Disusun Oleh:
Firmansyah Trikusuma
Nur Muhammad Maulana Malik
Nidaan Khofiya
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja puji syukur atas atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayat, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Sejarah Peradaban Islam dengan judul Era Pra-Islam
Sistem Politik dan Sistem Kepercayaan.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
terhadap pembaca dan terkhusus pula terhadap diri kami sendiri.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Namun demikian, bukan berarti masyarakat Arab pada waktu itu sama sekali
tidak memiliki peradaban. Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam dikenal sebagai
bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Makkah misalnya pada waktu itu
merupakan kota dagang bertaraf internasional. Hal ini diuntungkan oleh posisinya
yang sangat strategis karena terletak di persimpangan jalan penghubung jalur
perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke Syiria.
Rentetan peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan hal yang
sangat penting untuk dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun peristiwa di
dunia yang terlepas dari konteks historis dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya.
Artinya, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya terdapat hubungan yang
erat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan Islam dengan situasi dan
kondisi Arab pra-Islam.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Sekilas sejarah, dunia menjelang lahirnya islam telah menyimpang jauh dari
ketentuan Allah. Pada masa pra islam terdapat dua kekuatan peradaban dunia,
yaitu peradaban Romawi Timur dan Peradaban Persia, dua kerajaan yang menjadi
tetangga Arab, tempat lahirnya islam. Dua kekuatan besar tersebut merupakan dua
super power dunia pada masa itu sekaligus merupakan adikuasa dunia.
Kerajaan Romawi didirikan pada tahun 753 sebelum Masehi (SM). Mei 30
M terjadi perpecahan dalam Kerajaan Romawi yang berpusat di Roma, yaitu
pecah menjadi dua Kerajaan, Kerajaan romawi Barat (Roma) dan Kerajaan
Romawi Timur, dengan ibu kota Konstatinopel, dan Konstantinus Agung (Kaisar
constantin) sebagai Maharajanya. Kerajaan Romawi mengalami puncak kejayaan
pada masa Maharaja Yustianus (527-565 M).5 M).
B. Peradaban Persia
2
A. Sistem Politik dan Kemasyaraatan Bangsa Arab Pra-Islam
1. Kondisi Politik
Bangsa Arab tidak memiliki sistem pemerintahan seperti yang kita kenal
sekarang ini. Model organisasi politik bangsa Arab lebih didominasi kesukuan
(model kabilah). Kepala sukunya disebut Shaikh, yakni seorang pemimpin yang
dipilih antara sesama anggota. Shaikh dipilih dari suku yang lebih tua, biasanya
dari anggota yang masih memiliki hubungan famili. Shaikh tidak berwenang
memaksa, serta tidak dapat membebankan tugas-tugas atau mengenakan
hukuman-hukuman. Hak dan kewajiban hanya melekat pada warga suku secara
individual, serta tidak mengikat pada warga suku lain.
Kekuasaan yang berlaku saat itu adalah sistem dictator. Banyak hak yang
terabaikan, rakyat bisa diumpamakan sebagai ladang yang harus mendatangkan
hasil dan memberikan pendapatan bagi pemerintah. Lalu para pemimpin
menggunakan kekayaan itu untuk foya-foya mangumbar syahwat, bersenang-
senang, memenuhi kesenangan dan kesewenangannya. Sedangkan rakyat dengan
kebutaan semakin terpuruk dan dilingkupi kezhaliman dari segala sisi. Rakyat
hanya bisa merintih dan mengeluh, ditekan dan mendapatkan penyiksaan dengan
sikap harus diam, tanpa mengadakan perlawanan sedikitpun.
3
2. Kondisi Masyarakat
Sifat yang menonjol dari penduduk padang pasir adalah pemberani, yang
ditimbulkan oleh keadaan mereka yang saling sendirian di pesawangan atau di
padang pasir. Mereka selamanya membawa senjata sebagai alat untuk menjaga
dirinya sendiri, karena tidak ada yang melindunginya selain keberanian mereka
sendiri. Mereka selalu mengganggu dan menyerang penduduk negeri yang
disebabkan sulitnya kehidupan di padang pasir.
Masyarakat Arab terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penduduk kota
(Hadhary) dan penduduk gurun (Badui). Penduduk kota bertempat tinggal tetap.
Mereka telah mengenal tata cara mengelola tanah pertanian dan telah mengenal
tata cara perdagangan. Bahkan hubungan perdagangan mereka telah sampai ke
4
luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah memiliki peradaban
cukup tinggi.
Keadaan masyarakat semacam ini telah berjalan cukup lama, yakni bermula
dari kebiasaan masyarakat yang sudah tidak mau lagi menjadikan ajaran para
nabi sebagai pedoman hidupnya. Di samping mempunyai sifat dan karakter yang
tidak baik, di sisi lain bangsa Arab sangat ahli dalam bahasa dan kesusastraan,
terutama dalam bersyair dan berpidato. Dua hal tersebut menjadi kebanggaan
sekaligus sebagai sarana untuk bersaing dalam meraih kehormatan di antara
kabilah-kabilah yang ada.
Secara garis besar, kondisi masyarakat mereka bisa dikatakan lemah dan
buta. Kebodohan mewarnai segala aspek kehidupan, manusia hidup layaknya
binatang. Wanita diperjual-belikan dan kadang-kadang diperlakukan layaknya
benda mati. Hubungan ditengah umat sangat rapuh dan gudang-gudang
pemegang kekuasaan dipenuhi kekayaan yang berasal dari rakyat, atau sesekali
rakyat dibutuhkan untuk menghadang serangan musuh.
Ada salah satu riwayat yang menyebutkan bahwa watak dan tabiat buruk
yang banyak dilakukan oleh masyarakat Arab sebelum Islam datang adalah
sebagai berikut:
1. Minum-minuman keras
2. Berzina dan memperkosa
5
4. Membunuh anak perempuan karena malu dan takut miskin
5. Mencuri, merampok, dan merampas hak orang lain, dan masih banyak
lagi.
Nabi-nabi utusan Allah yang datang dan berdakwah kepada bangsa Arab
diantaranya Nabi Nuh as diutus untuk kaum ‘Ad dan Nabi Shaleh diutus untuk
kaum Tsamud. Mereka tidak mau menerima seruan para nabi Allah itu hingga
diutusnya Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Seruan Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail diterima baik di sekitar Jazirah Arab. Namun beberapa puluh tahun
kemudian, kesucian agama Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail diputarbalikkan,
diubah, direka, ditambah, dan dikurangi oleh para pengikutnya.
Menurut Munawar Chaili, yang dikutip oleh Maslani dan Ratu Suntiah,
bangsa Arab percaya dan yakin bahwa Tuhan itu ada dan Tuhan itu Maha Esa.
Dia yang menciptakan segenap makhluk, yang mengurus, yang mengatur, dan
pemberi sesuatu yang dihajatkan oleh segenap makhluk. Akan tetapi, dalam
menyembah (beribadah) kepadanya, mereka membuat atau mengadakan
berbagai perantara, dengan tujuan untuk mendekatkan diri mereka kepada
Tuhan.
6
merugikan, percaya akan sebuah ramalan dan lain-lain. Meskipun demikian
bangsa Arab dikenal bangsa pemberani yang memiliki rasa kesukuan tinggi.
Pada saat itu, ada tiga berhala yang paling besar yang ditempatkan mereka
ditempat-tempat tertentu, seperti:
1. Manat, mereka tempatkan di Musyallal ditepi laut merah dekat Qudaid.
2. Lata, mereka tempatkan di Tha’if.
3. Uzza, mereka tempatkan di Wady Nakhlah.
Sekalipun masyarakat Arab jahiliyah seperti itu, namun masih ada sisa-sisa
dari agama Ibrahim dan mereka sama sekali tidak meninggalkannya, seperti
pengagungan terhadap Ka’bah, Thawaf disekelilingnya, haji, umrah, Wufuq di
Arafah dan Muzdalifah. Memang ada hal-hal baru dalam pelaksanaannya.
Karena ajaran-ajarannya jauh dari model kehidupan yang mereka jalani, dan
yang tidak mungkin mereka tinggalkan.
7
Semua agama dan tradisi bangsa Arab pada masa itu, keadaan para pemeluk
dan masyarakatnya sama dengan keadaan orang-orang Musyrik. Musyrik hati,
kepercayaan, tradisi dan kebiasaan mereka hampir serupa.
Negara Arab adalah tempat pertama kali Islam disyiarkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Sejarawan menuliskan bahwa ketika Nabi melaksanakan
dakwah Islam di Arab banyak sekali tantangan dan rintangan dan bahkan sampai
terjadinya peperangan.
Ada sebuah pengamatan menarik yang dilakukan oleh seorang penulis tanah
air, Mansour Fakih melalui tulisannya yang berjudul “Mencari Teologi untuk
Kaum Tertindas”. Ia beranggapan bahwa perlawanan Quraisy Mekkah terhadap
Muhammad saw tidak sebatas karena teologi, akan tetapi perlawanan akan
paham egalitarianisme yang dibawakan oleh Rasulullah saw untuk menandingi
dan membebaskan masyarakat Makkah dari sistem kapitalis. Karena saat itu
Makkah merupakan pusat perekonomian kapitalis yang terbangun atas
koorporasi suku-suku penguasa perdagangan kawasan Bizantium.
8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara sosiologis, bangsa Arab sebelum Islam merupakan bangsa yang hidup
secara kesukuan. Mereka hidup berpindah-pindah. Hal ini disebabkan kondisi
geografis yang tidak mendukung, seperti model tanah yang tandus, berbatu,
padang pasir luas serta beriklim panas dan jarang turun hujan. Dalam keadaan
semacam ini, wajar jika mereka memiliki watak keras, suka berperang,
merampok, berjudi, berzina, sehingga terkesan jauh dari nilai-nilai moral
kemanusiaan. Demikian ini seakan-akan menjadi tradisi masyarakat Arab
sebelum Islam. Keadaan semacam inilah yang menjadikan zaman tersebut disebut
zaman jahiliyyah.
9
DAFTAR PUSTAKA
10