kondisi fisik dan psikologis ini pun dapat
mengurangi atau bahkan menghilangkan motivasi kerja pegawai.
8. Kondisi Lingkungan. Kondisi lingkungan merupakan suatu unsur-unsur
yang datang dar luar diri pegawai. Unsur-unsur di sini dapat berasal dari
lingkungan keluarga, organisasi, maupun lingkungan masyarakat, baik
yang menghambat atau mendorong. Kalau dilihat dari lingkungan
organisasi, pimpinan harus berusaha mengelola kondisi lingkungan kerja
dalam rangka meningkatkan motivasi pegawai.
9. Unsur-Unsur Dinamis dalam Pekerjaan. Unsur-unsur dinamis dalam
pekerjaan adalah unsur-unsur yang keberadaannya dalam proses pekerjaan
tidak stabil, kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, bahkan hilang
sama sekali, khususnya kondisi-kondisi yang sifatnya kondisional.
Misalnya keadaan emosi pegawai, gairah belajar, dan situasi dalam
keluarga.
10. Upaya Pimpinan Memotivasi Pegawai. Upaya yang dimaksud adalah
bagaimana pimpinan mempersiapkan strategi dalam memotivasi pegawai.

G. Pemberdayaan
Pemberdayaan dalam bahasa Inggris disebut dengan empowerment.
Pemberdayaan secara etimologis berasal dari kata “daya” yang berarti

26
kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan untuk bertindak.
Mendapat awalan “ber” menjadi "berdaya" yang artinya berkekuatan,
berkemampuan, bertenaga, mempunyai akal (cara dan sebagainya) untuk
mengatasi sesuatu. Mendapat awalan dan akhiran "pe-an” sehingga menjadi
pemberdayaan yang dapat diartikan sebagai usaha/proses menjadikan untuk
membuat mampu, membuat dapat bertindak atau melakukan sesuatu, baik
sikap maupun perilaku.
Stewart (2008) menyatakan bahwa secara etimologis pemberdayaan
berasal dari kata “Power” yang berarti kekuasaan, yaitu kemampuan untuk
mengusahakan agar sesuatu itu terjadi ataupun tidak sama sekali. Rob - Brown
(2004) menyatakan bahwa pemberdayaan erat hubungannya dengan
rofesionalisme yang pada awalnya selalu dimiliki oleh individu. Oleh karena
itu, pemberdayaan terjadi: “When power goes to employees who theri
pperience a sense Of ownership and control over". Noe et. al., (2010)
menyatakar bahwa pemberdayaan merupakan pemberian tanggung jawab dar
wewenang kepada pegawai dalam mengemban pekerjaannya serta mengambil
keputusan. Kahn (2007) menyatakan bahwa pemberdayaars merupakan
hubungan antar individu yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan
antara pegawai dan manajemen organisasi.
1. Perspektif Pemberdayaan
Pemberdayaan pegawai dapat dikelola dengan tiga perspektif,
yaitu: perspektif manajemen kinerja, perspektif pengembangan dan
pelatihan, serta perspektif manajemen dan pengembangan karir.
a. Manajemen Kinerja Organisasi atau Unit Kerja/Tim Kerja.
Pemberdayaan pegawai amat penting bagi peningkatan kinerja
organisasi atau kinerja unit dan tim kerja. Asumsinya adalah jika
seorang pegawai bertumbuh-kembang dalam pemberdayaan yang
maksimal, maka kinerjanya diharapkan juga akan meningkat. Kinerja
pegawai secara individual memberikan kontribusi peningkatan kinerja
organisasi. Konsep manajemen kinerja sangat menghargai peran
pemberdayaan pegawai, karena di dalam konsep tersebut terdapat

