Pendahuluan
Paper ini dilatarbelakangi oleh pengalaman penulis menjadi guru MI selama kurang lebih 5
tahun sejak 2006 hingga 2011. Perasaan satu hati dengan guru-guru MI serta jurusan PGMI lah
yang membangkitkan dan kemudian penulis terpancing untuk menulis satu paper sederhana.
Banyak problematika di MI khususnya mengenai pembelajaran bahasa Arab padahal bahasa
Arab merupakan materi inti/tuan rumah MI menurut sejarahnya.
Masalah yang utama adalah mengenai berbagai kebijakan di MI, diantaranya kualifikasi
guru dan kompetensinya. Guru kelas di MI sebelumnya banyak bukan merupakan alumni PGMI,
kini guru kelas wajib atau dianjurkan merupakan lulusan PGMI. Imbasnya kemenag membuka
program S1 kedua bagi guru PAI yang terlanjur sudah mendapatkan sertfikasi guru kelas. Untuk
guru bahasa Arab di MI, banyak simpang siur informasi, bahkan ada isu bahwa guru bahasa
Arab MI bukan merupakan guru mata pelajaran seperti di M.Ts dan MA, sehingga sejak tahun
2009, di madrasah pembangunan saja tidak ada lagi peserta sertifikasi guru bahasa Arab untuk
MI. Bahkan guru bahasa Arab alumni PBA, karena mengajar sebagai guru kelas maka
sertifikasinya dilibatkan sebagai profesional guru kelas MI.
Kesimpangsiuran itu alhamdulillah terjawab sudah setelah penulis melakukan beberapa
wawancara dengan peserta PLPG bahasa Arab tahun 2014, Bahwa diantara peserta PLPG ada
guru bahasa Arab MI-nya. Meskipun di Madrasah pembangunan sebagai tempat penulis pernah
mengembangkan diri belum ada lagi sertifikasi guru bahasa Arab MI. Namun penulis melihat
bahwa bahasa tidak akan berhasil jika tidak dibudayakan dan dibiasakan. Jika guru bahasa Arab
hanya masuk kelas 2 JP dalam satu minggu, dan guru kelaslah yang lebih sering ketemu dengan
siswa, maka tidak akan mungkin pembelajaran bahasa Arab tanpa pelibatan guru kelas dalam
membudayakan siswa. untuk mensukseskannya guru kelas harus memiliki komptensi minimal
dalam bahasa Arab meski bukan sebagai guru mata pelajaran
Atas dasar itu, penulis tertarik untuk mendiskusikan beberapa hal diantaranya pertama,
siapa yang berhak mengajar bahasa Arab MI berdasarkan aturan yang berlaku?, Kedua, apa
tujuan pembelajaran bahasa Arab di MI secara umum yang sesungguhnya?, ketiga, apakah poisi
lingkungan bahasa itu penting dilakukan dengan sinergi guru bahasa Arab dengan guru kelas,
dan bagaimana jika lingkungan bahasa Arab tidak tercipta? Jika penting apakah guru kelas yang
alumni PGMI perlu diberikan bekal yang lumayan bahasa Arab minimal untuk mencipta
lingkungan bahasa Arab di MI? Jika itu tuntutannya bagaimana seharusnya kurikulum dan
silabus di PGMI terkait dengan bahasa Arab dan pembelajaran bahasa Arab di MI atau minimal
kompetensi bahasa Arab apa yang harus dimiliki guru kelas MI atau calon guru kelas MI? Insya
Allah paper ini akan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Paper yang dimaksud
bertajuk “Kompetensi Bahasa Arab untuk Calon Guru MI كفاءات اللغة العربية ملرشحي
”املدرسين في املدارس الابتدائية إلاسالمية.
Urgensi Bahasa Arab di Madrasah untuk Pendidikan Indonesia
Pendidikan berupaya mencipatakan generasi muda untuk siap menghadapi tantangan zaman.
Tentunya empat kompetensi menjadi tumpuan dalam pelaksanaan pendidikan mulai dari
kompetensi spiritual, kompetensi sosial, kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan.
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pasal 3-nya menegaskan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab. (Lihat Matsna dan Raswan 2015: 84).
Kompetensi spiritual atau dalam undang-undang disebut beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia merupakan kompetensi yang erat kaitannya dengan
nilai-nilai Agama. Lembaga yang paling konsen dengan kompetensi spiritual di Indonesia
khususnya agama Islam adalah madrasah. Madrasah Ibtidaiyyah (MI) merupakan madrasah yang
setara dengan Sekolah Dasar (SD) plus materi agama dan bahasa Arab. Jika agama di SD hanya
satu bidang studi, di MI terdiri dari empat bidang studi yakni Qur‟an Hadits, Akidah Akhlak,
Fiqh dan Sejarah Kebudayaan Islam plus bahasa Arab. Jika materi agama minimal ada 7 jam
pelajaran ditambah bahasa Arab 2 jam pelajaran, maka materi plus bagi MI sesungguhnya ada 7
JP. Kenapa bahasa Arab, karena kesempurnaan pemahaman agama sangat erat kaitannya dengan
pemahaman bahasa Arab.
Bagaimanapun guru MI harus plus dari SD, dari namanya saja beda MI hanya pada bahasa
meskipun sesungguhnya ada salah kaprah penamaan1, karena sudah terlanjur ya tidak apa-apa.
Jika guru MI tidak plus untuk apa, plus-nya harus dalam bidang agama dan bahasa Arab, Agama
yang dimaksud terdiri dari al-Qur‟an al-Hadits, Fiqh, SKI dan Akidah Akhlak plus bahasa Arab.
Dalam pembahasan dan kajian ilmiah bahasa Arab beda dengan PAI, meski menurut
pandangan umum orang awam, keduanya mirip. Walau demikian tidak menapikan bahwa
pemaham agama Islam yang mumpuni akan terjadi hanya jika memahami bahasa Arab dengan
baik. Bahkan semua bidang kajian agama Islam mewajibkan pengetahuan dan kemahiran bahasa
Arab.
1
Salah kaprah penamaan misal M.Ts sebagai SMP padahal اإلادرشت الثاهىيت ؤلاشالميتdi Arab artinya SMA,
اإلادرشت العاليتmaknanya adalah sekolah tinggi. Harusnya dalam bahasa Arab yang benar MTs
sementara MA atau
adalah MM maksudnya اإلادرشت اإلاخىشطت ؤلاشالميتbaru kemudian MA yang benar M.Ts atau اإلادرشت اإلاخىشطت
ؤلاشالميت.
Dengan demikian rasanya tidak berlebihan jika kemampuan bahasa Arab penting untuk
meningkatkan keimanan dan akhlak siswa khususnya yang beragama Islam. Bagaimana pun
membaca al Qur‟an dengan pemahaman makna akan lebih efektif dibanding dengan hanya
membaca tanpa faham makna. Demikian juga shalat yang akan menjauhkan muslim dari
perbuatan keji dan munkar diawali dengan shalat yang difahami maknanya dan bukan sekedar
ritual saja.
2. Kompetensi Kepribadian
a) Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia.
b) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta
didik dan masyarakat.
c) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa
d) Menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa
percaya diri.
e) Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
3. Kompetensi Sosial
a) Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis
kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi
b) Berkomunikasi secara efektif, empatik,dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
c) berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik,tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
d) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri danprofesi lain secara lisan dan tulisan
atau bentuk lain.
4. Kompetensi Profesional
a) Menguasai materi,struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu.
b) Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar matapelajaran/bidang
pengembangan yang diampu.
c) Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
d) Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan
reflektif.
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan
diri.
بصم هللا الزحمن الزحيم – وعمل الكشف – حاضز ،مىجىد ،غائب؟ أًن فالن؟ -عبارة الخحيت اليىميت –
قف – اجلض – حعمل إلى ألامام – افخاح الكخاب – افخاح هذه الصفحت – اهظز إلى الكخاب! – اهظز إلى
الصبىرة! – اشمع! ،اشخمع! اشخمع جيدا! – اعد – اشأل ،أجب ،قل – اقزأ! – طيب – هيا هقزأ – ارفع
صىجك – وآلان دورك/وآلان أهت – جميعا – بالجماعت
tarkib/gramatika bahasa Arab sebagai berikut:
اشم ؤلاشارة +العلم والاشم اإلافزد ،ضمائز (أها ،أهت ،أهت ،هى ،هي) +العلم والاشم اإلافزد ،الاشخفهام:
من – ما هل ،.ألارقام 11-1والضمائز اإلاخصلت اإلافزدة ،الاشخفهام :أًن ،والجار :في ،.ؤلاشارة للمفزد +
ؤلاشم +الصفاث ،اإلابخدأ والخبر (الجهاث) ،الخبر اإلاقدم واإلابخدأ ،ألافعال اإلاضارعت وأفعال ألامز،
وألافعال اإلااضيت.
Sementara metodologi pembelajaran bahasa Arab, minimal dibelajarkan mengenai berbagai
model praktis pembelajaran kemahiran bahasa dan komponen-komponen bahasa. Termasuk
didalamnya berbagai permainan bahasa yang tepat diterapkan untuk siswa tingkat madrasah
Ibtidaiyah (MI).
PPG untuk Guru MI
Program PPG guru MI prajabatan belum pernah dilakukan. FITK sebagai LPTK dengan
LPTK-LPTK lain dibawah kementrian agama pernah melaksanakan dua kali PPG dalam jabatan.
Namun baru pada materi pendidikan agama islam dan bahasa Arab. Pada PPG pertama semua
kuota yang ada dalam 4 materi pendidikan agama Islam dan bahasa Arab, bahkan ada
penyaringan karena jumlah pendaftar membludak sementara kuota terbatas. Artinya terpenuhi 5
kelas belajar PPG. Sementara di PPG kedua hanya diikuti oleh 4 materi, karena salah satu materi
agama kuotanya tidak mencukupi. Bahkan materi lain pun jumlah peserta perkelas tidak sampai
tiga puluh. Seperti bahasa Arab jumlah pesertanya hanya 25.
Merosotnya ketertarikan guru pada program PPG sendiri disebabkan oleh berbagai
alasan. Diantaranya adalah adanya diskriminasi pelaksanaan PPG dengan PLPG, dimana PPG
full setahun sementara PLPG hanya 9 atau 10 hari. Sementara hasilnya sama-sama mendapatkan
sertifikat profesi pendidik. Alasan lainnya adalah kesulitan madrasah ketika banyak gurunya
setahun full ikut program PPG. Banyak guru yang meninggalkan madrasah setahun dan ujungnya
diberhentikan oleh yayasan meski secara hormat. Belum lagi mencari pengganti untuk hanya
setahun sulit dilakukan, maka jalan terakhirnya adalah mencari guru lain yang menggantikan
guru yang ikut dalam pelaksanakan PPG. Masih banyak alasan lain kenapa PPG hilang daya
tariknya di kalangan guru.
Bagi guru kelas MI, PPG baru akan dilakukan. Lagi-lagi program ini pun mendapat kritik
dari pemerhati PGMI sperti dalam penelitian. Karena dari jurusan luar Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyyah bisa mengikuti program PPG. Sehingga sangat merugikan lulusan PGMI
dan pasti akan berdampak buruk terhadap kualitas pendidikan di Madrasah Ibtidaiyyah. Pada
gilirannya PPG hanya untuk menjadi pelarian para sarjana bukan PGMI, agar bisa mendapatkan
pekerjaan sebagai seorang guru MI setelah mengikuti program PPG selama dua tahun.
Memang ada baiknya PPG merupakan program yang hanya untuk alumni PGMI bukan
alumni jurusan lainnya. Sebagaimana pendidikan profesi yang dilakukan terhadap calon dokter
hanya untuk sarjana program dokter bukan lulusan selainnya. Jika gaya di pendidikan profesi
seperti program dokter maka kualitas pendidikan di Madrasah Ibtidaiyyah akan mendapatkan
angin segar ke depannya.
Kesimpulan
Guru MI adalah guru SD plus agama dan bahasa Arab. Khusus untuk bahasa Arab, guru
MI atau calon guru MI harus punya kemampuan materi khusus untuk siswa MI meski bukan
untuk menjadi guru kelas minimal bisa menjadi guru pengganti dan mampu bahu-membahu
menciptakan lingkungan bahasa Arab sebagai materi tuan rumah di madrasah. Dengan demikian
di jurusan PGMI sangat urgen kiranya menyiapkan alumni PGMI, guru MI dengan kompetensi
guru SD plus guru agama (SKI, Qur‟an Hadits, Fiqh dan Akidah Akhlak) dan bahasa Arab.
Bahkan materi agama dan bahasa Arab sesungguhnya merupakan tuan rumah MI, artinya MI
adalah agama dan bahasa Arab plus SD.
Materi bahasa Arab untuk mahasiswa menurut penulis tidak cukup bahkan kurang hanya
dalam 2 SKS untuk bisa membekali mahasiswa bisa mengajarakan bahasa Arab untuk siswa atau
mencipta lingkungan bahasa Arab di MI. Bahasa Arab yang dimaksud perlu dikemas dalam mata
kuliah khusus, selain mata kuliah bahasa Arab yang saat ini diterima mahasiswa sebanyak 2
SKS. Arah pengembangan silabusnya pun fokus ke pendalaman materi bahasa Arab untuk MI
terdiri dari kosa kata, ungkapan komunikatif dan tarkib. Penulis yakin bahwa MI hanya akan plus
jika kemampuan bahasa Arabnya diperhatikan serius. Jika tidak maka MI tak akan plus dari SD
bahkan bisa jadi dalam bidang umum pun akan dipandang lebih rendah dibanding dengan SD
karena meninggalkan jatidirinya.
Kesimpulan ini juga dapat diintisarikan pertama, yang berhak mengajar bahasa Arab di MI
adalah alumni PBA atau alumni PAI dan PGMI dengan syarat telah dibekali beberapa
kompetensi minimal, Kedua, tujuan pembelajaran bahasa Arab di MI secara umum adalah
menumbuhkan kemampuan serta mencipta sikap positif siswa terhadap bahasa Arab sebagai
sarana untuk mendalami agama Islam langsung dari sumber utamanya, ketiga, lingkungan
bahasa Arab sangat vital dalam memberhasilkan pembelajaran bahasa Arab. Keempat, calon
guru kelas penting untuk diberikan bekal bahasa Arab yang cukup untuk menciptakan
lingkungan bahasa Arab di madrasah (bisa juga bahasa Arab menjadi bagian dari materi tematik
di MI) disamping sebagai guru pengganti bahasa Arab atau bahkan menjadi guru bahasa Arab itu
sendiri. Kelima, silabus bahasa Arab di PGMI disarankan agar diarahkan ke pembelajaran bahasa
Arab di MI plus pendalaman materi bahasa Arab berbasis kurikulum. Dengan itu semoga ke
depan MI semakin jaya dan berkontribusi bagi masa depan bangsa.
Sumber Bacaan
Matsan HS, Moh. dan Raswan, Evaluasi Pembelajaran Bahasa Arab I, Jakarta: UIN Press, 2015.
Murtadho, Nurul, Pengembangan Model E-Learning Bahasa Arab Berbasis Riset, disampaikan
pada Studium General Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, FITK UIN Jakarta, Rabu, 15
April 2015.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 0001512 tahun 2013 tentang Kurikulum
Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
Standar Isi K.13_Lamp. SK-Dirjen-No.2676-2013.KI-KD-PAI 2013 rivised16Juni2014.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional