Anda di halaman 1dari 12

HERMENEUTIKA HANS-GEORG GADAMER

Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hermeneutika Al-Qur’an


Dosen Pengampu : Prof. Dr. Adang Kuswaya, M.Ag.

Disusun oleh :

1. Wlid Fa’iq Ramadhan 53020200084


2. Dina Setiyati
3. Faizah Nurul Isnaeni 53020200066
4. Syahrul Ghufron 53020200072
5. Hamidah Fathony

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULLUDIN ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin,puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang mana


telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga sampai saat ini kita bias merasakan nikmat
yang paling besar yaitu nikmat Iman dan Islam.

Sholawat salam tak lupa kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
yang mana kita nantikan syafa’atnya dihari kiamat. Penulisan makalah yang berjudul
HERMENEUTIKA HANS-GEORG GADAMER ini bertujuan untuk menambah wawasan kita
terkait hal hal yang terdapat didalam aliran-aliran hermeneutika barat.

Dalam penulisan makalah ini kami sangat membutuhkan bantuan dari banyak pihak
seperti Dosen,teman,dan tak lupa juga referensi referensi. Oleh karena itu kami selaku penulis
makalah sangat berterimakasih kepada bapak dosen Prof.Dr.Adang Kuswaya,M.Ag. yang telah
mengampu mata kuliah kami sekaligus mau membimbing kami dalam membuat makalah
ini,yang kedua kami ucapkan terimakasih kepada teman-teman atas kerjasamanya dalam mencari
referensi,dan tak lupa kepada penulis referensi referensi yang bukunya atau artikelnya sudah
kami gunakan untuk referensi pembuatan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat
menjadi bahan tambahan untuk pembelajaran kedepannya meskipun makalah ini masih kurang
sempurna,oleh karena itu kami selaku penulis meminta agar teman-teman semua mau memberi
kritik dan sarannya kepada kami agar bisa menjadi bahan perbaikan pembuatan makalah
kedepannya.

i
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................................1
B. RUMUSAN MASLAH....................................................................................................1
C. TUJUAN MASALAH.....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................2
A. BIOGRAFI HANS-GEORG GADAMER....................................................................2
B. PEMIKIRAN HANS-GEORG GADAMER................................................................3
C. TEORI HERMENEUTIKA HANS-GEORG GADAMER.........................................5
D. HUBUNGAN HERMENEUTIKA HANS-GEORG GADAMER DAN TAFSIR.....6
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................8
KESIMPULAN................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ilmu hermeneutika yang berbicara seputar logos yang berarti bahasa, teks, isi, pemikiran,
kata dan pembicaraan, berupaya memberikan pemaknaan dan pemahaman yang mendalam.
Banyak filsuf zaman kita melihat bahasa sebagai objek dan tema terpenting pemikiran
mereka. Kalau “bahasa” dimengerti dalam arti lebih luas, yaitu dalam arti “teks”, texture,
tenunan struktur-struktur, maka para filsuf sekarang menganggap filsafat sebagai suatu
“teks” yang harus ditafsirkan. Mereka menyelidiki tema-tema terpenting dalam teks ini dan
bertanya siapakah pengarang teks ini. Dengan demikian filsafat menjadi ”filsafat mengenai
filsafat” atau hermeneutika. Dalam rangka ini telah diterbitkan sejumlah karya dari pemikir-
pemikir besar hermeneutika, seperti Ricoeur Russell, Jurgen Habermas, Hans-Georg Hans-
Georg Gadamer dan lain-lain Tulisan ini akan membahas hermeneutika dalam pandangan
Hans-Georg Gadamer, terutama tentang sejumlah teori-teorinya sebagai upaya memahami
sebuah teks. Tentu akan dikaitkan dengan tafsir untuk menemukan relevansinya. Sebelum
sampai pada bahasan yang dimaksud, terlebih dahulu diperjelas pengertian hermeneutika itu
sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaiman Biografi dari Gadaamer?
2. Bagaimana Pemikiran Gadaamer?
3. Bagaimana Teori Hermeneutika Hans-Georg Gadamer?
4. Bagaimana Hubungan Hermeneutika Gadaamer Dengan Tafsir?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk Mengetahui Biografi Gadaamer
2. Untuk Mengetahui Pemmikiran Hans-Georg Gadamer
3. Untuk Mengetahui Teori Hermeneutika Gadaamer
4. Untuk Mengetahui Hubungan Hermeneutika Hans-Georg Gadamer Dengan Tafsir

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI HANS-GEORG GADAMER


Hans-Georg Gadamer, adalah seorang filsuf Heidelberg dan murid Martin Heidegger,
terkenal karena filsafat hermeneutiknya yang dikemukakan dalam Wahrheit und Methode-nya
(Truth and Method, 1960). Hans-Georg Gadamer lahir di Marburg dan dibesarkan di Breslau.
Ibunya meninggal ketika dia berusia empat tahun. Ayahnya adalah seorang ilmuwan riset
universitas terkenal di bidang kimia farmakologi. Pada tahun 1919 ayah Hans-Georg
Gadamer dipanggil dari Universitas Breslau ke kursi penelitian di Universitas Marburg. Hans-
Georg Gadamer memasuki Marburg sebagai mahasiswa tahun kedua dengan minat dalam
sastra, sejarah seni, dan filologi klasik. Tetapi dia segera tertarik pada filsuf dan Platonis
neoKantian yang hebat, Paul Natorp, di mana dia menyelesaikan disertasi doktornya pada
tahun 1922 tentang kesenangan dalam dialog Platonis.
Pada tahun 1923 Hans-Georg Gadamer melakukan perjalanan untuk semester musim
panas ke Freiburg untuk mendengar Heidegger, yang menawarkan interpretasi baru yang
berani tentang Aristoteles dan filsuf lainnya. Ketika Heidegger pindah ke Marburg pada
musim gugur tahun itu, Hans-Georg Gadamer menjadi asistennya dan dia tetap begitu sampai
tahun 1928. Selama waktu ini Hans-Georg Gadamer juga belajar dengan Nicolai Hartmann,
mengambil seminar dalam filologi klasik di bawah Paul Friedländer dan lainnya, dan pada
tahun 1927 disertifikasi dalam filologi klasik.

Pada tahun 1928 ia menyelesaikan habilitasi di bawah Heidegger pada “etika dialektika
Plato,” berdasarkan Philebus. Hans-Georg Gadamer tinggal sepuluh tahun lagi di Marburg
menunggu panggilan untuk janji mengajar penuh waktu. Setelah tahun 1933, peluangnya
untuk menelepon praktis dihilangkan karena dia tidak bereputasi baik dengan Nazi. Tetapi dia
tetap aktif dalam kehidupan akademis di Marburg, yang membanggakan beberapa intelektual
terkemuka Jerman—Rudolf Bultmann dalam teologi; Hartmann; Stefan George, penyair
karismatik; Richard Hamann, sejarawan seni ikonoklastik; dan akhirnya, Friedländer dan
lainnya, yang mewakili tradisi filologis besar Ulrich von Wilamowitz-Moellendorff.

Pada tahun 1938 Hans-Georg Gadamer akhirnya dipanggil ke kursi dalam filsafat di
Leipzig, di mana ia mampu bertahan melalui tahun-tahun perang sebagai humanis klasik yang
tidak mengancam secara politik. Karena integritas politiknya, ia terpilih sebagai rektor di
Leipzig setelah perang.

Pada tahun 1947 ia berhasil melarikan diri dari suasana yang menyesakkan dari
rezim komunis baru dengan dipanggil ke posisi di Universitas Frankfurt. Dia berada di

2
Frankfurt tetapi dua tahun ketika pada tahun 1949 dia dipanggil untuk mengisi kursi Karl
Jaspers di Universitas Heidelberg. Hans-Georg Gadamer tetap di Heidelberg sebagai ketua
dalam filsafat sampai pensiun pada tahun 1968. Pada saat yang sama, ia bekerja untuk
menghidupkan kembali studi Hegel di Jerman, dan membangun kembali departemen yang
hancur karena perang menjadi salah satu yang terkuat di Jerman.

Pada tahun 1952, bersama dengan Helmut Kuhn, ia mendirikan Philosophische


Rundschau, sebuah jurnal yang didedikasikan untuk meninjau buku-buku terkini dan
membahas isu-isu utama dalam filsafat.

Setelah 1968 Hans-Georg Gadamer terus memberi kuliah dan menawarkan seminar di
Heidelberg sebagai profesor emeritus terhormat, tetapi sekarang ia membiarkan dirinya
menerima undangan untuk berbicara di negara lain dan melayani sebagai profesor tamu di
berbagai universitas, terutama di Amerika Serikat dan Kanada. Ini menumbuhkan minat
hermeneutika di Amerika Serikat, minat yang dimanifestasikan dalam jumlah disertasi dan
buku yang ditulis tentang masalah ini. Terjemahan bahasa Inggris dari karya-karya Hans-
Georg Gadamer mulai muncul: Truth and Method (1975), Philosophical Hermeneutics
(1976), dan Hegel’s Dialectic (1976) termasuk yang pertama.1

B. PEMIKIRAN HANS GEORG GADAMER


Hans-Georg Gadamer menerbitkan Truth and Method setelah menjadi professor filsafat
pada tahun 1960 di Heidelberg. Hal tersebut membuat nama Hans-Georg Gadamer dan
hermeneutik mendapatkan posisi penting di kalangan intelektual. Pada awalnya Hans-Georg
Gadamer mengajukan judul “philosophical Hermeneutics” kepada penerbit, namun istilah
hermeneutic dianggap terlalu kabur dan pada akhirnya judul tersebut digunkannya untuk
buku yang lain.
Karya yang ditulis oleh Hans-Georg Gadamer yang berjudul Truth and Method ini
memuat pokok-pokok pikirannya mengenai hermeneutika filosofis yang tidak hanya
berkaitan dengan teks melainkan seluruh objek kajian ilmu sosial dan humaniora. Hans-
Georg Gadamer mengatakan semua tertulis pada kenyataannya yang lebih diutamakan
sebagai objek hermeneutik hal ini diungkapkan berkaitan dengan bahasa dalam sebuah teks
tertentu masih mendapatkan porsi perhatian Hans-Georg Gadamer yang cukup tinggi dan
merupakan objek utama hermeneutikannya.2 Dalam karyanya Hans-Georg Gadamer tidak
memberikan penjelasan tentang metode penafsiran tertentu terhadap teks hal ini
dikarenakan Hans-Georg Gadamer tidak mau terjebak dalam ide universalisme metode

1
https://feelsafat.com/2022/05/hans-georg-gadamer, di akses pada tanggal 20 maret 2023, pukul 10.05 WIB.

2
Muh Hanif, Hermeneutika Hans-Georg Gadamer Dan Signifikasinya Terhadap Penafsiran Al-Qur’an, Maghza,Vol.2,
No.1, 2017, hlm 98-99.

3
hermenutika untuk semua bidang ilmu sosial dan humaniora sebagaimana hal ini pernah
digagas oleh Dilthey. Adapun alasan lain yaitu Filsafat hanya berbicara tentang ide umum,
mendasar dan berpinsip pada objek pembahasan sehingga dia menyerahkan pembicaraan
tentang metode tertentu kepada setiap ahli bidang ilmu tertentu. Teori Hans-Georg Gadamer
tetap digunakan untuk memperkuat metode pemahaman dan penafsiran suatu objek tertentu
termasuk di dalamnya teks tertulis.3

Meskipun judul dari bukunya adalah Truth and Method bukan berarti Hans-Georg
Gadamer ingin menjadikan hermeneutika sebagi metode. Hans-Georg Gadamer berpendapat
bahwa Hermeneutika tidak sekedar menyangkut metode penafsiran melainkan penafsiran yang
bersifat ontologi yang mengungkapkan bagaimana cara manusia bereksistensi. Hans-Georg
Gadamer juga berpendapat bahwa hermeneutika bukan metode dikarenakan pemahaman yang
benar itu mengacu pada pada tingkat ontologis bukan metodologis artinya, Kebenaran dapat
dicapai bukan melalui metode tetapi melalui dialektika dengan mengajukan pertanyaan. Jadi
dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut Hans-Georg Gadamer hermeneutika merupakan usaha
memahami dan menginterpretasikan suatu teks baik itu teks keagamaan maupun teks seni dan
sejarah.

Adapun teori pemahaman teks yang dikembangkan oleh Hans-Georg Gadamer dikenal
dengan teori affective historis, di dalam teori ini dijelaskan ada empat tahapan dalam memahami
suatu teks yaitu:

1. Kesadaran keterpengaruhan oleh sejarah, kondisi dan situasi dari hermenutis


mempengaruhi hermeneutik dari penafsir. Seorang penafsir harus sadar penuh akan
pengaruh situasi tersebut dan harus bisa mengatasi subyektifitas ketika menafsirkan suatu
teks.
2. Keterpengaruhan akan situasi hermeneutik tertentu membentuk pra pemahaman pada diri
seorang penafsir terhadap teks yang ditafsirkan.
3. Penggabungan atau asimilasi horizon, seorang penafsir harus sadar akan cakrawala
pengetahuan.
4. Penerapan, menurut Hans-Georg Gadamer seorang membaca kitab suci tidak hanya
proses memahami dan menafsirkan melainkan juga menerapkan pesan-pesan pada masa
ketika teks kitab suci ditafsirkan. Makna objektif teks dipahami, seorang mufasir harus
mampu menemukan makna berarti sebagai pesan dari teks.

Teori Penerapan Hans-Georg Gadamer dalam penafsiran Al-Qur’an dikenal dengan


sebutan”Interpretasi Ma’na Cum Maghza” adapun maksud istilah ini adalah suatu bentuk
interpretasi yang memperhatikan makna asal dari teks yang diinterpretasikan maupun makna
terdalam dari teks tersebut. Interpretasi ini dilakukan dengan memperhatikan konteks tekstual

3
Prihananto,”Hermeneutika Gadamer Sebagai Teknik Analisi Pesan Dakwah”, Vol.4, No.1 ,2014,hlm 148-165

4
dengan analisis bahasa sebagai basisnya dan konteks sejarah dengan analisis historis sebagai
instrument.

C. TEORI HERMENEUTIKA HANS-GEORG GADAMER

Dalam teori Hans-Georg Gadamer membaca dan memahami sebuah teks pada dasarnya
adalah juga melakukan dialog dan membangun sintesis antara dunia teks, dunia pengarang dan
dunia pembaca. Ketiga hal ini dunia teks, dunia pengarang dan dunia pembaca harus menjadi
pertimbangan dalam setiap pemahaman, di mana masing-masingnya mempunyai konteks
tersendiri sehingga jika memahami yang satu tanpa mempertimbangkan yang lain, maka
pemahaman atas teks menjadi susah dan kering.

Untuk mendapatkan pemahaman yang maksimal. Hans-Georg Gadamer mengajukan


beberapa teori diantaranya sebagai berikut:

1. Pertama, “prasangka hermeneutik“. Yang dimaksud dengan prasangka hermeneutik


adalah bahwa dalam membaca dan memahami sebuah teks harus dilakukan secara teliti
dan kritis. Sebab sebuah teks yang tidak diteliti dan diintegrasi secara kritis tidak
menutup kemungkinan besar sebuah teks akan menjajah kesadaran kognitif kita. Tetapi
adalah hal yang tidak mudah bagi seseorang untuk memperoleh data yang akurat
mengenai asal usul sebuah teks dan cenderung untuk menerima sumber otoritas tanpa
argumentasi kritis.
2. Kedua, “ Lingkaran Hermeneutika”. “Prasangka hermeneutik” bagi Hans-Georg
Gadamer nampaknya baru merupakan tangga awal untuk dapat memahami sebuah teks
secara kritis. Ia sebetulnya hendak menekankan perlunya “ mengerti “ . Bagi Hans-Georg
Gadamer mengerti merupakan suatu proses yang melingkar. Untuk mencapai pengertian,
maka seseorang harus bertolak dari pengertian. Misalnya untuk mengerti suatu teks maka
harus memiliki prapengertian tentang teks tersebut. Jika tidak, maka tidak mungkin akan
memperoleh pengertian tentang teks tersebut. Tetapi dilain pihak dengan membaca teks
itu prapengertian terwujud menjadi pengertian yang sungguh-sungguh. Proses ini oleh
Hans-Georg Gadamer disebut dengan “The hermeneutical circle“ (lingkaran
hermeneutika). Akan tetapi tidak dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa lingkaran itu
timbul jika kita membaca teks-teks. Lingkaran ini sebenarnya telah terdapat pada taraf
yang paling fundamental. Lingkaran ini menandai eksistensi manusia sendiri. “Mengerti”
dunia hanya mungkin kalau ada prapengertian tentang dunia, dan tentang diri kita sendiri,
sehingga mewujudkan eksistensi kita sendiri. Apa yang dimaksudkan dengan “ prasangka
hermeneutika “ dan “ lingkaran hermeneutika” bagi Hans-Georg Gadamer di atas
mengandaikan bahwa dalam melakukan interpretasi atau pemahaman terhadap suatu teks,
seorang hermeneut atau pelaku interpretasi tidak berada dalam keadaan kosong. Dia akan
membawa serangkaian pra-anggapan ke dalam teks tersebut. Bila teori ini kita kaitkan
dengan ilmu tafsir dalam tradisi Islam, maka seorang mufassir al-Quran, ia akan
5
membawa sejumlah prasangka berupa -misalnya- pengetahuannya tentang bahasa Arab,
puisi, “ konteks dan intra teks dalam al-Quran, dan inter-teks antara alQuran dengan teks
yang lain.
3. Ketiga, “Aku-Engkau” menjadi “Kami”. Menurut Hans-Georg Gadamer sebuah dialog
seperti dialog kita dengan teks akan dipandang sebagai dialog yang produktif jika
formulasi subjek-objek “aku-engkau” telah hilang dan digantikan dengan ”kami”.
Sebetulnya pemahaman itu tidak hanya sampai di situ, karena kesadaran subjek yang dari
”aku-engkau’ menjadi ”kami” masih potensial untuk menghalangi sebuah partisipasi
maksimal untuk memperoleh pemahaman yang benar sebelum subjek ”kami” hilang
melebur pada substansi yang didialogkan. Ibarat pemain bola, yang bisa diperoleh secara
benar dan autentik ketika yang bersangkutan mengalami sendiri serta lebur di dalam
peristiwa permainan yang sehat dan ideal di mana pemain, wasit, penonton meninggalkan
indentitas ”keakuannya” dan semuanya tertuju pada kualitas dan seni permainan itu
sendiri.Jadi sikap memahami sebuah teks sedapat mungkin bagaikan upaya memahami
dan menghayati sebuah festival yang menuntut apresiasi dan partisipasi sehingga pokok
bahasan itu sendiri yang hadir pada kita, bukan lagi kesadaran subjek-objek.
4. Keempat, hermeneutika dialektis. Hans-Georg Gadamer menegaskan bahwa setiap
pemahaman kita senantiasa merupakan suatu yang bersifat historis, peristiwa dialektis
dan peristiwa kebahasaan. Karena itu, terbuka kemungkinan terciptanya hermeneutika
yang lebih luas. Hermeneutika adalah ontologi dan fenomenologi pemahaman. Kunci
bagi pemahaman adalah partisipasi dan keterbukaan, bukan manipulaisi dan
pengendalian. Lebih lanjut menurut Hans-Georg Gadamer hermeneutika berkaitan
dengan pengalaman, bukan hanya pengetahuan; berkaitan dengan dialetika bukan
metodologi. Metode dipandangnya bukan merupakan suatu jalan untuk mencapai suatu
kebenaran. Kebenaran akan mengelak kalau kita menggunakan metodologi. Hans-Georg
Gadamer memperlihatakan bahwa dialetika sebagai suatu sarana untuk melampaui
kecenderungan metode yang memprastrukturkan kegiatan ilmiyah seorang peneliti.
Metode menurut Hans-Georg Gadamer tidak mampu mengimplisitkan kebenaran yang
sudah impilisit di dalam metode. Hermeneutika dialektis membimbing manusia untuk
menyingkap hakekat kebenaran, serta menemukan hakekat realitas segala sesuatu secara
sebenarnya.

D. HUBUNGAN HERMENEUTIKA HANS-GEORG GADAMER DAN TAFSIR

Hermeneutika sebagai bentuk upaya penafsiran dan memberi makna atas sebuah teks,
maka inti dari pemikiran hermeneutika Gadaamer bertumpu pada konsep ”memahami”.
Pemahaman selalu dapat diterapkan pada keadaan kita saat ini, meskipun pemahaman itu
berhubungan dengan peristiwa sejarah, dialetika dan bahasa. Oleh karenanya pemahaman
selalu mempunyai posisi, misalnya posisi pribadi kita sendiri saat ini. Pemahaman tidak

6
pernah bersifat objekktif dan ilmiah. Sebab pemahamn bukanlah “mengetahui” secara statis
dan di luar kerangka waktu, tetapi selalu dalam keadaan tertentu, pada satu tempat khusus
dalam kerangka ruang dan waktu misalnya dalam sejarah. Semua pengalaman yang hidup itu
menyejarah, bahasa dan juga pemahaman menyejarah. Proses pemahaman sebenarnya
merupakan interpretasi itu sendiri. Sebab bila akal pikiran memahami maka di dalammya
tercukup juga interpretasi. Sebaliknya bila akal pikiran kita melakukan interpretasi, maka
terangkum juga pemahamannya.

Dengan demikian Tujuan hermeneutikanya bukanlah suatu metode, bukan pula membuat
sejumlah aturan yang secara objektif “sah” melainkan memahami pemahaman
sekomperhensif mungkin. Untuk itu ia mengajukan sejumlah teorinya. Teori Hans-Georg
Gadamer tersebut adalah sebuah upaya penerapan dari tugas pokok hermenutika yaitu
bagaimana menafsirkan sebuah teks yang asing menjadi tidak asing; bagaimana menelusuri
pesan dan pengertian dasar sebuah ungkapan dan tulisan yang tidak jelas, kabur, remang-
remang dan kontradiksi, sehingga menimbulkan keraguan dan kebimbangan bagi pendengar
atau pembaca.4

Namun perlu diwaspadai juga bagi kita yaitu untuk tetap melakukan jarak dalam
memahami teks al-Quran (dalam hal sejumlah karya tafsir) yang diwariskan oleh para ulama
kepada kita. Sayang sikap “kewaspadaan” ini belum melembaga dalam diri setiap orang
ketika mereka berhadapan dengan warisan khazanah intelektual Islam. Bahkan cenderung
menerima apa adanya tanpa ada kritik. Belum lagi dominasi dan hegemoni teks itu sendiri.
Sehingga ketika seseorang berupaya merekonstruksi makna baru, serta merta dituduh dan
dituding sebagai pelaku bid’ah. Padahal pemahaman para ulama itu, adalah sebuah refleksi
dari situasi kultural dan sosial dimana ia hidup. Karena itu kebenarannya amat boleh jadi
benar pada zamannya, tapi belum tentu benar pada masa kini. Disini teori “lingkaran
hermeneutika“ Hans-Georg Gadamer memperoleh relevansinya. Di mana setiap teks selalu
memerlukan penafsiran ulang dan rekonstruksi makna yang lebih aktual dan faktual. Dengan
kata lain pemahaman terhadap teks, tidak hanya secara tekstual, tapi juga harus kontekstual.
Apalagi sang pengarang dan hasil karya itu lahir dalam suasana zaman dan kondisi kultural
yang melingkupinya.

4
Sofyan, Hermeneutika Gadamer Dan Relevansinya Dengan Tafsir, Jurnal Farabi, Vol 11. No 2. Desember 2014, hal
121.

7
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Hans-Georg Hans-Georg Gadamer lahir di Marburg dan dibesarkan di Breslau. Ibunya
meninggal ketika dia berusia empat tahun. Ayahnya adalah seorang ilmuwan riset universitas
terkenal di bidang kimia farmakologi. Pada tahun 1919 ayah Hans-Georg Gadamer dipanggil
dari Universitas Breslau ke kursi penelitian di Universitas Marburg. Hans-Georg Gadamer
memasuki Marburg sebagai mahasiswa tahun kedua dengan minat dalam sastra, sejarah seni, dan
filologi klasik. Hans-Georg Gadamer menerbitkan Truth and Method setelah menjadi professor
filsafat pada tahun 1960 di Heidelberg. Hal tersebut membuat nama Hans-Georg Gadamer dan
hermeneutik mendapatkan posisi penting di kalangan intelektual.
Adapun teori pemahaman teks yang dikembangkan oleh Hans-Georg Gadamer dikenal
dengan teori affective historis, di dalam teori ini dijelaskan ada empat tahapan dalam memahami
suatu teks yaitu:

5. Kesadaran keterpengaruhan oleh sejarah, kondisi dan situasi dari hermenutis


mempengaruhi hermeneutik dari penafsir. Seorang penafsir harus sadar penuh akan
pengaruh situasi tersebut dan harus bisa mengatasi subyektifitas ketika menafsirkan suatu
teks.
6. Keterpengaruhan akan situasi hermeneutik tertentu membentuk pra pemahaman pada diri
seorang penafsir terhadap teks yang ditafsirkan.
7. Penggabungan atau asimilasi horizon, seorang penafsir harus sadar akan cakrawala
pengetahuan.
8. Penerapan, menurut Hans-Georg Gadamer seorang membaca kitab suci tidak hanya
proses memahami dan menafsirkan melainkan juga menerapkan pesan-pesan pada masa
ketika teks kitab suci ditafsirkan. Makna objektif teks dipahami, seorang mufasir harus
mampu menemukan makna berarti sebagai pesan dari teks.

Hermeneutika sebagai bentuk upaya penafsiran dan memberi makna atas sebuah teks,
maka inti dari pemikiran hermeneutika Gadaamer bertumpu pada konsep ”memahami”.
Pemahaman selalu dapat diterapkan pada keadaan kita saat ini, meskipun pemahaman itu
berhubungan dengan peristiwa sejarah, dialetika dan bahasa. Oleh karenanya pemahaman selalu
mempunyai posisi, misalnya posisi pribadi kita sendiri saat ini. Pemahaman tidak pernah bersifat
objekktif dan ilmiah. Sebab pemahamn bukanlah “mengetahui” secara statis dan di luar kerangka
waktu, tetapi selalu dalam keadaan tertentu, pada satu tempat khusus dalam kerangka ruang dan
waktu misalnya dalam sejarah. Semua pengalaman yang hidup itu menyejarah, bahasa dan juga
pemahaman menyejarah. Proses pemahaman sebenarnya merupakan interpretasi itu sendiri.
Sebab bila akal pikiran memahami maka di dalammya tercukup juga interpretasi. Sebaliknya bila
akal pikiran kita melakukan interpretasi, maka terangkum juga pemahamannya.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://feelsafat.com/2022/05/hans-georg-gadamer, di akses pada tanggal 20 maret 2023, pukul 10.05


WIB.

Muh Hanif, Hermeneutika Hans-Georg Gadamer Dan Signifikasinya Terhadap Penafsiran Al-Qur’an,
Maghza,Vol.2, No.1, 2017.

Prihananto,”Hermeneutika Gadamer Sebagai Teknik Analisi Pesan Dakwah”, Vol.4, No.1 ,2014.

Sofyan, Hermeneutika Gadamer Dan Relevansinya Dengan Tafsir, Jurnal Farabi, Vol 11. No 2. Desember
2014.

Anda mungkin juga menyukai