Anda di halaman 1dari 51

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Prasekolah

Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan

berkembang sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang

membedakan anak dengan dewasa. Anak bukan dewasa kecil. Anak

menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai

dengan usianya.

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta

jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh

Sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan Panjang

dan berat.

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang

lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan

Bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Pertumbuhan terjadi secara

simultan dengan perkembangan, berbeda dengan pertumbuhan,

perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat

dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan system

neouromuskuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi. Kesemua

fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh.11

11
Kementrian Kesehatan RI, Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi Dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak, 2016.

7
8

Anak pada usia prasekolah 4-5 tahun tersebut mengalami perubahan

pada fase kehidupan sebelumnya. Masa anak usia dini sering disebut

dengan “golden age” atau masa emas. Pada masa ini hampir seluruh

potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara

tepat dan hebat. Perkembangan setiap anak tidak sama karena setiap

individu memiliki perkembangan yang berbeda.12

Menurut Montessori bahwa pada usia 4-5 tahun anak-anak dapat

diajari menulis membaca, dikte dengan belajar mengetik. Sambil belajar

mengetik anak-anak belajar mengeja, menulis dan membaca. Usia taman

kanak-kanak merupakan kehidupan tahun-tahun awal yang kreatif dan

produktif bagi anak-anak. Oleh karena itu sesuai dengan kemampuan

tingkat perkembangan dan kepekaan belajar mereka kita dapat juga

mengajarkan menulis, membaca dan berhitung pada usia dini.13

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa anak usia prasekolah

4-5 tahun mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek fisik,

kognitif, sosial emosional, kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus

yang sesuai dengan tahapan yang sedang dilalui oleh anak tersebut karena

pada masa ini potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan

berkembang secara tepat dan hebat.

A. Ciri-Ciri dan Prinsip Tumbuh Kembang Anak


12
F Nurmalitasari, “Nurmalitasari, F,” Perkembangan sosial emosi pada anak usia prasekolah.
Buletin Psikologi, 23 2 (2015): 103–111.
13
F. Midiani, I. D. R., & Zulaikha, “Pengaruh Terapi Mendongeng Terhadap Kemampuan
Personal Sosial Anak Usia Prasekolah Di TK Al-Aamiin Toko Lima Muara Badak Kecamatan
Muara Badak.” (2018).
9

Proses tumbuh kembang anak mempunyai beberapa ciri-ciri yang

saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut 14 :

1. Perkembangan menimbulkan perubahan

Setiap pertumbuhan disertai perubahan fungsi. Misalnya

perkembangan intelegensia pada seorang anak akan menyertai

pertumbuhan otak dan serabut saraf.

2. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan

perkembangan selanjutnya.

Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan

sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Contohnya seorang anak

tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri. Karena itu

perkembangan awal ni merupakan masa kritis karena akan

menentukan perkembangan selanjutnya.

3. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda.

Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang

berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan

fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing anak.

4. Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan.

Pada saat pertumbuhan berangsung cepat, perkembangan pun

demikian, terjadi peningkatan mental, memori,daya nalar, asosiasi,

dan lain-lain. Anak sehat, bertambah umur, bertambah berat dan tinggi

badannya serta bertambah kepandaiannya.

14
RI, Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi Dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak.
10

5. Perkembangan mempunyai pola yang tetap.

6. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan.

Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur dan

berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik, missal anak

mampu berdiri sebelum berjalan dan sebagainya.

Proses tumbuh kembang anak juga mempunya prinsip-prinsip yang

saling berkaitan. Prinsip-prinsip tersebut adalah :

1. Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar.

Kematangan merupakan proses intinsik yang terjadi dengan

sendirinya, sesuai dengan potensi yang ada pada individu. Belajar

merupakan perkembangan yang berasal dari Latihan dan usaha.

Melalui belajar, anak memperoleh kemampuan menggunakan sumber

yang diwariskan dan potensi yang dimiliki anak.

2. Pola perkembangan dapat diramalkan.

Terdapat persamaan pola perkembangan bagi semua anak. Dengan

demikian perkembangan seorang anak dapat diramalkan.

Perkembangan berlangsung dari tahapan umum ke tahapan spesifik,

dan terjadi berkesinambungan.

B. Periode Tumbuh Kembang Anak Prasekolah 4-5 Tahun

Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi

perkembangan denagn aktivitas jasmani yang bertambah dan

meningkatnya keterampilan dan proses berfikir. Memasuki masa


11

prasekolah, anak mulai menunjukkan keinginannya, seiring denagn

pertumbuhan dan perkembangannya.

Pada masa ini, selain lingkunagn di dalam rumah maka lingkungan

di luar rumah mulai diperkenalkan. Anak mulai senang bermain diluar

rumah, anak mulai berteman, bahkan banyak keluarga yang

menghabiskan sebagian besar waktu anak bermain diluar rumah dengan

cara membawa anak ke taman-taman bermain, atau ke tempat yang

menyediakan fasilitas permainan untuk anak. Sepatutnya lingkungan-

lingkungan tersebut meciptakan suasana bermain yang bersahabat untuk

anak.

Pada masa ini anak dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca

indra dan sistim reseptor penerima rangsangan serta proses memori harus

sudah siap sehingga anak mampu belajar dengan baik. 15

C. Perkembangan Fisik-Motorik Anak Usia 4-5 Tahun

Dalam jurnal yang ditulis menjelaskan perkembangan anak usia

prasekolah usia 4-5 tahun secara fisik dan motorik, dia juga menjelaskan

kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan anak usia 4-5 tahun yaitu

sebagai berikut16 :

1. Usia Empat Tahun

15
Ibid.
16
A. Aghnaita, “Perkembangan Fisik-Motorik Anak 4-5 Tahun Pada Permendikbud No. 137
Tahun 2014 (Kajian Konsep Perkembangan Anak).,” Al-Athfal: Jurnal Pendidikan Anak, 3 2
(2017): 219–234.
12

Ciri-ciri anak usia empat tahun pada umumnya adalah memiliki

energi yang melimpah, gagasan yang meluap-luap, obrolan dan

aktivitas yang tidak ada lelahnya. Pertengkaran yang disebabkan

oleh sifat keras kepala dan perbedaan pendapat antara anak dan

orang dewasa sering terjadi. Anak sering menguji batasan, penuh

percaya diri dan menegaskan kebutuhan yang semakin besar untuk

mandiri. Sementara itu, mereka juga memiliki banyak sifat yang

menyenangkan. Mereka antusias, berusaha keras untuk bisa

membantu, mempunyai imajinasi yang hidup, dan bisa membuat

rencana dalam batasan tertentu.17

a. Pertumbuhan dan Ciri-ciri Fisik

1. Berat badan bertambah kira-kira 4 sampai 5 pon (1,8-2,3 kg)

per tahun, ratarata berat badannya 32-40 pon (14,5-18,2 kg).

2. Bertambah tinggi badannya 2 sampai 2,5 inci (5,0-6,4 cm) per

tahun; kurang lebih tingginya 40-45 inci (101,6-114 cm).

3. Kecepatan denyut nadi kira-kira 90-110 kali per menit.

4. Kecepatan pernafasan berkisar dari 20 sampai 30, tergantung

aktivitas dan keadaan emosi.

5. Suhu tubuh berkisar antara 98°F sampai 99,4°F (36,6°C-

37,4°C).

6. Lingkar kepala biasanya tidak diukur setelah umur tiga tahun.

7. Membutuhkan kira-kira 1700 kalori sehari.

17
K. E. Allen, “Profil Perkembangan Anak: Prakelahiran Hingga Usia 12 Tahun.” (2010).
13

8. Ketajaman pendengaran bisa diukur dari penggunaan suara dan

bahasa yang tepat serta respons yang tepat dari anak terhadap

pertanyaan atau instruksi.

9. Ketajaman penglihatannya 20/30 seperti yang diukur dari tabel

mata Snellen.

b. Perkembangan Motorik.

1. Berjalan pada garis yang lurus (gambarlah garis lurus dengan

menggunakan kapur pada lantai).

2. Melompat dengan satu kaki meski belum sempurna.

3. Mengayuh dan mengemudikan mainan beroda dengan percaya

diri; belok di pojokan, menghindari rintangan dan “kendaraan

lain” yang lewat.

4. Menaiki tangga, memanjat pohon dan mainan yang bisa

dipanjat di taman bermain.

5. Melompat setinggi 5 atau 6 inci (12,5 sampai 15 cm);

mendarat dengan dua kaki bersama-sama.

6. Berlari, memulai, berhenti dan bergerak mengelilingi rintangan

dengan mudah.

7. Menangkap, melempar, menendang, dan memantulkan bola.

8. Melempar bola dengan ayunan atas; dengan jangkauan dan

ketepatan yang semakin baik.

9. Berjongkok untuk memungut benda dari lantai.


14

10. Membangun menara dengan sepuluh balok atau lebih, dan

mainan konstruksi lainnya.

11. Membentuk benda atau sesuatu dari lempung: kue, ular,

binatang sederhana.

12. Meniru menggambar beberapa bentuk dan menulis beberapa

huruf.

13. Memegang krayon atau spidol dengan menggunakan

genggaman kaki tiga.

14. Mewarnai dan menggambar dengan tujuan tertentu; bisa

mempunyai sebuah gagasan di kepalanya tetapi sering masih

bermasalah dalam mewujudkannya, lalu menyebut hasil

kreasinya sebagai gambar yang lain.

15. Semakin akurat dalam memukul paku dan pasak dengan palu.

16. Merangkai manik-manik kayu kecil dalam benang.

c. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan untuk anak, di

antaranya adalah:

1. Ajak anak jalan-jalan atau bermain di taman.

2. Mendorong anak melakukan aktivitas seperti berayun

menggunakan tali, memanjat tiang atau pohon.

3. Memainkan permainan penuh gerak seperti “Simon berkata”

untuk meningkatkan keterampilan motorik dan persepsi.


15

4. Memakai benda-benda berukuran besar untuk dilempar atau

ditendang.

5. Menyediakan bola berukuran besar, bertekstur lembut, dan

berwarna cerah untuk permainan melempar dan menangkap

dengan anak.

6. Mendorong anak untuk berlari dan menari mengikuti musik.

7. Sediakan alat bermain yang aman bagi anak.

8. Mendorong anak melakukan aktivitas seperti melukis,

mengecat, membuat model, dan lainnya.

9. Bersepeda, baik sepeda roda dua maupun tiga. Siapkan

beberapa halangan di hadapan anak untuk melatih bersepeda

dengan percaya diri.

10. Sediakan permainan papan, mainan tukang-tukangan, dan

lainnya.

2. Usia Lima Tahun

Sebagian besar anak usia lima tahun berada dalam fase yang

cukup tenang dan semakin tinggi rasa percaya dirinya dan rasa

untuk mengandalkan dirinya. Anak pada usia lima tahun ini

menghabiskan banyak waktu dan perhatiannya pada praktik dan

penguasaan keterampilan di semua bidang perkembangan. Namun

keinginan untuk melakukan sesuatu dan menjelajah sering tidak

diimbangi dengan kemampuan untuk melihat bahaya atau adanya


16

konsekuensi yang bisa membahayakan. Sehingga keamanan anak

menjadi perhatian utama, namun hal tersebut diberikan dengan cara

yang tidak membatasi rasa keingintahuan, kompetensi dan rasa

harga diri anak.

a. Pertumbuhan dan Ciri-ciri Fisik

1. Bertambah berat badannya 4 sampai 5 pon (1,8-2,3 kg) per

tahun, berat badannya rata-rata 38 sampai 45 pon (17,5-20,5

kg).

2. Bertambah tinggi 2 sampai 2,5 inci (5,1-6,4 cm) per tahun;

tingginya ratarata 42 sampai 46 inci (106,7-116,8 cm).

3. Rata-rata denyut nadi 90 sampai 110 kali per menit.

4. Kecepatan pernafasan berkisar dari 20 sampai 30, tergantung

pada kegiatan dan keadaan emosi.

5. Suhu tubuh stabil pada 36,6°C-37,4°C (98°F sampai 99,4°F).

6. Ukuran kepala kira-kira hampir sama dengan ukuran orang

dewasa.

7. Mulai tanggal gigi susunya.

8. Proporsi tubuh seperti orang dewasa.

9. Membutuhkan kurang lebih 1800 kalori sehari.

10. Ketajaman penglihatan 20/20 dengan menggunakan tabel mata

Snellen.

11. Penelusuran penglihatan dan penglihatan teropong sudah

berkembang dengan baik.


17

b. Perkembangan Motorik.

1. Berjalan dan berlari tanpa kesulitan.

2. Berjalan mundur, melangkah dari tumit ke jari kaki.

3. Berjalan naik dan turun tangga tanpa dibantu, dengan kaki

melangkah saling bergantian.

4. Belajar berjungkir balik.

5. Menyentuh jari kaki tanpa menekuk lututnya.

6. Meniti di atas balok.

7. Belajar untuk melompat dengan menggunakan satu kaki.

8. Menangkap bola yang dilempar dengan jarak 3 kaki.

9. Memanjat dan melompat dengan baik.

10. Bergerak mengikuti ketukan dan ritme musik.

11. Mengendarai sepeda roda tiga atau mainan beroda dengan

cepat dan terampil dalam menyetir; beberapa anak belajar naik

sepeda roda dua, biasanya dengan bantuan roda kecil

tambahan.

12. Melompat atau meloncat maju sepuluh kali berturut-turut tanpa

terjatuh.

13. Berdiri di atas satu kaki dengan baik selama sepuluh detik.

14. Membangun rakitan tiga dimensi dengan menggunakan kubus-

kubus kecil (meniru gambar atau model).

15. Menjahit menggunakan jarum bermata tebal.


18

16. Menggambar atau menulis berbagai bentuk dan huruf: kotak,

segitiga, A, I, O, U, C, H, L, T.

17. Menunjukkan pengendalian yang cukup baik pada pensil atau

spidol: bisa mulai mewarnai di dalam garis.

18. Menggunting garis (tidak sempurna).

19. Mengembangkan dominasi tangan (kanan atau kiri) pada

hampir seluruh kegiatan.18

c. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan untuk anak, di

antaranya adalah:

1. Sering melakukan aktivitas di luar ruangan.

2. Sediakan bahan sederhana seperti kertas, majalah bekas, buku

wallpaper, sampel cetakan, dan kain perca untuk digunting,

ditempel, dicat, diwarnai, dan dilipat. Gunakan benda-benda

tersebut sebagai pekakas tenun sederhana untuk menganyam,

bahan untuk kegiatan menjahit sederhana, manik-manik kecil

untuk dirangkai, potongan-potongan kayu kecil, lem, dan alat-

alat untuk bertukang sederhana.

3. Merencanakan kegiatan memasak dan anak diperbolehkan

untuk memotong sayuran, menghaluskan adonan kue,

menimbang, mencampur, dan mengaduk.

18
Ibid.
19

4. Bantulah menciptakan permainan yang meningkatkan

koordinasi matatangan: melempar bola, bowling, melempar

lingkaran cincin ke tangkai kayu, melompat melalui llingkaran

cincin besar, bola basket. Pastikan adanya kesempatan untuk

permainan yang membutuhkan banyak energi: senam dan

melompati rintangan balok berjajar, menggali, mengeruk,

menyapu, dan menyeret beban.19

D. Perkembangan Motorik Kasar dan Motorik Halus

Menurut Yusuf, kemampuan motorik anak dapat dideskripsikan

sebagai berikut 20 :

Usia Kemampuan Motorik Kasar Kemampuan Motorik Halus


3-4 tahun 1. Naik turun tangga 1. Menggunakan krayon
2. Meloncat dengan dua 2. Menggunakan
kaki benda/alat
3. Melempar bola 3. Meniru bentuk/meniru
gerakan orang lain

4-6 tahun 1. Meloncat 1. Menggunakan pensil


2. Mengendaraisepeda 2. Menggambar
anak 3. Memotong dengan
3. Menangkap bola gunting
4. Bermain olah raga 4. Menulis huruf cetak

Tabel 2.4 Kemampuan motorik Kasar dan Halus Anak usia 3-6 tahun.

19
Ibid.
20
R. Fitriani, R., & Adawiyah, “Perkembangan Fisik Motorik Anak Usia Dini.,” Jurnal Golden
Age, 2 1 (01) (2018): 25–34.
20

Dalam buku yang berjudul tumbuh kembang anak prasekolah

dijelaskan perkembangan motoric kasar dan motoric halus anak

prasekolah usia 4-5 tahun, sebagai berikut 21 :

a Perkembangan motorik kasar

Ada banyak keterampilan motorik kasar pada periode usia

pra sekolah fisik yang berkembang selama bermain menggunakan

motorik kasar seperti:

1. Mengembangkan koordinasi otot besar melalui aktivitas yang

memungkinkan untuk menarik, melempar, menangkap, dan

menendang.

2. Mengembangkan keterampilan bepergian dan keterampilan

gerak motorik untuk bermanuver di lingkungan mereka dan

dalam kelompok besar.

3. Mengembangkan keterampilan mengendalikan otot dan

menyeimbangkan melalui aktivitas seperti berjalan, melompat-

lompat, berlari, memanjat, meraih, dll.

4. Mengembangkan koordinasi mata-tangan.

Tugas orang tua pada tahap perkembangan motorik kasar adalah:

1. Memberikan pujian pada anak ketika mampu melakukan

aktivitas secara mandiri.

2. Mengecek lingkungan rumah untuk keselamatan sebagai

21
M.Kep Ns. Arif Rohman Mansur, Tumbuh Kembang Anak Usia Prasekolah, 1st ed. (PADANG:
Andalas Univesity Press, 2019).
21

balita, karena aktivitas fisiknya lebih banyak.

3. Menyediakan lingkungan yang aman untuk bermain dan

eksplorasi. b Perkembangan motorik halus

Selama usia 4 hingga 5 tahun, anak-anak terus mengasah

keterampilan motorik halus dan membangun keterampilan

sebelumnya. Misalnya, mereka sekarang dapat mengancingkan dan

membuka kancing pakaian mereka sendiri.

Keahlian artistik mereka meningkat, dan mereka dapat

menggambar figur tongkat sederhana dan menyalin bentuk seperti

lingkaran, kotak, dan huruf besar. Namun, menggambar bentuk yang

lebih rumit mungkin membutuhkan waktu lebih lama. Anak dapat

menulis surat, memotong kertas dengan gunting secara akurat, dan

mengikat tali sepatu.

1. Menggunting kertas

Sebelum memulai aktivitas ini, kita perlu mengajarkan anak cara

memegang gunting yang benar. Cara memegang gunting yang

benar adalah ibu jari dan jari tengah masuk ke dalam kedua lubang

gunting. Jari telunjuk berada di bagian luar agar posisinya stabil

saat gunting digerakkan. Sedangkan kedua jari lainnya menekuk ke

arah telapak tangan. Posisi yang benar akan membantu proses

penguatan otot-otot jemari sehingga kita perlu memperhatikan hal

ini.
22

2. Melipat Kertas

Kemampuan ini berguna untuk menguatkan otot-otot telapak

tangan dan jemari tangan, terutama saat anak melipat dan menekan

lipatan. Aktivitas ini bisa dimulai dengan lipatan sederhana,

misalnya dengan membentuk bagun datar, membuat amplop,

tempat foto, dan lainnya.

3. Memutar Koin

Kita bisa membuat kompetisi memutar koin. Mereka yang bisa

memutar koin paling lama akan menjadi pemenang. Atau kita bisa

mengajak anak untuk memutar koin di atas meja. Sehingga mereka

yang bisa memutar koin tanpa membuat koin keluar atau jatuh dari

atas meja akan mendapatkan reward. Hal ini akan memacu mereka

untuk memutar sekencang-kencangnya. Aktivitas ini berguna untuk

melenturkan otot kecil pada jari tangan.

4. Menghubungkan Titik-Titik

Kita bisa mengajak anak untuk menghubungkan titik-titik dengan

urutan yang benar (biasanya diurutkan berdasarkan nomor atau

huruf), sehingga pada akhirnya akan membentuk gambar benda,

hewan, dan lainnya. Selain latihan jemari tangan, aktivitas ini juga

akan menguatkan otot lengan anak. Usahakan anak melakukan

aktivitas ini di atas meja, agar otot lengan anak bisa bekerja dengan

lebih fleksibel.
23

5. Menjiplak

Buatlah sebuah bangun, misalnya bentuk bintang, di atas sebuah

kertas karton. Lalu gunting bentuk bintang tersebut. Kita minta

anak untuk menggambar bintang menggunakan jiplakan yang telah

kita buat. Kamudian kita bisa meminta mereka menghiasi atau

mewarnai bentuk-bentuk bintang yang telah selesai mereka buat.

Bentuk-bentuk benda bisa divariasi dengan bentuk-bentuk yang

lain, misalnya bulan, awan, rumah, dan lainnya.

6. Meronce

Kekuatan dan kelenturan otot jari tengah, telunjuk, dan jempol

sangat penting agar bisa memegang pensil dengan benar. Aktivitas

ini bisa membantu untuk menguatkan tiga jari itu. Kita hanya

meminta anak memasukkan manik-manik ke dalam sebuah benang

untuk membuat sebuah kalung.

7. Menempel Bentuk

Kegiatan ini bisa diawali dengan menggunting bentuk-bentuk

atau lita sudah menyiapkan beberapa bentuk berbahan kertas.

Setelah itu kitab isa meminta untuk menempelkan bentuk-bentuk

tersebut di atas sehelai kertas untuk selanjutnya akan dihiasi dan

diwarnai.
24

8. Bermain playdough atau wax

Permainan terkesan lebih bebas. Bisa kita berikan di saat jam

istirahat. Biarkan mereka bermain sesuka mereka untuk membuat

benda-benda seturut dengan imajinasi mereka. Selain bermain

playdough, aktivitas yang serupa dengan ini adalah “Membuat

Aneka Kreasi dengan Kertas Bekas dan Jiplakan”

9. Menyobek dan mendaur ulang kertas

Aktivitas ini dimulai dengan meminta anak untuk menyobek

kertas menjadi sobekan-sobekan kecil. Lalu memasukkannya ke

dalam sebuah baskom berisi air. Selanjutnya anak akan meremas-

remas kertas berair itu sampai lembut. Aktivitas ini juga mampu

menguatkan otot jari-jari anak.

10. Menggambar dan mewarnai

Aktivitas ini merupakan favorit anak-anak. Anak-anak kita minta

untuk menggambar pemandangan atau gambar lainnya, lalu kita

meminta mereka untuk mewarnainya. Selain itu, kita juga bisa

meminta mereka untuk mewarnai gambar. Gambar-gambar bertipe

“gambar garis” bisa banyak kita temukan di internet.


25

11. Memecahkan palstik bergelembung pembungkus barang

Plastik bergelembung ini biasa kita temukan sebagai pembungkus

benda-benda pecah belah. Namun kita bisa membelinya di toko-

toko plastik atau kardus. Kita minta anak untuk memecahkan

gelembung dengan jari berurutan. Misalnya kita berikan satu

lembar plastik yang berisi 50 gelembung. Kita minta anak

memecahkan gelembung-gelembung itu dengan jari yang berbeda,

tiap jari harus berhasil memecahkan 10 gelembung.

12. Memindahkan barang dengan jepitan jemuran

Barang-barang yang bisa dipindahkan adalah benda-benda yang

ukurannya lebih kecil dari penjepit jemuran itu. Kita bisa meminta

anak untuk memindahkan pensil, penghapus, spidol, dan benda

lainnya dengan penjepit baju dari satu tempat ke tempat lainnya.

13. Memasang tali sepatu

Agar permainan ini lebih menarik, kita bisa memakai aktivitas

ini menjadi sebuah kompetisi. Kita minta siswa membentuk dua

baris. Setiap anak harus berhasil memasukkan tali sepatu dan

mengeluarkannya lagi dengan cepat dan cara yang benar.

14. Mainan menjahit

Mainan ini biasanya berbentuk sepasang baju yang sama dan

memiliki lubang di dekat permukaannya. Letak lubang pada “baju”

tersebut juga sama. Dua pasang “baju” itu harus disatukan dengan

seutas benang.
26

15. Menyusun balok dan puzzle

Mainan ini banyak dijual di toko-toko mainan. Permainan ini

sudah sangat umum dimainkan di TK dan sudah menjadi properti

mainan wajib yang harus dimiliki sekolah.

2.2 Konsep Kecerdasan Sosial Emosional

Kecerdasan Sosial Emosional anak usia dini merupakan suatu

proses belajar anak bagaimana berinteraksi dengan orang lain sesuai

dengan aturan sosial yang ada dan anak lebih mampu untuk

mengendalikan perasaan-perasaannya yang sesuai dengan kemampuan

mengidentifikasikan dan mengungkapkan perasaan tersebut.

Kecerdasan Sosial Emosional anak berlangsung secara bertahap dan

melalui proses penguatan dan modeling.

Menurut pendapat Yusuf perkembangan emosional yaitu

perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan

aturan-aturan yang berlaku di masyarakat tempat anak berada.

Selanjutnya Yamin dan Jamila Sabri Sunan berpendapat bahwa

perkembangan sosial emosional meliputi perubahan pada relasi individu

dengan orang lain, perubahan emosinya, dan perubahan

kepribadianya.22

Orang dengan kecerdasan sosial emosional tinggi tidak akan

menemui kesulitan saat memulai suatu interaksi dengan seseorang


22
jamila sabri sunan Yamin, Panduan PAUD Pendidikan Anak Usia Dini (ciputat: Gaung Persada
Press Group, 2013).
27

atau sebuah kelompok baik kelompok kecil maupun besar. Ia dapat

memanfaatkan dan menggunakan kemampuan otak dan bahasa

tubuhnya untuk “membaca” teman bicaranya dan memiliki kecerdasan

sosial seseorang akan mampu memahami, mengelola dan berinteraksi

dengan orang lain. 23

Menurut Zeniarti dalam jurnalnya mengatakan bahwa Kecerdasan

sosial emosional sebagai kecerdasan antar pribadi atau antar individu.

Kecerdasan ini menunjukkan adanya ikatan emosional antar individu

atau hubungan sosial antar individu. 24

Kecerdasan Sosial Emosional diungkapkan pertama kali oleh

psikolog Salovy dari Harvard University dan Mayer dari University of

New Hampshire untuk mengungkapkan kualitas emosional yang

penting bagi keberhasilan hidup.

Adapula yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi sangat penting

bagi anak dalam perkembangannya. Khususnya perkembangan anak usia

dini, Kecerdasan Sosial Emosional mempunyai peran yang sangat penting

untuk mencapai kesuksesan disekolah. 25

Menurut Goleman menyebutkan ada lima komponen dalam

Kecerdasan Sosial Emosional yaitu mengenali emosi diri, mengelola

emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain (empati), dan

23
b. G Putra, “Kecerdasan Sosial Remaja Berbasis Nilai Konservasi Dalam Menanggapi Isu-Isu
Media Sosial Di Smp Walisongo 1 Kota Semarang,” Doctoral dissertation, Universitas Negeri
Semarang (2019).
24
W. E. W. Zeniarti, Z., Hastuti, H., & Elfi, “Kecerdasan Sosial Anak Usia Dini Desa Labuandiri
Buton.,” Shautut Tarbiyah, 21 1 (2015): 161–180.
25
Arum Dwi Mahatfi, “Korelasi Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Kecerdasan Emosi Siswa
Sekolah Dasar,” BASIC EDUCATION 4 (2015): 215.
28

membina hubungan 26 Hal ini sama juga disajikan dalam bentuk tabel

dibawah ini:

No Aspek Karakteristik Perilaku


1 Kesadaran diri a) Mengenal dan merasakan emosi sendiri
b) Memahami penyebab perasaan yang timbul
c) Mengenal pengaruh perasaan terhadap tindakan
2 Mengelola emosi a) Bersikap toleran terhadap frustasi dan
mampu mengelola amanah secara baik
b) Mampu mengungkapkan amanah dengan
tepat tanpa berkelahi
c) Dapat mengendalikan perilaku agresif yang
merusak diri
d) Memiliki perasaan yang positif tentang diri
sendiri,sekolah, dan keluarga
e) Memiliki kemampuan untuk menguasai
ketegangan jiwa
f) Dapat mengurangi perasaan kesepian dan
cemasdalam pergaulan

3 Memanfaatkan emosi a) Memiliki rasa tanggung jawab


secara produktif b) Mampu memusatkan perhatian pada tugas
yangdikerjakan
c) Mampu mengendalikan diri dan tidak impulsif

4 Empati a) Mampu menerima sudut pandang orang lain


b) Memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain
(empati)
c) Mampu mendengarkan orang lain

5 Membina hubungan a) Memiliki pemahaman dan kemampuan untuk


menganalisis hubungan dengan orang lain
b) Dapat menyelesaikan konflik dengan orang lain
c) Memiliki kemampuan untuk berkomunikasi
d) Memiliki sikap bersahabat atau mudah bergaul
e) Memiliki sikap tenggang rasa atau perhatian
f) Memperhatikan kepentingan sosial (senang
menolong orang lain) dan dapat hidup
selaras dengan kelompok
g) Bersikap senang berbagi rasa dan bekerja sama
h) Bersikap demokratis dalam bergaul dengan
orang lain

Tabel 2.1 Aspek-Aspek Kecerdasan Sosial Emosional


26
D. Goleman, Kecerdasan Emosional. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama., 2000).
29

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

definisi Kecerdasan Sosial Emosional adalah kemampuan seseorang

untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain (empati),

kemampuan memotivasi diri sendiri, serta kemampuan mengelola emosi

dan berperilaku dengan baik pada diri sendiri dan dalam membina

hubungan dengan orang lain. Orang yang keterampilan emosinya

berkembang baik memiliki kemungkinan besar akan bahagia dan

berhasil dalam kehidupannya karena dapat menguasai pikiran yang

dapat mendorong produktivitasnya. Dengan demikian kemampuan itu,

maka seseorang akan dengan mudah membaca reaksi dan perasaan

orang lain, pintar dalam menangani perselisihan yang muncul dalam

kegiatan masyarakat sehingga akan memudahkan kita dalam

berinteraksi sehari-sehari.

A. Karakteristik Emosional Anak

Karakteristik atau ciri-ciri perkembangan sosial dan emosional

anak usi 4-5 tahun menurut Steinberg dkk sebagai berikut:

a. Lebih menyukai bekerja dengan dua atau tiga teman yang dipilih

sendiri, bermain dalam kelompok dan senang bekerja berpasangan.

b. Mulai mengikuti dan mematuhi aturan serta berada pada

tahap heternomous morality.

c. Dapat membereskan alat main.

d. Rasa ingin tahu yang besar, mampu bicara dan bertanya apabila

diberi kesempatan, dapat diajak diskusi.


30

e. Mulai dapat mengenali emosi diri.

f. Mempunyai kemampuan untuk berdiri sendiri-sendiri27

Sedangkan menurut Peraturan Mentri Pendidikan Republik

Indonesia Nomer 137 Tahun 2014 tentang Standar Pendidikan

Anak Usia Dini, Pengembangan Sosial Emosional pada Anak Usia

4-5 Tahun adalah:

a. Menunjukkan sikap mandiri dalam memilih kegiatan

Seperti contohnya anak mau menerima tugas yang diberikan,

dan anak dapat menunjukkan sikap mandiri dalam menyelesaikan

kegiatan yang diberikan.

b. Menunjukan sikap percaya diri

Mampu menjawab pertanyaan dari guru dengan suara lantang

dan percaya diri menunjukan karya.

c. Memahami peraturan dan disiplin

Seperti anak terbiasa mengembalikan alat/benda pada tempat

semula, dan dapat mematuhi aturan di sekolah maupun di rumah.

d. Mau berbagi, menolong dan membantu teman

Anak mau meminjamkan alat tulis/mainan kepada temannya,

dan anak terbiasa membantu saat berada di lingkungan rumah.

e. Menghargai keunggulan orang

27
Ahmat Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini Pengantar Dalam Berbagai Aspeknya (Jakarta:
Kencana, 2011).
31

Anak suka memuji karya orang lain, dan menghargai karya

orang lain.

f. Menunjukan rasa antusiasme dalam melakukan permainan

komperatitif secara positif.

Anak dapat menunjukan sikap antusias dalam

menyelesaikan tugasnya, dan anak dapat menghargai karya

orang lain.

g. Memiliki rasa empati

Anak mau membantu teman yang tertinggal dalam

menyelesaikan tugas di sekolah, dan anak suka memuji karya orang

lain. 28

Sedangkan untuk karakteristik emosional anak Taman Kanak

Kanak dalam buku karangan Soemariati Patmonodewo

menyatakan di antaranya sebagai berikut29:

a. Anak TK cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas

dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada

usia tersebut.

b. Sering iri hati terhadap teman, anak seringkali memperebutkan

perhatian guru.

A. Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Sosial Emosional

1. Faktor Eksternal

Keceradasan emosional merupakan perkembangan tingkah laku

pada anak dimana anak diminta untuk menyesuaikan diri dengan


28
Depdiknas, Peraturan Pemerintah Mentri Pendidikan Republik Indonesia Nomor 137Tentang
Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Depdiknas, 2014).
29
Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Pra Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2003).
32

aturan yang berlaku dalam lingkungan masyarakat. Kecerdasan

Sosial Emosional ini dipengaruhi oleh keluarga dan sekolah. 30

a. Keluarga

Keluarga merupakan tempat pertama dalam belajar untuk

kehidupan sosial. Awal dari keluarga, seseorang belajar bagaimana

norma-norma lingkungan, internalisasi norma-norma, perilaku dan

lain-lain. Pengalaman-pengalaman berinteraksi dalam keluarga

menjadi awal dan pedoman untuk berinteraksi dengan masyarakat

luas.

Keutuhan keluarga baik dari struktur keluarga seperti

perceraian maupun orang tua yang tidak harmonis, itu sangat

penting perannya dalam perkembangan sosial seorang anak. Anak

yang memiliki keluarga yang tidak utuh seperti salah satu orang

tua tidak ada, atau bercerai maupun orang tua yang sering

bertengkar itu akan memberikan dampak negatif terhadap

perkembangan sosial anak.

b. Sekolah

Sekolah bukan hanya sebagai tempat untuk menambah ilmu

pengetahuan saja tetapi juga perkembangan sosial anak. Anak

yang berinteraksi dengan teman sebaya, guru, staf yang lebih

tua dari dirinya akan dapat mengajarkan sesuatu yang tidak

hanya sekedar pengembangan intelektualitas saja. Sekolah akan

30
Nurmalitasari, “Nurmalitasari, F.”
33

dapat bekerja sama dalam kelompok, aturan-aturan yang harus

dipatuhi, semuanya termasuk dalam meningkatkan perkembangan

kecerdasan sosial emosional anak. Empati sebagai aspek dari

kecerdasan sosial juga dipengaruhi oleh teman sebaya seorang

anak. 31

Menurut pendapat Nini Subini dalam salah satu jurnal

menyebutkan bahwa kecerdasan sosial dipengaruhi oleh beberapa

factor sebagai berikut 32 :

a. Faktor Lingkungan

Lingkungan memberikan pengaruh besar dalam perkembangan

kecerdasan anak. Selain faktor bawaan/genetik/sejak lahir

lingkungan dapat menimbulkan perubahan yang berarti.

Rangsangan yang bersifat kognitif seperti emosional dari

lingkungan juga memiliki pengaruh dalam menghasilkan individu

yang cerdas.

b. Faktor Gizi

Perkembengan kecerdasan dipengaruhi oleh gizi yang

dikonsumsi, hal ini dikarenakan otak memerlukan nutrisi yang

cukup untuk dapat bekerja dengan keras. Makan dan minum yang

bernutrisi dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan yang

mendukung aktivitas individu dalam belajar.

31
Putra, “KECERDASAN SOSIAL REMAJA BERBASIS NILAI KONSERVASI DALAM
MENANGGAPI ISU-ISU MEDIA SOSIAL DI SMP WALISONGO 1 KOTA SEMARANG.”
32
M. Z. Rosyadi, “Hubungan Antara Kecerdasan Sosial Dan Keaktifan Siswa Dengan Hasil
Belajar Ips,” Joyful Learning Journal, 9 2 (2020): 102–108.
34

c. Pembentukan

Pembentukan berarti segala keadaan yang berasal dari luar individu

yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan. Pembentukan dibagi

menjadi dua macam, yaitu:

1. Pembentukan yang disengaja (seperti di sekolah)

2. Pembentukan yang tidak disengaja (pengaruh alam sekitar).

d. Kebebasan

Kebebasan berarti bahwa setiap manusia memiliki kebebasan

dalam memilih metode tertentu untuk menyelesaikan setiap

masalah.

e. Status Kesehatan

Kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi

perkembangan kecerdasan anak, terutama pada masa awal

kehidupannya. Apabila pada usia dua tahun pertama, anak

mengalami sakit terus–menerus, anak tersebut cenderung akan

mengalami keterlambatan atau kesulitan dalam perkembangan

kecerdasan sosialnya. Adanya gangguan pada kesehatan anak akan

mempengaruhi dalam perkembangan kecerdaan sosial anak. 33

Anak yang kesehatannya kurang baik tersebut menjadi

berkurang minatnya untuk ikut aktif melakukan kegiatan, sehingga

menyebabkan kurangnya masukan yang diperlukan untuk

kecerdasan social anak itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori yang

33
Y. Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011).
35

mengatakan bahwa, anak yang mengalami sakit terus-menerus

maka anak tersebut akan mengalami kelambatan atau kesulitan

dalam perkembangan kecerdasan sosialnya. 34

2. Faktor Internal

a. Faktor Hereditas

Faktor genetik/ hereditas merupakan faktor internal yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan individu.

Hereditas sendiri dapat diartikan sebagai totalitas karakteristik

individu yang diwariskan orang tua. Sejalan dengan itu, faktor

genetik dapat diartikan sebagai Segala potensi ( baik fisik maupun

psikis) yang dimiliki individu sejak masa pra kelahiran sebagai

pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen dari definisi

tersebut yang perlu digaris bawahi adalah faktor ini bersifat

potensial pewarisan/ bawaan dan alamiah (nature). 35

Faktor hereditas ini merupakan salah satu faktor penting yang

memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak usia dini,

termasuk perkembangan sosial emosi mereka. Menurut hasil riset,

faktor hereditas tersebut mempengaruhi kemampuan intelektual

yang salah satunya dapat menentukan perkembangan sosial dan

emosi seorang anak.

34
Ibid.
35
U. Latifah, “Aspek Perkembangan Pada Anak Sekolah Dasar: Masalah Dan Perkembangannya,”
Academica: Journal of Multidisciplinary Studies, 1 2 (2017): 185–196.
36

Menurut Rini Hildayati dkk, dalam bukunya mengatakan bahwa

factor Hereditas berhubungan dengan hal-hal yang diturunkan dari

orangtua kepada anak cucunya yang pemberian biologisnya sejak

lahir. Islam bahkan telah mengindikasikan pentingnya faktor

hereditas dalam perkembangan anak sejak 14 abad yang lalu.

Faktor hereditas ini merupakan salah satu faktor penting yang

memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak usia dini,

termasuk perkembangan sosial dan emosi mereka. Menurut hasil

riset, faktor hereditas tersebut mempengaruhi kemampuan

intelektual yang salah satunya dapat menentukan perkembangan

kecerdasan sosial seorang anak. 36

Dalam perspektif hereditas, perkembangan seorang anak sangat

dipengaruhi oleh hal-hal berikut:

1. Bakat : anak dilahirkan dengan membawa bakat tertentu. setiap

anak memiliki berbagai macam bakat sebagai pembawaannya,

seperti bakat musik, seni, host ( pembawa acara) dan lainnya.

bakat yang dimiliki oleh anak tersebut pada dasarnya diwarisi

oleh keturunannya. kecerdasan sosial dan Kecerdasan Sosial

Emosional seorang anak juga sangat dipengaruhi oleh bakatnya.

2. Sifat sifat keturunan dimiliki keturunan dapat berupa fisik

maupun psikis. mengenai fisiknya, seperti bentuk hidung,

36
Nurjannah, “Mengembangkan Kecerdasan Sosial Emosional Anak Usia Dini Melalui
Keteladanan.”
37

bentuk badan, dan suatu penyakit. mengenai psikisnya, seperti

sifat pemalas, sifat pemarah. pandai, gemar berbicara, gemar

bergaul, supple dan sebagainya. 37

b. Pembawaan

Pembawaan ditentukan oleh sifat atau ciri individu yang dibawa

sejak lahir. Setiap individu memiliki tingkat kecerdasan yang

beranekaragam. Artinya ada individu yang kurang pintar, pintar

dan sangat pintar, meskipun begitu mereka menerima pelajaran dan

pelatihan yang sama di lingkungan sekolah/ masyarakat. 38

c. Kematangan Tubuh

Manusia selalu mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

Organ tubuh manusia, baik fisik maupun psikis dapat dikatakan

telah matang apabila telah tumbuh dan berkembang hingga dapat

menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan organ tubuh

manusia berkaitan erat dengan faktor umur atau kedewasaan. 39

d. Minat dan pembawaan yang khas

Minat merupakan sebuah dorongan yang mengarahkan

perbuatan individu dalam mencapai tujuan tertentu. Setiap individu

memiliki dorongan/motif dari dalam dirinya untuk berinteraksi

37
P. Rahmi, “Mengembangkan Kecerdasan Sosial Dan Emosinal Anak Usia Dini,” Bunayya:
Jurnal Pendidikan Anak, 6 1 (2020): 19–44.
38
Rosyadi, “Hubungan Antara Kecerdasan Sosial Dan Keaktifan Siswa Dengan Hasil Belajar Ips.”
39
Ibid.
38

dengan dunia luar. Segala sesuatu yang diminati individu dapat

memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. 40

Sedangkan menurut Sujiono kecerdasan sosial emosional pada

anak dapat dapat dikembangkan dengan cara sebagai berikut 41 :

a. Mengembangkan dukungan kelompok.

b. Menetapkan aturan tingkah laku.

c. Memberi kesempatan bertanggung jawab di rumah.

d. Bersama-sama menyelesaikan konflik.

e. Melakukan kegiatan sosial di lingkungan.

f. Menghargai pebedaan pendapat antara anak dengan teman

sebaya.

g. Menumbuhkan sikap ramah dan memahami keragaman budaya.

2.3 Konsep Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh merupakan interaksi orang tua kepada anak yang

meliputi mencukupuki kebutuhan makan, keberhasilan melindungi dan

sosialisasi dengan mengajarkan tingkah laku umum yang nantinya akan

dapat diterima oleh masyarakat. 42

Pengasuhan orang tua atau yang lebih dikenal dengan pola

asuh orang tua merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi,

membimbing, membina, dan mendidik anak-anaknya dalam kehidupan

40
Ibid.
41
B. Sujiono, Y. N., & Sujiono, Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak (Jakarta: indeks,
2010).
42
Suwanti, I., & Suidah, “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Mental Emosional Pada Anak
Usia Prasekolah (4-6 Tahun).”
39

sehari-hari dengan harapan menjadikan anak sukses menjalani

kehidupan ini. Hal senada dikemukakan oleh Euis bahwa pola asuh

merupakan serangkaian interaksi yang intensif, orangtua mengarahkan

anak untuk memiliki kecakapan hidup. Menurut Casmini pola asuh

merupakan bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik,

membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam

mencapai proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan

norma-norma yang diharapkan oleh masyarakat secara umum. 43

Menurut pendapat Gunarsa Pola asuh tidak lain merupakan metode

atau cara yang dipilih orang tua dalam mendidik anak-anaknya yang

meliputi bagaimana orang tua memperlakukan anak-anaknya. 44

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh

adalah sikap atau cara yang dilakukan orang tua dalam berhubungan

atau berinteriksi dengan anak. Dalam interaksi anatara orang tua dan

anak tersebut, terdiri dari cara orang tua menjaga, merawat, mendidik,

membimbing, dan mendisiplinkan anak-anaknya yang masih kecil atau

yang belum dewasa agar menjadi pribadi yang lebih dewasa dan

mandiri dikemudian hari.

A. Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua

43
Listia Fitriyani, “Peran Pola Asuh Orang Tua Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosi
Anak,” Lentera 17, no. 1 (2015): 93–110, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/artikel EQ.pdf.
44
I. Agustiawati, “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Akuntansi Kelas XI IPS Di SMA Negeri 26 Bandung,” Doctoral dissertation,
Universitas Pendidikan Indonesia (2014).
40

Metode pola asuh yang digunakan oleh orang tua kepada anak

menjadi faktor utama yang menentukan potensi dan karakter seorang

anak. Ada banyak jenis-jenis pola asuh yang sering menjadi pedoman

bagi siapa saja yang ingin mencetak generasi paripurna untuk

diandalkan bagi kemajuan bangsa ke depan. Jenis pola asuh orang tua

ini masing-masing memiliki karakteristik dan ciri khas yang berbeda.

Menurut Baumrind ada tiga jenis pola asuh orang tua yaitu pola asuh

otoriter (Authoritarian), pola asuh demokratis (Authoritative), pola asuh

permisif (permissive).45

a. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter merupakan cara mendidik anak dengan

menggunakan kepemimpinan otoriter, kepemimpinan otoriter yaitu

pemimpin menentukan semua kebijakan, langkah dan tugas yang

harus dijalankan. Sebagaimana diketahui pola asuh otoriter

mencerminkan sikap orang tua yang bertindak keras dan cenderung

diskriminatif. Hal ini ditandai dengan tekanan anak untuk patuh

kepada semua perintah dan keinginan orang tua, kontrol yang sangat

ketat terhadap tingkah laku anak, anak kurang mendapatkan

kepercayaan dari orang tua, anak sering di hukum, apabila anak

mendapat prestasi jarang diberi pujian atau hadiah.

Baumrind menjelaskan bahwa pola asuh orang tua yang otoriter

ditandai dalam hubungan orang tua dengan anak tidak hangat dan

45
Ayun, “Pola Asuh Orang Tua Dan Metode Pengasuhan Dalam Membentuk Kepribadian Anak.”
2015
41

sering menghukum. Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai

dengan cara mengasuh anak-anak dengan aturan yang ketat, sering

kali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua),

kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi, anak jarang

diajak berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, bertukar pikiran

dengan orang tua. Orang tua malah menganggap bahwa semua sikap

yang dilakukan itu sudah benar sehingga tidak perlu minta

pertimbangan anak atas semua keputusan yang mengangkat

permasalahan anak-anaknya.

Pola asuh yang bersifat otoriter ini juga ditandai dengan hukuman

hukuman yang dilakukan dengan keras, anak juga diatur dengan

berbagai macam aturan yang membatasi perlakuannya. Perlakuan

seperti ini sangat ketat dan bahkan masih tetap diberlakukan sampai

anak tersebut menginjak dewasa.

b. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua

terhadap kemampuan anak ,anak diberi kesempatan untuk tidak selalu

tergantung kepada orang tua. Sedikit memberi kebebasan kepada anak

untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan

pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang

menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak diberi

kesempatan untuk mengembangkan kontrol internal nya sehingga


42

sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada diri

sendiri.

c. Pola Asuh Permisif

Pola Permisif adalah membiarkan anak bertindak sesuai dengan

keinginannya, orang tua tidak memberikan hukuman dan

pengendalian. Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa

batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya

sendiri, orang tua tidak pernah memberikan aturan dan pengarahan

kepada anak, sehingga anak akan berperilaku sesuai dengan

keinginannya sendiri walaupun terkadang bertentangan dengan norma

sosial.

Menurut pendapat Baumrind pada jurnal lainnya pola asuh terbagi

menjadi empat macam yaitu 46:

a. Authoritative, yaitu pola pengasuhan dengan orang tua yang tinggi

tuntutan (demandingness) dan tanggapan (responsiveness).

b. Indulgent, yaitu pola pengasuhan dengan orang tua yang rendah pada

tuntutan (demandingness) namun tinggi pada tanggapan

(responsiveness).

c. Authoritarian, yaitu pola pengasuhan dengan orang tua yang tinggi

tuntutan (demandingness) namun rendah tanggapan (responsiveness).

d. Neglectful, yaitu pola pengasuhan dengan orang tua yang rendah

dalam tuntutan (demandingness) maupun tanggapan (responsiveness).

46
Fitriyani, “Peran Pola Asuh Orang Tua Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosi Anak.”
43

Menurut Hourlock mengemukakan ada tiga jenis pola asuh orang

tua terhadap anaknya, yakni 47:

a. Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh

anak dengan aturan-aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk

berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas

nama diri sendiri dibatasi.

b. Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya

pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi

kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua.

c. Pola Asuh Permisif Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua

mendidik anak yang cenderung bebas, anak dianggap sebagai orang

dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk

melakukan apa saja yang dikehendaki.

Menurut Djamarah ada lima belas tipe pola asuh orang tua dalam

keluarga, yaitu 48 :

a. Gaya Otoriter

b. Gaya Demoktratis

c. Gaya Laizes-Faire

d. Gaya Fathernalistik

e. Gaya Karismatik

f. Gaya Melebur Diri

47
Agustiawati, “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Akuntansi Kelas XI IPS Di SMA Negeri 26 Bandung.”
48
S. B. Djamarah, Pola Asuh Orang Tua Dan Komunikasi Dalam Keluarga., 1st ed. (Jakarta:
Rineka Cipta, 2014).
44

g. Gaya Pelopor

h. Gaya Manipulasi

i. Gaya Transaksi

j. Gaya Biar Lambat Asal Selamat

k. Gaya Alih Peran

l. Gaya Pamrih

m. Gaya Tanpa Pamrih

n. Gaya Konsultan

o. Gaya Militeristik.

Dari beberapa pola asuh diatas pada dasarnya ada tiga pola asuh

yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh beberapa ahli salah satunya menurut

Hourlock yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh

permisif.

Beberapa bentuk pola asuh orang tua dalam mengasuh anak-anaknya

bisa dalam bentuk sikap atau tindakan verbal maupun non verbal hal ini

sangat berpengaruh terhadap potensi diri anak dalam aspek intelektual,

emosional maupun kepribadian, perkembangan social dan aspek psikis

lainnya. Semua orang tua pasti menghendaki anak-anaknya sesuai

dengan kehendak orang tuanya, untuk itulah sejumlah ekspresi atau

sejumlah bentuk asuhan, didikan dan bimbingan dilakukan orang tua

semaksimal mungkin agar anak kelak sesuai dengan harapan mereka.

Sadar atau tidak, dalam praksisnya berbagai pola asuh itu sering terjadi
45

penyimpangan atau bahkan terjadi kontradiksi antara harapan dan

kenyataan sehingga bisa berdampak pada perkembangan kepribadian

anak yang positif maupun negative.

B. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua

Dari beberapa pola asuh yang telah dijelaskan, terdapat pengaruh

pola asuh kepada anak-anak. Ada beberapa pendapat yang

dikemukakan tentang pengaruh pola asuh ini, menurut Idris Meity

dalam buku yang ia tulis mejelaskan tiga pola asuh orang tua yang

memberikan pengaruh pada kecerdasan sosial emosional anak, yaitu 49 :

a. Pola asuh otoriter

1. Anak menjadi tidak percaya diri, minder atau penakut.

2. Anak cenderung menjadi pemberontak bahkan dapat menjadi pribadi

yang kacau (tidak terkendali).

3. Anak cenderung membenci figur “penguasa” .

4. Menghambat perkembangan kreativitas anak.

b. Pola asuh demokratis

1. Anak lebih percaya diri.

2. Anak mengerti apa yang menjadi keinginan orang tua .

3. Ada kemungkinan besar, anak akan tumbuh menjadi anak yang

ramah.

4. Dapat mendukung perkembangan kreatvitas.

49
H. Idris Meity, Pola Asuh Anak, Melejitkan Potensi Dan Prestasi Sejak Usia Dini. (Jakarta:
Luxima, 2012).
46

c. Pola asuh permisif

1. Anak menjadi manja dan cenderung egois.

2. Anak tidak suka bekerja keras.

3. Anak merasa ditelantarkan sehingga sulit untuk sukses.

4. Anak kurang memiliki kedisplinan.

Sedangkan ada pula pendapat lain menurut Marini pengaruh pola

asuh dibagi menjadi tiga, yaitu 50 :

a. Pola asuh otoriter

Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter cenderung

mempunyai anak yang secara sosial tidak kompeten, jarang

mengambil inisiatif dalam berinteraksi sosial dan mungkin

menghindar dari interaksi sosial. Mereka juga merasa bahwa control

yang ketat dari orang tua terhadap mereka adalah karena mereka

belum mampu bertanggung jawab. Dari sifat orang tua yang

“overprotection” menyebabkan perasaannya tidak aman, agresif dan

dengki, mudah merasa gugup, melarikan diri dari kenyataan, sangat

tergantung, ingin menjadi pusat perhatian, bersikap menyerah, kurang

mampu dalam mengendalikan emosi, menolak tanggung jawab,

kurang percaya diri, mudah terpengaruh, sulit dalam bergaul, pemalu,

suka mengasingkan diri dan tidak dapat bekerja sama.

50
R. Marini, “Penerapan Pola Asuh Orang Tua Dalam Menumbuhkan Kemandirian Pada Anak
Usia Balita Di Lingkungan UPTD SKB Kota Cimahi.,” Skripsi STKIP Siliwangi. Tidak
Diterbitkan. (2010).
47

b. Pola asuh demokratis

Dari sikap orang tua yang kontrol dan terarah, juga mendorong

anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, menjadikan anak

memiliki prilaku sosial yang sehat seperti senang bersahabat, memiliki

rasa percaya diri, dan mau berkerja sama. Karena perlakuan yang

demokratis dari orang tua seperti menghargai anak sebagai individu

atau subjek, akan berpengaruh positif terhadap perkembangan

sosialnya. Di antaranya anak menghargai hak-hak orang lain, sopan,

dan memiliki loyalitas yang tinggi, karena orang tua membiasakan

memperhatikan perasaan-perasaan dan kebutuhan anak. Dan orang tua

bersikap tegas pada situasi dan kondisi yang diperlukan tetapi tetap

memberi peluang bagi anak untuk menanggapi melalui dialog terbuka.

Hal ini akan menyebabkan anak bersikap terbuka dan memiliki

tanggung jawab yang tulus dari setiap tindakan yang telah dan akan

diperbuatnya, sehingga arah tujuan hidupnya jelas, perlakuan yang

adil dan bijaksana akan menjadikan anak bersikap mandiri.

c. Pola asuh permisif

Pengasuhan ini yang cenderung membiarkan anak (tidak peduli) dan

cenderung membebaskan anak, maka pola perilaku sosial anak pun

akan kurang sehat pula, karena merasa dibebaskan, anak-anak yang

dibesarkan dalam lingkungan keluarga seperti ini akan menerapkan

pola perilaku sosial yang sama terhadap kelompok sosialnya. Anak

akan bebas dalam bergaul, dan segala jenis peraturan atau hukuman
48

dan sejenisnya telah diabaikan. Sikap anak cenderung tidak patuh,

tidak bertanggung jawab, agresif dan teledor, berkuasa, terlalu percaya

diri, mencari perhatian, karena anak kurang perhatian dari orang tua.

Selain itu anak menjadi mudah frustasi. Setelah dewasa mereka juga

sulit menguasai emosi dan tidak memiliki tujuan hidup.

Sedangkan menurut Juhardin terdapat ada tiga pola suh yang terjadi

di masyarakat dan memberikan dampak positif maupun negative bagi

anak, yaitu sebagai berikut 51 :

a. Pola asuh otoriter

Disini anak tidak bisa memberikan pendapat dan hanya bisa

mengikuti kemauan orang tua tersebut tanpa diberikan alasan, Orang

tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum.

Ketika anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan orang tua. Pola

asuh otoriter yang diterapkan orang tua kepada anak akan memberikan

dampak positif bagi perilakunya, akibat dari keinginan orang tua yang

harus dituruti tanpa pengecualian dari anak, terkadang timbul sebuah

keinginan yang bersifat positif.

Maka berdasarkan hasil observasi/pengamatan langsung di lapangan,

bahwa pengasuhan yang bersifat otoriter memberikan dampak positif

kepada anak. Tetapi pola asuh ini dapat memberi dampak negatif jika

anak dipaksa untuk melakukan sesuatu yang menurut si anak bosan

maka anak melakukan sesuatu tindakan yang negatif.

51
S. Juhardin, H., & Roslan, “Dampak Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Anak (Studi Di
Desa Amberi Kecamatan Lambuya Kabupaten Konawe).,” Jurnal Neo Societal 1 (2016).
49

b. Pola asuh demokratis

Pola asuh demokrasi merupakan pola asuh yang paling baik. Dimana

orang tua bersikap friendly dan anak bebas mengemukakan

pendapatnya, disini orang tua lebih mau mendengar keluhan dari

anaknya, mau memberikan masukan. Dalam pola asuhan ini, orang tua

memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu untuk

mengendalikan mereka bersikap rasional dan bersikap realistis

terhadap kemampuan anak, tidak berharap lebih yang melampaui

kemampuan anak, hukuman yang diberikan tidak pernah kasar serta

pendekatannya kepada anak bersifat hangat. Pola asuh demokratis

memberikan dampak positif pada perilaku anak, dan tidak ditemukan

berdampak negatif pada perilaku anak.

c. Pola asuh permisif

Dalam pola asuhan ini, orang tua memberikan kebebasan pada anak

tanpa kontrol, orang tua tidak menegur atau tidak memperingatkan

apabila anak melakukan yang merugikan diri sendiri maupun

keluarga, sedikit memberikan bimbingan yang mendidik tetapi sering

memanjakannya. Apapun yang diminta anak orang tua menurutinya.

Dengan memberikan kebebasan pada anak yang berlebihan tanpa

adanya kontrol yang cukup serta sering memanjakan anak akan

berdampak negatif pada perilakunya. Pada pola asuh ini tidak ada

ditemukan perilaku yang positif yang dilakukan oleh anak.


50

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas, dapat

disimpulkan bahwa setiap pola asuh yang orang tua terapkan pada

anak-anaknya memiliki dampak yang berbeda. Dari berbagai macam

pola asuh yang diterapkan orang tua, pola asuh secara demokratis

yang paling baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam

keluarga, karena pola asuh ini membebaskan anak untuk berpendapat

dan orang tua bersikap friendly pada anak, dan memjadikan anak

pribadi yang lebih baik lagi.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh

Dalam pola pengasuhan sendiri, terdapat banyak factor yang

melatarbelakangi orang tua dalam menerapkan pola pengasuhan pada

anak-anaknya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

terbentuknya pola asuh orang tua dalam keluarga, di antaranya 52 :

1. Budaya setempat.

Dalam hal ini mencakup segala aturan, norma, adat dan budaya yang

berkembang di dalamnya.

2. Ideologi yang berkembang dalam diri orangtua.

Orangtua yang mempunyai keyakinan dan ideologi tertentu

cenderung untuk menurunkan kepada anak-anaknya dengan harapan

bahwa nantinya nilai dan ideologi tersebut dapat tertanam dan

dikembangkan oleh anak dikemudian hari.

52
D. W. L. Hadi, S., & Putri, “Komunikasi Konseling Sebagai Media PARENTING.,”
TASÂMUH, 14 2 (2017): 145–158.
51

3. Letak geografis dan norma etis.

Penduduk pada dataran tinggi tentu memiliki perbedaan karakteristik

dengan penduduk dataran rendah sesuai tuntutan dan tradisi yang

dikembangkan pada tiap-tiap daerah.

4. Orientasi religious.

Orangtua yang menganut agama dan keyakinan religius tertentu

senantiasa berusaha agar anak pada akhirnya nanti juga dapat

mengikutinya.

5. Status ekonomi.

Dengan perekonomian yang cukup, kesempatan dan fasilitas yang

diberikan serta lingkungan material yang mendukung cenderung

mengarahkan pola asuh orangtua menuju perlakuan tertentu yang

dianggap orangtua sesuai.

6. Bakat dan kemampuan orang tua.

Orangtua yang memiliki kemampuan komunikasi dan berhubungan

dengan cara yang tepat dengan anaknya cenderung akan

mengembangkan pola asuh yang sesuai dengan diri anak.

7. Gaya hidup.

Faktor gaya hidup masyarakat di desa dan di kota besar cenderung

memiliki ragam dan cara yang berbeda dalam mengatur interaksi

orang tua dan anak.

Sedangkan Santrock menyebutkan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi dalam pola pengasuhan antara lain :


52

1. Penurunan metode pola asuh yang didapat sebelumnya. Orang tua

menerapkan pola pengasuhan kepada anak berdasarkan pola

pengasuhan yang pernah didapat sebelumnya.

2. Perubahan budaya, yaitu dalam hal nilai, norma serta adat istiadat

antara dulu dan sekarang. 53

Pendapat diatas juga didukung berdasar penelitian yang dilakukan

oleh Juhadrdin dan Roslan ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pola asuh orang tua dalam keluarga, diantarnaya 54 :

1. Tingkat Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi keluarga dari suatu masyarakat sangat berpengaruh

terhadap kehidupan dan kesejahteraan dari anggota keluarga itu

sendiri serta masyarakat lingkungan. Tingkat sosial ekonomi yang

rendah pada keluarga akan berdampak negatif pada pola asuh yang

diterapkan orang tua sehingga berdampak negatif pula bagi perilaku

anak. Sedangkan tingkat sosial ekonomi yang tinggi pada keluaraga

berpotensi akan menimbulkan pola asuh yang positif dari orang tua

dan akan menunjukan sikap hangat terhadap anak, sehingga

berdampak baik untuk perilaku anak.

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan yaitu proses perubahan sikap dan tata laku sesorang atau

sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

53
Agustiawati, “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Akuntansi Kelas XI IPS Di SMA Negeri 26 Bandung.”
54
Juhardin, H., & Roslan, “Dampak Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Anak (Studi Di Desa
Amberi Kecamatan Lambuya Kabupaten Konawe).”
53

upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan sering diartikan sebagai

usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-

nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Tingkat pendidikan sangat

berpengaruh besar terhadap pola asuh orang tua jika tingkat

pendidikan yang dimiliki orang tua rendah maka pola asuh yang

diberika terhadap anak akan berpotensi negatif, sedangkan orang tua

yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka pola asuh yang

diterapkan akan berpotensi positif dan semua itu akan berpengaruh

signifikan bagi perilaku anak.

3. Kepribadian

Kepribadian adalah keseluruhan sikap, ekspresi, perasaan,

tempramen, ciri khas dan juga prilaku seseorang. Sikap perasaan

ekspresi & tempramen tersebut akan terwujud dalam tindakan

seseorang kalau di hadapkan kepada situasi tertentu. Setiap orang

memiliki kecenderungan prilaku yang baku/berlaku terus menerus

secara konsisten dalam menghadapai situasi yang sedang di hadapi,

sehingga jadi ciri khas pribadinya. kepribadian berpengaruh besar

terhadap pola asuh orang tua, yaitu jika kepribadian orang tua

pemarah maka akan berdampak buruk terhadap perilaku anak, namun

jika kepribadian orang tua penyayang dan selalu bersifat hangat

terhadap anak maka hasilnya akan berdampak baik terhadap perilaku

anak.
54

4. Jumlah Anak

Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh

yang diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak dalam

keluarga, maka ada kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu

menerapkan pola pengasuhan secara maksimal pada anak karena

perhatian dan waktunya terbagi antara anak yang satu dengan anak

yang lainnya. Banyaknya anak akan berdampak negatif pada pola asuh

orang tua, meskipun orang tua berusaha untuk memahami anak-

anaknya namun ada saja perilaku negatif yang ditunjukan oleh salah

satu anak.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa factor-faktor yang

mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu factor eksternal (berasal dari

luar) dan factor internal (berasal dari dalam).


55

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah hubungan antara konsep-konsep yang ingin

diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan.

Variable Independen Variable Dependen

Pola Asuh Orang Tua Kecerdasan Sosial Emosional


1. Otoriter
2. Demokratis
3. Permisif

Variable Perancu

Faktor Kecerdasan Sosial Emosional

1. Lingkungan
2. Sekolah
3. Usia
4. Hereditas

Keterangan :

: Variable yang Diteliti

: Variable yang Tidak Diteliti

: Garis Hubungan yang diteliti

: Garis Hubunganyang tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kecerdasan Sosial

Emosial Anak Usia Prasekolah 4-5 Tahun Di Desa Pakem

Kabupaten Bondowoso.
56

3.2 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat pertanyaan. 55

H0 : Tidak Ada hubungan antara pola asuh orang tua dan Kecerdasan

Sosial Emosional anak usia 4-5 tahun di Desa Pakem Kecamatan Pakem

Kabupaten Bondowoso.

H1 : Ada hubungan antara pola asuh orang tua dan Kecerdasan Sosial

Emosional anak usia 4-5 tahun di Desa Pakem Kecamatan Pakem Kabupaten

Bondowoso.
57

Anda mungkin juga menyukai