Anda di halaman 1dari 14

Nama : Do’a Sholeha

Nim : 220200068
Matkul : Hukum Acara Tata Usaha Negara
Kelas : F

Soal :
1.Membuat surat gugatan sesuai contoh yang diberikan narasumber waktu kuliah umum
2.Kewenangan dan ciri khas Haptun
3.Perluasan unsur KTUN
4.Perbedaan peradilan tun dan peradilan perdata serta persamaannya
5.Tahap Dismissal proses dan pemeriksaan acara biasa

Jawab:
1. Gugatan PTUN
Medan, 25 Juli 2012

Kepada Yth,
BAPAK KETUA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
Jalan Listrik No.10
Medan.
Hal: Gugatan
Yang tersebut dibawah ini :
Nama : MARINGAN SITUMORANG
Kewarganegaraan : Indonesia
PPekerjaan. : Wiraswasta
Alamat : Jln.Puskesmas No.4 Lingkungan X Kel Lalang Kec.
MedunSunggal,Kota Medan

Dalam hal ini diwakili Kuasa Hukumnya, SH. Berkerwarganegaraan Indonesia, Pekerjaan
Advokat/Penasehat Hukum dari Kantor & ASSOCIATES, beralamat di Jalan. Kenanga Sari
No.20 Pasar IV Tanjung Sari Medan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 19 Juli 2012,
untuk selanjutnya disebut sebagai :
PENGGUGAT

Bahwa Penggugat dengan ini mengajukan Gugatan terhadap :


KEPALA KANTOR PERTAHANAN KOTA MEDAN, berkedudukan di Jalan. Jendral
Abdul Haris Nasution No.17, Pangkalan Mashur Kota Medan selanjutnya disebut sebagai :

TERGUGAT

A. OBJEK GUGATAN :
Surat Keputusan Kepala Pertanahan Kota Medan tentang Penerbitan Sertifkat Hak
Milik Atas Tanah Nomor 2089/Kelurahan Cinta Damai, tanggal 9 Mei 2012 atas
nama EMMA SIANTURI dengan surat ukur Nomor: 00578/Cinta Damai/2012
tanggal 01/05/2012 seluas 840 M2 yang terletak di Jalan Aman, Kelurahan Cinta
Damai, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan:

B. TENGGANG WAKTU

Bahwa Surat Keputusan Tergugat tentang Penerbitan sertifikat 2089/Kelurahan Cinta


Damai, tanggal 9 Mei 2012 atas nama EMMA SIANTURI, baru di ketahui di ketahui
Penggugat pada tanggal 15 Juni 2012 pada saat Penggugat melakukan Surat Tidak
Ada Silang Sengeketa atas Tanah terpekara di Kantor Camat Medan Helvetia.
Bahwa dengan demikian pengajuan Gugatan Penggugat masih dalam teggang waktu
yang dibenarkan oleh Undang-undang sebagaiman di maksud dalam ketentuan pasal
55 Undang-undang republik indonesia nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah
dirubah dengan Undang-undang nomor 9 Tahun 2004 dan perubahan terakhir
Undang-undang nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang
berbunyi: Gugatan dapat di ajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari
terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkan Keputusan Badan atau Pejabat Tata
Uasah Negara, dan oleh karenanya Gugatan ini sudah selayaknya! Dapat diterima :

C. KEPUTUSAN TERGUGAT BERSIFAT KONKRIT, INDIVIDUAL, DAN


FINAL.

Bahwa surat keptusan aquo telah memenuhi syarat sebagai keputusan tata usaha
negara sebgaimana ditentukan dalam pasal 1 angka 3 Undang-undang no. 5 Tahun
1986.JO. Undang-undang bo.9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang
no. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang pada prinsipnya memuat
syarat-syarat yang harus dipenuhi agar sengeketa dapat digugat di Pengadilan Tata
Usaha Negara.
• Bersifat Konkrit
Bahwa surat keputusan Tergugat aquo telah bersifat konkrit karena nyata- nyata
dibuat Tergugat tidak abstrak, tetapi berwujud surat keputusan yang tertulis dan
secara konkrit tela menyatakan sebidang tanah yang terletak di Kelurahan Cinta
Damai, Kecamatan Medan Helvetia Kota Sumatera Utara, tanggal 9 Mei 2012 atas
nama EMMA SIA
• Bersifat Individual
Artinya bahwa surat keputusan Tergugat aquo bersifat individual karena ditujukan
langsung kepada EMMA SIANTURI
• Bersifat Final
Bahwa surat keputusan Tergugat dalam perkara aquo telah bersifat final karena sudah
tidak memerlukan persetujuan dari instansi lainnya sehingga sudah bersifat defenitif
dan sudah menimbulkan akibat hukum.

