Anda di halaman 1dari 22

lOMoARcPSD|312

CRITICAL JURNAL REVIEW


“ PENDIDIKAN PANCASILA “

Disusun Oleh :
ALFIAN MANALU (5223122009)

Dosen Pengampu : SURYA DHARMA, S.Pd., M.Pd


Mata Kuliah : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PRODI PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF


JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur atas Tuhan Yang Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang. Selain itu, saya juga
memanjatkan puji syukur atas limpahan berkah dan hidayah-Nya, sehingga makalah Critical Jurnal
Review ini bisa berjalan dengan lancar. Saya juga berharap, supaya makalah ini bisa menjadi tambahan
pengetahuan dan berguna bagi semua pembaca makalah ini.

Makalah ini saya susun dengan lengkap dan detail dari berbagai sumber yang ada, sehingga orang
yang masih awam dapat memahami mengenai Critical Jurnal Review, Saya juga menyampaikan ucapan
terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah berkontribusi dalam penyelesaian makalah ini.

Saya juga menyadari bahwa saya masih memiliki banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini. Saya memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan kata, sehingga saya membuka dan
menerima kritik dan saran bagi seluruh pembaca.

Akhir kata saya sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan memberi tambahan
pengetahuan bagi seluruh orang yang membaca.
Wassalamualaikum wr.wb.

Medan, 03 Oktober 2023

ALFIAN MANALU
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
B. Tujuan CJR ........................................................................................................................... 1
C. Manfaat CJR ......................................................................................................................... 1
D. Identitas Jurnal ...................................................................................................................... 2
BAB II RINGKASAN JURNAL ....................................................................................................... 3
A. Pendahuluan .......................................................................................................................... 4
B. Metode Penelitian .................................................................................................................. 6
C. Hasil dan Pembahasan ........................................................................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................................. 17
A. Pembahasan Isi Jurnal ........................................................................................................... 17
B. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal ......................................................................................... 18
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................................... 19
A. Kesimpulan ........................................................................................................................... 19
B. Saran ..................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kritik jurnal adalah analisa terhadap suatu jurnal untuk mengamati atau menilai baikburuknya
jurnal secara objektif. Kritik jurnal adalah kegiatan penganalisisan dan pengevaluasian
suatu jurnal dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman,memperluas apresiasi, atau
menganalisis kelebihan dan kekurangan jurnal dan membantu memperbaiki kesalahan pada
jurnal agar tidak terjadi kekeliruan kembali.Kegiatan mengkritik jurnal sangatlah penting
mengingat bahwa pembaca dituntut untuk memahami suatu jurnal secara kritis. Setiap jurnal yang
dikritik akan menjadi rujukan pembuatan jurnal yang lebih baik kedepannya.
Apabila kegiatan ini tidak dilakukan maka tidak akan terjadi kemajuan literasi dalam dunia
pendidikan terutama diIndonesia. Karena dari kegiatan ini kualitas jurnal yang baik dapat
diketahui secara detail dan mendalam. Dalam hal ini pengkritik akan mengkritik sebuah jurnal
yang berhubungan dengan Pendidikan Kewarganegaraan yang bertemakan Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai Pembelajaran Demokrasi bagi Mahasiswa di Perguruan Tinggi. Demi
terwujudnya pemahaman tentang materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bagi
mahasiswa yang akan menjadi seorang pendidik.

B. Tujuan CJR
Adapun tujuan dari dibuatnya CJR ini adalah :
1) Dapat memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
2) Menambah pengetahuan tentang kegunaan dalam mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan
terutama dalam materi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pembelajaran Demokrasi bagi
Mahasiswa di Perguruan Tinggi..
3) Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam meringkas, menganalisa, serta memberi kritik
pada jurnal
4) Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan oleh setiap bab dari
jurnal

C. Manfaat CJR
Adapun manfaat dari dibuatnya CJR ini adalah :
1) Membantu memahami karakteristik dalam proses belajar
2) Memahami dengan jelas materi yang terkandung di dalam jurnal
3) Membantu mahasiswa kritisi dalam suatu hal termasuk jurnal
4) Memperbaiki diri menggunakan teori-teori yang tertera dalam jurnal
5) Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan oleh setiap bab dari
jurnal
D. Identitas Jurnal
Judul Artikel : Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pembelajaran Demokrasi bagi
Mahasiswa di Perguruan Tinggi..
Nama Jurnal : IJECA, Jurnal Internasional Aplikasi Pendidikan & Kurikulum
Edisi Terbit : Jil. 3, No. 1, April 2020
Pengarang Artikel : Agil Nanggala
No ISSN : ISSN 2614-3380
BAB II
RINGKASAN ARTIKEL

A. Pendahuluan
Bangsa yang menanamkan modal pada generasi mudanya adalah bangsa yang akan menang,
tentunya adalah melalui proses penanaman dalam berbagai modl, cara melalui dapat pendidikan,
ditempuh, sebagai namun program cara yang yang paling telah efektif diamanatkan dan efektif
oleh pemerintah. Bertindak dalam meningkatkan spiritual, kapasitas intelektual dan emosional
generasi muda.Kenyataannya pendidikan merupakan proses investasi sebagai upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa, perlu didukung oleh semua pihak dalam pelaksanaannya agar tujuan yang
diharapkan dapat tercapai sebagaimana mestinya.
Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan bagi mahasiswa sebagai generasi muda yang
memiliki peran vital dalam mengaktualisasikan nilai-nilai demokrasi kepada mahasiswa. Era
modern saat ini menyebabkan warga negara perlu memiliki kompetensi kewarganegaraan yang
mumpuni. Branson Menjelaskan kompetensi kewarganegaraan pada dasarnya terbagi menjadi tiga,
yaitu: 1) Citizenship Knowledge (pengetahuan dan wawasan warga negara), 2) Citizenship Skills
(kewarganegaraan dan keahlian), dan 3) Citizenship Disposisi (karakter, nilai dan sikap warga
negara). Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pembelajaran yang ideologis dan demokratis,
sehingga efektif dalam meningkatkan kompetensi kewarganegaraan peserta didik (Pangalila,
2017).
Padahal mahasiswa merupakan intelektual yang perlu dibina secara holistik dan perlu
mengaktualisasikan diri melalui berbagai kegiatan kemahasiswaan yang sesuai dengan minat dan
bakatnya masing-masing. Pada umumnya pembina a dapat melalui mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan yang menjadi mata kuliah wajib di seluruh perguruan tinggi di Indonesia, atas
amanat Undang-Undang Sisdiknas Pasal 37 Ayat 2 yang menegaskan bahwa kurikulum pendidikan
tinggi harus memuat mata kuliah, salah satunya adalah Pendidikan Kewarganegaraan
Kosasih menegaskan mahasiswa merupakan kekuatan politik yang menjadi penggerak
utama dalam upaya reformasi sosial di masyarakat, mereka memiliki pemikiran yang positif, kritis,
bertanggung jawab, dan matang. Maka sebagai tokoh besar dalam gerakan sosial politik perlu
dibina, agar gerakan yang murni berlandaskan moralitas dan gerakan tersebut memang
merepresentasikan nilai-nilai ideologi Pancasila (Kosasih, 2017).
Penting dalam mengoptimalkan peran pendidikan kewarganegaraan dalam membentuk
mahasiswa perguruan tinggi berperilaku demokratis, dalam upaya menjawab tantangan zaman,
serta meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Mahasiswa perlu memiliki moralitas, untuk
dapat terlibat secara aktif dalam proses berbangsa dan bernegara perlu memiliki kepekaan sosial,
agar dapat berperan dalam memecahkan kompleksitas permasalahan yang terjadi di masyarakat
sekitar.
Mahasiswa perlu melihat bahwa mereka adalah kekuatan politik yang mampu
mempengaruhi pembuatan kebijakan pemerintah, dalam upaya agar kebijakan tersebut tidak
berbenturan dengan keadilan yang ada di masyarakat, karena kapasitasnya sebagai corong rakyat.
Sehingga secara rasional mereka perlu dibekali kompetensi kewarganegaraan yang kompeten, agar
mampu mengamalkan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang cerdas dan baik. Faktanya
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bentuk pembelajaran demokrasi bagi mahasiswa di
perguruan tinggi baik secara tekstual maupun kontekstual.
Partisipasi mahasiswa dalam proses politik merupakan ikhtiar mahasiswa, agar kehidupan
demokrasi terus terjadi di bangsa ini. Hutagalung menegaskan partisipasi publik adalah proses
demokrasi, karena terlibat aktif dalam kepentingan publik. Sifat praktisnya, partisipasi warga dapat
diterapkan melalui peran nyata dalam proses pengambilan keputusan Kepu-publik, partisipasi
warga menjadi kunci penting implementasi demokrasi, khususnya di negara berkembang.
(Hutagalung, 2017).
Sebagai pendidikan dan pembelajaran ideologi, Pendidikan Kewarganegaraan berperan
dalam menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila kepada peserta didik, sehingga pelaksanaan
demokrasi di Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila, guna menghindari fenomena elitis dan
menghindari kekacauan. Faktanya, demokrasi berusaha untuk mengakomodasi semua kepentingan
negara, yang pelaksanaannya idealnya penuh dengan ketertiban dan kenikmatan, sebagai upaya
untuk mewujudkan kesejahteraan sosial di Indonesia.
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran penting dalam pendidikan tinggi dalam
membentuk mentalitas peserta didik Pancasila, karena merupakan representasi dari warga negara
Indonesia yang dicita-citakan. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang diprogramkan
dalam kurikulum pendidikan tinggi, merupakan upaya membekali peserta didik agar kelak ketika
kembali ke masyarakat dapat memaknai proses demonstrasi yang terjadi di masyarakat, bahkan
memperbaikinya, dengan muda,ciri yang-ciri tersebut memiliki dikatakan kompeten sila yak
kewarg sebagai negara angenerasi yang kompeten.
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 menegaskan kembali tujuan nasional pendidikan
Indonesia adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia. insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU RI, 2003)
Sejalan dengan tujuan undang-undang tersebut, bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
berupaya membentuk manusia Indonesia yang demokratis, sehingga mengetahui hak dan
kewajibannya. Penanaman nilai dan karakter demokrasi pada peserta didik melalui pendidikan
kewarganegaraan sangat penting dilakukan, dalam menjawab tantangan zaman. Octavia dan
Rube'imenegaskan proses pendidikan berdasarkan Pancasila, berperan dalam membentuk peserta
didik yang demokratis dan berkarakter, serta mampu menjadi warga negara Indonesia seutuhnya
karena secara sukarela mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. (Octavia &
Rube'i,2017).
Hal ini penting dalam memberikan informasi argumentatif, sebagai hasil kajian ilmiah
dalam upaya memperkuat peran dan posisi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi,
sebagai media pembelajaran tentang demokrasi mahasiswa.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kepustakaan, karena
berupa analisis konsep dan dinamika Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pembelajaran
demokrasi pada mahasiswa. Ada juga literasi yang menjadi acuan penelitian dalam menganalisis
data termasuk jurnal sebagai data primer karena memiliki validitas yang tinggi. Memperkuat hasil
penelitian, serta peraturan perundang-undangan yang relevan dengan penelitian ini, sebagai data
sekunder. Proses analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi reduksi data, penyajian
data, verifikasi dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman, 1994).

C. Hasil dan Pembahasan


1. Bagaimana Realitas Serta Manfaat Pembelajaran Kontekstual Pendidikan
Kewarganegaraan Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Demokratis pada Mahasiswa di
Perguruan Tinggi?
a. Realitas Konsep Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
Pelaksanaan pembelajaran jarak jauh mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
mengacu pada tujuan pendidikan nasional yang diwujudkan melalui pembelajaran
kurikulum di perguruan tinggi masing-masing, karena perguruan tinggi memiliki
kewenangan dalam menyusun kurikulum, agar sesuai dengan tujuan dan karakteristik
perguruan tinggi.
Dalam Pedoman Penyusunan Kurikulum Perguruan Tinggi yang dikeluarkan oleh
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dijelaskan bahwa perguruan tinggi
memiliki kewenangan dalam menyusun kurikulum, tetapi harus mengacu pada standar
nasional pendidikan tinggi, sehingga pembelajaran Tujuan pendidikan tinggi secara
nasional dapat dicapai yaitu berkembangnya kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan
keterampilan, melalui mata pelajaran wajib agama, pancasila, kewarganegaraan, dan
bahasa.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai ilmu yang menitikberatkan pada upaya
membentuk warga negara yang cerdas dan baik, memang telah menjadi mata pelajaran
wajib di semua jenjang pendidikan, baik dasar, menengah maupun tinggi. Faktanya setelah
beberapa kali kebijakan pendidikan berubah, kedudukan Pendidikan Kewarganegaraan
sama sekali tidak berubah, yaitu sebagai wajib belajar.
Dalam konteks advokasi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi,
materinya memang lebih beragam dan mendalam. Tidak ada bentuk pasti yang ditetapkan
mengenai fokus materi apa yang perlu diajarkan di lingkungan perguruan tinggi, karena
merupakan output dari kewenangan perguruan tinggi dalam menyusun dan
menyelenggarakannya.kurikulum, yang penting adalah Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai mata pelajaran wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa dalam memperoleh
gelar sarjana.
Namun jika mengacu pada Pedoman Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), sebagai
mata pelajaran wajib umum (MKWU), yang dikeluarkan oleh Dirjen Dikti
(Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016), dijelaskan bahwa
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi setidaknya harus
membahas dan meninjau ruang lingkup atau substansi Pendidikan Kewarganegaraan,
sebagai berikut:
• Hakikat pendidikan kewarganegaraan dalam mengembangkan kemampuan seorang
sarjana atau profesional secara utuh.
• Hakikat dan urgensi jati diri bangsa sebagai salah satu penentu dalam pembangunan
bangsa dan karakternya yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
• Urgensi integrasi nasional sebagai salah satu parameter persatuan nasional dan
integritas dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
• Nilai dan norma yang terkandung d alam konstitusi di Indonesia serta sebagai bentuk
ketentuan baku di bawah UUD dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara.
• Harmoni kewajiban dan hak negara dan warga negara dalam tatanan kehidupan
demokrasi Indonesia yang menganut kedaulatan rakyat dan musyawarah untuk
mufakat.
• Hakikat, instrumentasi, dan praksis demokrasi di Indonesia yang bersumber dari
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai
wahana penyelenggara negara akhir yang demokratis, makmur, dan adil.
• Sejarah ketatanegaraan, dinamika sosial politik, budaya, dan konteks penegakan hukum
kontemporer dalam pembangunan rule of law yang berkeadilan.
• Dinamika sejarah, dan urgensi wawasan nusantara sebagai konsepsi dan pandangan
kolektif kebangsaan Indonesia dalam konteks pergaulan dunia.
• Urgensi dan tantangan ketahanan nasional bagi Indonesia dalam membangun komitmen
kolektif yang kuat dari seluruh komponen bangsa untuk mengisi kemerdekaan
Indonesia.
Pentingnya pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan kepada peserta didik, selain sebagai
upaya untuk memenuhi standar prosedural kurikulum yang telah ditetapkan secara
prosedural, tetapi juga untuk menanamkan modal pada peserta didik, agar memiliki
keterampilan berdemokrasi, sebagai calon pemimpin bangsa.
Mahasiswa merupakan kaum intelektual dan gerakan, sehingga menjadi hal yang
lumrah jika mereka selalu mengaktualisasikan diri melalui berbagai kegiatan baik
akademik maupun non-akademik yang dituntut untuk meningkatkan kompetensi
kewarganegaraan. Dalam rangka upaya mewujudkan perguruan tinggi sebagai laboratorium
demokrasi, mahasiswa perlu berproses secara optimal dan dinamis, sehingga pengetahuan
tentang demokrasi secara konsep dan pengetahuan teoritis perlu diperoleh melalui
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di dalam kelas.
Gunarsi, dkk (Gunarsi, S. Nugraha, BA & Wahono, 2014) menjelaskan bahwa
kampus merupakan lembaga demokrasi yang prosesnya menitikberatkan pada ranah
akademik dan kemahasiswaan mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan demokrasi
yang diperoleh di dalam kelas. Pelaksanaan demokrasi di lembaga pendidikan memiliki
karakteristik yang berbeda dengan pelaksanaan demokrasi di partai politik. Adanya
demokrasi di perguruan tinggi, dibuktikan dengan adanya hak untuk terlibat dalam proses
evaluasi kebijakan perguruan tinggi, evaluasi pembelajaran dosen dan mahasiswa,
terbukanya kesempatan untuk berpartisipasi dalam organisasi kemahasiswaan, dan lain-
lain.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai studi interdisipliner, ilmu efek kompatibel
dipelajari melalui berbagai model pembelajaran, yang penting sesuai dengan materi dan
tujuan pembelajaran. Dikuatkan oleh Abdillah (Agustin & Hamid, 2017) yang menegaskan
bahwa Pendidikan Kewarganegaraan bersifat interdisipliner, sehingga ikan dapat
diintegrasikan dengan mata pelajaran lain, sehingga IPA mampu mengatasi berbagai
kendala secara holistik, dalam upaya membentuk individu yang berpancasila.
Sebagai pendidikan dan pembelajaran demokrasi, Pendidikan Kewarganegaraan
memuat berbagai materi tentang demokrasi, dan berupaya membentuk perilaku siswa yang
demokratis, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Hamidi dan Lutfi mengungkapkan
bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan instrumen pendidikan yang bertujuan
untuk mengatur nilai dan perilaku demokrasi kepada peserta didik. Sehingga untuk
mewujudkan perubahan sosial yang direncanakan. Penting untuk diketahui, bahwa dalam
menumbuhkan budaya demokrasi di lingkungan pendidikan dan di masyarakat, siswa perlu
memiliki keteladanan dan prestasi dalam berdemokrasi. (Pahlevi, 2017)
Tujuan pembelajaran demokrasi di perguruan tinggi adalah untuk membentuk
mahasiswa agar memiliki literasi, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Diperkuat
oleh Budimansyah (Sayektiningsih, Sumardjoko, & Achmad, 2017) menjelaskan
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang mengandung dimensi
kognitif, afektif, dan psikomotor karena konfluen atau saling menembus dan terintegrasi.
Dalam rangka pelaksanaan pembelajaran demokrasi di perguruan tinggi melalui
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, tentunya perlu mengoptimalkan konsep
pembelajaran kontekstual dan hasil pengalaman dari keikutsertaan mereka setelah
menyelesaikan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan secara tuntas. Bahkan Juanda
dan Rahayu (Juanda & Rahayu, 2019) menegaskan bahwa lembaga pendidikan secara
normatif bersifat birokratis, hierarkis dan elitis. Sehingga peneliti menjelaskan perlunya
komitmen dari civitas akademika untuk memiliki integritas yang tinggi dan pemanfaatan
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dengan sebaik-baiknya dan sebijaksana
mungkin.
Dewey menjelaskan pentingnya kebebasan akademik dan non-akademik untuk
mengembangkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi dalam lembaga pendidikan, yang
fokus pada interaksi dan kerjasama, saling menghormati, menghormati dan peduli satu
sama lain, berpikir kritis, mencari solusi atas masalah yang terjadi di lembaga pendidikan.
serta yang dihadapi bersama, ikut serta dalam upaya peningkatan citra dan kualitas
lembaga pendidikan terkait. (Juanda & Rahayu, 2019)
Menjadi perhatian para ahli Pendidikan Kewarganegaraan, bagaimana bentuk dan
konsep pembelajaran demokrasi melalui Pendidikan Kewarganegaraan, karena dalam
melaksanakan pembelajaran tersebut tentunya suasana pembelajaran perlu
merepresentasikan implementasi demokrasi di perguruan tinggi.
Konsep dan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
pendidikan dan pembelajaran demokrasi di perguruan tinggi sangat tergantung pada
kurikulum masing-masing perguruan tinggi, dan memang salah satu tujuan utama
diajarkannya Kewarganegaraan sebagai mata kuliah wajib secara nasional, agar mahasiswa
memiliki karakter dan perilaku pancasila yang demokratis.
b. Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pembelajaran demokrasi, tentu perlu
mengkaji, menganalisis, dan merefleksikan Bagaimana dinamika pelaksanaan demokrasi
bagi masyarakat, lembaga pendidikan, bahkan pelaksanaan demokrasi nasional. Sehingga
konsep pembelajaran kontekstual sangat cocok dalam melaksanakan pembelajaran di
demokasi, khususnya status akademik sebagai mahasiswa, tentunya pikiran lebih tajam dan
mampu menyimpulkan suatu makna.
Predikat sebagai mahasiswa membuat mereka mandiri, bahkan keberhasilan mereka
dalam karir akademik dan non-akademik sangat ditentukan oleh motivasi mereka sendiri.
Sebagaimana dijelaskan oleh Damayanty bahwa kemandirian belajar dan berlatih
merupakan faktor penting keberhasilan siswa dalam berkarir baik di bidang akademik
maupun kemahasiswaan, mereka memiliki pemikiran yang dewasa, sehingga dalam proses
pembelajaran harus menjadi sumber atau narasumber. pusat pembelajaran. (Al Aslamiyah,
Setyosari, & Praherdhiono, 2019)
Dalam upaya membentuk peserta didik agar memiliki mental, karakter, dan perilaku
demokrasi yang Pancasila, mereka harus diberikan pengetahuan teoritis tentang sejarah,
konsep, prinsip dan nilai-nilai demokrasi (tekstual) yang diajarkan melalui Pendidikan
Kewarganegaraan, terlepas dari kegunaannya. model pembelajaran apa saja, yang penting
kelasnya terkait dengan penerapan prinsip demokrasi pancasila dalam perkuliahannya.
Pada dasarnya peneliti tidak bermaksud menghilangkan peran pembelajaran
tekstual, karena menggunakan prinsip pembelajaran kontekstual juga, tidak serta merta
menghilangkan karakteristik pembelajaran tekstual. Sifat mahasiswa yang mampu
menganalisis peristiwa secara kritis, sangat cocok dengan pembelajaran kontekstual,
terutama pada materi ajar dan nilai-nilai tentang demokrasi, yang kita ketahui jika materi
tersebut terkait kontemporer dengan peristiwa sosial politik terkini, tentu akan sangat
dinamis.
Warpala menjelaskan pembelajaran kontekstual menekankan pada inovasi melalui
berbagai strategi, guna “membawa”siswa belajar ke dalam konteks. Siswa akan termotivasi
dan kompeten untuk menghubungkan pengetahuan yang mereka miliki dengan aplikasi
mereka dalam konteks sehari-hari. Pendidik lebih berperan sebagai mediator atau fasilitator
bagi peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Tugas pendidik adalah mengelola
kelas sebagai komunitas yang bekerja sama dalam menemukan “pengetahuandan
keterampilan” baru bagi peserta didik (bagaimana menemukan kemandirian, bukan dari
perkataan pendidik). Selanjutnya Johnson Menampilkan ciri-ciri pembelajaran kontekstual,
sebagai berikut : 1) Mengaktifkan pengetahuan yang dimiliki (mengaktifkan pengetahuan),
2) Memperoleh pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan mempelajarinya secara
menyeluruh,dan memperhatikan detailnya, 3) Pemahaman pengetahuan (understanding
knowledge) melalui penyusunan hipotesis dan pengembangan konsep, 4)
Menerapkanpengetahuan dan keterampilan (applying knowledge) 5) Refleksi
(mencerminkan pengetahuan).(Warpala, 2019)
Hal ini penting dalam memahami karakteristik tersebut, agar tujuan pembelajaran
demokrasi melalui Pendidikan Kewarganegaraan, dengan metode pembelajaran kontekstual
dapat tercapai dengan baik. Era modernisasi saat ini telah mengakibatkan munculnya
berbagai kemajuan, tuntutan dan inovasi di bidang pendidikan, seperti tuntutan peserta
didik yang harus menjadi sentral dalam pembelajaran (student center).
Hasnidar dan Elihami menjelaskan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan
menggunakan metode pembelajaran kontekstual sangat sesuai, karena objek kajiannya
memiliki ciri yang hampir sama, berupa peristiwa-peristiwa yang bersumber dari
kehidupan sehari-hari mereka. Sehingga mereka dapat mengelaborasi pengetahuan yang
berkaitan dengan pengalamannya, guna membentuk sikap dalam menyikapi peristiwa yang
terjadi di sekitarnya, sesuai dengan objek Pendidikan Kewarganegaraan. (Hasnidar, 2018)
Dalam kajian demokrasi melalui Pendidikan Kewarganegaraan, mahasiswa perlu
mempelajari dan memaknai proses demokrasi yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Bagaimana mereka menyimpulkan makna dan mengambil sikap politik dari dinamika
pelaksanaan demokrasi, menjadi output dari hasil belajar teoritis tentang demokrasi di
ruang kuliah, menjadi bekal sosial mereka untuk menjadi pemimpin bangsa, dan kemudian
berkarir di masyarakat nanti.
Menjadi individu yang demokratis, yang berarti memiliki moralitas, soliditas dan
solidaritas yang tinggi. Inti pembelajaran kontekstual adalah mengaitkan pengetahuan
tentang makna, lalu bagaimana ketika siswa telah menemukan makna dalam pelaksanaan
demokrasi di Indonesia, dan mengambil sikap politik akibat peristiwa tersebut, dapat
dikatakan pembelajaran demokrasi melalui Pendidikan Kewarganegaraan dengan
pembelajaran kontekstual metode dengan sukses dan efektif.
Faktanya dalam melaksanakan pembelajaran demokrasi melalui Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan kegiatan akademik yang sulit, selain menghadirkan prinsip-
prinsip kelas sebagai laboratorium demokrasi, dosen dan mahasiswa juga perlu
menggambarkan perilaku terpuji ideologi Pancasila.
Dilihat dari aspek demokrasi murni, Lincoln berpendapat bahwa demokrasi adalah
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sehingga diperlukan komitmen dan
integritas dari dosen dan mahasiswa untuk menjunjung tinggi nilai, perilaku dan prinsip
penerapan demokrasi dalam pembelajarannya. (Ibrahim Hamdi, Denny
Soetrisnaadisendjaja, 2019)
Dalam upaya mendukung pembelajaran demokrasi di kelas melalui Pendidikan
Kewarganegaraan,bahan ajar pembelajaran juga perlu bersifat fisik, orisinal, bahkan
kontroversial agar dapat menarik minat dan motivasi mereka untuk menjadi demokratis dan
individu-individu Pancasila. Kajian kontemporer akan lebih menyenangkan dan memiliki
lebih banyak kesempatan bagi siswa untuk menyimpulkan suatu makna yang terjadi dalam
peristiwa terkait.

2. Bagaimana Posisi Strategis Pendidikan Kelembagaan sebagai Pembelajaran Demokrasi


bagi Mahasiswa Menghadapi Era Globalisasi?
a. Posisi Strategis Pendidikan Kewarganegaraan dalam Menghadapi Era Globalisasi
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran wajib tentunya memiliki
kedudukan yang strategis dalam Undang-Undang tentang pendidikan, maupun dalam
kurikulum nasional, baik pada tingkat dasar, menengah, maupun tinggi, karena sebagai
upaya pendidikan yang terstruktur dan terprogram dalam membentuk manusia Indonesia
seutuhnya, menjalankan hak dan kewajibannya, serta menjadi pribadi yang demokratis dan
bertanggung jawab.
Mata pelajaran wajib Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi diperkuat
oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi dalam Pasal 35 Ayat
3 yang menyatakan bahwa mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan mata kuliah wajib di setiap perguruan tinggi negeri dan
swasta di Indonesia.
Fakta yuridis ini menegaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan memiliki posisi
strategis dalam kebijakan pendidikan Indonesia, karena merupakan fenomena yang lumrah
bahwa bangsa Indonesia perlu menginternalisasikan sikap nasionalisme dan patriotisme
kepada warga negaranya, khususnya generasi muda, sebagai calon pemimpin bangsa. .
Program-program yang terstruktur dan sistematis, merupakan upaya agar bangsa Indonesia
tetap eksis, sebagai sebuah bangsa akan tetap kokoh jika ada orang yang memiliki
moralitas untuk mengklik mengakui dan membela negara secara sukarela.
Kewenangan perguruan tinggi dalam mengembangkan kurikulum Pendidikan
Kewarganegaraan khususnya, tidak serta merta meniadakan capaian mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan yang berlaku secara nasional. Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi Nomor. 43 Tahun 2006 Rambu-rambu Kelompok Pengembangan
Kepribadian Mata Pelajaran, menegaskan bahwa tujuan mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan dirumuskan dengan visi, misi dan kompetensi sebagai berikut:
• Visi, Pendidikan Kewarganegaraan pada perguruan tinggi merupakan sumber
pembelajaran nilai-nilai dan pedoman dalam pengembangan dan pelaksanaan program
studi, dalam rangka menggusur mahasiswa untuk memperkuat kepribadiannya sebagai
manusia seutuhnya. Harapan ini didasarkan pada kenyataan yang dihadapi, bahwa
peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang harus memiliki wawasan
intelektual, religius, beradab, manusiawi, dan cinta tanah air dan bangsa.

• Misi, keberadaan Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah membantu


peserta didik dalam memperkuat kepribadiannya, sehingga secara konsisten mampu
mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam
menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi. dan seni
dengan rasa tanggung jawab dan moral.

• Kompetensi, setelah mahasiswa menyelesaikan mata kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan secara tuntas, diharapkan mahasiswa tersebut dapat menjadi ilmuwan
atau profesional yang memiliki rasa nasionalisme dan cinta tanah air, demokratis,
berdaya, kompetitif, disiplin, berpartisipasi aktif dalam membangun perdamaian. hidup
berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

Posisi strategis tersebut harus dimanfaatkan dengan menggunakan strategi yang


tepat, sehingga pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tidak bersifat prosedural dan
pragmatis, tetapi justru berupaya mengembangkan kemampuan spiritual, intelektual, dan
emosional siswa. Betapapun rincinya landasan hukum atau peraturan mengenai konsep dan
pedoman keilmuan pengembangan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan
tinggi pada umumnya, namun apabila pelaksanaan pembelajaran secara teknis tidak
mencerminkan integritas dan perilaku demokratis dalam menyikapi tujuan pembelajaran,
maka akan terjadi menjadi tidak ada artinya sama sekali, bukan rahasia umum, selalu ada
kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Hamidah menegaskan perguruan tinggi merupakan tempat yang strategis dalam
mengembangkan dan mencapai tujuan pendidikan melalui proses pembelajaran yang
mengintegrasikan ranah pengetahuan, wawasan, keterampilan dan sikap, serta untuk
memperkuat nilai kepribadian mahasiswa.
Didukung oleh fakta ilmu Pendidikan Kewarganegaraan yang merupakan upaya
membekali peserta didik tentang bagaimana berdemokrasi, berhubungan dengan warga
negara lain, bagaimana berpartisipasi,serta cara mengamalkan hak dan kewajibannya
sebagai warga negara yang berkarakter dan berkompetensi.(Hamidah, 2019)
Tidak semua siswa memiliki minat mempelajari ilmu Pendidikan
Kewarganegaraan, karena setiap siswa memiliki orientasi dan kesukaan keilmuannya
masing-masing. Orientasi ini tidak salah, tetapi harus menjadi perhatian kita semua, bahwa
mencintai tanah air, serta berpartisipasi dalam kepentingan umum, adalah tanggung jawab
kita semua, sebagai warga negara, khususnya mahasiswa sebagai generasi muda.
Menarik siswa dapat menggunakan model pengajaran yang komunikatif dan tidak
membosankan, cara materi yang dianjurkan berbentuk kontekstual atau yang kekinian,
guna menghubungkan ilmu pengetahuan dengan permasalahan negara dan masyarakat saat
ini, karena pembelajaran menuntut demokrasi melalui kewarganegaraan pendidikan di era
globalisasi.
Globalisasi merupakan kemajuan yang dapat berdampak positif maupun negatif,
tergantung bagaimana kita menyikapi dan memanfaatkan kemajuan tersebut untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat.
Dalam konteks pendidikan, globalisasi dapat dimanfaatkan dalam upaya
memberikan pelayanan akademik yang terbaik, efektif dan efisien berbasis internet, serta
mewujudkan fasilitas modern untuk kemajuan pendidikan.
Menjadi bangsa yang tertutup dalam menyikapi perkembangan zaman tidak ada
gunanya, kita perlu memanfaatkan kemajuan zaman dalam mewujudkan kesejahteraan
sosial di masyarakat. Dalam rangka menyikapi dampak globalisasi di bidang pendidikan,
tentunya kita perlu memiliki kajian akademis yang berbasis ideologi sebagai informasi
argumentatif, karena Rohmah menjelaskan dampak negatif globalisasi jika tidak disikapi
dengan baik, adalah : 1) Menurunnya moral peserta didik yang berkualitas, 2)
Meningkatnya ketimpangan sosial dalam pendidikan, 3) Terkikisnya budaya lokal, 4)
Munculnya mental by pass (hampir seketika), 5) Komersialisasi pendidikan. (Rohmah,
2019)
Faktanya, globalisasi dapat dipelajari dalam berbagai disiplin ilmu, terutama
melalui Pendidikan Kewarganegaraan, karena mampu menganalisis, mencerminkan
perkembangan, pengaruh globalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai
informasi akademik bagi bangsa Indonesia, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
agar mampu memilah dan menyaring kemajuan dan budaya apa yang cocok dan tidak
cocok diterapkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kita tahu bahwa derasnya arus
globalisasi tidak selamanya membawa dampak positif bagi bangsa ini, terutama yang
berkaitan dengan karakter.
Upaya menyaring dampak globalisasi, dapat melalui Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai pembelajaran demokrasi, secara tersurat maupun tersirat telah mempraktekkan
fungsi ideologi sebagai sarana penyaring pengaruh dari luar, dengan rasionalitas Pancasila
memiliki sifat kaku dan luwes, sebagai pedoman suatu bangsa yang modern dan maju tanpa
kehilangan jati diri dan budayanya. Diperkuat oleh Ayu dan Trisiana yang menegaskan
bahwa pada dasarnya Pancasila adalah seperangkat nilai-nilai utama dan kaidah etik dalam
menyaring dampak negatif globalisasi. (Trisiana, 2017)
Selain kedudukan Pendidikan Kewarganegaraan yang dijamin oleh konstitusi,
struktur keilmuan kajian Pendidikan Kewarganegaraan sangat mampu dan cocok untuk
mengatasi dampak negatif arus globalisasi yang deras saat ini. Perilaku demokratis
menjadikan seorang individu memiliki moralitas dan kepekaan sosial yang tinggi, sehingga
modal sosial mampu mengantarkan individu menuju kesuksesan baik secara individu
maupun dalam hubungan sosial.
Dewi menegaskan Pendidikan Kewarganegaraan memiliki kontribusi yang efektif
dalam menangkal dampak negatif globalisasi, karena Pendidikan Kewarganegaraan
memiliki kajian Pancasila, karakter, etika, nilai dan moralitas dalam membentuk warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dengan output intelektual yang mampu
memilah, dan memanfaatkan dampak positif dari globalisasi, karena memiliki landasan
yang kokoh, sehingga berperan dalam upaya memajukan bangsa dan negara Indonesia.
(Dewi, 2018)
Sikap demokrasi yang Pancasilais mampu memberikan preferensi politik bagi
individu dalam menyikapi arus globalisasi, sehingga dapat memilah mana yang perlu
diambil bahkan dimodifikasi dan mana yang tidak perlu, sehingga mampu berkembang di
era globalisasi. globalisasi,Dengantanpakatamelupakanlain,outputidentitasnyaPendidikan.
Kewarganegaraan sebagai pembelajaran demokrasi, akan memberikan manfaat positif
dalam membentuk peserta didik sebagai generasi muda yang sejalan dengan tujuan
pendidikan nasional, karena memiliki kapasitas spiritual, intelektual dan emosional yang
mumpuni, bahkan mampu menaklukkan perkembangan zaman.
b. Pelaksanaan Pembelajaran dengan Menggunakan Nilai dan Prinsip Demokrasi
Dalam melaksanakan pembelajaran demokrasi melalui Pendidikan
Kewarganegaraan, tentunya struktur pembelajaran juga harus merepresentasikan nilai-nilai
dan perilaku demokrasi yang ada sesuai dengan pancasila. Hal ini penting dalam
mewujudkan realitas sebagai laboratorium demokrasi, karena pembelajaran demokrasi
akan efektif jika diajarkan tidak hanya melalui penjelasan konseptual dan teoritis, tetapi
dalam praktik dan melalui diskusi isu-isu kontekstual dan kontemporer.
Sebelum secara khusus melihat nilai dan prinsip demokrasi dalam lembaga
pendidikan, tentunya kita harus mengetahui secara pasti prinsip-prinsip pelaksanaan
demokrasi di Indonesia. Secara umum, proses demokrasi dalam bernegara dan
bermasyarakat Indonesia tentunya harus sesuai dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Sanusi (Komara, 2019) penegasan demokrasi Pancasila adalah perwujudan dan
pelaksanaan dari prinsip-prinsip dasar masyarakat Indonesia dalam demokrasi berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945, kemudian dilawan melalui 10 Rukun Demokrasi Indonesia, yang
meliputi adalah :
• Demokrasi Ketuhanan.
• Demokrasi menjunjung tinggi hak asasi manusia.
• Demokrasi yang mengutamakan kedaulatan rakyat.
• Demokrasi yang didukung oleh kecerdasan warga negara.
• Demokrasi yang menekankan pada pembagian kekuasaan negara.
• Demokrasi yang menjamin otonomi daerah.
• Demokrasi yang menerapkan konsep rule of law.
• Demokrasi dengan peradilan yang independen dan tidak memihak.
• Demokrasi yang menyejahterakan rakyat.
• Demokrasi berkeadilan sosial

Menciptakan iklim demokrasi di kelas dapat dilakukan dengan menggunakan


berbagai strategiatau metode. Namun harus ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu
kesetaraan antara dosen dan mahasiswa, proses diskusi, saling menghormati dan
menghargai. Tentu saja integritas itu perlu dijaga agar tujuan pembelajaran demokrasi
melalui Pendidikan Kewarganegaraan dapat tercapai dengan baik.
Demokrasi dalam ruang kuliah berarti bekerja sama untuk mencapai tujuan
pembelajaran untuk kepentingan bersama. Hemafitria, dkk mewujudkan kelas sebagai
laboratorium demokrasi merupakan upaya menghidupkan suasana belajar, karena
munculnya proses berpikir dan berdiskusi bersama, sehingga antara dosen dan mahasiswa
dapat lebih saling menghargai dan bertukar pendapat. Perkuliahan adalah sebagai
fasilitator, dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menggali rasa
persaingannya terhadap materi yang telah diberikan. (Hemafitria, Octavia, & Novianty,
2015)
Ada berbagai keuntungan ketika menerapkan nilai dan prinsip demokrasi dalam
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas. Selain efektif agar siswa menguasai
materi sesuai dengan tujuan pembelajaran, juga melatih keterampilan siswa, seperti
bagaimana berkomunikasi, berpikir kritis, bertanggung jawab, dan lain-lain sebagai bentuk
investasi sosial siswa untuk menjadi pemimpin,masa depan bangsa .
Pada dasarnya prinsip pelaksanaan pembelajaran demokrasi tidak memiliki
perbedaan yang mendasar dengan prinsip pelaksanaan demokrasi pada umumnya. Fakta
demokrasi dalam bidang pendidikan lebih sempit cakupannya dan orientasi pelaksanaannya
sebatas memberikan pengalaman kepada peserta didik mengenai penerapan prinsip
demokrasi, agar tujuan pembelajaran tercapai secara efektif, juga menginternalisasi nilai-
nilai demokrasi, sehingga peserta didik terikat menjadi masyarakat yang demokratis
Pancasilais.
Prinsip demokrasi dilaksanakan agar nilai-nilai demokrasi dapat terinternalisasi
dalam diri siswa. Pusposari (Pusposari, 2017) menjelaskan bahwa secara umum ada 8
prinsip pelaksanaan demokrasi di kelas, antara lain:
• Terselenggaranya demokrasi dalam lembaga pendidikan untuk mencari restu
Tuhan Yang Maha Esa dan merepresentasikan nilai-nilai Pancasila.
• Mengutamakan kepentingan bersama.
• Tidak memaksakan kehendak siswa lain.
• Mengutamakan musyawarah atau diskusi dalam proses pembelajaran.
• Memiliki itikad baik dan rasa tanggung jawab dalam menerima dan memaknai
proses musyawarah atau musyawarah.
• Proses pembelajaran harus berbasis ilmiah, dengan kenikmatan yang tinggi.
• Apapun yang telah dilakukan dalam rangka pembelajaran dan akademik harus
bertanggung jawab secara moral dan sosial.
• Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan
keadilan.

Asas tersebut merupakan penguatan informasi akademik, dengan sumber utamanya


tetap pada Pancasila dan konstitusi negara, sebagai landasan dalam mewujudkan suasana
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang demokratis. Tujuan pembelajaran
demokrasi selain sebagai upaya membentuk peserta didik memiliki nilai dan sikap
demokratis, juga merupakan tuntutan pembelajaran di era modern.
Padahal, nilai-nilai yang terinternalisasi dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan demokratis adalah nilai-nilai dan perilaku yang terkandung dan mewakili
ideologi Pancasila.
Secara teknis pelaksanaan pembelajaran demokrasi mampu membentuk peserta
didik memiliki nilai dan perilaku yang meliputi: 1) Bertanggung jawab, 2) Berpikir kritis 3)
Memiliki kepekaan sosial 4) Menumbuhkan sikap menghargai dan menghormati 5),
Terampil, dan 6) Mandiri.
Selaras dengan yang dijelaskan Madjid bahwa nilai-nilai dan sikap demokrasi
mencerminkan kesadaran akan persaudaraan, musyawarah, kejujuran, tanggung jawab,
visioner, dan cinta tanah air, sehingga nilai dan sikap harus terintegrasi dalam tujuan dan
proses pendidikan dan pembelajaran. (A. Rahman dan Supriyadi, 2015)
Melaksanakan pembelajaran demokrasi adalah moralitas, karena berusaha
mengkristalkan nilai-nilai dan sikap demokrasi pada siswa. Kenyataan bahwa idealisme
tidak akan terwujud tanpa adanya kesadaran politik, dan integritas antara dosen dan
mahasiswa.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pembahasa Isi Jurnal
Dalam hal ini pada jurnal dapat kita lihat menganalisis seberapa penting Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai Pembelajaran Demokrasi bagi Mahasiswa di Perguruan Tinggi, Maka
dapat kita lihat penjelasannya dibawah :
1. Dari segi pendahulu :
Dalam hal ini, jurnal menjelaskan materi yang teliti mulai seberapa penting pendidikan
kewarganegaraan dalam perguruan tinggi dalam membentuk mentalitas peserta didik Pancasila
sampai dicantumkan pendidikan Indonesia di atur pada Undang-Undang Sisdiknas Pasal 37
Ayat 2 yang menegaskan bahwa kurikulum pendidikan tinggi harus memuat mata kuliah, salah
satunya adalah Pendidikan Kewarganegaraan. Dan juga pada Undang-undang nomor 20 tahun
2003 menegaskan kembali tujuan nasional pendidikan Indonesia adalah mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia.
2. Dari segi metode penelitian :
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kepustakaan, karena
berupa analisis konsep dan dinamika, Ada juga literasi yang menjadi acuan penelitian dalam
menganalisis data termasuk jurnal sebagai data primer karena memiliki validitas yang tinggi.
Memperkuat hasil penelitian, serta peraturan perundang-undangan yang relevan dengan
penelitian ini, sebagai data sekunder.
3. Dari segi Hasil dan Pembahasan
Pada jurnal menjelaskan bahwa hasil dari penelitian dalam Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai Pembelajaran Demokrasi bagi Mahasiswa di Perguruan Tinggi ada beberapa point
penjelasan yang tertera pada jurnal seperti Berikut :
1. Bagaimana Realitas Serta Manfaat Pembelajaran Kontekstual Pendidikan
Kewarganegaraan Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Demokratis pada Mahasiswa di
Perguruan Tinggi?
Yang di bagi lagi menjadi beberapa point yaitu :
a. Realitas Konsep Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
b. Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual
2. Bagaimana Posisi Strategis Pendidikan Kelembagaan sebagai Pembelajaran Demokrasi
bagi Mahasiswa Menghadapi Era Globalisasi?
Yang di bagi lagi menjadi beberapa point yaitu :
a. Posisi strategi pendidikan kewarganegaraan dalam menghadapi era globalisasi
b. Pelaksanaan Pembelajaran dengan menggunakan nlai dan prinsip demokratis
B. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal
Kelebihan Jurnal :
1. Jurnal ini dilengkapi dengan abstrak kata kunci dan juga daftar pustaka itu merupakan poin
penting dalam satu jurnal.
2. 2. Hasil dari penelitian disajikan dengan lengkap disertai dengan penjelasan sehingga
memudahkan untuk memahami isi dari materi.

Kekurangan Jurnal :
1. Tidak menjelaskan deskripsi secara lengkap
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bentuk pembelajaran demokrasi baik secara
teoritis maupun praktis, karena struktur keilmuannya sangat mendukung dalam membentuk peserta
didik yang demokratis dan berpancasila. Pentingnya menginternalisasikan nilai-nilai demokrasi
yang bersifat Pancasilais kepada mahasiswa agar kualitas pelaksanaan demokrasi di Indonesia
semakin baik, dan mahasiswa tersebut berpartisipasi untuk kepentingan umum.
Individu yang demokratis mampu mengetahui berbagai permasalahan dan kekurangan yang
dilan masyarakat sekitarnya, sehingga individu tersebut akan terlibat secara sukarela dalam
menyelesaikan berbagai permalahan terkait. Sebagai bentuk moralitas, sekaligus mempersiapkan
calon pemimpin bangsa agar memiliki mentalitas dan perilaku yang Pancasilais, sehingga
kesejahteraan umum dapat terwujud, bangsa ini pun mencapai puncak kemakmuran.
Sebagai pendidikan dan pembelajaran demokrasi, Pendidikan Kewarganegaraan memuat berbagai
materi tentang demokrasi, dan berupaya membentuk perilaku siswa yang demokratis, sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional. Namun pelaksanaan pembelajaran sangat bergantung pada
kurikulum masing-masing perguruan tinggi.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pembelajaran demokrasi, memiliki fokus
mempelajari, menganalisis, dan merefleksikan bagaimana implementasi demokrasi di lingkungan
sekitar, atau dalam skala nasional. Sehingga metode pembelajaran kontekstual sekaligus
mengaitkan materi atau teori dengan permasalahan bangsa saat ini, sebagai bentuk pembelajaran
kontemporer sangat cocok dalam melaksanakan kajian demokalisasi, karena status akademiknya
sebagai mahasiswa tentunya pemikirannya lebih tajam. dan mampu menyimpulkan suatu makna.
Sebagai pembelajaran demokrasi Pendidikan Kewarganegaraan memiliki posisi strategis
dalam konstitusi dan kurikulum nasional, meskipun perguruan tinggi memiliki kewenangan untuk
menyusun dan melaksanakan kurikulumnya, kedudukan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
mata pelajaran wajib dan umum tidak tergantikan. Faktanya adalah upaya bangsa m erupakan
dalam membentuk intelektual yang memiliki kompetensi di bidang spiritual, intelektual dan
emosional, atau individu yang Pancasilais.
Suasana pembelajaran demokrasi melalui Pendidikan Kewarganegaraan, harus
merepresentasikan nilai-nilai dan perilaku demokrasi yang sesuai dengan Pancasila. Pentingnya
mewujudkan kelas sebagai laboratorium demokrasi, karena pembelajaran demokrasi akan efektif
jika diajarkan tidak hanya melalui penjelasan secara konsep dan teoritis, tetapi dalam praktik.
Idealisme ini tidak dapat diwujudkan tanpa kesadaran politik dan integritas antara dosen dan
mahasiswa.
B. Saran
Saya mengetahui bahwa dalam penyelesaian tugas critical jurnal review ini masih jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang saya miliki oleh karena itu saya
mengharapkan rekomendasi dan saran ataupun kritik yang sifatnya membangun guna
menyempurnakan tugas saat ini agar dalam pembuatan tugas yang sama kedepannya jauh lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Nanggala, Agil. "Citizenship Education as a Democracy Learning for Students in
Higher Education." IJECA (International Journal of Education and Curriculum Application)
3.1 (2020): 69-80.

Anda mungkin juga menyukai