27
beberapa komponen penting yang terkait dengan peran SDM. Di dalam
manajemen kinerja tercakup fungsi manajemen SDM secara khusus,
yang disebut dengan penilaian kinerja. Melalui penilaian kinerja, dapat
diketahui kebutuhankebutuhan perbaikan kinerja bagi pegawai.
Melalui penilaian kinerja pula, maka manajemen karir dan
pengembangan karir pegawai dapat difasilitasi secara khusus.
b. Pengembangan dan Pelatihan. Pemberdayaan pegawai merupakan
kerangka penting bagi program pengembangan dan pelatihan SDM.
Pengembangan pegawai memacu profesionalisme kerja pegawai dan
sangat berhubungan dengan karir pegawai dalam jangka panjang,
sedangkan pelatihan terkait dengan kompetensi dalam mengemban
tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang lebih pendek.
c. Manajemen dan Pengembangan Karir. Pemberdayaan pegawai sangat
berguna bagi manajemen karir kareng pemberdayaan tersebut akan
mendukung atau memfasilitasi pengem, bangan karir pegawai.
Pemberdayaan pegawai idealnya diintegrasikan ke dalam manajemen
karir, Oleh karena itu, pemahaman tentang manajemen karir harus
dicermati dengan baik, agar pemberdayaan begawal dapat diarahkan
kepada pengembangan karir Spy Pemberdayaan pegawai dengan
perspektif manajemen karir mencakup pemahaman konsep karir dan
definisinyas faktor penentu kari pemilihan dan keputusan karir, serta
gambaran tahapan karir.

Tiga perspektif pemberdayaan pegawai tersebut dapat


disinergiskan dengan memperhatikan sejumlah hal penting terkait dengan:

1. Mendefinisikan batasan pengertian serta ruang-lingkup pemberdayaan


pegawai,
2. Menentukan tujuan-tujuan spesifik pemberdayaan pegawai dan
memberikan apresiasi terhadap tujuan pemberdayaan pegawai beserta
manfaat-manfaatnya,

28
3. Mengidentifikasi cakupan dan keterkaitan perspektif pemberdayaan
pegawai dengan bidang-bidang lain yang ada dalam manajemen SDM;
4. Mencermati berbagai contoh kegiatan/program dan metode
pemberdayaan pegawai yang tersedia.

H. Model Pemberdayaan
Khan (2007) menawarkan sebuah model pemberdayaan pegawai yang
dapat dikembangkan dalam sebuah organisasi untuk menjamin keberhasilan
proses pemberdayaan dalam organisasi.
1. Keinginan (Desire). Tahap pertama dalam model pemberdayaan adalah
adanya delegasi dan keterlibatan pegawai. Indikator yang berkaitan dengan
keinginan adalah:
a. Pegawai diberi kesempatan untuk mengidentifikasikan permasalahan
yang sedang berkembang;
b. Memperkeci) kepribadian direktif serta memperluas keterlibatan
pegawai,
c. Mendorong terciptanya perspektif baru dan memikirkan stratg dalam
mengemban pekerjaan,
d. Menggambarkan keahlian tim serta melatih pegawai untuk mengawasi
dirinya sendiri.
2. Kepercayaan (Trust), Setelah adanya keinginan dari manajemen untuk
melakukan pemberdayaan, langkah selanjutnya adalah membangun
kepercayaan antara pihak manajemen organisasi dan pegawai. Adanya
saling percaya tersebut akan menciptakan kondisi yang baik untuk
pertukarar informasi dan saran. Indikator yang berkaitan dengan
kepercayaan adalah:
a. Memberi kesempatan kepada pegawai untuk berpartisipasi dalam
pembuatan kebijakan yang berlaku bagi organisasi
b. Menyediakan waktu dan sumberdaya yang mencukupi bagi pegawai
dalam menyelesaikan pekerjaan,

29
c. Menyediakan pelatihan yang memadai untuk menunjang kebutuhan
terkait pekerjaan yang diemban pegawai,
d. Menghargai perbedaan pandangan dan menghargai kesuksesan yang
diraih pegawai,
e. Menyediakan akses informasi yang cukup bagi pegawai sehingga
pegawai akan memperoleh informasi dengan baik.
3. Kepercayaan Diri (Confident). Saling percaya akan menimbulkan
kepercayaan diri pegawai sekaligus menghargai kemampuan yang dimiliki
oleh pegawai. Indikator yang berkaitan dengan kepercayaan diri adalah:
a. Mendelegasikan tugas yang penting bagi pegawai
b. Menggali ide dan saran dari pegawai
c. Memperluas tugas serta membangun jaringan antar departemen atau
bagian yang ada di dalam organisasi,
d. Menyediakan jadwal instruksi kerja bagi pegawai serta mendarong
penyelesaian pekerjaan dengan baik.
4. Kredibilitas (Credibility). Kredibilitas berkaitan dengan penghargaan dan
pengembangan lingkungan kerja yang mampu mendorong kompetisi yang
sehat sehingga terbentuk kinerja organisasi yang tinggi Indikator
kredibilitas berkaitan dengan:
a. Memandang pegawai sebagai mitra strategis,
b. Peningkatan target dalam semua bagian dan level pekerjaan,
c. Memperkenalkan inisiatif individu untuk melakukan perubahan
melalui partisipasi,
d. Membantu menyelesaikan perbedaan-perbedaan dalam penentuan
tujuan dan prioritas.
5. Akuntabilitas (Accountability). Tahap dalam proses pemberdayaan
selanjutnya adalah pertanggungjawaban pegawai pada wewenang yang
diberikan dengan tujuan untuk menetapkan secara konsisten dan jelas
tentang peran, standar, dan tujuan tentang penilaian kinerja pegawai.
Tahap ini merupakan sarana evaluasi terhadap kinerja pegawai terkait

30
dengan tanggung jawab dan wewenang yang telah diberikan. Indikator
untuk mengetahui akuntabilitas adalah:
a. Menggunakan jalur pelatihan dalam mengevaluasi kinerja pegawai,
b. Memberikan tugas yang jelas dan ukuran yang jelas:
c. Melibatkan pegawai dalam penentuan standar dan ukuran,
d. Memberikan bantuan kepada pegawai dalam penyelesaian beban kerja,
e. Menyediakan periode dan waktu pemberian umpan balik.
6. Komunikasi (Communication). Langkah terakhir adalah adanya
komunikasi yang terbuka untuk menciptakan saling memahami antara
pegawai dan pihak manajemen organisasi. Keterbukaan tersebut dapat
diwujudkan dengan adanya kritik dan saran terhadap kinerja pegawai.
Indikator yang termasuk komunikasi adalah:
a. Menetapkan kebijakan pintu komunikasi yang terbuka,
b. Menyediakan waktu untuk mendapatkan informasi dan mendiskusikan
permasalahan secara terbuka
c. Menciptakan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan lintas
kompetensi (cross training).

I. Strategi Pemberdayaan
Pemberdayaan pegawai perlu diwujudkan melalui sejumlah strategi yang
saling menunjang satu dengan yang lainnya, yaitu:
1. Berhubungan dengan Visi. Pemberdayaan pegawai hendaknya sesuai
dengan visi, misi, dan nilainilai yang ada dalam organisasi sehingga
pemberdayaan pegawai menjadi bagian yang penting bagi organisasi.
2. Dukungan Manajemen Teratas (Top Management). Inisiatif pemberdayaan
pegawai datang dari sudut pandang manajemen teratas, dimana manajer
teratas mentransformasi visi masa depan melalui program, dukungan, serta
dorongan yang sangat penting untuk menciptakan lingkungan dimana
orang-orang bertanggung jawab terhadap nasib mereka sendiri.
3. Komunikasi Aktif. Pemberdayaan pegawai membutuhkan keterlibatan
pegawai dalam berkomunikasi secara aktif, serta membahas umpan balik

31
dari pegawai secara berkesinambungan, sehingga pemberdayaan dalam
organisasi akan mampu bergulir dengan baik.
4. Dukungan Struktur Organisasi, Pemberdayaan pegawai dapat berhasil jika
di dukung struktur Organisasi. Struktur organisasi yang menunjang
pemberdayaan pegawai akan memudahkan koordinasi dan pengambilan
keputusan, Birokrasi organisasi yang ramping dan mudah akan
mempercepat pengembangan pegawai.
5. Menguatkan Tim Kerja. Pemberdayaan pegawai membutuhkan dukungan
dari tim kerja yang kuat. Melalui tim kerja yang kuat maka arus informasi
dan ide yang ada di dalam tim akan bersinergis dalam rangka menunjang
pemberdayaan pegawai yang muncul dari organisasi.
6. Mendorong Pengembangan Pribadi. Pemberdayaan pegawai mendorong
pengembangan aspek individual sehingga setiap individu mampu
mengambil keputusan serta memiliki kepercayaan diri dan tanggung jawab
terkait dengan keputusannya.
7. Mendorong Pegawai Bertalenta. Pemberdayaan pegawai harus mampu
mengidentifikasi talenta-talenta yang ada di dalam diri pegawai, sehingga
program pemberdayaan pegawai yang dilakukan oleh organisasi akan
lebih optimal dalam rangka menciptakan pegawai-pegawai yang memiliki
kinerja tinggi.
8. Fokus kepada Pelanggan. Pemberdayaan pegawai harus mampu
mendorong peningkatan layanan pegawai sehingga pelanggan internal
maupun eksternal akan puas terhadap kinerja pegawai.
9. Pengukuran Perkembangan. Organisasi perlu menentukan ukuran-ukuran
perkembangan dan menentukan tingkat keberhasilannya sehingga setiap
pegawai memahaminya.
10. Menghargai Capaian dan Keberhasilan. Pemberdayaan pegawai perlu
dirancang agar mampu menghargai ketercapaian dan keberhasilan yang
dilakukan oleh pegawai sehingga siklus program pemberdayaan akan lebih
optimal.