D. ALASAN GUGATAN

1. Bahwa orang tua Penggugat (Alm. TK Situmorang dan Almh. Siti Noni
Br.Sihombing) adalah pemilik yang sah atas satu bidang tanah ukuran lebar
33M x panjang 36 M dengan luas 1.188 M2 yang terletak di antara Pasar I dan
Pasar II Jalan Binjai KM 7.5 (dahulu) atau Jl. Pantai Timur Pasar II Gang
Rukun Lingkungan II, Kelurahan Cinta Damai Kecamatan Helvetia Kota
Medan (sekarang), surat keterangan tanah Nomor 26/SKT/X/1990, tanggal 8
Oktober 1990, dari kepala kelurahan Cinta Damai, Kecamatan Medan Sunggal
Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah Timur berbatas dengan tanah G.Nainggolan... 33 M


- Sebelah Barat berbatas dengan tanah Sdr. Hutapea... 33 M
- Sebelah Selatan berbatas dengan tanah M.Situmorang... 36 M
- Sebelah Utara berbatas dengan tanah Samsudin ... 36 M

2. Bahwa benar pada bulan September 1959, ayah Penggugat (Alm. TK.
Situmorang) meninggal dunia, dan selanjutnya pada tanggal 13 Mei 1997 di
Medan, ibu Penggugat (Almh. Siti Noni Br. Sihombing) meninggal dunia dan
berdasarkan Surat Keterangan Ahli Waris Nomor: 451.5/112, tanggal 9
Nopember 2004, yang dikeluarkan Kecamatan Medan sunggal disebutkan
bahwa Penggugat adalah satu-satunya ahli waris dari Alm. TK. Situmorang
dan Almh. Siti Noni Br.Sihombing.

3. Bahwa pada tanggal 9 Desember 2004, berdasarkan Surat Pernyataan


melepaskan Hak Atas Tanah dengan Ganti Rugi Kecamatan Medan Helvetia
Nomor : 200/LEG/MH/XII/2004, Penggugat melakukan jual beli sebahagian
dari tanah dari yang diuraikan dalam Surat Keterangan Tanah Nomor:
26/SKT.M/1990, tanggal & Oktober 1990, yang diperbuat Kepala Kelurahan
Cinta Damai tersebut kepada Mian Dame Siringoringo seluas 144M2, dengan
batasan ukuran sebagai berikut;

- Sebelah Utara berbatas dengan tanah Gg. Rukun ... 9 Meter


- Sebelah Selatan berbatas dengan tanah Sihar Sinaga ... 9 Meter
- Sebelah Timur berbatas dengan tanah Siti Noni Sihombing... 16 Meter
- Sebelah Barat berbatas dengan tanah JP Harianja... 16 Meter

4. Bahwa selanjutnya hingga saat ini Penggugat tidak pernah melakukan


pengalihan atau pelepasan hak atas tanah yang menjadi objek terpekara kepada
pihak lain khusunya terhadap EMMA SIANTURI sebagai pihak yang
memohonkan Sertifikat Hak Milik nomor 2089/kelurahan cinta damai, tanggal
9 Mei 2012 seluas 840 M2.

5. Bahwa dengan demikian seharusnya luas tanah yang menjadi milik Penggugat
setelah di kurangi penjualan pelepasan hak atas tanah dengan ganti rugi
kepada Mian Dame Siringoringo adalah 1044 M2 (1188M2-144M2).

6. Bahwa sejak tanah objek terperkara dikuasai oleh Orang Tua Penggugat dan
Penggugat, tanah tersebut selalu diusahakan dan di tanami dengan padi dan
Penggugat tidak pernah berselisih terkait batas-batas kepemilikan tanah
dengan tetangga yang berbtas dengan Penggugat.

7. Bahwa hingga pada tanggal 15 Juni 2012 lalu, Penggugat mendatangi kantor
camat Medan Helvetia untuk keperluan pengurusan Surat Silang Sengeketa
(SS) atas tanah milik Penggugat tersebut di atas.

