Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara
berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi
dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan
dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi
keberhasilan pembangunan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan cara membandingkan, misalnya untuk ukuran
nasional, Gross National Product (GNP), tahun yang sedang berjalan dengan tahun sebelumnya.
Teori dibangun berdasarkan pengalaman empiris, sehingga teori dapat dijadikan sebagai dasar untuk
memprediksi dan membuat suatu kebijakan. Terdapat beberapa teori yang mengungkapkan tentang
konsep pertumbuhan ekonomi, secara umum teori tersebut sebagai berikut:
1. Teori Klasik
a. Adam Smith
Teori Adam Smith beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi sebenarnya bertumpu pada
adanya pertambahan penduduk. Dengan adanya pertambahan penduduk maka akan terdapat
pertambahan output atau hasil. Teori Adam Smith ini tertuang dalam bukunya yang berjudul An
Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.
b. David Ricardo
Ricardo berpendapat bahwa faktor pertumbuhan penduduk yang semakin besar sampai menjadi
dua kali lipat pada suatu saat akan menyebabkan jumlah tenaga kerja melimpah. Kelebihan
tenaga kerja akan mengakibatkan upah menjadi turun. Upah tersebut hanya dapat digunakan
untuk membiayai taraf hidup minimum sehingga perekonomian akan mengalami kemandegan
(statonary state). Teori David Ricardo ini dituangkan dalam bukunya yang berjudul The Principles
of Political and Taxation.
2. Teori Neoklasik
a. Robert Solow
Robert Solow berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan yang
bersumber pada manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi modern dan hasil atau output.
Adapun pertumbuhan penduduk dapat berdampak positif dan dapat berdampak negatif. Oleh
karenanya, menurut Robert Solow pertambahan penduduk harus dimanfaatkan sebagai sumber
daya yang positif. Dalam memproduksi output, faktor modal dan tenaga kerja bisa
dikombinasikan dalam berbagai model kombinasi. Sehingga, bisa dituliskan dalam rumus
sebagai berikut:
Q = ƒ (C.L)
Keterangan:
Q = Jumlah output yang dihasilkan
f = Fungsi
C = Capital (modal sebagai input)
L = Labour (tenaga kerja, sebagai input)
Rumus di atas menyatakan bahwa output (Q) merupakan fungsi dari modal (C) dan tenaga kerja
(L). Ini berarti tinggi rendahnya output tergantung pada cara mengkombinasikan modal dan
tenaga kerja.
(yang berikut penjelasan yang labiah panjangnyo Tarie…) tasarah tarie nio masuakkan yang ma.
Sumber: http://www.kompasiana.com/dzulfiansyafrian/model-pertumbuhan-ekonomi-harrod-
domar-dan-solow-sebuah-perbandingan-dan-studi-empiris_5500d6b0a3331130725122a6
Model Solow sebagai salah satu model pertumbuhan ekonomi memberikan analisis statis
bagaimana keterkaitan antara akumulasi modal, pertumbuhan populasi penduduk, dan
perkembangan teknologi serta pengaruh ketiganya terhadap tingkat produksi output. Model ini
memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa perekonomian di suatu negara bisa tumbuh
lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi di negara lain.
Sebelum menganalisis lebih dalam, kita perlu mengetahui asumsi-asumsi yang digunakan dalam
model Solow. Selanjutnya, asumsi-asumsi tersebut akan kita lepas satu per satu untuk melihat
bagaimana dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara.
1. Akumulasi Modal
Asumsi pertama model Solow adalah dengan menganggap tidak ada perubahan pada
angkatan kerja dan teknologi ketika terjadi proses akumulasi modal dalam perekonomian di
suatu negara. Proses akumulasi modal ini nantinya hanya ditentukan oleh penawaran dan
permintaan terhadap barang
a. Penawaran terhadap Barang dan Fungsi Produksi
Dalam model Solow, output bergantung pada persediaan modal dan jumlah tenaga
kerja. Hal ini dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
Y = ƒ (K, L)
zY = ƒ (zK, zL)
Untuk memudahkan analisis, kita nyatakan seluruh variabel dalam perekonomian per
tenaga kerja atau dengan mengganti nilai z dengan 1/L. Dengan demikian, diperoleh :
Y/L = (K/L, 1)
Y = ƒ(k)
Persamaan di atas menunjukkan jumlah output per tenaga kerja adalah fungsi dari
jumlah modal per tenaga kerja.
Untuk setiap modal ‘k’, fungsi di atas menunjukkan berapa banyak output yang
diproduksi dalam perekonomian. Dari fungsi produksi di atas, jika kita derivasikan satu
kali, akan diperoleh marginal product of capital (MPK) yang didefinisikan sebagai
seberapa banyak output tambahan yang dihasilkan oleh seorang pekerja ketika
mendapatkan satu unit modal tambahan. Secara matematis :
MPK = ƒ(k+1) – ƒ(k)
Dari persamaan ini ketika nilai ‘k’ rendah, rata-rata pekerja hanya memiliki sedikit modal
untuk bekerja, sehingga satu unit modal tambahan akan begitu berguna dan dapat
memproduksi output tambahan lebih banyak. Ketika nilai ‘k’ tinggi, rata-rata pekerja
memiliki banyak modal, sehingga satu unit tambahan modal hanya akan sedikit
menghasilkan output tambahan.
b. Permintaan terhadap Barang dan Fungsi Konsumsi
Peranan permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan
investasi. Dengan kata lain, output per pekerja merupakan jumlah dari konsumsi per
pekerja dan investasi per pekerja.
y=c+i
Dalam model Solow, diasumsikan setiap tahun seseorang akan menabung sebagian dari
pendapatan mereka sebesar ‘s’ dengan nilai given dan mengkonsumsi sebesar (1-s) dari
pendapatan mereka. Dengan demikian, kita bisa menyatakan gagasan ini dalam bentuk
fungsi konsumsi sederhana, yaitu :
c = (1-s) y
Y = (1-s) y + i
Untuk melihat pengaruh fungsi konsumsi ini terhadap investasi, kita substitusikan
persamaan di atas ke dalam identitas perhitungan pendapatan nasional, sehingga
diperoleh lah bahwa tingkat investasi sama dengan tabungan. Jadi secara tidak
langsung, tingkat tabungan ‘s’ menunjukan seberapa besar bagian output yang
dialokasikan untuk investasi.
y = (1-s) y + i
i = sy
c. Investasi dan Depresiasi
Seiring dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi, persediaan modal akan mengalami
perubahan. Perubahan ini dapat bersumber dari dua hal : investasi dan depresiasi.
Investasi berupa perluasan usaha dan penambahan modal, sedangkan depresiasi
mengacu pada penggunaan modal sehingga persediaan modal berkurang.
i = s.ƒ(k)
Persamaan di atas mengaitkan persediaan modal ‘k’ yang dimiliki dengan akumulasi
modal ‘i’ baru. Untuk memasukkan depresiasi ke dalam model, kita asumsikan bahwa
sebagian dari persediaan modal menyusut setiap tahun sebesar δ (tingkat depresiasi).
Dengan demikian, kita bisa menyatakan dampak investasi dan depresiasi terhadap
persediaan modal ke dalam bentuk persamaan :
∆k = s.ƒ(k) – δk
∆k = i – δk
Dimana ∆k menunjukkan perubahan persediaan modal antara satu tahun tertentu ke
tahun berikutnya. Dari persamaan di atas, kita mengetahui bahwa semakin tinggi
persediaan modal, maka semakin besar jumlah output dan investasi. Namun, semakin
tinggi persediaan modal, maka semakin besar pula jumlah depresiasinya. Ketika
perekonomian berada di dalam kondisi tertentu, yakni pada saat jumlah investasi sama
dengan jumlah depresiasi, persediaan modal dalam perekonomian dinyatakan dalam k*
(saat ∆k = 0).
Kondisi ini disebut steady state level of capital, dimana persediaan modal ‘k’ dan output
‘f(k)’ berada dalam kondisi mapan sepanjang waktu (tidak akan bertumbuh ataupun
menyusut). Kita juga dapat mengetahui berapa tingkat modal per pekerja pada kondisi
steady state dengan menggunakan persamaan di atas. Kondisi steady state ini, dengan
kata lain, menunjukkan ekuilibrium perekonomian di jangka panjang.
d. Pengaruh Tabungan Terhadap Pertumbuhan
Model Solow menunjukkan bahwa tingkat tabungan adalah determinan penting dari
persediaan modal pada kondisi steady-state. Dengan kata lain, jika tingkat tabungan
tinggi, maka perekonomian akan mempunyai persediaan modal yang besar dan tingkat
ouput yang tinggi, serta sebaliknya. Dasar dari model Solow inilah yang kemudian
banyak dikaitkan dengan kebijakan fiskal. Defisit anggaran yang terjadi terus-menerus
dapat mengurangi tabungan nasional dan menyusutkan kemampuan berinvestasi.
