Anda di halaman 1dari 13

ERA PRA-ISLAM SISTEM POLITIK DAN SISTEM KEPERCAYAAN

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu: Hani Zakiyah, M.Pd

Disusun Oleh:
Firmansyah Trikusuma
Nur Muhammad Maulana Malik
Nidaan Khofiya

INSTITUT UMMUL QURO AL-ISLAMI


QOTRUN NADA 2022

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja puji syukur atas atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayat, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Sejarah Peradaban Islam dengan judul Era Pra-Islam
Sistem Politik dan Sistem Kepercayaan.

Makalah ini kami buat guna mempersingkat dan mempermudah para


pembaca untuk memahami pelajaran Sejarah Peradaban Islam dengan judul
tersebut. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karna itu,
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
terhadap pembaca dan terkhusus pula terhadap diri kami sendiri.

Depok, 2 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I .......................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
A. Latar belakang ...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................1
C. Tujuan ........................................................................................................1
BAB II .....................................................................................................................2
PEMBAHASAN ......................................................................................................2
A. Sistem Politik dan Kemasyaraatan Bangsa Arab Pra-Islam ......................3
1. Kondisi Politik ...........................................................................................3
2. Kondisi Masyarakat....................................................................................4
B. Sistem Kepercayaan dan Kebudayaan Bangsa Arab Pra-Islam ................6
BAB III ....................................................................................................................9
PENUTUP ...............................................................................................................9
Kesimpulan ..........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arab, disebut masa


jahiliyyah. Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh terbelakangnya moral
masyarakat Arab khususnya Arab pedalaman (badui) yang hidup menyatu dengan
padang pasir dan area tanah yang gersang. Mereka pada umumnya hidup
berkabilah. Mereka berada dalam lingkungan miskin pengetahuan. Situasi yang
penuh dengan kegelapan dan kebodohan tersebut, mengakibatkan mereka sesat
jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan, membunuh anak dengan dalih
kemuliaan, memusnahkan kekayaan dengan perjudian, membangkitkan
peperangan dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Suasana semacam ini terus
berlangsung hingga datang Islam di tengah-tengah mereka.

Namun demikian, bukan berarti masyarakat Arab pada waktu itu sama sekali
tidak memiliki peradaban. Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam dikenal sebagai
bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Makkah misalnya pada waktu itu
merupakan kota dagang bertaraf internasional. Hal ini diuntungkan oleh posisinya
yang sangat strategis karena terletak di persimpangan jalan penghubung jalur
perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke Syiria.

Rentetan peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan hal yang
sangat penting untuk dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun peristiwa di
dunia yang terlepas dari konteks historis dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya.
Artinya, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya terdapat hubungan yang
erat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan Islam dengan situasi dan
kondisi Arab pra-Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sistem politik dan kemasyarakatan bangsa Arab pra-islam?


2. Bagaimana sistem kepercayaan dan kebudayaan bangsa Arab pra-islam?

C. Tujuan

1. Menjelaskan bagaimana sistem politik dan kemasyarakatan bangsa Arab


praIslam.
2. Menjelaskan bagaimana sistem kepercayaan dan kebudayaan bangsa Arab pra-
Islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN

Sekilas sejarah, dunia menjelang lahirnya islam telah menyimpang jauh dari
ketentuan Allah. Pada masa pra islam terdapat dua kekuatan peradaban dunia,
yaitu peradaban Romawi Timur dan Peradaban Persia, dua kerajaan yang menjadi
tetangga Arab, tempat lahirnya islam. Dua kekuatan besar tersebut merupakan dua
super power dunia pada masa itu sekaligus merupakan adikuasa dunia.

A. Peradaban Romawi Timur

Kerajaan Romawi didirikan pada tahun 753 sebelum Masehi (SM). Mei 30
M terjadi perpecahan dalam Kerajaan Romawi yang berpusat di Roma, yaitu
pecah menjadi dua Kerajaan, Kerajaan romawi Barat (Roma) dan Kerajaan
Romawi Timur, dengan ibu kota Konstatinopel, dan Konstantinus Agung (Kaisar
constantin) sebagai Maharajanya. Kerajaan Romawi mengalami puncak kejayaan
pada masa Maharaja Yustianus (527-565 M).5 M).

B. Peradaban Persia

Kekaisaran Persia adalah sebutan untuk serangkaian dinasti yang pernah


berkuasa di wilayah Persia atau saat ini dikenal sebagai Iran. Masa kekaisaran ini
berlangsung selama beberapa abad, tepatnya dari abad ke-6 SM sampai abad ke-
20 Masehi. Kekaisaran Persia Pertama didirikan oleh Koresh Agung atau Cyrus
the Great sekitar 550 SM. Kekaisaran ini berkembang menjadi salah satu kerajaan
terbesar dalam sejarah yang wilayahnya membentang dari Semenanjung Balkan
di Barat hingga Lembah Indus, di Timur. Kekaisaran Persia Pertama atau disebut
Kekaisaran Akhemeniyah adalah pusat budaya, agama, sains, seni, dan teknologi
global selama lebih dari 200 tahun sebelum jatuh ke tangan Alexander Agung.

Kerajaan Persia merupakan saingan dari Kerajaan Romawi Timur, dimana


diantara kedua Kerajaan tersebut terus menerus terjadi peperangan karena masing
masing ingin merebut daerah kekuasaan dan pengaruh. Setelah itu permusuhan
antara dua kerajaan tersebut terus berlangsung sehingga keduanya mengalami
kemunduran dan kehancuran. Hal tersebut terus berlangsung sampai dengan
datangnya agama islam, dimana pada akhirnya kedua super powerr pada waktu
itu menyerah kalah kepada kebenaran islam. Peradaban Arab ketika itu memiliki
corak, yaitu bobroknya moralitas, bahkan sama sekali tidak mencerminkan
budaya yang positif, sehingga peradaban Arab ketika itu disebut sebagai
peradaban jahiliah. Dalam situasi dan kondisi peradaban dunia yang smacam itu
maka Nabi Muhammad SAW diutus Allah untuk membawa agama islam dengan
menjunjung tinggi peradaban bermoral.

2
A. Sistem Politik dan Kemasyaraatan Bangsa Arab Pra-Islam

1. Kondisi Politik

Bangsa Arab tidak memiliki sistem pemerintahan seperti yang kita kenal
sekarang ini. Model organisasi politik bangsa Arab lebih didominasi kesukuan
(model kabilah). Kepala sukunya disebut Shaikh, yakni seorang pemimpin yang
dipilih antara sesama anggota. Shaikh dipilih dari suku yang lebih tua, biasanya
dari anggota yang masih memiliki hubungan famili. Shaikh tidak berwenang
memaksa, serta tidak dapat membebankan tugas-tugas atau mengenakan
hukuman-hukuman. Hak dan kewajiban hanya melekat pada warga suku secara
individual, serta tidak mengikat pada warga suku lain.

Kabilah adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas eksistensi politiknya


adalah di satuan fanatisme, adanya manfaat secara timbal balik untuk menjaga
daerah dan menghadang musuh dari luar kabilah. Kedudukan pemimpin kabilah
ditengah kaumnya, seperti halnya seorang raja. Anggota kabilah harus mentaati
pendapat atau keputusan pemimpin kabilah. Baik itu seruan damai ataupun
perang. Dia mempunyai kewenangan hukum dan otoritas pendapat, seperti
layaknya pemimpin dictator yang perkasa. Sehingga adakalanya jika seorang
pemimpin murka, sekian ribu mara pedang ikut bicara, tanpa perlu bertanya apa
yang membuat pemimpin kabilah itu murka.

Kekuasaan yang berlaku saat itu adalah sistem dictator. Banyak hak yang
terabaikan, rakyat bisa diumpamakan sebagai ladang yang harus mendatangkan
hasil dan memberikan pendapatan bagi pemerintah. Lalu para pemimpin
menggunakan kekayaan itu untuk foya-foya mangumbar syahwat, bersenang-
senang, memenuhi kesenangan dan kesewenangannya. Sedangkan rakyat dengan
kebutaan semakin terpuruk dan dilingkupi kezhaliman dari segala sisi. Rakyat
hanya bisa merintih dan mengeluh, ditekan dan mendapatkan penyiksaan dengan
sikap harus diam, tanpa mengadakan perlawanan sedikitpun.

Menurut Nicholson, tidak terbentuknya Negara dalam struktur masyarakat


Arab pra-Islam, disebabkan karena konstitusi kesukuan tidak tertulis. Sehingga
pemimpin tidak mempunyai hak memerintah dan menjatuhkan hukuman pada
anggotanya. Namun dalam bidang perdagangan, peran pemimpin suku sangat
kuat. Hal ini tercermin dalam perjanjian-perjanjian perdagangan yang pernah
dibuat antara pemimpin suku di Mekkah dengan penguasa Yaman, Yamamah,
Tamim,
Ghassaniah, Hirah, Suriah, dan Ethiopia.

3
2. Kondisi Masyarakat

Dengan keadaan alamnya yang gurun (padang pasir), penduduknya


memiliki keistimewaan yaitu mereka memiliki nasab murni, karena Jazirah
Arab tidak pernah dimasuki oleh orang asing. Bahasa mereka pun murni dan
terpelihara dari kerusakan bahasa yang disebabkan oleh percampuran dengan
bangsa-bangsa lain seperti yang terjadi pada bahasa penduduk negeri. Oleh
karena itu, padang pasir dijadikan sekolah tempat mempelajari dan menerima
bahasa Arab yang fasih ketika bahasa Arab telah mengalami kerusakan di kota-
kota dan negeri.

Sifat yang menonjol dari penduduk padang pasir adalah pemberani, yang
ditimbulkan oleh keadaan mereka yang saling sendirian di pesawangan atau di
padang pasir. Mereka selamanya membawa senjata sebagai alat untuk menjaga
dirinya sendiri, karena tidak ada yang melindunginya selain keberanian mereka
sendiri. Mereka selalu mengganggu dan menyerang penduduk negeri yang
disebabkan sulitnya kehidupan di padang pasir.

Ibnu Khaldun yang di kutip Syalabi mengatakan bahwa, penduduk Arab


padang pasir dipandang sebagai orang-orang biadab yang tidak dapat
ditaklukkan atau dikuasai. Perang dan kekerasan adalah hal yang biasa untuk
dapat bertahan hidup. Dengan sifat-sifatnya itu, mereka tidak dikenal oleh kaum
pelancong dan penulis-penulis. Setelah agama Islam tersebar di Jazirah Arab
mereka berdatangan ke kota-kota dan menceritakan peri kehidupan mereka di
padang pasir.

Lebih lanjut, Ahmad Hashari menjelaskan bahwa, penduduk Arab kuno


adalah penduduk fakir miskin yang hidup di pinggiran desa terpencil, mereka
senang berperang, membunuh, dan kehidupannya bergantung pada bercocok
tanam dan turunnya hujan. Mereka berpegang pada aturan kabilah atau suku
dalam kehidupan sosial.

Kondisi kehidupan Arab menjelang kelahiran Islam secara umum dikenal


dengan sebutan zaman jahiliyah. Hal ini dikarenakan kondisi sosial politik dan
keagamaan masyarakat Arab saat itu. Hal itu disebabkan karena dalam waktu
yang lama, masyarakat Arab tidak memiliki nabi, kitab suci, ideologi agama dan
tokoh besar yang membimbing mereka. Mereka tidak mempunyai sistem
pemerintahan yang ideal dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral. Pada saat
itu, tingkat keberagamaan mereka tidak berbeda jauh dengan masyarakat
primitif.

Masyarakat Arab terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penduduk kota
(Hadhary) dan penduduk gurun (Badui). Penduduk kota bertempat tinggal tetap.
Mereka telah mengenal tata cara mengelola tanah pertanian dan telah mengenal
tata cara perdagangan. Bahkan hubungan perdagangan mereka telah sampai ke

4
luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah memiliki peradaban
cukup tinggi.

Sementara masyarakat Badui hidupnya berpindah-pindah dari satu tempat ke


tempat lainnya guna mencari air dan padang rumput untuk binatang gembalaan
mereka. Di antara kebiasaan mereka adalah mengendarai unta, mengembala
domba dan keledai, berburu serta menyerang musuh. Kebiasaan ini menurut
adat mereka adalah pekerjaan yang lebih pantas dilakukan oleh laki-laki. Oleh
karena itu, mereka belum mengenal pertanian dan perdagangan. Karenanya,
mereka hidup berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari
kehidupan, baik untuk diri dan keluarga mereka atau untuk binatang ternak
mereka. Dalam perjalanan pengembaraan itu, terkadang mereka menyerang
musuh atau menghadapi serangan musuh. Di sinilah terjadi kebiasaan berperang
di antara suku-suku yang ada di wilayah Arabia.

Sebenarnya sejak zaman jahiliyah, masyarakat Arab memiliki berbagai sifat


dan karakter yang positif, seperti sifat pemberani, ketahanan fisik yang prima,
daya ingat yang kuat, kesadaran akan harga diri dan martabat, cinta kebebasan,
setia terhadap suku dan pemimpin, pola kehidupan yang sederhana, ramah
tamah, mahir dalam bersyair dan sebagainya. Namun sifat-sifat dan karakter
yang baik tersebut seakan tidak ada artinya karena suatu kondisi yang
menyelimuti kehidupan mereka, yakni ketidakadilan, kejahatan, dan keyakinan
terhadap tahayul.

Keadaan masyarakat semacam ini telah berjalan cukup lama, yakni bermula
dari kebiasaan masyarakat yang sudah tidak mau lagi menjadikan ajaran para
nabi sebagai pedoman hidupnya. Di samping mempunyai sifat dan karakter yang
tidak baik, di sisi lain bangsa Arab sangat ahli dalam bahasa dan kesusastraan,
terutama dalam bersyair dan berpidato. Dua hal tersebut menjadi kebanggaan
sekaligus sebagai sarana untuk bersaing dalam meraih kehormatan di antara
kabilah-kabilah yang ada.

Secara garis besar, kondisi masyarakat mereka bisa dikatakan lemah dan
buta. Kebodohan mewarnai segala aspek kehidupan, manusia hidup layaknya
binatang. Wanita diperjual-belikan dan kadang-kadang diperlakukan layaknya
benda mati. Hubungan ditengah umat sangat rapuh dan gudang-gudang
pemegang kekuasaan dipenuhi kekayaan yang berasal dari rakyat, atau sesekali
rakyat dibutuhkan untuk menghadang serangan musuh.

Ada salah satu riwayat yang menyebutkan bahwa watak dan tabiat buruk
yang banyak dilakukan oleh masyarakat Arab sebelum Islam datang adalah
sebagai berikut:
1. Minum-minuman keras
2. Berzina dan memperkosa

3. Memperlakukan wanita sebagai barang yang diperjualbelikan

5
4. Membunuh anak perempuan karena malu dan takut miskin
5. Mencuri, merampok, dan merampas hak orang lain, dan masih banyak
lagi.

Kemudian juga dimunculkan adat kebiasaan bangsa Arab sebelum Islam


datang yang dinilai positif antara lain sebagai berikut:
1. Sangat menghormati tamu
2. Bersikap pemberani
3. Dapat dipercaya
4. Mengutamakan kesetiakawanan
5. Rajin bekerja
6. Pandai berpidato dan bersyair

B. Sistem Kepercayaan dan Kebudayaan Bangsa Arab Pra-Islam

Dalam hal kepercayaan (Aqidah), bangsa Arab pra-Islam percaya kepada


Allah sebagai pencipta. Mereka sudah memahami keesaan Allah dan mengikuti
agama yang menuhankan Allah. Sebelum Nabi Muhammad saw diutus, mereka
sudah kerap kali kedatangan dakwah dari para nabi utusan Allah, yang
menyampaikan seruan agar menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa
sematamata, jangan sampai mempersekutukan sesuatu dengan-Nya.

Nabi-nabi utusan Allah yang datang dan berdakwah kepada bangsa Arab
diantaranya Nabi Nuh as diutus untuk kaum ‘Ad dan Nabi Shaleh diutus untuk
kaum Tsamud. Mereka tidak mau menerima seruan para nabi Allah itu hingga
diutusnya Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Seruan Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail diterima baik di sekitar Jazirah Arab. Namun beberapa puluh tahun
kemudian, kesucian agama Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail diputarbalikkan,
diubah, direka, ditambah, dan dikurangi oleh para pengikutnya.

Menurut Munawar Chaili, yang dikutip oleh Maslani dan Ratu Suntiah,
bangsa Arab percaya dan yakin bahwa Tuhan itu ada dan Tuhan itu Maha Esa.
Dia yang menciptakan segenap makhluk, yang mengurus, yang mengatur, dan
pemberi sesuatu yang dihajatkan oleh segenap makhluk. Akan tetapi, dalam
menyembah (beribadah) kepadanya, mereka membuat atau mengadakan
berbagai perantara, dengan tujuan untuk mendekatkan diri mereka kepada
Tuhan.

Berkaitan dengan agama, Arab pra-Islam memeluk agama Ibrahim. Namun


nantinya ketauhidan mereka akan terkontaminasi dengan menyembah berhala.
Mereka menganggap bahwa berhala-berhala tersebut merupakan perantara
antara mereka dengan Tuhan. Adapun keadaan masyarakat sebelum datangnya
Islam mereka tenggelam dalam adat jahiliyah. Seperti membunuh anak
perempuan, sistem jual beli yang banyak mengandung unsur tipu dan

6
merugikan, percaya akan sebuah ramalan dan lain-lain. Meskipun demikian
bangsa Arab dikenal bangsa pemberani yang memiliki rasa kesukuan tinggi.

Pada saat itu, ada tiga berhala yang paling besar yang ditempatkan mereka
ditempat-tempat tertentu, seperti:
1. Manat, mereka tempatkan di Musyallal ditepi laut merah dekat Qudaid.
2. Lata, mereka tempatkan di Tha’if.
3. Uzza, mereka tempatkan di Wady Nakhlah.

Setelah itu, kemusyrikan semakin merebak dan berhala-berhala yang lebih


kecil bertebaran disetiap tempat di Hijaz. Yang menjadi fenomena terbesar dari
kemusyrikan bangsa Arab kala itu yakni mereka menganggap dirinya berada
pada agama Ibrahim.

Selain itu, orang-orang Arab juga mempercayai dengan pengundian nasib


dengan anak panah dihadapan berhala Hubal. Mereka juga percaya kepada
perkataan peramal, orang pintar dan ahli nujum.

Sekalipun masyarakat Arab jahiliyah seperti itu, namun masih ada sisa-sisa
dari agama Ibrahim dan mereka sama sekali tidak meninggalkannya, seperti
pengagungan terhadap Ka’bah, Thawaf disekelilingnya, haji, umrah, Wufuq di
Arafah dan Muzdalifah. Memang ada hal-hal baru dalam pelaksanaannya.

Masyarakat Arab pra-Islam memeluk berbagai macam agama, di antaranya


Paganisme, Yahudi, Kristen dan Hanifiyah. Agama-agama ini merupakan
agama warisan dari pendahu-pendahulunya. Keadaan tersebut masih terus
berlangsung sampai datangnya Islam sebagai agama yang hak, serta
penyempurna dari agamaagama sebelumnya.

Orang-orang Yahudi berubah menjadi orang-orang yang angkuh dan


sombong. Pemimpin-pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah. Para
pemimpin inilah yang membuat hukum ditengah manusia dan menghisab
mereka menurut kehendak yang terbetik didalam hati mereka. Ambisi mereka
hanya tertuju kepada kekayaan dan kedudukan, sekalipun berakibat musnahnya
agama dan menyebarnya kekufuran serta pengabaian terhadap ajaran-ajaran
yang telah ditetapkan Allah kepada mereka, dan yang semua orang dianjurkan
untuk mensucikannya.

Sedangkan agama Nasrani berubah menjadi agama paganisme yang sulit


dipahami dan menimbulkan pencampuran antara Allah dan Manusia. Kalaupun
ada bangsa Arab yang memeluk agama ini, maka tidak ada pengaruh yang
berarti.

Karena ajaran-ajarannya jauh dari model kehidupan yang mereka jalani, dan
yang tidak mungkin mereka tinggalkan.

7
Semua agama dan tradisi bangsa Arab pada masa itu, keadaan para pemeluk
dan masyarakatnya sama dengan keadaan orang-orang Musyrik. Musyrik hati,
kepercayaan, tradisi dan kebiasaan mereka hampir serupa.

Lahirnya peradaban Islam menumbangkan peradaban jahiliyah yang ada.


Lahirnya peradaban Islam dimulai sejak lahirnya Rasulullah saw. Berita tentang
lahirnya seorang nabi akhir zaman yang dijanjikan terdengar di seluruh negeri
Arab. Dikatakan oleh Qâdli ‘Iyâd bahwa, menjelang lahirnya nabi yang
dikatakan Isa as dengan nama Ahmad, banyak sekali orang Arab yang memberi
nama anaknya yang baru lahir dengan nama Ahmad dan Muhammad, dengan
harapan kelak dia yang akan menjadi nabi yang dinantikan.

Negara Arab adalah tempat pertama kali Islam disyiarkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Sejarawan menuliskan bahwa ketika Nabi melaksanakan
dakwah Islam di Arab banyak sekali tantangan dan rintangan dan bahkan sampai
terjadinya peperangan.

Ada sebuah pengamatan menarik yang dilakukan oleh seorang penulis tanah
air, Mansour Fakih melalui tulisannya yang berjudul “Mencari Teologi untuk
Kaum Tertindas”. Ia beranggapan bahwa perlawanan Quraisy Mekkah terhadap
Muhammad saw tidak sebatas karena teologi, akan tetapi perlawanan akan
paham egalitarianisme yang dibawakan oleh Rasulullah saw untuk menandingi
dan membebaskan masyarakat Makkah dari sistem kapitalis. Karena saat itu
Makkah merupakan pusat perekonomian kapitalis yang terbangun atas
koorporasi suku-suku penguasa perdagangan kawasan Bizantium.

8
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Secara sosiologis, bangsa Arab sebelum Islam merupakan bangsa yang hidup
secara kesukuan. Mereka hidup berpindah-pindah. Hal ini disebabkan kondisi
geografis yang tidak mendukung, seperti model tanah yang tandus, berbatu,
padang pasir luas serta beriklim panas dan jarang turun hujan. Dalam keadaan
semacam ini, wajar jika mereka memiliki watak keras, suka berperang,
merampok, berjudi, berzina, sehingga terkesan jauh dari nilai-nilai moral
kemanusiaan. Demikian ini seakan-akan menjadi tradisi masyarakat Arab
sebelum Islam. Keadaan semacam inilah yang menjadikan zaman tersebut disebut
zaman jahiliyyah.

Dunia politik Arab pra-Islam lebih didominasi oleh model kesukuan.


Pimpinan tertinggi dari suku dinamakan Shaikh. Fungsi pemerintahan Shaikh ini
lebih banyak bersifat penengah (arbitrasi) dari pada memberi komando. Shaikh
tidak berwenang memaksa, serta tidak dapat membebankan tugas-tugas atau
mengenakan hukumanhukuman.

Sementara jika ditinjau dari sisi keagamaan, masyarakat Arab pra-Islam


memeluk berbagai macam agama, di antaranya Paganisme, Yahudi, Kristen dan
Hanifiyah. Agama-agama ini merupakan agama warisan dari pendahu-
pendahulunya. Keadaan tersebut masih terus berlangsung sampai datangnya Islam
sebagai agama yang hak, serta penyempurna dari agama-agama sebelumnya.

Sebagian masyarakat Arab pra-Islam sudah mempercayai bahwa Allah


adalah Tuhan Sang Pencipta, lantaran dakwah yang samapai pada mereka sebelum
Nabi Muhammad Saw. yaitu oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Namun beberapa
puluh tahun kemudian kepercayaan mereka diputarbalikan, direka, diubah,
ditambah dan dikurangi oleh masyarakat pengikutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Badri Yatim.2008.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.


Hamka.1981.Sejarah Umat Islam.Jakarta: Bulan Bintang.

10

Anda mungkin juga menyukai