8. Bahwa sesampainya di Kantor Camat Kecamatan Medan Helvetia, Penggugat


di datangi oleh seorang pegawai Kantor Camat Medan Helvetia yang bernama
Lahmi dan didampingi Irfan Jamil, selaku Sekretaris Lurah Cinta Damai
sambil menunjukkan Sertifikat Hak Milik No. 2089/Kelurahan Cinta Damai
atas nama EMMA SIANTURI yang diterbitkan oleh Tergugat.

9. Bahwa Penggugat sangat terkejut atas adanya penerbitan Sertifikat Hak Milik
yang menjadi objek perkara sebab dalam sertifikat tersebut terdapat sebahagan
tanah milik Penggugat:

10. Bahwa Penggugat tidak pernah mengetahui sebelumnya di atas tanah milik
Penggugat yang setempat dikenal Jalan Pantai Timur Pasar II Gang Rukun
Lingkungan II Kelurahan Cinta Damai, Kecamatan Medan Helvetia, Kota
Medan, yang sebahagian dari tanag Penggugat telah diterbitkan Sertifikat Hak
Milik Atas Tanah atas nama EMMA SIANTURI tanpa seijin dan
sepengetahuan Penggugat.

11. Bahwa setelah Penggugat mempelajari isi dan denah Sertifkat Hak Milik Atas
Tanah Nomor 2089/Kelurahan Cinta Damai tanggal 9 Mei 2012 yang
diterbitkan olch Tergugat, maka ada beberapa fakta yang terungkap, yaitu:

a. Bahwa benar pada awalnya EMMA SIANTURI memiliki sebidang


tnah yang terletak di Jln. Pantai Timur (sekarang) atau Jln. Pasar dua
(dahulu) gg. Aman- (dahulu) dan sekarang disebut Jln.Aman dengan
Lebar 40 M dan panjang 20 M.

b. Bahwa tanah milik EMMA SIANTURI tersebut berbatasan dengan


tanah milikPenggugat, hanya saja tanah milik Penggugat menghadap
ke Gg. Rukun yang terletak bersebelahan dengan Jln. Gg. Aman.

c. Bahwa sekitar Tahun 2004 EMMA SIANTURI telah menjual


sebagian tanah miliknya tersebut kepada O. Sinaga dengan lebar 5
M2 dan pajang 20 M2

d. Bahwa selanjutnya sekitar Tahun 2005, EMMA SIANTURI kembali


menjual sebagian tanah miliknya tersebut kepada Erwin Hutabarat
dengan lebar 6 M2 dan panjang 20 M2

e. Bahwa tanah yang disebutkan Tergugat dalam Sertifikat (Objek


terpekara) sebelah utara disebutkan berbatasan dengan tanah M.
Panggabean, dimana faktanya di lapangan tanah M.Panggabean
masih jauh letaknya dari tanah EMMA SIANTURI (Setelah
melewati tanah milik Penggugat, tanah milik Siangian dan Jalan
Karya)

12. Bahwa dari fakta di atas seharusnya luas tanah yang dimiliki EMMA
SIANTURI sekarang ini hanya tersisa seluas 580 M2 (lima ratus delapan
puluh meter persegi) atau dengan lebar 29 M2 dan panjang 20 M2, dan
Penggugat menduga adanya manipulasi bukti-bukti autentik yang dilakukan
oleh EMMA SIANTURI.

13. Bahwa demikian Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Nomor : 2089/Kelurahan
Cinta Damai, tanggal 9 Mei 2012 yang di terbitkan Tergugat atas nama
EMMA SIANTURI dengan luas tanah 840 M2 (delapan ratus empat puluh
meter persegi), telah mencaplok sebahagian tanah milik Penggugat yang
berbatasan langsung dengan tanah milik EMMA SIANTURI, sehingga objek
sengeketa telah terjadi overlapping/timpang tindih dengan tanah Penggugat.

14. Bahwa scharusnya tanah EMMA SIANTURI berbatasan dengan :

- Sebelah Utara berbatas dengan Maringan Situmorang (ic. Penggugat)


- Sebelah Selatan berbatas dengan Jalan Aman Siringoringo
- Sebelah Timur berbatas dengan Erwin Hutabarat dan Mian Dame
- Sebelah Barat berbatas dengan P.Tambunan

15. Bahwa akan tetapi dalam denah objek sengketa tanah EMMA
SIANTURIBerbatas dengan
- Sebelah Utara berbatas dengan M. Panggabean
- Sebelah Selatan berbatas dengan Jalan Aman
- Sebelah Timur berbatas dengan Erwin Hutabarat
- Sebelah Barat berbatas dengan P. Tambunan
16. Bahwa perbuatan Tergugat yang tidak teliti dalam hal ini melakukan
konfirmasi kepada pihak-pihak yang berbatasan langsung dengan tanah objek
terpekara yang di mohonkan perbuatan Sertifikat Hak Miliknya ic, adalah
penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah No. 2089/ Kelurahan Cinta
Damai, tanggal 9 Mei 2012. Ataupun melakuka langkah-langkah penilaian alat
bukti yuridis berkaitan dengan penguasaan fisik bidang tanah yang
bersangkutan (vide melanggar ketentuan pasal 24 ayat (2) Jo). Pasal 25
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

17. Bahwa Penggugat tidak pernah mengetahui adanya pengukuran dari Tergugat
begitu juga dari Kepala Lingkungan Pasar II serta Masyarakat yang
berdekatan dengan objek sengeketa sehingga Tergugat memanipulasi fakta-
fakta fisik dilapangan.

18. Bahwa selain itu perbuatan Tergugat sebagaimana diuraikan diatas dalam
Gugatan ini telah memenuhi unsur yang tersebut dengan Pasal 53 ayat (2) sub
(a) Undang- undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 dan perubahan
terakhir Undang- Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara.

19. Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka Penggugat mohon


kepada Bapak Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan agar berkenan
kiranya memanggilnya para pihak yang ada hubungannya dengan pemeriksaan
perkara ini dan selanjutnya memeriksa dan mengadili serta memberikan
keputusan dalam perkara ini dengan amar putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya,

2. Menyatakan batal atau tidak sah Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Nomor
2089/Kelurahan Cinta Damai, tanggal 9 Mei 2012, ataupun melakukan
langkah-langkah penilain alat bukti yuridis berkaitan dengan penguasaan
fisik bidang tanah yang bersangkutan (vide melanggar ketentuan Pasal 24
ayat (2) Jo. Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.

3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Sertifikat Hak Milik Atas Tanah


Nomor 2089/Kelurahan Cinta Damai, tanggal 9 Mei 2012 atas nama
EMMA SIANTURI dengan surat ukur Nomor: 00578/Cinta Damai 2012
tanggal 01/05/2013 seluas 840 M2 yang terletak di Jalan Aman. Kelurahan
Cinta Damai, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan.

4. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya-biaya yang timbul dalam


perkara ini :

Atau jika Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan hukum seadil-adilnya.
Terima Kasih.

Hormat Penggugat,
Kuasanya,

2. Kewenangan PTUN
Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang mengemban Tugas Pokok dan memiliki wewenang
sebagaimana terdapat dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo.
UndangUndang Nomor 9 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara yang isinya sebagai berikut:
“Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara di tingkat pertama.” Ciri utama Hukum Acara
Peradilan TUN di Indonesia hukum acaranya secara bersama-sama diatur dengan hukum
materialnya yaitu dalam UU Nomor 5 Tahun 1985 jo UU Nomor 9 Tahun 2004, jo UU
Nomor 51 Tahun 2009 (UU Peradilan TUN).

Ciri Khas PTUN


Ada beberapa ciri khusus yang menjadi karakteristik Hukum
Acara Peradilan Tata Usaha Negara yaitu antara lain sebagai berikut;
1. Hakim berperan lebih aktif dalam proses persidangan, guna mencari kebenaran materiil.
Keaktifan hakim dapat ditemukan antara Lain dalam ketentuan Pasal 63 ayat (2) butir a dan
b, Pasal 80, Pasal 85, Pasal 103 Ayat (1), Pasal 107.
2. Sistem pembuktian mengarah kepada pembuktian bebas (vrijbewijs) yang terbatas
(Indroharto, 1996:189). Menurut Pasal 107 hakim dapat menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian, beserta penilaian pembuktian, tetapi pasal 100 menentukan
secara limitatif mengenai alat-alat bukti yang digunakan.
3. Gugatan di pengadilan tun tidak bersifat menunda pelaksanaan keputusan tata usaha negara
yang digugat (vide pasal 67). Hal ini terkait dengan dianutnya azas presumtio Justae causa
dalam hukum administrasi negara, yang berarti adalah bahwa suatu keputusan tun harus
selalu dianggap benar dan dapat dilaksanakan, sepanjang belum ada putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap yang menyatakan sebaliknya. Namun demikian apabila
terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak, atas Permohonan penggugat, ketua
pengadilan atau majelis hakim dapat memberikan Penetapan sela tentang penundaan
pelaksanaan keputusan tun yang disengketakan.
4. Terhadap putusan hakim pengadilan tun berlaku asas erga omnes, artinya bahwa putusan
itu tidak hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa tetapi juga berlaku bagi Pihak-pihak
lain yang terkait.
5. Dalam proses pemeriksaan di persidangan berlaku asas audi alteram partem yaitu para
pihak yang terlibat dalam sengketa harus diberi kesempatan yang sama untuk didengarkan
penjelasannya sebelum hakim memberikan putusan.
6. Dimungkinkan adanya peradilan in absentia (tanpa kehadiran tergugat) sebagaimana diatur
dalam pasal 72 ayat (2). Hukum acara tun
7. Adanya kemudahan bagi masyarakat pencari keadilan antara lain :
a. Bagi yang tidak pandai membaca dan menulis dibantu panitera pengadilan dalam
Merumuskan gugatannya.
b. Bagi masyarakat golongan tidak mampu diberikan kesempatan untuk beracara secara
cuma- cuma
c. Apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak, atas permohonan
Penggugat, Ketua Pengadilan yang berwenang mengadilinya.
d. Penggugat dapat mengajukan gugatannya kepada Pengadilan TUN yang paling sekat
dengan tempat kediamannya untuk kemudian diteruskan ke Pengadilan yang berwenang
mengadilinya.
e. Badan atau pejabat TUN yang dipanggil sebagai saksi wajib untuk datang sendiri.

3. Unsur KTUN
1.Penetapan Tertulis yang juga mencakup tindakan faktual.
2.Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN.
3.Berisi tindakan hukum TUN.
4.Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan AUPB bersifat kongkret,
individual, dan final.
5.Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
6.Keputusan yang Berpotensi .
7.Menimbulkan Akibat Hukum.
8.Keputusan yang berlaku bagi warga masyarakat.

4.Perbedaan peradilan TUN dan peradilan perdata:


1. Obyek Gugatan
Objek gugatan TUN adalah KTUN yang mengandung perbuatan onrechtsmatingoverheid
daad (perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa). Hukum acara perdata
adalah nrechtmating daad (perbuatan melawan hukum)
2. Kedudukan Para Pihak
Kedudukan para pihak dalam sengketa TUN, selalu menempatkan seseorang atau badan
hukum Perdata sebagai pihak tergugat dan badan atau pejabat TUN sebagai pihak tergugat.
Pada hukum acara perdata para pihak tidak terikat pada kedudukan.
3. Gugat Rekonvensi
Dalam hukum acara perdata dikenal dengan gugat rekonvensi (gugat balik), yang artinya
gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang sedang
berjalan antar mereka.
4. Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan
Dalam hukum acara TUN pengajuan gugatan dapat dilakukan dalam tenggang waktu 90 Hari.
5. Tuntutan Gugatan
Dalam hukum acara perdata boleh dikatakan selalu tuntutan pokok itu (petitum primair)
disertai dengan tuntutan pengganti atau petitum subsidiar. Dalam hukum acara PTUN hanya
dikenal satu macam tuntutan poko yang berupa tuntutan agar KTUN yang digugat itu
dinyatakan batal atau tidak sah atau tuntutan agar KTUN yang dimohonkan oleh penggugat
dikeluarkan oleh tergugat.
6. Rapat Permusyawaratan
Dalam hukum acara perdata tidak dikenal Rapat permusyawaratan. Dalam hukum acara
PTUN, ketentuan ini diatur pasal 62 UU PTUN.
7. Pemeriksaan Persiapan
Dalam hukum acara PTUN juga dikenal Pemeriksaan persiapan yang juga tidak dikenal
dalam hukum acara perdata. Dalam pemeriksaan persiapan hakim wajib memberi nasehat
kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dalam jangka waktu 30 hari dan hakim
memberi penjelasan kepada badan hukum atau pejabat yang bersangkutan.
8. Putusan Verstek
Kata verstek berarti bahwa pernyataan tergugat tidak datang pada hari sidang pertama.
Apabila Verstek terjadi maka putusan yang dijatuhkan oleh hakim tanpa kehadiran dari pihak
tergugat. Ini terjadi karena tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya. PTUN tidak mengenal
Verstek.
9. Pemeriksaan Cepat
Dalam hukum acara PTUN terdapat pada pasal 98 dan 99 UU PTUN, pemeriksaan ini tidak
dikenal pada hukum acara perdata. Pemeriksaan cepat dilakukan karena kepentingan
penggugat sangat mendesak, apabila kepentingan itu menyangkut KTUN yang berisikan
misalnya perintah pembongkaran bangunan atau rumah yang ditempati penggugat.
10. Sistem Hukum Pembuktian
Sistem pembuktian vrij bewijsleer dalam hukum acara perdata dilakukan dalam rangka
memperoleh kebenaran formal, sedangkan dalam hukum acara PTUN dilakukan dalam
rangka memperoleh kebenaran materiil (pasal 107 UU PTUN).
11. Sifat Ega Omnesnya Putusan Pengadilan
Artinya berlaku untuk siapa saja dan tidak hanya terbatas berlakunya bagi pihak-pihak yang
berperkara, sama halnya dalam hukum acara perdata.
12. Pelaksanaan serta Merta (executie bij voorraad)
Dalam hukum acara PTUN tidak dikenal pelaksanaan serta merta sebagaimana yang dikenal
dalam hukum acara perdata. Ini terdapat pada pasal 115 UU PTUN.
13. Upaya pemaksa Agar Putusan Dilaksanakan
Dalam hukum acara perdata apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan
secara sukarela, maka dikenal dengan upaya memaksa agar putusan tersebut dilaksanakan.
Dalam hukum acara PTUN tidak di kenal karena bukan menghukum sebagaimana hakikat
putusan dalam hukum acara perdata. Hakikat hukum acara PTUN adalah untuk membatalkan
KTUN yang telah dikeluarkan.
14. Kedudukan Pengadilan Tinggi
Alam hukum acara perdata kedudukan pengadilan tinggi selalu sebagai pengadilan tingkat
banding, sehingga tiap perkara tidak dapat langsung diperiksa oleh pengadilan tinggi tetapi
harus terlebih dahulu melalui pengadilan tingkat pertama (pengadilan Negeri). Dalam hukum
acara PTUN kedudukan pengadilan tinggi dapat sebagai pengadilan tingkat pertama.
15. Hakim Ad Hoc
Hakim Ad Hoc tidak dikenal dalam hukum acara perdata, apabila diperlukan keterangan ahli
dalam bidang tertentu, hakim cukup mendengarkan keterangan dari saksi ahli. Dalam hukum
acara PTUN diatur pasal 135 UU PTUN. Apabila memerlukan keahlian khusus maka ketua
pengadilan dapat menunjuk seorang hakim Ad Hoc sebagai anggota majelis.
Persamaan peradilan TUN dan peradilan perdata
1. Pengajuan Gugatan Pengajuan gugatan menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 54
UU PTUN sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal 118 HIR
2. Gugatan persyaratan mengenal is gugatan menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal
56 UU PTUN sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal 8 nomor 3 Rv. 3
pendaftaran Perkara dalam pasal 121 HIR 4. Penetapan Han Sidang hukum acara perdata
diatur dalam pasal 122 HIR
3. Pendaftaran perkara menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 59 UU PTUN
sedangkan dalam hukum acara perdata diatur dalam pasar 121 HIR
4. Penetapan hari sidang menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasar 59 ayat 3 dan pasal
64 UU PTUN sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal 122 HIR
5. Pemanggilan para pihak menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 65 dan pasar 56
UU PTUN, sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal 121 ayat (1) HIR
pasal 390 ayat (1) dan pasal 126HIR.
6. Pemberian Kuasa Pemberian kuasa oleh kedua belah pihak menurut hukum antara PTUN
diatur dalam pasal 67 UU PTUN, sedangkan menurut hukum acara perdata diatur dalam pasal
123 ayat (1) HR

7. Hakim Majelis Pemeriksaan perkara dalam hukum acara PTUN dan hukum acara Perdata
dilakukan dengan Hakim majelis (tiga orang hakim) yang terdiri atas satu orang bertindak
selaku hakim ketua dan dua orang lagi bertindak sebagai hakim anggota (pasal 68 UU PTUN)
8. Persidangan Terbuka Untuk Umum Sidang pemeriksaan perkara di pengadilan pada
asasnya terbuka untuk umum, dengan demikian setiap orang dapat untuk hadir dan
mendengarkan jalannya pemeriksaan perkara tersebut. Dalam hukum acara PTUN diatur
dalam pasal 70 ayat (1) UU PTUN sedangkan dalam hukum acara perdata diatur dalam pasal
179 ayat (1) HIR
9. Mendengar Kedua Belah Pihak Dalam pasal 5 ayat (1) UU 14/1070 disebutkan bahwa
pengadilan mengadil menurut hukum dengan tidak membedakan orang Dengan demikian
ketentuan pasal ini mengandung asas kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak
memihak, dan kedua belah pihak didengar dengan ada. Hakim tidak diperkenankan hanya
mendengarkan atau memperhatikan keterangan salah satu pihak saja (audi et alteran partem)
10. Pencabutan dan Perubahan Gugatan Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut
gugatannya, sebelum tergugat memberikan jawaban. Apabila tergugat sudah memberikan
jawaban atas gugatan yang diajukan penggugat, maka akan dikabulkan hakim, apabila
mendapat persetujuan tergugat (pasal 76 UU PTUN dan pasal 271 RV)
11. Hak ingkar Untuk menjaga obyektivitas dan keadilan dan putusan hakim, maka hakim
atau panitera wajib mengundurkan diri apabila diantara para hakim antara hakim dan panitera
antara hakim atau dengan salah satu pihak yang berperkara mempunyai hubungan sedarah
atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai atau
juga hakim atau panitera mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan
sengketanya
12. Pengikut sertakan Pihak ketiga Baik dalam hukum acara PTUN maupun hukum acara
perdata, pada dasarnya didalamisuatu sengketa atau perkara, sekurang-Kurangnya terdapat
dua pihak, yaitu penggugat (sebagai pihak yang mengajukan gugatan) dan pihak tergugat
(sebagai pihak yang digugat oleh penggugat).
13. Baik hukum acara PTUN maupun hukum acara perdata sama-sama menganut asas bahwa
beban pembuktian ada pada kedua belah pihak, hanya karena yang mengajukan gugatan
adalah penggugat, maka penggugatlah yang mendapat kesempatan pertama untuk
membuktikannya sedangkan kewajiban tergugat untuk membuktikan adalah dalam rangka
membantah bukti yang diajukan oleh penggugat dengan mengajukan bukti yang lebih kuat
pasal 100 sampai dengan pasal 107 UU PTUN dan pasal 183 dan 164 HIR)
14. Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan setelah
adanya putusan. Dan putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan adalah terhadap putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 116 UU PTUN) yang
pelaksanaannya perintah ketua pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama (pasal
116 UU PTUN, pasal 195 HIR)
15. Juru Sita
5. Tahap Dimissal Proses
Proses Dismissal Merupakan Proses penelitian terhadap gugatan yang Masuk di Pengadilan
Tata Usaha Negara Oleh Ketua Pengadilan. Dalam proses Penelitian itu, Ketua Pengadilan
dalam Rapat permusyawaratan memutuskan Dengan suatu Penetapan yang dilengkapi
Dengan pertimbangan-pertimbangan Bahwa gugatan yang diajukan itu Dinyatakan tidak
diterima atau tidak Berdasar. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana
telah diubah dan ditambah dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara, dan juga di dalam Penjelasannya. Didalam istilah prosedur dismissal
Atau proses dismissal hanya dapat ditemui Dalam keterangan Pemerintah di hadapan Sidang
paripurna DPR-RI yang mengantarkan RUU tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang
disampaikan Oleh Menteri Kehakiman Ismail Saleh, S.H., pada Tanggal 29 April 1986. Pasal
62 UU PERATUN tidak mengatur secara terperinci bagaimana mekanisme Pemeriksaan
terhadap gugatan yang masuk dalam proses dismissal. Untuk Mengisi kekosongan hukum
acaranya, Mahkamah Agung dalam SEMA No. 2 Tahun 1991 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Beberapa Ketentuan Di Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, Romawi II, antara lain mengatur Sebagai berikut:
A. Prosedur dismissal dilaksanakan oleh Ketua dan dapat juga menunjuk Seorang Hakim
sebagai reporteur (raportir).
B. Pemeriksaan dilaksanakan dalam rapat Permusyawaratan (di dalam kamar Ketua) atau
dilaksanakan secara Singkat.
C. Ketua Pengadilan berwenang Memanggil dan mendengarkan Keterangan para pihak
ebelum Menentukan Penetapan dismissal apabila dianggap perlu.
D. Penetapan Dismissal berisi gugatan Dinyatakan tidak diterima atau tidak Berdasar,
dan Penetapan tersebut Ditandatangani oleh Ketua dan Panitera Kepala/Wakil
Panitera. Wakil Ketua Pengadilan dapat pula menandatangani Penetapan Dismissal
dalam hal Ketua Pengadilan berhalangan.
E. Penetapan Dismissal diucapkan dalam eapat permusyawaratan sebelum hari
persidangan ditentukan, dengan memanggil kedua belah pihak untuk mendengarkan.
F. Dalam hal ada petitum gugatan yang nyata-nyata tidak dapat dikabulkan, maka
dimungkinkan ditetapkan Dismissal terhadap bagian petitum Gugatan tersebut
(Dismissal Parsial).
G. Dalam hal ditetapkan dismissal parsial, ketentuan perlawanan terhadap Penetapan
Dismissal berlaku juga Dalam hal ini.
H. Di dalam “mendismissal gugatan” hendaknya Ketua Pengadilan tidak Terlalu mudah
menggunakan Pasal 62 Tersebut, kecuali mengenai Pasal 62 Ayat (1) butir a dan e.
B. PEMERIKSAAN ACARA BIASA
Pemeriksaan di Peradilan Tata Usaha Negara umumnya dilakukan dengan acara biasa.
Menurut Indroharto, pemeriksaan dengan acara biasa adalah proses pemeriksaan
normal yang seharusnya dilalui oleh setiap gugatan yang diajukan (proses yang tidak
diterapkan secara khusus). Adapun alur pemeriksaan di Peradilan Tata Usaha Negara
dengan Acara Biasa adalah sebagai berikut:
1.Gugatan diajukan melalui kepaniteraan pengadilan. Kepaniteraan pengadilan lalu
menyerahkan berkas kepada Ketua Peradilan Tata Usaha Negara untuk dilakukan
proses Dismissal;
2.Pada proses dismissal, Ketua Peradilan Tata Usaha Negara berwenang memutuskan
dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa
gugatan yang diajukan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan pasal 62 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
3. Jika suatu gugatan lolos dismissal, maka Ketua PTUN akan menetapkan Majelis
Hakim untuk memeriksanya. Namun, apabila gugatan tersebut tidak lolos (di-
dismissal), Penggugat yang keberatan dengan penetapan dismissal dapat mengajukan
upaya perlawanan yang akan diperiksa oleh Majelis Hakim dengan acara singkat
4. Pada acara biasa, Ketua PTUN akan menunjuk Majelis Hakim yang jumlahnya
ganjil. Biasanya tiga orang;
5. Majelis Hakim mulai memeriksa perkara dengan melakukan pemeriksaan, yakni
suatu tahapan yang harus dilakukan oleh Majelis Hakim sebelum pemeriksaan pokok
sengketa dimulai. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memperbaiki dan melengkapi
gugatan Penggugatan. Dalam waktu 30 hari, gugatan Penggugat harus sudah
sempurna untuk dilakukan persidangan terbuka untuk umum;
6. Tahap persidangan dimulai dengan pembacaan isi gugatan oleh Majelis Hakim.
Setelah itu, tergugat dapat menyampaikan jawabannya. Kemudian, Penggugat dapat
mengajukan replik, dan Tergugat dapat mengajukan duplik terhadap replik;
7. Pembuktian (tiap pihak mengajukan surat, ahli, dan saksi)
8. Kesimpulan dari pada pihak;
9. Pembacaan putusan.
Terhadap putusan Majelis Hakim, pihak yang berkeberatan dapat mengajukan upaya
hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Apabila masih tidak puas,
pihak yang berkeberatan dapat mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah
Agung.

Anda mungkin juga menyukai