Konsekuensi dalam jangka panjang, yakni rendahnya persediaan modal dan pendapatan
nasional.
Dalam kaitannya dengan tingkat pertumbuhan, menurut Solow, tingkat tabungan yang
lebih tinggi hanya akan meningkatkan pertumbuhan untuk sementara sampai
perekonomian mencapai kondisi steady-state baru yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Jika perekonomian mempertahankan tingkat tabungan yang tinggi, maka hal itu hanya
akan mempertahankan persediaan modal yang besar dan tingkat output yang tinggi
tanpa mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi.
e. Tingkat Modal Golden-Rule
Ketika pembuat kebijakan menentukan kondisi steady-state yang ingin dicapai dalam
perekonomian, maka hal itu haruslah ditujukan untuk memaksimalkan kesejahteraan
individu yang membentuk masyarakat. Individu tidak akan mempermasalahkan jumlah
modal dalam perekonomian atau jumlah output yang dihasilkan. Individu hanya akan
peduli pada jumlah barang dan jasa yang dapat mereka konsumsi. Dengan kata lain,
pembuat kebijakan harus memilih kondisi steady-state dengan tingkat konsumsi
tertinggi. Nilai kondisi steady-state yang memaksimalkan tingkat konsumsi ini disebut
tingkat modal kaidah emas atau golden rule level of capital dan dinyatakan dengan
‘k*emas’.
2. Pertumbuhan populasi
Model solow menunjukkan bahwa akumulasi modal tidak bisa menjelaskan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan. Tingkat tabungan yang tinggi menyebabkan pertumbuhan
yang tinggi hanya secara temporer, tetapi pada akhirnya perekonomian akan mendekati
kondisi steady-state dimana jumlah modal dan tingkat output konstan. Agar model Solow
bisa menjelaskan bagaimana pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dapat terjadi, maka
diperlukan perluasan asumsi – yakni adanya pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi.
Model solow menunjukkan bahwa akumulasi modal tidak bisa menjelaskan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan. Tingkat tabungan yang tinggi menyebabkan pertumbuhan
yang tinggi hanya secara temporer, tetapi pada akhirnya perekonomian akan mendekati
kondisi steady-state dimana jumlah modal dan tingkat output konstan. Agar model Solow
bisa menjelaskan bagaimana pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dapat terjadi, maka
diperlukan perluasan asumsi – yakni adanya pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi.
Asumsi yang paling sederhana tentang kemajuan teknologi adalah bahwa kemajuan
teknologi menyebabkan efisiensi tenaga kerja E tumbuh pada tingkat konstan ‘g’, dimana ‘g’
adalah tingkat kemajuan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja (labor-augmenting
technological progress). Karena angkatan kerja L tumbuh pada tingkat n dan efisiensi dari
setiap unit tenaga kerja E tumbuh pada tingkat g, maka jumlah pekerja efektif L x E tumbuh
pada tingkat n + g.
c* = ƒ(k*) – (δ + n + g)*
b. Harrord Domar
Teori ini dikembangkan oleh Sir Roy F. Harrod dan Evsey Domar. Teori ini merupakan
perkembangan dari teori Keynes. Dengan dasar pemikiran bahwa analisis yang dilakukan oleh
Keynes dianggap kurang engkap karena tidak membicarakan masalah-masalah ekonomi jangka
panjang, Harrod-Domar mencoba untuk menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar
perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang dengan mantap (steady
growth).
(iko yang panjang lebar nyo tari mengenai teori harod domar)
Sumber: http://www.kompasiana.com/dzulfiansyafrian/model-pertumbuhan-ekonomi-harrod-
domar-dan-solow-sebuah-perbandingan-dan-studi-empiris_5500d6b0a3331130725122a6
Berdasarkan pada asumsi diatas kita memperoleh bahwa tabungan harus sama dengan total
investasi (S=I), dimana;
S=s.Y=k.
∆Y=∆K=I atau,
s.Y=k.∆Y atau
K/Y
pada persamaan di atas menunjukkan tingkat perubahan output (persentasi dari perubahan
output). Tingkat pertumbuhan output ditentukan secara bersama oleh rasio tabungan (s)
dan rasio modal-output (COR=k).
http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-makro/indikator-pertumbuhan-ekonomi-suatu-negara/
Pertumbuhan ekonomi atau economic growth adalah pertambahan pendapatan nasional agregatif
atau pertambahan output dalam periode tertentu, misal satu tahun. Atau dengan kata lain,
pertumbuhan ekonomi menunjukkan peningkatan kapasitas produksi barang dan jasa secara fisik
dalam kurun waktu tertentu.
Setiap Negara akan selalu berusaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal untuk
membawa bangsanya kepada kehidupan yang lebih baik. Setiap pemerintahan akan mengukur
keberhasilan perekonomian Negaranya dengan berbagai metode atau indicator yang paling
representative terhadap perubahan perekonominya. Hal ini tentunya untuk mengetahui unjuk
kerja elemen pemerintahan dan semua pihak yang berkepentingan.
Indicator pertama yang umum digunakan diberbagai Negara untuk menilai perkembangan
ekonomi adalah perubahan pendapatan nasional riil dalam jangka waktu panjang. Pendapatan
nasional riil menunjukkan output secara keseluruhan dari barang-barang jadi dan jasa suatu
Negara.
Negara dikatakan tumbuh ekonominya jika pendapatan nasional riil-nya naik dari periode
sebelumnya. Tingkat petumbuhan ekonomi dihitung dari pertambahan pendapatan nasional riil
yaitu Produk Nasional Bruto riil yang berlaku dari tahun ke tahun.
Contoh Aplikasi:
Jika pada tahun 2011 Produk Nasional Bruto riil bernilai 150 trilyun rupiah dan pada tahun 2012
menjadi 160 trilyun rupiah, berapa tingkat pertumbuhan ekonomi negara tersebut pada tahun
2012 ?
= 6,67 %
Indicator kedua yang dapat digunakan untuk menilai perkembangan ekonomi adalah pendapatan
riil per kapita dalam jangka waktu panjang. Ekonomi suatu Negara dikatakan tumbuh jika
pendapatan masyarakat nya meningkat dari waktu kewaktu.
Contoh Aplikasi:
Pada tahun 2011 jumlah penduduk suatu Negara adalah 15 juta dengan nilai Produk Nasional
Bruto Riil-nya Rp 150 trilyun. Satu tahun kemudian, pada tahun 2012 jumlah penduduknya
bertambah menjadi 15,5 juta dan nilai Produk Nasional Bruto Riil-nya sebesar Rp 160 trilyun.
Hitung perubahan pendapatan per kapitanya.
Tingkat pendapatan per kapita 2011 = Rp 150 trilyun/15 juta = Rp 10,00 juta
Tingkat pendapatan per kapita 2012 = Rp 160 trilyun/15,5 juta = Rp 10,323 juta
= 3,23 %
Kesejahteraan Penduduk
Indicator ketiga yang juga digunakan untuk mengukur perkembangan ekonomi adalah nilai
kesejahteraan penduduknya. Terjadi peningkatan kesejahteraan material yang terus-menerus dan
berjangka panjang. Hal ini dapat ditinjau dari kelancaran distribusi barang dan jasa. Distribusi
yang lancar menunjukkan distribusi pendapatan per kapita pada seluruh wilayah Negara.
Peningkatan kesejateraan terjadi secara merata pada seluruh kawasan. Tingkat kesejahteraan
dapat pula diukur dengan pendapatan riil per kapita.
Contoh Aplikasi:
Jumlah penduduk usia kerja pada suatu Negara adalah 15 juta, dan yang dianggap sebagai
angkatan kerja adalah 9 juta. Sebanyak 8 juta di antara angkatan kerja tersebut memiliki
perkerjaan. Hitung tingkat partisipasi angkata kerja dan tingkata pengangguran Negara tersebut.
Suatu Negara dipandang sudah mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh atau
kesempatan kerja penuh apabila tingkat pengagguran kurang daripada empat persen.
Pustaka:
1. Sukirno. S, 2008,” Makroekonomi, Teori dan Pengantar”, RajaGrafindo Persada, Edisi 3, Jakarta.
2. Hanafi. M. M., 2003,”Manajemen Keuangan Internasional”, BPFE, Yogyakarta.