32
J. Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan
Partisipasi dalam pengambilan keputusan merupakan salah satu strategi
dalam memberdayakan pegawai. Hal tersebut merupakan perhatian dari
organisasi terhadap pegawainya dan menggambarkan sejauhmana komitmen
pegawai terlibat dalam organisasi. Partisipasi dalam pengambilan if keputusan
dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, dimana dampaknya
dapat dirasakan oleh organisasi.
Partisipasi pegawai dalam pengambilan keputusan perlu didukung oleh
pengetahuan yang memadai, yang dimiliki pegawai terkait dengan pekerjaan
yang diembannya. Karena pegawai dalam level operasional biasanya lebih
memahami seluk beluk pekerjaannya secara mendalam dibandingkan dengan
manajer mereka selama ini. Dengan demikian, keputusan manajer yang
didukung dan seiring dengan pegawai dalam level jebih rendah akan
menyebabkan keputusan yang diambil lebih tepat, sesuai dengan kenyataan
yang sesungguhnya dihadapi di lapangan.
Jika pegawai terlibat secara mendalam terkait dengan pengambilan
keputusan maka pegawai akan lebih bertanggungjawab terhadap keputusan
tersebut sehingga keputusan yang dibuat akan didukung oleh pegawai
sepenuhnya. Selain itu, keterlibatan pegawai dalam pengambilan keputusan
akan menyebabkan pegawai merasa dihargai dan terangkat moral kerjanya
karena pegawai merasa ia dibutuhkan dan dihargai oleh organisasi. Dengan
demikian, maka pegawai akan termotivasi untuk bekerja dalam kondisi yang
paling baik yang pegawai dapat lakukan dalam semua level pekerjaan.

33
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajer organisasi memiliki peran yang sangat penting dalam
memotivasi dan memberdayakan pegawai sesuai dengan kompetensi
pegawai dan kebutuhan organisasi. Motivasi kerja tidak dapat diamati atau
diukur secara langsung, namun dapat disimpulkan dari sikap dan perilaku
yang nampak dan ditampilkan oleh pegawai dalam mengemban
pekerjaannya. Motivasi berhubungan erat dengan pemberdayaan. Pegawai
yang diberdayakan dengan baik akan mampu menghasilkan kinerja yang
optimal, jika didukung pula oleh kompensasi yang memadai.
Pemberdayaan pegawai yang tepat akan memberikan kontribusi yang
optimal bagi kinerja organisasi.

Pemberdayaan dapat dikelola dengan tiga perspektif, yaitu


perspektif manajemen kinerja; perspektif pengembangan dan pelatihan;
dan perspektif manajemen dan pengembangan karir. Model pemberdayaan
pegawai dapat dikembangkan dalam sebuah organisasi untuk menjamin
keberhasilan proses pemberdayaan dalam organisasi. Model terbentuk atas
dimensi keinginan; kepercayaan; kepercayaan diri; kredibilitas;
akuntabilitas; dan komunikasi. Pemberdayaan pegawai perlu diwujudkan
melalui sejumlah strategi yang saling menunjang satu dengan yang
lainnya.

34
DAFTAR PUSTAKA

Priansa, Donni Juni (2018). Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya


Manusia. Bandung, Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai