Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Tulisan Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan Konseling
Sosial

PERILAKU DALAM KELOMPOK, GENDER DAN PERILAKU


MENOLONG

Dosen Pengampu: Nova Erlina, S.IQ. M. Ed.

Disusun Oleh:

1. Ilham Ferdi Pratama (2211080211)


2. Desi Eftiana (2211080023)
3. Elma Mauli K. (2211080034)
4. Salsabila Sani (2211080092)
5. Tsabita Allaiya R. (2211080115)
6. Zahra Afi Ma. (2211080124)

Kelas/Kelompok: A/4

PRODI BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN RADEN INTAN LAMPUNG

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan. Dalam menyusun makalah
ini guna memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Konseling Sosial yang berjudul
“Prilaku dalam Kelompok, Gender dan Perilaku menolong” Sehingga Makalah
ini dapat kami selesaikan dengan baik.

Kemudian shalawat beserta salam semoga selalu terlimpah curahkan kepada


baginda tercinta Nabi Muhammad SAW yang mudah-mudahan kita selaku umat-
Nya mendapat syafa’atul ‘uzma-Nya dihari kiamat kelak. Atas tersusunnya
makalah ini, kami ucapkan terima kasih kepada ibu Nova Erlina, S.IQ. M. Ed
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terlalu banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami harap kritik dan saran yang membangun agar
sekiranya penyusunan makalah ini kurang baik akan bisa menjadi lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca, memahami dan
mengamalkannya

Bandar Lampung, 29 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN KATA PENGANTAR ........................................................... ii

HALAMAN DAFTAR ISI .......................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Perilaku Dalam Kelompok ................................................................ 2


B. Gender .............................................................................................. 7
C. Perilaku Menolong ............................................................................ 14

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ......................................................................................... 19
B. Saran ............................................................................................... 19

DAFTAR RUJUKAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perilaku memiliki definisi yang luas. Perilaku dapat diartikan
tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan
yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Perilaku juga diartikan sebagai
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar
salah satunya lingkungan Organisasi. Implementasi rencana organisasi
sangat tergantung kepada karakteristik individu yang terdapat dalam
organisasi. Organisasi perlu memahami lebih jauh karakteristik dan sikap
serta perilaku dari setiap individu.
Pada dasarnya semua orang sepakat bahwa perempuan dan laki-laki
berbeda. Pembedaan yang terbentuk dalam masyarakat tidak terjadi secara
alamiah, akan tetapi terkonstruksi sudah sejak lama. Tolong menolong
sesama manusia merupakan sunnatullah yang tidak dapat dihindari. Setiap
manusia bebas dalam hal memilih mata pencarian yang dikehendaki dan
akan memperoleh bagian atas usahanya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Perilaku Dalam Kelompok?
2. Bagaimana Konsep Gender?
3. Bagaimana Konsep Perilaku Menolong?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Konsep Perilaku Dalam Kelompok.
2. Untuk Mengetahui Konsep Gender.
3. Untuk Mengetahui Konsep Perilaku Menolong.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perilaku Dalam Kelompok


1. Prilaku Ditengah-Tengah Orang Lain
Menurut Sopiah untuk dapat memahami perilaku individu
dengan baik, terlebih dahulu kita harus memahami karakteristik
yang melekat pada indvidu. Adapun karakteristik yang dimaksud
adalah ciri-ciri biografis, kepribadian, persepsi dan sikap. Kast dan
James, mengemukakan perilaku adalah cara bertindak, ia
menunjukkan tingkah laku seseorang. Pola perilaku adalah mode
tingkah laku yang dipakai seseorang dalam melaksanakan kgiatan-
kegiatannya. Dikatakan bahwa proses perilaku serupa untuk semua
individu, walaupun pola perilakunya mungkin berbeda. Ada 3
asumsi yang saling berkaitan mengenai perilaku manusia, yakni: 1)
perilaku itu disebabkan (caused), 2) perilaku itu digerakkan
(motivated), 3) perilaku itu ditunjukan pada sasaran. Ketiga unsur
ini saling terkait dalam modal dasar perilaku individu dan berlaku
kepada siapa dan kapan saja. Setiap individu berperilaku ketika ada
ransangan dan memiliki sasaran tertentu. Perialku ke arah sasaran,
timbul karena ada ransangan dan semua perilaku ada penyebabnya.
Yang pokok dalam proses ini adalah jarak antara kondisi sekarang
dengan kondisi yang diinginkan dan perilaku yang timbil untuk
menutup jarak itu. Ransangan disaring melalui system keinginan
atau kebutuhan yang mungkin bermacam-macam bentuknya. 1
Seseorang memahami lingkungannya dalam hubungannya
dengan pengalaman masa lalu dan kebutuhannya. Memahami
lingkungan adalah suatu proses yang aktif dimana seseorang
mencoba membuat lingkungannya itu mempunyai arti baginya.
Proses yang aktif melibatkan seseorang individu mengakui secara

1
Siti Rodiah, Ulfiah Ulfiah, And Bambang Samsul Arifin, ‘Perilaku Individu Dalam
Organisasi Pendidikan’, Islamika, 4.1 (2022), 108.

2
selektif aspek-aspek yang berbeda dari lingkungan, menilai apa
yang dilihatnya dalam hubungannya dengan pengalaman masa lalu,
dan mengevaluasi apa yang dialami dalam kaitannya dengan
kebutuhan-kebutuhannya dan nilainilainya. Oleh karena kebutuhan-
kebutuhan dan pengalaman seseorang itu seringkali berbeda
sifatnya, maka persepsi terhadap lingkungan juga akan berbeda.
2. Ciri Dasar Kelompok
a. Para anggota kelompok trsebut sangat tertarik pada
kelompok, dan mereka bersikap loyal terhadap anggota-
anggotanya dan termasuk didalamnya pihak pimpinan
kelompok.
b. Para anggota dan pemimpin kelompok tersebut memiliki
kepercayaan dan keyakinan tinggi pada diri mereka masing-
masing.
c. Nilai-nilai dan tujuan-tujuan kelompok merupakan suatau
integrasi da ekspresi dari nilai-nilai relevan dan kebutuhan-
kebutuhan anggotanya.
d. Seluruh aktivitas interaksi, pemecahan masalah,
pengambilan keputusan kelompok tersebut berlangsung
dalam suasana saling bantu membantu. Saran-saran,
komentar, ide-ide, informasi kritik semuanya disajikan
dengan tujuan saling membantu kelompok.
e. Kelompok yang bersangkutan amat bergairah untuk
mengembangkan potensi penuh para anggotanya.
f. Kelompok tersebut memahami nilai konformitas yang
bersifat konstruktif dan diketahui kapan hal itu akan
digunakan untuk maksud tertentu.
g. Terdapat motivasi kuat diantara masing-masing anggota
kelompok untuk berkomunikasi penuh dan jujur,
sehubungan dengan informasi yang bersifat relevan dan
bernilai bagi aktivitas-aktivitas kelompok tersebut.

3
h. Para anggota memiliki perasaan pasti dalam pengambilan
keputusan yang oleh mereka dianggap tepat.
3. Kinerja Kelompok
Kelompok merupakan dua orang (atau lebih) yang
berinteraksi secara bebas dengan norma dan tujuan bersama dan
identitas bersama. Menurut Dishon and O‟Leary kerja kelompok
adalah group of two five students who are tied together by a common
purpose to complete a task and to include every group members atau
yang berarti "sekelompok yang terdiri atas dua atau lebih individu
yang terikat satu sama lain yang didasarkan atas tujuan bersama
untuk menyelesaikan tugas tertentu dengan melibatkan peran setiap
anggotanya".Kerja kelompok bagaikan sebuah kelompok pemain
musik yang saling bekerja sama sehingga menimbulkan suatu bunyi
musik yang indah. Bila salah seorang pemain keliru dalam
memainkan alat musiknya maka akan menimbulkan disharmoni.
Kerja kelompok ini dikatakan berhasil apabila mereka bisa
mengesampingkan sikap kompetisi dan berkonsentrasi pada
perbedaan pandangan dan keahlian untuk mengatasi hambatan-
hambatan atau tantangan dengan cepat. Dapat disimpulkan, bahwa
teamwork atau kerja kelompok ialah dua orang atau lebih yang
berkumpul membentuk kelompok sesuai dengan kemampuan,
talenta, pengalaman dan latar belakang yang berbeda yang
berkumpul bersama-sama untuk mencapai satu tujuan dalam satu
kegiatan atau lebih.
4. Pengertian Keputusan Kelompok
Pengambilan keputusan sering dijelaskan sebagai tindakan
memilih di antara beberapa kemungkinan. Tetapi ungkapan itu
terasa sangat disederhanakan secara berlebihan. Pengambilan
keputusan adalah suatu proses lebih pelik dari sekedar memilih di
antara beberapa kemungkinan.
Banyak perdebatan muncul saat menentukan efektivitas
pengambilan keputusan secara individu atau kelompok. Secara

4
kelompok biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai
keputusan dibandingkan secara individu, tetapi mengikut-sertakan
spesialis dan ahli menguntungkan karena interaksi di antara mereka
akan menghasilkan keputusan yang lebih baik. Pada kenyataannya,
banyak para peneliti menyatakan bahwa keputusan konsensus
dengan lima atau lebih peserta lebih unggul dibanding secara
individu, pengumpulan suara terbanyak dan keputusan memimpin
kelompok.
Keputusan tertentu tampaknya memang menjadi lebih baik
jika dibuat oleh kelompok, sementara hal lain lebih cocok jika dibuat
oleh individu. Keputusan tidak terprogram lebih cocok jika dibuat
oleh kelompok. Curahan bakat biasanya dibuat oleh manajer puncak
karena begitu pentingnya keputusan ini.
Hal-hal berikut ini berhubungan dengan proses kelompok saat
membuat keputusan tak terprogram, yaitu:
a. Penetapan tujuan: kelompok lebih unggul dibandingkan
individu sebab kelompok memiliki pengetahuan lebih
banyak dibandingkan individu.
b. Identifikasi alternatif: usaha individu sebagai bagian dari
anggota kelompok akan merangsang pencarian lebih luas
diberbagai area fungsional di organisasi.
c. Evaluasi alternatif: pertimbangan kolektif dari kelompok
dengan berbagai sudut pandang lebih unggul dibanding
individu.
d. Memilih alternatif: interaksi kelompok dan pencapaian
konsensus biasanya menghasilkan penerimaan resiko lebih
besar dibanding individu. Keputusan kelompok juga
biasanya lebih dapat diterima sebagai hasil dari partisipasi
bersama.
e. Implementasi keputusan: dibuat oleh kelompok atau tidak,
penyelesaian biasanya dilakukan oleh seorang saja manajer.

5
Individu bertanggungjawab untuk implementasi keputusan
kelompok.
f. Suasana yang memungkinkan berkembangnya kreativitas
mesti dibina karena kelompok lebih cocok dibanding
individu untuk keputusan tidak terprogram. Pengambilan
keputusan kelompok mirip dengan sumbangsaran. Diskusi
mesti mengalir dan spontan, semua anggota harus
berpartisipasi dan evaluasi awal mesti dihindarkan atas
gagasan masing-masing anggota untuk mendorong
partisipasi.
Pada beberapa contoh, pengambilan keputusan kelompok lebih
disukai dibanding individu. Kebutuhan dan keuntungan
pengambilan keputusan kelompok telah diketahui, tetapi sejumlah
masalah dapat juga muncul. Dibutuhkan teknik khusus untuk
meningkatkan keuntungan pengambilan keputusan kelompok
sambil mengurangi masalah yang muncul.
5. Interaksi Kelompok: Kompetisi Vs Kerjasama
Teori kerjasama dan kompetisi menyatakan bahwa dalam situasi
kerjasama tindakan karyawan satu dengan karyawan lainnya akan
saling menunjang untuk mencapai tujuan bersama, dan sebaliknya
dalam situasi persaingan, karyawan satu dengan karyawan lain akan
saling bersaing dalam mencapai tujuan. Kedua kondisi berbeda ini
akan menciptakan suatu kinerja yang berbeda. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh John M. Tauer (2004) yang menguji efek dari
kerjasama dan kompetisi terhadap kinerja menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan kinerja secara signifikan antara partisipan yang
diberi penugasan secara individu dengan partisipan yang diberi
penugasan secara berkelompok.
Teori kerjasama dan kompetisi pertama kali dikemukakan oleh Kurt
Lewin yang kemudian dikembangkan oleh Deutsch (1949), teori ini
mengemukakan 2 kondisi model penugasan yang berbeda dari
bentuk kerjasama dan persaingan. Pada kondisi model penugasan

6
kerjasama individu satu dengan individu lain akan bekerja secara
bersama saling menunjang satu sama lain untuk mencapai tujuan
berbeda dengan kondisi penugasan persaingan dimana individu satu
dengan individu lain akan bersaing untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan.2
6. Kepemimpinan
Menurut Kadarusman kepemimpinan (Leadership) dibagi tiga,
yaitu: (1) Self Leadership; (2) Team Leadership; dan (3)
Organizational Leadership. SelfLeadership yang dimaksud adalah
memimpin diri sendiri agar jangan sampai gagal menjalani hidup.
kepemimpinan merupakan suatu kegiatan untuk memengaruhi
orang lain. Kepemimpinan merupakan suaru proses untuk
memengaruhi aktivitas kelompok. Kepemimpinan merupakan
kemampuan memeroleh kesepakatan pada tujuan bersama.
Kepemimpinan adalaah suatu upaya untuk mengarahkan orang lain
untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan adalah sebuah
hubungan yang saling memengaruhi antara pemimpin dan
pengikutnya. Walaupun cukup sulit menggeneralisir, pada
prinsipnya kepemimpinan (leadership) berkenaan dengan seseorang
memengaruhi perilaku orang lain untuk suatu tujuan. Tapi bukan
berarti bahwa setiap orang yang memengaruhi orang lain untuk
suatu tujuan disebut pemimpin. 3
B. Gender
1. Stereotip Gender
Gender dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana individu
yang lahir secara biologis sebagai laki-laki dan perempuan yang
kemudian memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan
perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan feminitas yang

2
Yudi Hartono And Monika Palupi M, ‘Jurnal Akuntansi Dan Pajak Pengaruh Kompetisi
Dan Kerjasama Terhadap Kinerja Individu Dengan Iklim Kepedulian Sebagai Variabel Mediasi
Serta Informasi Kinerja Relatif Sebagai Variabel Moderasi Jurnal Akuntansi Dan Pajak’, 23.1949,
1–13.
3
Fridayana Yudiaatmaja, ‘Kepemimpinan: Konsep, Teori Dan Karakternya’, Media
Komunikasi Fis, Iv.2 (2013), 29–38 .

7
sering didukung oleh nilai- nilai atau sistem dan simbol di
masyarakat yang bersangkutan. Istilah gender seringkali tumpang
tindih dengan seks (jenis kelamin), padahal dua kata tersebut
memiliki makna yang berbedad. Seks merupakan pensifatan atau
pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara
biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu.
Salah satu jenis stereotype bersumber dari pandangan
gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin yang
bersumber dari pendangan (streotype) yang dilekatkan pada mereka.
Ada berbagai cara untuk memandang perkembangan gender.
Beberapa menekankan faktor biologis dalam perilaku laki-laki dan
perempuan yang lain menekankan faktor sosial atau kognitif.
Menurut LeDoux pendekatan biologis menjelaskan perbedaan
dalam otak perempuan dan laki-laki. Satu pendekatan berfokus pada
perbedaan antara perempuan dan laki-laki di dalam corpus
collosum, sekumpulan sel saraf yang menggabungkan dua belahan
otak. Corpus collosum pada perempuan lebih besar daripada pada
laki-laki dan ini menjelaskan mengapa perempuan lebih sadar
dibandingkan dengan laki- laki tentang emosi mereka sendiri dan
emosi orang lain. Ini terjadi karena otak kanan mampu meneruskan
lebih banyak informasi tentang emosi ke otak kiri. Bagian otak yang
terlibat dalam pengungkapan emosional menunjukkan lebih banyak
aktivitas metabolis pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
Selain itu, bagian lobus parietal (salah satu cuping otak di bagian
ujung kepala) yang berfungsi dalam keterampilan visual dan ruang
pada laki-laki, lebih besar daripada Perempuan.
Stereotype sering kali negatif dan bisa dikemas dalam
prasangka dan diskriminasi. Seksisme (sexism) adalah prasangka
dan diskriminasi terhadap satu individu karena jenis kelamin
seseorang. Seseorang yang mengatakan bahwa wanita tidak bisa
menjadi insinyur yang kompeten, sedang mengungkapkan seksisme.
Begitu pula seseorang yang mengatakan bahwa pria tidak bisa

8
menjadi guru anak-anak yang kompeten. Kontroversi Gender
mengungkapkan beberapa perbedaan substansial dalam kemampuan
fisik, keterampilan membaca dan menulis, agresi, dan pengaturan
diri, hanya ada sedikit perbedaan dalam kemampuan matematika,
dan ilmu pengetahuan. Buss (2007, hlm. 505) berpendapat bahwa
perbedaan gender itu luas dan disebabkan oleh masalah-masalah
adaptif yang dihadapi sepanjang sejarah evolusioner. Dalam
tinjauan terkini, menemukan hasil dari 44 meta- analisis perbedaan
dan persamaan gender. Sebagian besar bidang, termasuk
kemampuan matematika, komunikasi, dan agresi, ditemukan sedikit
perbedaan gender. Perbedaan terbesar muncul pada keterampilan
motorik dan agresi fisik (pria lebih agresif secara fisik daripada
wanita).
Ketidakberdayaan perempuan adalah sebagai akibat dari
konstruksi sosial yang selama ini menempatkan perempuan pada
kedudukan yang subordinat, memberikan nilai yang kurang berarti
bagi apa yang dikerjakannya. Stereotype perempuan dengan segala
feminitasnya dan penggunaan perasaan ketimbang rasio menjadi
salah satu paling diunggulkan untuk mematahkan semangat
perempuan dalam ilmu pengetahuan. Ilmu eksakta yang
mementingkan rasionalitas dijauhkan dari perempuan. Perempuan
dipaksa untuk lebih tertarik pada ilmu sosial dan urusan domestik.
Semua ini tidak terlepas dari konstruksi kerja berdasarkan jenis
kelamin (sexbased division of labor). Di bidang reproduksi,
ketidakberdayaan itu terlihat dari hubungan yang tidak berimbang
antara laki- laki dan perempuan dalam hal seksual dan reproduksi,
seperti tercermin dalam kasus pemaksaan hubungan kelamin,
pemerkosaan, istri/perempuan yang berisiko tinggi terkena HIV-
AIDS, dan penyakit-penyakit lain yang ditularkan melalui hubungan
seksual sebagai akibat dari kehamilan yang tidak diinginkan, bahkan
bermacam-macam cara berkeluarga berencana hampir seluruhnya
ditujukan untuk perempuan.

9
Berdasarkan uraian tersebut, stereotype merupakan
generalisasi dari kelompok kepada orang-orang di dalam kelompok.
Stereotype adalah pemberian sifat tertentu terhadap sesorang
berdasarkan kategori yang bersifat subjektif hanya karena dia
berasal dari kelompok lain. Stereotype didasarkan pada penafsiran
yang kita hasilkan atas dasar cara pandang dan latar belakang
budaya. Dekonstruksi sosial dan reorientasi diperlukan untuk
merubah pemahaman hubungan gender seperti yang selama ini
disosialisasikan. Orientasi baru dalam pemahaman hubungan gender
yang harus disosialisasikan secara luas adalah hubungan gender
yang seimbang dan harmonis, hubungan kemitraan antara laki-laki
dan perempuan. Hubungan kemitraan ini memungkinkan terjadinya
hubungan persamaan dan hubungan saling menghormati antar jenis
kelamin, yang tercermin juga dalam perilaku seksual yang
bertanggung jawab. Hubungan yang seimbang dan kemitraan juga
berarti dapat menjamin, baik laki-laki maupun perempuan terhadap
akses informasi, pendidikan, dan sebagainya.
2. Gender Dan Diri
Secara etimologis kata ‘gender’ berasal dari bahasa Inggris
yang berarti 'jenis kelamin'. Kata ‘gender’ bisa diartikan sebagai
‘perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dalam hal
nilai dan perilaku. Secara terminologis, ‘gender’ bisa didefinisikan
sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki- laki dan perempuan.
Definisi lain tentang gender dikemukakan oleh Elaine Showalter.
Menurutnya, ‘gender’ adalah pembedaan laki-laki dan perempuan
dilihat dari konstruksi sosial budaya. 4 Gender bisa juga dijadikan
sebagai konsep analisis yang dapat digunakan untuk menjelaskan
sesuatu. Lebih tegas lagi disebutkan dalam Women’s Studies
Encyclopedia bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang
dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan

4
Feryna Nur Rosyidah And Nunung Nurwati, ‘Gender Dan Stereotipe: Konstruksi Realitas
Dalam Media Sosial Instagram’, Share : Social Work Journal, 9.1 (2019), 10
<Https://Doi.Org/10.24198/Share.V9i1.19691>.

10
karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat.
Martin, Ruble, & Szkrybalo menyatakan bahwa menurut
teori kognitif sosial, gender berkembang melalui mekanisme yang
terdiri atas observasi, imitasi, penghargaan, dan hukuman. Menurut
pandangan kognitif interaksi antara anak dan lingkungan sosial
merupakan kunci utama untuk perkembangan gender. Menurut
Santrock beberapa pengkritik berpendapat bahwa penjelasan ini
kurang memperhatikan pikiran dan pemahaman anak, serta
menggambarkan bahwa anak menerima peran gender secara pasif,
serta gender dan seks memiliki perbedaan dari segi dimensi. Isilah
seks (jenis kelamin) mengacu pada dimensi biologis seorang laki-
laki dan perempuan, sedangkan gender mengacu pada dimensi
sosial- budaya seorang laki-laki dan perempuan.
Gender diartikan sebagai konstruksi sosiokultural yang
membedakan karakteristik maskulin dan feminim. Istilah gender
dikemukakan oleh para ilmuwan sosial dengan maksud untuk
menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang mempunyai
sifat bawaan dan bentukan budaya. Gender adalah perbedaan peran,
fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang
merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan
perkembangan jaman.5
Sedangkan James membedakan diri menjadi dua komponen
yaitu “aku objek” (me) dan “aku subjek” (I). “Aku objek” adalah
keseluruhan diri seseorang yang dapat disebut miliknya, termasuk
didalamnya kemampuan, karakteristik sosial dan kepribadian, serta
kepemilikan materi. “Aku subjek” adalah diri sebagai yang
mengetahui. “Me” dan “I” adalah diri global yang berlangsung
bersamaan. Mereka merupakan aspek-aspek yang berbeda dari suatu
kesatuan yang sama; pembedaan antara pengalaman yang murni (I)
dan isi pengalaman (Me); antara pengenal dan yang dikenal.

5
Rosyidah And Nurwati.

11
3. Perspektif Teoritis Tentang Gender
Secara khusus tidak ditemukan suatu teori yang membicarakan
masalah gender. Teori-teori yang digunakan untuk melihat
permasalahan gender ini diadopsi dari teori-teori yang
dikembangkan oleh para ahli dalam bidang-bidang yang terkait
dengan permasalahan gender terutama bidang sosial kemsyarakatan
dan kejiwaan. Kerena itu teori teori yang digunakan untuk
mendekati masalah gender ini banyak diambil dari teori teori
sosiologi dan psikologi. Diantaranya adalah sebgai berikut:
a. Teori Struktural Fungsional
Teori atau pendekatan structural-fungsional merupakan teori
sosilogi yang diterapkan dalam melihat institusi keluarga.
Teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakay
terdiri atas beberapa bagian yang saling mempengaruhi.
Teori structural fungsional mengakui adanya segala
keragaman dalam kehidupan sosial. Keragaman
inimerupakan sumber utama dari adanya struktur
Masyarakat dan menentukan keragaman fungsi sesuai
dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah system.
b. Teori Sosial Konflik
Dalam masalah gender, teori sosial-konflik terkadang
diidentikan dengan teori Marx, karena begitu kuatnya
pengaruh Marlx didalamnya. Ia mengemumukakan suatu
gagasan menarik bahwa perbedaan dan ketimpangan gender
antara laki-laki dan Perempuan tidak disebabkan oleh
perbedaan bilogis, tetapi merupakan bagian dari penindasan
kelas yang berkuasa.
c. Teori Feminisme Liberal
Teori ini berasumsi bahwa pada dasarnya tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan Perempuan. Karena itu

12
Perempuan harus mempunyai hakn yang sama dengan laki-
laki. 6
4. Membandingkan Perilaku Sosial Perempuan Dan Pria
Gender yang merupakan suatu hal yang bisa dikonstruksi
tersebut tergantung dimana seseorang berada dan bagaimana
lingkungan yang mempengaruhinya, yang mana hal tersebut akan
memunculkan perbedaan- perbedaan pemikiran mengenai
pandangan terhadap laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat.
Perbedaan tersebut dapat dilihat bahwa perempuan di judge lebih
emosional dibandingkan dengan laki-laki dan banyak hal lain yang
membedakan antara laki-laki dan perempuan di masyarakat. Dengan
adanya perbedaan pemikiran yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan tersebut apakah memberikan dampak terhadap perilaku
penemuan informasinya.
Maghferat dan Stock dalam bukunya mengatakan
bahwasanya laki-laki mencoba untuk menggunakan layanan
informasi yang profesional serta menggunakan mesin pencarian
dalam proses pencarian informasi, hal tersebut terlepas dari
kesulitan pencarian dan perumusan tugas yang dimiliki. Sebaliknya,
perempuan berperilaku hati- hati dalam memilih sumber pencarian.
Perempuan memutuskan sumber pencarian yang akan mereka
gunakan dengan penuh kehati-hatian dan mereka terampil dalam
pembuatan tugas tersebut. Sehingga dapat disimpulkan perempuan
lebih puas dengan hasil yang mereka peroleh daripada laki-laki.
Dalam hal ini, penelitian dilakukan pada siswa yang melakukan
pencarian informasi menggunakan mesin pencarian. 7
5. Peran Wanita Dan Pria Yang Terus Berubah
Peran gender terbentuk melalui berbagai sistem nilai
termasuk nilai-nilai adat, pendidikan, agama, politik, ekonomi, dan

6
Janu Arbain, Nur Azizah, And Ika Novita Sar, ‘Pemikiran Gender Menurut Para Ahli …’,
Sawwa, 11.1 (2015), 75–94.
7
Annisarti Siregar, ‘Perbedaan Gender Dalam Perilaku Penemuan Informasi Akademis Di
Kalangan Mahasiswa Fisip Universitas Airlangga’, Fisip, 2018, 1–13
<Https://Repository.Unair.Ac.Id/74815/3/Jurnal_Fis.Iip.58 18 Sir P.Pdf>.

13
sebagainya. Sebagai hasil bentukan sosial, peran gender dapat
berubah-ubah dalam waktu, kondisi, dan tempat yang berbeda
sehingga peran laki-laki dan perempuan mungkin dapat
dipertukarkan. Mengurus anak, mencari nafkah, mengerjakan
pekerjaan rumah tangga (memasak, mencuci, dan lain-lain) adalah
peran yang bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan,
sehingga bisa bertukar tempat tanpa menyalahi kodrat.
Dengan demikian, pekerjaan-pekerjaan tersebut bisa kita
istilahkan sebagai peran gender. Jika peran gender dianggap sebagai
sesuatu yang bisa berubah dan bisa disesuaikan dengan kondisi
yang dialami seseorang, maka tidak ada alasan lagi bagi kita untuk
menganggap aneh seorang suami yang pekerjaan sehari-harinya
memasak dan mengasuh anak-anaknya, sementara istrinya bekerja
di luar rumah. Karena di lain waktu dan kondisi, ketika sang suami
memilih bekerja di luar rumah dan istrinya memilih untuk
melakukan tugas-tugas rumah tangga, juga bukan hal yang dianggap
aneh

C. Perilaku Menolong
1. Mendifiniskan Altruisme Dan Perilaku Porposial
Secara khusus, altruisme adalah tingkah laku prososial yang
dimotivasi oleh keinginan membantu orang lain karena perhatian
murni terhadap kebutuhan mereka. Dengan demikian, tingkah laku
prososial dapat dipahami sebagai payung dari altruisme atau
kategori tingkah laku yang mencakup altruisme.
Perilaku prososial mencakup kategori yang lebih luas,
meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan
untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si
penolong. Perilaku prososial berkisar dari tindakan altruisme yang
tanpa pamrih atau tidak mementingkan din sendiri sampai tindakan
menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh diri sendiri.
Perilaku altruistik berasal dari tiga perspektif teoritis yaitu:

14
a. Dasar historis, yaitu pandangan para sosiobiolog bahwa
predisposisi untuk menolong merupakan bagian dari warisan
genetik.
b. Tindakan menolong dipengaruhi oleh prinsip dasar
penguatan dan peniruan.
c. Pengambilan keputusan, memfokuskan din pada proses yang
mem-pengaruhi penilaian kita tentang kapan dibutuhkan
pertolongan. Pandangan ini juga menekankan pertimbangan
untung rugi keputusan untuk memberikan pertolongan.

2. Prespektif Teoritis Tentang Tolong Menolong


Perilaku menolong merupakan suatu tindakan yang
dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk memberikan
keuntungan dan meningkatkan kualitas hidup kepada orang lain
yang diberikan secara pamrih atau tidak pamrih, terpaksa atau tidak
terpaksa dan tergantung pada keadaan serta situasi pada saat
melakukan tindakan menolong. Taraf perilaku menolong diukur
dengan skala perilaku menolong. Semakin tinggi skor yang
diperoleh maka semakin tinggi taraf perilaku menolong.
Islam mengajarkan kepada orang-orang mukmin agar saling
tolong menolong sebagai etiket hidup. Dengan cara ini, diharapkan
agar terjadi keseimbangan antara orang-orang yang mampu dan
yang kekurangan. Prinsip hidup bermasyarakat dalam keadaan
seimbang adalah merupakan antisipasi agar tidak terjadi kehidupan
yang pincang Hal tersebut telah diamanatkan Allah dalam QS. At-
Taubah: 71
‫ع ِن‬َ َ‫وف َو َي ۡن َه ۡون‬ ِ ‫ض َي ۡأ ُم ُرونَ ِب ۡٱل َمعۡ ُر‬ ُ ۡ‫َو ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُونَ َو ۡٱل ُم ۡؤ ِم َٰ َنتُ َبع‬
ٖۚ ۡ‫ض ُه ۡم أ َ ۡو ِل َيا ٓ ُء َبع‬
ٓ
َ‫ٱَّلل َو َرسُولَ ٖۚ ٓۥهُ أ ُ ْو َٰلَئِك‬
َ َّ َ‫ٱلز َك َٰوة َ َوي ُِطيعُون‬َّ َ‫صلَ َٰوة َ َوي ُۡؤتُون‬ َّ ‫ۡٱل ُمن َك ِر َويُ ِقي ُمونَ ٱل‬
ٌ ‫ع ِز‬
‫يم‬ٞ ‫يز َح ِك‬ َ ‫ٱَّلل‬ ُۗ َّ ‫سيَ ۡر َح ُم ُه ُم‬
َ َّ ‫ٱَّللُ إِ َّن‬ َ
Artinya: Orang-orang beriman baik laki-laki maupun
perempuan, sebagian dari padanya menjadi wali atau penolong bagi
yang lain. Mereka menyuruh pada yang ma’ruf dan melarang yang

15
munkar, mereka mendirikan shalat dan membayar zakat serta patuh
mengikuti Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 8

3. Sipenolong: Siapa Yang Mungkin Menolong


Clarke mendefinisikan perilaku menolong sebagai sebuah
bagian dari perilaku prososial yang dipandang sebagai segala
tindakan yang ditujukan untuk memberikan keuntungan pada satu
atau banyak orang. Perilaku menolong sudah diajarkan kepada
individu sejak dini, dari hal-hal yang sangat sederhana sampai hal
yang dapat menarik empati seseorang. Penelitian Piliavin & Callero
menunjukan pendonor darah sering menjadi model positif bagi
keluarga dan temanteman mereka. Dengan mendonorkan darah,
mereka menganggap aktivitas ini sebagai aktivitas yang
memperkaya konsep diri mereka.
4. Intervensi Orang Sekitar:Membantu Orang Asing Dalam
Membutuhkan
Studi empiris menunjukkan bahwa manusia sering bekerja sama
dalam permainan dilema tahanan tanpa nama (atau memberikan
uang dalam permainan diktator) meskipun faktanya tidak
memberikan kontribusi adalah solusi optimal. Telah dikemukakan
bahwa membantu tanpa adanya imbalan yang jelas muncul dari
mekanisme psikologis terdekat yang menjadikan membantu orang
lain secara subyektif bermanfaat bagi pelakunya.
5. Merawat: Membantu Keluarga Dan Teman
Perilaku prososial merupakan perilaku sukarela untuk
membantu individu atau kelompok lain untuk memberikan manfaat
bagi orang lain, seperti menolong, berbagi, kerja sama, jujur, dan
berderma dengan melayani kebutuhan orang lain. Pembentukan
perilaku prososial juga dipengaruhi oleh faktor lingkungannya,
terutama orang-orang di sekitar remaja. Hartup mengemukakan

8
Iain Kudus, ‘Kajian Teori Ta’awun’, 12.1 (2017), 13–36.

16
bahwa kemampuan individu untuk berperilaku positif muncul dari
berbagai pengalaman positif dalam interaksi yang dekat dan hangat
dengan orang-orang di sekitar, seperti dengan orang tua, saudara
kandung, dan teman.
Menurut Afolabi individu yang memiliki interaksi anggota
keluarga yang baik akan menunjukkan perilaku prososial yang
tinggi. Interaksi orang tua-anak yang menunjukkan adanya
kehangatan, kelekatan, dan dukungan dapat meningkatkan
kecenderungan seorang remaja melakukan perilaku prososial.
Interaksi yang postif seperti bermain dan menghabiskan waktu
menyenangkan bersama saudara kandung juga berhubungan positif
dengan perilaku prososial dan sebaliknya interaksi negatif seperti
saling iri dan mengganggu dengan saudara kandung berhubungan
negatif dengan perilaku prososial. Selain keluarga, remaja juga
berinteraksi dengan temannya, yaitu dengan adanya afeksi antara
remaja dengan temannya dan juga ditemukan adanya hubungan
positif dengan perilaku prososial remaja. 9

6. Mencari Dan Menerima Pertolongan


Allah Subḥānahu wa Ta'ala mengajak untuk saling tolong-
menolong dalam kebaikan dengan beriringan ketakwaan kepada-
Nya. Sebab, dalam katakwaan terkandung ridha Allah. Sementara
saat berbuat baik, orang-orang akan menyukai. Barang siapa
memadu- kan antara ridha Allah dan ridha manusia, sungguh
kebahagiaannya telah sempurna dan kenikmatan baginya sudah
melimpah. “Allah Subḥānahu wa Ta’ālā memerintahkan hamba-
hamba- Nya yang mukmin agar saling ber- ta’awun di dalam
aktivitas kebaikan yang mana hal ini merupakan al-birr (kebajikan),
dan agar meninggalkan kemungkaran yang mana hal ini meru-
pakan at-taqwa. Allah melarang mereka dari saling bahu membahu

9
H.A. Riska, D. Krisnatuti, And L.N. Yuliati, ‘Pengaruh Interaksi Remaja Dengan
Keluarga Dan Teman Serta Self-Esteem Terhadap Perilaku Prososial Remaja Awal’, Jurnal Ilmu
Keluarga Dan Konsumen, 11.3 (2018), 206–18 <Https://Doi.Org/10.24156/Jikk.2018.11.3.206>.

17
di dalam kebatilan dan tolong menolong di dalam perbuatan dosa
dan keharaman” (Al- Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsir Al- Qur’anil
Azhim).
Sebagai contoh sikap saling me- nolong dalam kebaikan dan
ketakwaan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Diriwayatkan dari Musadad, diriwayatkan dari Mu’tamar, dari
Anas: “Anas berkata: Rasulullah bersabda: Bantulah saudaramu,
baik dalam keadaan sedang berbuat zhalim atau sedang teraniaya.”
Anas berkata: “Wahai Rasulullah, kami akan menolong orang yang
teraniaya. Bagaimana menolong orang yang sedang berbuat
zhalim?” Beliau menjawab: “Dengan menghalanginya melakukan
kezhaliman. Itulah bentuk bantuanmu kepadanya.”
Orang berilmu membantu orang lain dengan ilmunya. Orang
kaya membantu dengan kekayaannya. Dan hendaknya kaum
Muslimin menjadi satu tangan dalam membantu orang yang
membutuhkan. Jadi, seorang Mukmin setelah mengerjakan suatu
amal shalih, berkewajiban membantu orang lain dengan ucapan atau
tindakan yang memacu semangat orang lain untuk beramal. 10

10
Delvia Sugesti, ‘Mengulas Tolong Menolong Dalam Perspektif Islam’, Ppkn Dan
Hukum, 14.2 (2019), 106–13.

18
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Ada 3 asumsi yang saling berkaitan mengenai perilaku manusia, yakni:
1) perilaku itu disebabkan (caused), 2) perilaku itu digerakkan (motivated), 3)
perilaku itu ditunjukan pada sasaran. Ketiga unsur ini saling terkait dalam
modal dasar perilaku individu dan berlaku kepada siapa dan kapan saja. Setiap
individu berperilaku ketika ada ransangan dan memiliki sasaran tertentu.
Perialku ke arah sasaran, timbul karena ada ransangan dan semua perilaku ada
penyebabnya.
Pada beberapa contoh, pengambilan keputusan kelompok lebih disukai
dibanding individu. Kebutuhan dan keuntungan pengambilan keputusan
kelompok telah diketahui, tetapi sejumlah masalah dapat juga muncul.
Dibutuhkan teknik khusus untuk meningkatkan keuntungan pengambilan
keputusan kelompok sambil mengurangi masalah yang muncul.
Salah satu jenis stereotype bersumber dari pandangan gender. Banyak
sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin yang bersumber dari pendangan
(streotype) yang dilekatkan pada mereka. Ada berbagai cara untuk memandang
perkembangan gender. Beberapa menekankan faktor biologis dalam perilaku
laki-laki dan perempuan yang lain menekankan faktor sosial atau kognitif.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun
agar dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi, atas
perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.

19
DAFTAR RUJUKAN

Arbain, Janu, Nur Azizah, And Ika Novita Sar, ‘Pemikiran Gender Menurut Para
Ahli …’, Sawwa, 11.1 (2015)

Hartono, Yudi, And Monika Palupi M, ‘Jurnal Akuntansi Dan Pajak Pengaruh
Kompetisi Dan Kerjasama Terhadap Kinerja Individu Dengan Iklim
Kepedulian Sebagai Variabel Mediasi Serta Informasi Kinerja Relatif Sebagai
Variabel Moderasi Jurnal Akuntansi Dan Pajak’, 23.1949

Iain Kudus, ‘Kajian Teori Ta’awun’, 12.1 (2017)

Riska, H.A., D. Krisnatuti, And L.N. Yuliati, ‘Pengaruh Interaksi Remaja Dengan
Keluarga Dan Teman Serta Self-Esteem Terhadap Perilaku Prososial Remaja
Awal’, Jurnal Ilmu Keluarga Dan Konsumen, 11.3 (2018)

Rodiah, Siti, Ulfiah Ulfiah, And Bambang Samsul Arifin, ‘Perilaku Individu Dalam
Organisasi Pendidikan’, Islamika, 4.1 (2022)

Rosyidah, Feryna Nur, And Nunung Nurwati, ‘Gender Dan Stereotipe: Konstruksi
Realitas Dalam Media Sosial Instagram’, Share : Social Work Journal, 9.1
(2019)

Siregar, Annisarti, ‘Perbedaan Gender Dalam Perilaku Penemuan Informasi


Akademis Di Kalangan Mahasiswa Fisip Universitas Airlangga’, Fisip, 2018

Sugesti, Delvia, ‘Mengulas Tolong Menolong Dalam Perspektif Islam’, Ppkn Dan
Hukum, 14.2 (2019)

Yudiaatmaja, Fridayana, ‘Kepemimpinan: Konsep, Teori Dan Karakternya’, Media


Komunikasi Fis, Iv.2 (2013)

20

Anda mungkin juga menyukai