Anda di halaman 1dari 13

MOTIVASI-KEPEMIMPINAN-K3

Teori Filosofi Manajemen : Teori X dan Teori Y


Teori ini didasarkan pada asusi-asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat
dibedakan atas manusia penganut teori X dan manusia yang menganut teori Y. Teori X lebih
menunjukkan sikap negatif karyawan sedangkan teori Y lebih menunjukkan sikap positifnya,
namun tidak semua karyawan memiliki teori Y, ada yang berawal dari teori X lalu berubah
menuju teori Y.
Pada asumsi teori X menandai kondisi dengan hal-hal seperti karyawan rata-rata malas
bekerja, karyawan tidak berambisi untuk mencapai prestasi yang optimal dan selalu menghindar
dari tanggung jawab, karyawan lebih suka dibimbing, diperintah, dan diawasi, karyawan lebih
mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan pada asumsi teori Y menggambarkan suatu kondisi
seperti karyawan rata-rata rajin bekerja. Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan, bahkan
banyak karyawan tidak betah karena tidak ada yang dikerjakan, dapat memikul tanggung jawab,
berambisi untuk maju dalam mencapai prestasi, karyawan berusaha untuk mencapai sasaran
organisasi.
Dalam hal motivasi dan kemampuan karyawan merupakan salah satu aspek atau faktor
yang dapat meningkatkan sinergik. Maka pembinaan terhadap sumber daya manusia tidak pada
penyelenggaraan latihan saja, tetapi juga didukung dengan pengembangan atau pembinaan
lanjutan.
Menurut Mitchell, tujuan dari motivasi adalah memprediksi perilaku perlu ditekankan
perbedaan-perbedaan antara motivasi, perilaku, dan kinerja. Motivasi penyebab perilaku ; andai
kata perilaku tersebut efektif, maka akibatknya adalah berupa kinerja tinggi.
I. TEORI MOTIVASI
1.1 definisi motivasi
Motivation atau Motivasi berasal dari kata movere yang berarti “dorongan” atau
“menggerakkan”. Menurut Gibson, motivasi adalah suatu proses yang menentukan pilihan antara
beberapa alternatif dari kegiatan sukarela. Sebagian dari perilaku dipandang sebagai kegiatan
yang dapat dikendalikan orang secara sukarela, dan agar kegiatan itu dapat dilakukan secara
sukarela, maka diperlukan motivasi.
Sementara itu Kreitner dan Kinicki berpendapat bahwa motivasi adalah proses psikologis
yang meningkatkan dan mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan. Pernyataan tersebut
memberikan implikasi bahwa tujuan adalah hakikat utama dari motivasi.
Krisnandi berpendapat bahwa motivasi merupakan suatu pembentukan perilaku yang
dicirikan oleh berbagai aktivitas melalui suatu proses psikologis yang dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan ekstrinsik untuk mengarahkan seseorang menuju tujuan.
Dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah proses psikologis yang mendorong,
meningkatkan, dan mengarahkan pembentukan perilaku seseorang untuk secara sukarela bahkan
senang melakukan berbagai aktivitas untuk mencapai tujuan.
1.2 hirarki kebutuhan Maslow
Teori motivasi kebutuhan ini dicetuskan oleh seorang psikolog yang juga seorang
teoritikus berasal dari Amerika bernama Abraham Maslow. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
diperkenalkan pada tahun 1943 melalui “A Theory of Human Motivation” melalui acara
Psychological Review. Secara garis besar Abraham Maslow beranggapan bahwa kebutuhan
menjadi alasan terbentuknya motivasi pada diri seorang individu untuk melakukan semua
kegiatan yang sekiranya dapat menopang individu tersebut dalam usaha memenuhi kebutuhan
mereka.
Teori yang dicetuskan oleh Abraham Maslow ini memiliki nama Teori Hierarki
Kebutuhan Maslow atau lebih akrab disebut dengan Teori Maslow. Teori Hierarki Kebutuhan
yang dicetuskan oleh Abraham Maslow ini merangsang adanya pengaruh yang sangat besar pada
kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari
Dalam teori kebutuhan ini Abraham Maslow juga mengungkapkan bahwa seorang
individu haruslah memenuhi kebutuhan mereka, Abraham Maslow membagi kebutuhan tersebut
dibagi dalam lima tingkatan dengan urutannya masing-masing. Adanya tingkatan kebutuhan
tersebut mengharuskan individu memenuhi kebutuhan mereka mulai dari tingkatan terdasar.

1. Kebutuhan Dasar atau Fisiologi


Kebutuhan tingkat dasar yang pertama ini memiliki hubungan dengan kebutuhan tubuh
setiap individu baik kebutuhan biologis maupun fisik. Kebutuhan yang sangat mendasar ini
haruslah terlebih dahulu terpenuhi agar manusia dapat bertahan hidup dan melangkah ke tingkat
kebutuhan selanjutnya. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan manusia akan oksigen, air,
makanan, suhu tubuh yang normal, tidur, homeostasis, kebutuhan seksual, dan lain semacamnya.
2. Kebutuhan Akan Rasa Aman
Kebutuhan tingkat dasar yang kedua adalah kebutuhan untuk senantiasa merasa aman.
Seorang individu dapat melangkah ke tingkat kebutuhan selanjutnya apabila sudah berhasil
memenuhi kebutuhan pada tingkat pertama. Abraham Maslow menjelaskan bahwa kebutuhan
akan rasa aman ini meliputi rasa aman secara fisik maupun emosional. Perlu diketahui, kadar
kebutuhan pada tingkat ini lebih banyak untuk usia rentang anak-anak. Hal itu dikarenakan anak-
anak masih memiliki tingkat kewaspadaan yang masih rendah, sehingga pendampingan orang
yang lebih tua sangat diperlukan.

3. Kebutuhan Sosial (Rasa Cinta, Kasih Sayang, serta Hak Kepemilikan)


Kebutuhan tingkat ketiga adalah kebutuhan mengenai aspek sosial yang ada di
masyarakat, seperti kebutuhan untuk merasakan cinta, kasih sayang, dan memiliki hak
kepemilikan terhadap suatu hal. Dalam tingkat ini, Abraham Maslow memberikan pendapatnya
mengenai alasan mengapa seorang individu mencari cinta. Abraham Maslow menjelaskan latar
belakang dari aspek tersebut karena didasari oleh kesepian, kesendirian, depresi, stress, serta
kecemasan berlebihan. Rasa Cinta pada yang dimiliki oleh seorang individu sendiri memiliki dua
jenis, yaitu D-Love atau Deficiency dan B-Love atau Being. Seseorang yang merasakan cinta
dikarenakan kekurangan, maka akan termasuk kedalam jenis D-Love. D-Love sendiri sering
digambarkan sebagai rasa cinta yang menjadikan diri sendiri sebagai titik fokusnya. Sedangkan
untuk B-Love merupakan bentuk penilaian seorang individu tanpa adanya niat untuk
memanfaatkan orang yang dicintai.

4. Kebutuhan Mendapatkan Penghargaan

Kebutuhan tingkat selanjutnya, yaitu tingkat keempat adalah kebutuhan untuk


mendapatkan penghargaan. Penghargaan yang dimaksud dalam tingkat kebutuhan ini tidaklah
selalu penghargaan berupa piala atau hadiah. Maksud dari kata penghargaan disini adalah harga
diri. Yap, setiap individu berhak mendapatkan harga diri mereka. Harga diri dapat berasal dari
diri sendiri maupun orang lain. Ketika kebutuhan pada tingkat ini dapat terpenuhi, maka secara
otomatis akan memunculkan kebutuhan untuk merasakan penghormatan, rasa menjadi
kepercayaan orang lain, dan menstabilkan diri sendiri.

5. Kebutuhan untuk Mengaktualisasikan Diri

Kebutuhan tingkat tertinggi, yaitu kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Kebutuhan


ini dapat tercapai apabila seorang individu berhasil memenuhi keempat kebutuhan sebelumnya.
Aktualisasi diri dapat diartikan sebagai wujud sesungguhnya untuk mencerminkan harapan serta
keinginan seorang individu terhadap dirinya sendiri. Dalam penggambaran aktualisasi diri yang
diberikan oleh Abraham Maslow, aktualisasi diri ini berperan sebagai kebutuhan seorang
individu untuk memutuskan keinginan mereka.

Konsep teori ini berawal dari pengamatan terhadap perilaku monyet yang dilakukan oleh
Abraham Maslow. Dari pengamatan tersebut, Abraham Maslow mendapatkan sebuah
kesimpulan berupa ada beberapa kebutuhan yang akan lebih diutamakan dicapai oleh seorang
individu daripada kebutuhan lainnya. Contoh lain seperti individu mungkin akan lebih lama
bertahan hidup jika mereka dapat memenuhi asupan cairan mereka dibandingkan memenuhi
kebutuhan makan mereka. Dari contoh ini dapat diambil kesimpulan bahwa air adalah hal yang
sangat penting untuk menopang kehidupan manusia. Hal inilah yang dijadikan permisalan oleh
Abraham Maslow dalam menyusun teori hierarki kebutuhannya. Tambahan dari kesimpulannya,
bahwa kebutuhan tingkat selanjutnya dapat diraih apabila seorang individu berhasil memenuhi
kebutuhan tingkat sebelumnya.

Abraham Maslow juga menambahkan pendapat lain yaitu, bahwa dalam mencapai
tingkatan kebutuhan selanjutnya, seseorang dapat menggunakan kuasa motivasi untuk
mendorong mereka dalam mencapai tingkat kebutuhan di tingkat selanjutnya. Ada dua jenis
kuasa motivasi yang dapat digunakan oleh seorang individu dalam memenuhi kebutuhan mereka,
yaitu :
 Deficiency growth atau dapat diartikan sebagai motivasi kekurangan.
Motivasi kekurangan diartikan sebagai usaha yang dilakukan individu dalam proses
pemenuhan kekurangan mereka.
 Motivation growth atau dapat diartikan sebagai motivasi perkembangan.
Lalu untuk motivasi perkembangan dapat diartikan sebagai motivasi yang secara alami
muncul dari dalam diri individu tersebut dan berguna untuk membuat seorang individu menjadi
lebih semangat dalam meraih keinginan dan tujuan mereka.
1.3 Teori Dua-Faktor dari Herzberg
Teori Dua Faktor dikenal juga dengan sebutan Teori Motivasi dan Kebersihan atau teori
faktor ganda yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg, seorang psikolog dan ilmuwan
perilaku Amerika pada tahun 1959.Teori ini berada dalam lingkup proposisi bahwa dua jenis
faktor dapat ditemukan di tempat kerja, yang dapat menciptakan kepuasan kerja, memotivasi
karyawan dan yang lainnya yang menyebabkan ketidakpuasan dan mengurangi moral dan
dorongan karyawan untuk bekerja.
Dia menyatakan bahwa kebalikan dari kepuasan bukanlah ketidakpuasan tetapi
kurangnya kepuasan dan kebalikan dari ketidakpuasan bukanlah kepuasan tetapi kurangnya
ketidakpuasan.
Teori Motivasi Herzberg didasarkan pada prinsip bahwa kepuasan kerja dan
ketidakpuasan memiliki hubungan independen satu sama lain. Beberapa faktor tertentu dapat
dikaitkan dengan kepuasan kerja sementara faktor-faktor lain bertanggung jawab atas
ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor pekerjaan ini diklasifikasikan oleh Herzberg ke dalam dua
kategori besar, yaitu :
1. Faktor Kepuasan - Motivasi
Faktor motivasi adalah faktor-faktor yang memungkinkan peningkatan kinerja karyawan.
Faktor-faktor ini lebih bersifat intrinsik. Dia menetapkan 6 faktor penting sebagai faktor
Motivasi dan dalam urutan kepentingannya, mereka adalah Prestasi, Pengakuan, Sifat pekerjaan,
Tanggung jawab, Kemajuan dan Pertumbuhan. Faktor-faktor yang biasanya diamati yang secara
positif mempengaruhi kepuasan yang disebut Motivator meliputi sifat kerja, pengakuan terhadap
pencapaian seseorang, peluang kemajuan, tanggung jawab, rasa penting, dan dimasukkan dalam
proses pengambilan keputusan.
2. Faktor Ketidakpuasan - Kebersihan
Faktor kebersihan mengacu pada faktor-faktor pekerjaan yang tidak secara positif
menjamin kepuasan atau motivasi dalam jangka waktu yang lama.Dia meletakkan enam faktor
kebersihan penting dalam hal pentingnya sebagai Kebijakan Perusahaan, Pengawasan, Hubungan
dengan Bos, Kondisi Kerja, Gaji dan Hubungan dengan teman sebaya. Misalnya, jika bisnis
memiliki kebijakan perusahaan yang sangat kaku dan tidak mengakomodasi, itu berarti
ketidakpuasan sedangkan kebijakan perusahaan yang cukup fleksibel untuk memberikan ruang
bernapas tidak menimbulkan ketidakpuasan.
Faktor-faktor yang umum diamati yang menyebabkan ketidakpuasan sesuai teori dan
disebut higienis termasuk kebijakan perusahaan yang tidak adil, hubungan dengan penyelia,
manajemen mikro, kompensasi, kondisi kerja, rekan set, keamanan pekerjaan, status dan lainnya.

II. TEORI KEPEMIMPINAN


2.1 Ciri/karakter pemimpin yang baik
Ada empat karakteristik atau syarat pokok yang mutlak harus dimiliki oleh seorang
pemimpin, yaitu :
 Pemimpin harus peka terhadap lingkungannya, harus mendengarkan saran-saran dan nasehat
dari orang-orang di sekitarnya.
 Pemimpin harus menjadi teladan dalam lingkungannya.
 Pemimpin harus bersikap dan bersifat setia kepada janjinya, kepada organisasinya.
 Pemimpin harus mampu mengambil keputusan, harus pandai, cakap dan berani setelah
semua faktor yang relevan diperhitungkan.
Teori kepemimpinan berdasarkan ciri (traits theory) memberi petunjuk tentang ciri-ciri
pemimpin yaitu :
 Pengetahuan umum yang luas.
 Kemampuan untuk tumbuh dan berkembang.
 Kemampuan analitik.
 Sifat inkuisitif atau rasa ingin tahu.
 Keterampilan berkomunikasi secara efektif.
 Kemampuan menentukan skala prioritas.
 Rasionalitas.
 Keteladanan.
 Ketegasan.
 Orientasi masa depan
Pendapat lain, secara umum seorang pemimpin yang baik harus memiliki lima
karakteristik atau ciri-ciri yakni:
 Memiliki tanggung jawab seimbang, keseimbangan disini adalah antara tanggung jawab
terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang yang melaksanakan
pekerjaan tersebut
 Model peranan yang positif, peranan disini adalah tanggung jawab, perilaku, atau prestasi
yang diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus tertentu
 Mempunyai keterampilan komunikasi yang baik, pemimpin yang baik harus bisa
menyampaikan ide-idenya secara ringkas dan jelas, serta dengan cara yang tepat
 Memiliki pengaruh positif, pemimpin yang baik memiliki pengaruh dan menggunakan
pengaruh tersebut untuk hal-hal yang positif
 Memiliki kemampuan untuk meyakinkan orang lain, pemimpin sukses adalah pemimpin
yang dapat menggunakan keterampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan
orang lain terhadap sudut pandangnya serta mengarahkan mereka pada tanggung jawab total
terhadap sudut pandang tersebut
2.2 Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara, pola dan kemampuan tertentu yang digunakan
oleh seorang pemimpin dalam bersikap, berkomunikasi dan berinteraksi untuk mempengaruhi,
mengarahkan, mendorong dan mengendalikan orang lain atau bawahan agar bisa melakukan
suatu pekerjaan sehingga mencapai suatu tujuan.
 Menurut Kartono, gaya kepemimpinan adalah sifat, kebiasaan, tempramen, watak dan
kepribadian yang membedakan seorang pemimpin dalam berinteraksi dengan orang lain.
 Menurut Supardo, gaya kepemimpinan adalah suatu cara dan proses kompleks dimana
seseorang mempengaruhi orang-orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas atau suatu
sasaran dan mengarahkan organisasi dengan cara yang lebih masuk akal.
 Menurut Rivai, gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk
memengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa
gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan
oleh seorang pemimpin.
 Menurut Hasibuan, gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi
bawahannya, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan
organisasi.
 Menurut Thoha, gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau
bawahan.
Teori Gaya Kepemimpinan
Menurut Istijanto, gaya kepemimpinan seseorang umumnya berdasarkan dua
pertimbangan, yaitu:
 Kepemimpinan atas dasar struktur. Kepemimpinan yang menekankan struktur tugas dan
tanggung jawab yang harus dijalankan dimana meliputi tugas pokok, fungsi, tanggung
jawab, prestasi kerja dan ide (gagasan).
 Kepemimpinan berdasarkan pertimbangan. Kepemimpinan yang menekankan gaya
kepemimpinan yang memberikan perhatian atas dukungan terhadap bawahan dimana
meliputi peraturan, hubungan kerja dan etika.
Sedangkan menurut Purnomo dan Wijayanti, gaya kepemimpinan bersumber dari
beberapa teori, yaitu:
 Teori Bakat (traits). Teori yang mencari karakter atau kepribadian, sosial, fisik, atau
intelektual yang membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Bakat (traits) di-definisikan
sebagai kecenderungan yang dapat diduga, yang mengarahkan perilaku individu berbuat
dengan cara yang konsisten dan khas.
 Teori Perilaku. Teori perilaku kepemimpinan, yaitu teori-teori yang mengemukakan bahwa
perilaku spesifik membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Kebanyakan perilaku
kepemimpinan yang digambarkan oleh bawahan sebagai struktur prakarsa (initiating
structure) dan pertimbangan (consideration), yaitu mempertimbangkan perasaan dan
kesejahteraan para bawahan.
 Teori Situasional. Gaya situasional yang dikaitkan dengan tugas dan hubungan. Yang
dimaksud dengan gaya situasional dikaitkan dengan tugas dan hubungan, yaitu bahwa
seorang manajer atau pemimpin akan menggunakan gaya tertentu, tergantung pada apa yang
menonjol, tugas atau hubungan.
Indikator Gaya Kepemimpinan
Menurut Kartono (2008), gaya kepemimpinan seseorang dapat dilihat dan dinilai dari
beberapa indikator sebagai berikut:
 Kemampuan Mengambil Keputusan. Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang
sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut
perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
 Kemampuan Memotivasi. Kemampuan Memotivasi adalah Daya pendorong yang
mengakibatkan seorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan
kemampuannya (dalam bentuk keahlian atau keterampilan) tenaga dan waktunya untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan
kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah
ditentukan sebelumnya.
 Kemampuan Komunikasi. Kemampuan Komunikasi Adalah kecakapan atau kesanggupan
penyampaian pesan, gagasan, atau pikiran kepada orang lain dengan tujuan orang lain
tersebut memahami apa yang dimaksudkan dengan baik, secara langsung lisan atau tidak
langsung.
 Kemampuan Mengendalikan Bawahan. Seorang Pemimpin harus memiliki keinginan untuk
membuat orang lain mengikuti keinginannya dengan menggunakan kekuatan pribadi atau
kekuasaan jabatan secara efektif dan pada tempatnya demi kepentingan jangka panjang
perusahaan. Termasuk di dalamnya memberitahukan orang lain apa yang harus dilakukan
dengan nada yang bervariasi mulai dari nada tegas sampai meminta atau bahkan
mengancam. Tujuannya adalah agar tugas-tugas dapat terselesaikan dengan baik.
 Tanggung Jawab. Seorang pemimpin harus memiliki tanggung jawab kepada bawahannya.
Tanggung jawab bisa diartikan sebagai kewajiban yang wajib menanggung, memikul jawab,
menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.
 Kemampuan Mengendalikan Emosional. Kemampuan Mengendalikan Emosional adalah hal
yang sangat penting bagi keberhasilan hidup kita. Semakin baik kemampuan kita
mengendalikan emosi semakin mudah kita akan meraih kebahagiaan.
Jenis-jenis Gaya Kepemimpinan
Menurut Hasibuan, terdapat beberapa macam gaya kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:
 Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak
tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang.
Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan
tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan
keputusan.
 Kepemimpinan Partisipasi
Kepemimpinan Partisipasi adalah apabila dalam kepemimpinan-nya dilakukan dengan
cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para
bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Bawahan harus
berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.
 Kepemimpinan Delegasi
Kepemimpinan Delegasi apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenangnya
kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan
dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin
tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya
diserahkan kepada bawahan.
Sedangkan menurut Sutikno (2014), gaya kepemimpinan terbagi menjadi beberapa tipe,
yaitu:
 Tipe Otokratik
Tipe kepemimpinan menganggap bahwa kepemimpinan adalah hak pribadinya
(pemimpin), sehingga ia tidak perlu berkonsultasi dengan orang lain dan tidak boleh ada orang
lain yang turut campur. Seorang pemimpin otokratik akan menunjukkan sikap yang menonjolkan
keakuannya, dan selalu mengabaikan peranan bawahan dalam proses pengambilan keputusan,
tidak mau menerima saran dan pandangan
 Tipe Kendali Bebas atau Masa Bodo (Laisez Faire)
Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otokratik. Dalam
kepemimpinan tipe ini sang pemimpin biasanya menunjukkan perilaku yang pasif dan seringkali
menghindar diri dari tanggung jawab. Seorang pemimpin yang kendali bebas cenderung memilih
peran yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri. Disini seorang
pemimpin mempunyai keyakinan bebas dengan memberikan kebebasan yang seluas-luasnya
terhadap bawahan maka semua usahanya akan cepat berhasil.
 Tipe Paternalistik
Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam kehidupan
organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh harapan bawahan kepadanya. Harapan bawahan
berwujud keinginan agar pemimpin mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi
dan layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk, memberikan
perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya.
 Tipe Kharismatik
Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik khusus yaitu daya tariknya
yang sangat memikat, sehingga mampu memperoleh pengikut yang sangat besar dan para
pengikutnya tidak selalu dapat menjelaskan secara konkrit mengapa orang tersebut itu dikagumi.
 Tipe Militeristik
Pemimpin yang bertipe militeristik ialah pemimpin dalam menggerakkan bawahannya
lebih sering mempergunakan sistem perintah, senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya,
dan senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari
bawahannya, dan sukar menerima kritikan dari bawahannya.
 Tipe Pseudo-demokratik
Tipe ini disebut juga kepemimpinan manipulatif atau semi demokratik. Pemimpin seperti
ini menjadikan demokrasi sebagai selubung untuk memperoleh kemenangan tertentu. Pemimpin
yang bertipe pseudo-demokratik hanya tampaknya saja bersikap demokratis padahal sebenarnya
dia bersikap otokratis. Pemimpin ini menganut demokrasi semu dan lebih mengarah kepada
kegiatan pemimpin yang otoriter dalam bentuk yang halus dan samar-samar.
 Tipe Demokratik
Tipe demokratik adalah tipe pemimpin yang demokratis, dan bukan karena dipilihnya si
pemimpin secara demokratis. Tipe kepemimpinan dimana pemimpin selalu bersedia menerima
dan menghargai saran-saran, pendapat, dan nasihat dari staf dan bawahan, melalui forum
musyawarah untuk mencapai kata sepakat. Kepemimpinan demokratik adalah kepemimpinan
yang aktif, dinamis, dan terarah. Kegiatan-kegiatan pengendalian dilaksanakan secara tertib dan
bertanggung jawab.

III. Teori K3(kesehatan dan keselamatan kerja)


3.1 Definisi K3
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012, pengertian keselamatan dan
kesehatan kerja atau K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Sedangkan pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut WHO ialah sebuah upaya
untuk memelihara dan juga meningkatkan kesehatan fisik tubuh kita meningkatkan kesehatan
mental pekerja dan juga meningkatkan kesehatan sosial pada setiap para pekerja yang ada.
Pengertian dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau yang biasa disebut dengan K3 itu
bisa terbagi menjadi 3 versi, ada menurut filosofi, ada yang menurut keilmuan dan ada juga yang
menurut OHSAS.
1.) Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Filosofi.
Merupakan suatu pemikiran untuk menjamin keutuhan atau kesehatan bagi jasmani
maupun rohani para tenaga kerja dan semua orang atau warga di setiap Negara khususnya
Indonesia.
2.) Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Ilmuan.
Merupakan semua yang ada pada ilmu dan penerapannya untuk mencegah terjadinya
suatu kejadian seperti kecelakaan, penyakit yang terjadi akibat kejadian di tempat kerja,
kebakaran, pencemaran lingkungan dan lain sebagainya yang menyangkut kejadian di tempat
kerja.
3.) Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut OHSAS 18001:2007
Merupakan sebuah kondisi dan faktor yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan
para ketenagakerjaan maupun orang lain yang menyangkut atau yang berada di sekitar
lingkungan pekerjaan tersebut.
3.2 Lima buah Penyebab dan cara mengatasi Kecelakaan kerja di Kantor
Beberapa masalah K3 perkantoran yang sering muncul antara lain:
 Penataan dokumen dan peralatan yang tidak aman
 Penataan kelistrikan yang tidak aman
 Posisi kerja yang tidak ergonomis
 Penempatan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang tidak sesuai
 Kondisi hidran gedung yang terhalang
 Kondisi tangga darurat yang tidak sesuai
Berikut yang perlu diperhatikan untuk standar pelaksanaan K3 di perkantoran:
1. Keselamatan kerja
 pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan ruang perkantoran
 desain alat dan tempat kerja
 penempatan dan penggunaan alat perkantoran
 pengelolaan listrik dan sumber api
 manajemen tanggap darurat Gedung
 manajemen keselamatan dan kebakaran gedung
 persyaratan dan tata cara evakuasi
 penggunaan mekanik dan elektrik
 P3K
2. Kesehatan kerja
 peningkatan pengetahuan kesehatan kerja
 pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja
 penyediaan ruang ASI dan pemberian kesempatan memerah ASI selama waktu kerja di
Perkantoran
 aktivitas fisik.
3. Kesehatan lingkungan kerja perkantoran
 Standar dan persyaratan kesehatan lingkungan perkantoran
 sarana bangunan
 penyediaan air bersih
 Toilet
 pengelolaan limbah
 cuci tangan pakai sabun (CTPS)
 pengendalian vektor dan binatang
 pembawa penyakit.
 Standar lingkungan kerja perkantoran, meliputi aspek fisika, kimia, dan biologi
3.3 Lima buah Penyebab dan cara mengatasi Kecelakaan kerja di pabrik
 Kesalahan saat mengoperasikan forklift
 Penyimpanan dan penyusunan palet atau barang tidak tepat atau tidak aman
 Menggunakan alat pelindung diri (APD) yang tidak sesuai atau lalai menggunakan APD
 Prosedur K3 yang dirancang manajemen tidak memadai
 Melakukan gerakan berulang atau teknik manual handling yang tidak tepat sehingga
mengakibatkan cedera tulang belakang, radang otot dan keseleo, hingga cedera pada
jaringan lunak seperti saraf, ligamen, dan tendon.
Solusi:
 Operator forklift wajib mengikuti pelatihan, sehingga dapat mengoperasikan forklift dengan
benar dan aman. Hanya pekerja yang kompeten yang dibolehkan mengoperasikan forklift
 Operator harus melakukan perawatan dan perbaikan forklift secara rutin untuk memastikan
kondisi forklift selalu aman
 Operator harus melakukan pemeriksaan menyeluruh sebelum mengoperasikan forklift,
termasuk memeriksa baterai atau cairan hidrolik pada forklift
 Gunakan sabuk pengaman sebelum mengoperasikan forklift
 Ikuti prosedur aman saat mengangkat dan menurunkan palet
 Hindari mengangkut barang melebihi kapasitas yang telah ditetapkan. Sebelum
mengoperasikan forklift, Anda dapat melihat load chart (grafik beban) yang tertera pada
forklift
 Operasikan forklift sesuai kecepatan yang dianjurkan
 Kurangi kecepatan saat berada di tikungan atau persimpangan, saat melintasi rel atau
gundukan, saat berada di jalan yang licin, saat melewati area sempit, dan saat banyak pejalan
kaki
 Hindari bercanda dan ugal-ugalan saat mengoperasikan forklift. Jangan gunakan forklift
untuk tujuan apapun, seperti mengangkut penumpang atau menggunakan forklift untuk akses
bekerja di ketinggian
 Jaga jarak aman sekitar 3 meter antara forklift dengan pejalan kaki dan dengan operasi
forklift lain
IV. Penerapan Informasi dan Teknologi pada MOTIVASI-KEPEMIMPINAN-K3
 Meskipun internet dan teknologi bukanlah hal baru dan asing bagi masyarakat Indonesia,
namun tidak dapat dipungkiri bahwa kemampuan penggunaan alat-alat teknologi di
Indonesia belum sepenuhnya terdistribusi. Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam MSDM
adalah penggunaan perangkat komputer dan telekomunikasi untuk mengambil, menyimpan,
dan mengirimkan informasi yang terkait dengan aktivitas, kebijakan, dan sistem MSDM
untuk memaksimalkan peran karyawan dalam pencapaian tujuan organisasi. Agar
berbanding lurus antara kinerja karyawan dengan tujuan organisasi, maka karyawan sebagai
sumber daya manusia utama dalam organisasi harus berkompeten dengan memenuhi
berbagai kompetensi penilaian. Untuk meningkatkan kompetensi karyawan perlu memahami
pemanfaatan teknologi, motivasi dan kepuasan kerja sebagai pendorong untuk melahirkan
semangat kerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
 Pada dunia Teknologi Informasi dan Komunikasi terdapat empat karakteristik yang
mendasar, yakni cepat, efektif dan efisien, jaringan luas, dan data tanpa batas. Keempat nilai
tersebut bisa diimplementasikan dalam kepemimpinan. Dalam memimpin sesuatu, harus
cepat dan cekatan serta efektif dan efisien. Pemimpin dituntut memiliki jatingan yang luas
sehingga pada proses pengaturan sistem yang dimiliki dapat berkembang. Perkembangan
teknologi juga memberikan tantangan tersendiri bagi para pemimpin. Salah satu teknologi
yang berkembang pesat dan perlu dicermati adalah Teknologi Informasi, maka upaya
pengembangan dan penguasaan Teknologi Informasi yang didasarkan pada kebutuhan
sendiri haruslah mendapat perhatian maupun prioritas yang utama untuk dapat menjadi
pemimpin yang lebih baik dan maju.
 Pelaksanaan sosialisasi misalnya, dapat memanfaatkan aplikasi-aplikasi yang dimiliki oleh
perusahaan untuk menyebarluaskan informasi. Demikian halnya dengan pelaksanaan
pelaporan patroli dan lainnya juga dapat memanfaatkan aplikasi berbasis telepon genggam.
Teknologi juga dapat mendukung implementasi K3 khususnya di industri dengan tingkat
risiko tinggi. Beberapa diantaranya adalah Penggunaan visual inspection misalnya, pekerja
menggunakan kacamata yang dilengkapi dengan kamera yang langsung terhubung ke
jaringan kantor. Sehingga, pihak yang bertanggung jawab dapat memonitor langsung situasi
di lapangan dan menilai risiko yang ada.

Anda mungkin juga menyukai