Anda di halaman 1dari 44

Buku SDM dalam organisasi publik dan bisnis ( bab 6 dan bab 7)

2.1 Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari kata latin movere yang beartidorongan, daya penggerak atau

kekuatan yang menyebabkan suatu tindakan atau perbuatan. Kata movere, dalam bahasa

inggris, sering disepadankan dengan motivation yang bearti pemberian motif, penimbulan

motif, atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan.

Secara harfiah motivasi bearti pemberian motif, seseorang melakukan sesuatu dengan

sengaja, tentu ada suatu maksud atau tujuan yang mendorongnya melakukan suatu

tindakan. Motif dasar dari seseorang tersebut adalah adanya kebutuhan orang tersebut akan

kebanggaan dan kehormatan serta, mungkinl impahan materi.

Stephen P. Robbins dan Mary Counter (1999:50) menyatakan motivasi kerja

sebagai kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan

keorganisasian yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi kebutuhan

individual tertentu.

2.2 Teori Motivasi

1. Hierarki Teori Kebutuhan (Hierarchical Of Needs Thry)

Teori motivasi Maslow dinamakan, “A theory of human motivation”. Teori ini

mengikuti teori jamak, yakni seorang berperilaku atau bekerja, karena adanya dorongan

untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan. Maslow berpendapat, kebutuhan yang

diinginkan seseorang berjenjang, artinya bila kebutuhan yang pertama telah terpenuhi,
maka kebutuhan tingkat kedua akan menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan

tingkat kedua telahter penuhi, maka muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya

sampai tingkat kebutuhan kelima. Dasar dari teori itu adalah :

a) Manusia adalah mahluk yang berkeinginan, ia selalu menginginkan lebih banyak.

Keinginan yang terus-menerus dan hanya akan berhenti bila akhirhayat.

b) Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi motiavator bagi pelakunya,

hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan menjadi motivator.

c) Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang.

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham Maslow menyatakan bahwa setiap

diri manusia itu terdiri dari atas lima tingkat atau hierarki kebutuhan yaitu:

a) Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs), seperti : kebutuhan untuk makan,

minum, perlindungan fisik, bernafas. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat

rendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling besar.

b) Kebutuhan Rasa Aman (Safety Nedds), yaitu kebutuhan akan perlindungan dari

ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup, tidak dalam arti fisik

semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual.

c) KebutuhanSosial (Social Nedds) , yakni kebutuhan untuk merasa memiliki yaitu

kebutuhan untuk diterima dalam kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan

untuk mencintai serta dicintai.

d) Kebutuhan akan Harga Diri atau Pengakuan (Esteem Needs), yaitu kebutuhan untuk

dihormati, dan dihargai oleh orang lain.


e) Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self-Actualization Needs), yaitu kebutuhan untuk

menggunakan kemampuan, skill, potensi, kebutuhan untuk berpendapat, dengan

mengemukakan ide-ide, memberikan penilaian dan kritik terhadap sesuatu.

Maslow mengemukakan bahwa orang dewasa secara normal memuaskan kira-kira 85%

Kebutuhanf isiologis, 70% Kebutuhan rasa aman, 50% Kebutuhan untuk memiliki dan

mencintai, 40% Kebutuhan harga diri, dan hanya 10% dari kebutuhan aktualisasi diri.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifak teoritis,

namun telah memberikan fondasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi

yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.

2. Teori Kebutuhan Berprestasi ( McCelland Theory of Needs )

Dari Mc Clelland dikenal dengan teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need

for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan

kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana di kutip oleh Winardi

merumuskan kebutuhan seseorang akan prestasi tersebut sebagai keinginan yang

melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau

mengorganisasi obyek-objek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut

secepatnya mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi

kendala-kendala, melalui penerapan bakat secara berhasil.

Menurut Mc Clelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi memiliki tiga cirri

umum yaitu :

a) Sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat.


b) Menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka

sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran, misalnya.

Menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka,

dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.

3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG”)

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG”. Akronim “ERG” dalam teori Alderfer

merupakan huruf pertama dari tiga istilah yaitu: E = Existence (kebutuhanakaneksistensi) ,

R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth

(kebutuhanakanpertumbuhan). Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua

hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang

dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena“Existence” dapatdikatakan identic

dengan hierarki pertama dan kedua dalamt eori Maslow,“Relatedness” senada dengan

hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan“Growth”mengandung

makna sama dengan“self actualization”menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer

menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara

serentak. Apabila teori Alderfer di simak lebih lanjut akan tampak bahwa :

1) Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan

untuk memuaskannya.

2) kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar apabila

kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan.

3) Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi,

semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.


Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia.

Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri

pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan

perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.

4. Teori Herzberg (Teori dua faktor)

Ilmuwan keempat yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman

motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan model dua faktor dari

motivasi, yaitu faktor motivational dan faktor higiene atau pemeliharaan. menurut teori ini

yang dimaksud faktor motivational adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang

sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud

dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang

berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan

seseorang.

Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivational antara lain adalah

pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam

karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan

mencangkup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu

dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan

yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam

organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku. Salah satu tantangan dalam

memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor
mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat

intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.

5. Teori Keadilan

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan

kesenjangan Antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang

diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang

diterima nya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu : Seorang akan berusaha

memperoleh imbalan yang lebih besar, atau mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam

melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menumbuhkan persepsi

tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan 4 hal sebagai pembanding, yaitu :

1) Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan

kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan

pengalamannya.

2) Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat

pekerjaannya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri.

3) Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama

serta melakukan kegiatan sejenis.

4) Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan

yang merupakan hak para pegawai.

pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan

petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan
timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul

berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang

tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai

berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan

perpindahan pegawai ke organisasi lain.

6. Teori Penetapan Tujuan

Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam

mekanisme motivational yakni :

1. Tujuan tujuan mengarahkan perhatian.

2. Tujuan tujuan mengatur upaya.

3. Tujuan tujuan meningkatkan persistensi.

4. tujuan-tujuan menunjang strategi strategi dan rencana rencana kegiatan.

7. Teori Victor H. Vroom ( Teori Harapan)

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul "Work And Motivation"

mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai " Teori Harapan" menurut teori ini,

motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan

yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu.

Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka

untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Dinyatakan

dengan cara yang sangat sederhana, teori Harapan berkata bahwa jika seseorang
menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang

bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu.

Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk

berupaya akan menjadi rendah.

Di kalangan ilmuwan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori Harapan ini

mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian

membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan

cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannya itu. penekanan ini dianggap

penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui

secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.

8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku

Berbagai teori dan model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan

sebagai model kognitif motivasi karenadidasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan

persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun

ditentukan oleh persepsi tersebut. padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan

diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekuensi eksternal dari

perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan

sebagai penentu dan pengubah perilaku. Dalam hal ini berlakulah upaya yang dikenal

dengan hukum pengaruh yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengurangi

perilaku yang mempunyai konsekuensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan

perilaku yang mengakibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekuensi yang


merugikan. penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk

modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang selalu diakui

dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan gaya yang manusiawi pula.

9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi

Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada 1 model motivasi yang sempurna, dalam

arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan harus terus-

menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti

menggabungkan berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. tampaknya

terdapat kesepakatan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang

tercangkup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu.

Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik

yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : persepsi

seseorang mengenai diri sendiri, harga diri, harapan pribadi, kebutuhan, keinginan,

kepuasan kerja, dan prestasi kerja yang dihasilkan. Sedangkan faktor eksternal

mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : jenis dan sifat pekerjaan, kelompok

kerja di mana seseorang bergabung, organisasi tempat bekerja, situasi lingkungan pada

umumnya, dan sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan tersebut, dapat dipahami bahwa motif

berprestasi dengan memberdayaan sumber daya manusia memiliki keterkaitan satu dengan

lainnya. secara sederhana dapat digambarkan bahwa apabila sumber daya manusia dapat

diberdayakan dengan optimal, maka motivasi untuk berprestasi dalam pekerjaan yang
diembannya akan semakin meningkat, begitupun sebaliknya. ada hubungan kausalitas

saling mempengaruhi antara motif berprestasi dengan pemberdayaan sumber daya manusia.

2.3 sumber motivasi

Teori motivasi yang sudah lazim dipakai untuk menjelaskan sumber motivasi

sedikitnya bisa digolongkan menjadi dua, yaitu sumber motivasi dari dalam diri (intrinsik)

dan sumber motivasi dari luar (ekstrinsik).

A. Motivasi Intrinsik

Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau

berfungsinya tidak perlu di rangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada

dorongan untuk melakukan sesuatu. itulah sebabnya motivasi intrinsik dapat juga dikatakan

sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas dimulai dan diteruskan berdasarkan

suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkait dengan aktivitas belajarnya.

Faktor individual yang biasanya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu adalah :

1. Minat, seseorang akan merasa terdorong untuk melakukan suatu kegiatan kalau

kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang sesuai dengan minatnya.

2. Sikap positif, seseorang yang mempunyai sifat positif terhadap suatu kegiatan

Dengan rela ikut dalam kegiatan tersebut, dan akan berusaha sebisa mungkin

menyelesaikan kegiatan yang bersangkutan sebaik-baiknya.

3. Kebutuhan, setiap orang mempunyai kebutuhan tertentu dan akan berusaha

melakukan kegiatan apapun asal kegiatan tersebut bisa memenuhi

kebutuhannya.
Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan

dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. motivasi pada dasarnya memang

sudah ada di dalam diri setiap orang, seperti asal kata motivasi yaitu motif yang berarti

daya penggerak untuk melakukan sesuatu.

B. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya

perangsang dari luar. motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi

yang didalamnya aktivitas dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang

tidak berkaitan dengan dirinya. Menurut F.Herzberg dalam Simon devung (1998:106) ada

dua faktor utama di dalam organisasi (faktor eksternal) yang membuat karyawan merasa

puas terhadap pekerjaan yang dilakukan, dan kepuasan tersebut akan mendorong mereka

untuk bekerja lebih baik, kedua vektor tersebut antara lain :

a) Motivator, yaitu prestasi kerja, penghargaan, tanggung jawab yang diberikan,

kesempatan untuk mengembangkan diri dan pekerjaannya itu sendiri.

b) Faktor kesehatan kerja, merupakan kebijakan dan administrasi perusahaan

yang baik, supervisi teknisi yang memadai, gaji yang memuaskan, kondisi

kerja yang baik dan keselamatan kerja.

Jenis motivasi ekstrinsik ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu,

apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan

keadaan demikian seseorang mau melakukan sesuatu tindakan contohnya belajar. Bagi
seseorang dengan motivasi intrinsik yang lemah, misalnya kurang rasa ingin taunya, maka

memotivasi jenis kedua ini perlu diberikan.

3.4 Pandangan Tentang Motivasi

Terdapat berbagai macam pandangan tentang motivasi, namun di bawah ini

disajikan beberapa pandangan tentang motivasi yang umum digunakan.

1. Model Tradisional

Model tradisional motivasi berhubungan dengan pandangan Frederick Taylor dan

aliran manajemen ilmiah. model ini mengisyaratkan bahwa manajer menentukan

bagaimana pekerjaan pekerjaan harus dilakukan dan digunakannya sistem pengupahan

insentif untuk memotivasi para pekerja. Lebih banyak berproduksi, lebih banyak menerima

penghasilan. model ini menganggap bahwa para pekerja pada dasarnya malas dan hanya

dapat di motivasi dengan penghargaan berwujud uang. Dalam banyak situasi pendekatan ini

cukup efektif. Sejalan dengan meningkatkan efisiensi, pegawai yang dibutuhkan untuk

tugas tertentu dapat dikurangi. lebih lanjut manager mengurangi besarnya upah insentif

pemutusan hubungan kerja menjadi biasa dan pekerja akan mencari keamanan atau jaminan

kerja daripada kenaikan upah kecil dan sementara.

2. Model HubunganManusiawi

Banyak praktik manajemen merasakan bahwa pendekatan tradisional tidak

memadai. Elton Mayodan para peneliti hubungan manusiawi lainnya menemukan bahwa

kontak kontak sosial pegawai pada pekerjaannya adalah juga penting dan bahwa kebosanan
dan tugas-tugas yang bersifat pengulangan adalah faktor-faktor pengurang motivasi. mayo

dan lain-lainnya juga percaya bahwa manajer dapat memotivasi bawahan melalui

pemenuhan kebutuhan kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan

penting. sebagai hasilnya para pegawai diberi berbagai kebebasan untuk membuat

keputusan sendiri dalam pekerjaannya. perhatian yang lebih besar diarahkan pada

kelompok kelompok kerja organisasi informal. Lebih banyak informasi disediakan untuk

pegawai tentang perhatian manajer dan operasi organisasi.

3. Model Sumber Daya Manusia (SDM)

Para teoritis seperti Mc. Gregor dan Maslow dan para peneliti seperti Argyris dan

Likert, melontarkan kritik kepada hubungan kerja manusia. Dan mengemukakan pendapat

yang lebih " sophisticated" untuk memanfaatkan pegawai. model ini menyatakan bahwa

para karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, tidak hanya uang atau keinginan untuk

mencapai kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan

yang berarti. mereka beralasan bahwa kebanyakan orang lebih dimotivasi untuk melakukan

pekerjaan secara baik dan bahwa mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai

sesuatu yang tidak dapat menyenangkan. mereka mengemukakan bahwa para pegawai lebih

menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja yang baik. Jadi, para pegawai

dapat diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk pembuatan keputusan-keputusan dan

pelaksanaan tugas-tugas.

Menurut luthans (2006:273), motivasi kerja antara lain berkenaan dengan :


1) Kebutuhan akan kekuasaan seperti : a) mempengaruhi orang mengubah sikap atau

perilaku, b) mengontrol orang dan aktivitas, c) berada pada posisi kuasa melebihi

orang lain, d) memperoleh kontrol informasi dan sumber daya, dan e) mengalahkan

lawan atau musuh.

2) Kebutuhan akan untuk berprestasi : a) melakukan sesuatu lebih baik daripada

pesaing, b) memperoleh atau melewati sasaran yang sulit, c) memecahkan masalah

kompleks, d) menyelesaikan tugas yang menantang dengan berhasil, dan e)

mengembangkan cara terbaik untuk melakukan sesuatu.

3) Kebutuhan akan afiliasi : a) disukai banyak orang, b) diterima sebagai bagian

kelompok atau tim, c) bekerja dengan orang yang ramah dan kooperatif, d)

mempertahankan hubungan yang harmonis dan mengurangi konflik, dan e)

berpartisipasi dalam aktivitas sosial yang menyenangkan.

4) Kebutuhan keamanan : a) mempunyai pekerjaan yang membawa rasa aman, b)

dilindungi dari kehilangan penghasilan atau masalah ekonomi, c) mempunyai

perlindungan dari sakit dan cacat, d) dilindungi dari gangguan fisik dan kondisi

berbahaya, dan e) menghindari tugas atau keputusan dengan risiko kegagalan atau

kesalahan.

5) Kebutuhan akan status : a) mempunyai mobil yang tepat dan mengenakan pakaian

yang tepat, b) bekerja pada perusahaan yang tepat dengan pekerjaan yang tepat, c)

mempunyai gelar dari universitas ternama, d) tinggal dalam lingkungan yang tepat

dan termasuk dalam klub elit, dan e) mempunyai hak istimewa eksekutif.
3.1 Pengertian Penilaian Kerja

Kinerja merupakan performance atau unjuk kerja. Kinerja dapat pula diartikan

sebagai prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja. August W. Smith

menyatakan bahwa performance is output deriver from processes, human otherwise,

kinerja merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia. More menyatakan

penilaian kerja atau prestasi kerja sebagai suatu kesuksesan yang dihasilkan seseorang

dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas dari lawler dan Poter menyatakan bahwa

kinerja adalah ‘Succesfull role achievement “ yang diperoleh seseorang dari perbuatannya

nya (As'ad, 1991:46-47). Berdasarkan hal tersebut, maka kinerja atau prestasi kerja

merupakan hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku, dalam kurun waktu

tertentu, berkenaan dengan pekerjaan serta perilaku dan tindakannya.

Tingkat keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut dengan

level kerja. karyawan yang memiliki level kerja yang tinggi merupakan karyawan yang

produktivitas kerjanya tinggi, begitupun sebaliknya, karyawan yang memiliki level kinerja

tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, maka karyawan tersebut merupakan karyawan

yang tidak produktif. penilaian kinerja merupakan salah satu tugas penting bagi perusahaan

untuk mengetahui level kinerja karyawan yang dimilikinya. namun demikian pelaksanaan

penilaian kinerja yang objektif bukanlah tugas dan proses yang sederhana, mengingat setiap

metode yang digunakan dalam penilaian kinerja mengandung bias penilaian. bias penilaian

tersebut bisa menghasilkan hasil penilaian yang tidak cermat dan tidak tepat sasaran bagi

perusahaan. Sedangkan di sisi yang lain, perusahaan harus memperoleh informasi yang

memadai terkait dengan kinerja karyawannya, sebagai bahan pertimbangan bagi keputusan
keputusan strategis perusahaan, baik terkait dengan kebijakan umum perusahaan, maupun

terkait dengan kebijakan pengembangan sumber daya manusia.

Menurut Veithzal Rivai (2009:549), penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem

formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-

sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil termasuk tingkat ketidak hadiran.

dengan demikian penilaian kinerja adalah merupakan hasil kerja karyawan dalam lingkup

tanggung jawabnya. Di mana dunia usaha yang berkompetisi dalam tataran global, maka

karyawan memerlukan kinerja yang tinggi. pada saat yang bersamaan karyawan

memerlukan umpan balik atas hasil kerja mereka sebagai panduan bagi perilaku mereka di

masa yang akan datang.

Casio (1991:73), penilaian kerja ialah suatu gambaran yang sistematis tentang

kebaikan dan kelemahan dari pekerjaan individu atau kelompok. Meskipun ada di antara

masalah teknis (seperti pemilihan format) dan masalah manusianya itu sendiri (seperti

resistensi penilai, dan adanya hambatan hubungan antar individu), yang kesemuanya itu

tidak akan dapat teratasi oleh penilai kinerja.

Penilaian kinerja menurut Money dan Noe (1993:394) merupakan suatu sistem

formal yang secara berkala digunakan untuk mengevaluasi kinerja individu dalam

menjalankan tugas-tugasnya. Sedangkan Mejia, dkk. (2004:222-223) mengungkapkan

bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses yang terdiri dari :


a) Identifikasi, yaitu menentukan faktor-faktor kinerja yang berpengaruh terhadap

kesuksesan suatu organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengacu pada hasil

analisa jabatan.

b) Pengukuran, merupakan inti dari proses sistem penilaian kinerja. pada proses ini

pihak manajemen menentukan kinerja karyawan yang bagaimana yang termasuk

baik dan buruk. manajemen dalam suatu organisasi harus melakukan perbandingan

dengan nilai nilai standar atau membandingkan kinerja antara karyawan yang

memiliki kesamaan tugas.

c) Manajemen, proses ini merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja. Pihak

manajemen harus berorientasi kemasa untuk meningkatkan potensi karyawan di

organisasi yang bersangkutan. hal ini dapat dilakukan dengan pemberian umpan

balik dan pembinaan untuk meningkatkan kinerja karyawannya.

3.2 Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Werther dan Davis (1996:342), penilaian kinerja mempunyai tujuan dan

manfaat bagi perusahaan dan karyawan yang dinilai, antara lain :

1) Performance improvement. Kemungkinan karyawan dan manajer untuk mengambil

tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.

2) Compensation adjustment. membantu para pengambil keputusan untuk menentukan

siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.

3) Placement Decision. Menentukan promosi, transfer, dan demotion.


4) Training and development needs. Mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan

pengembangan bagi karyawan agar kinerja mereka lebih optimal.

5) Carer planning and development. Memandu untuk menentukan jenis karir dan

potensi karir yang dicapai.

6) Staffing process Deficiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan karyawan.

7) Informational Inaccuracies and job- design errors. membantu menjelaskan apa saja

kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di

bidang informasi dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia.

8) Equal Employment opportunity. Menunjukkan bahwa placement Decision tidak

diskriminatif.

9) External challenges. Kadang-kadang kinerja dipengaruhi oleh faktor eksternal

seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan danlain-lainnya. Biasanya faktor ini

tidak terlalu kelihatan namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor

eksternal ini akan kelihatan hingga membantu departemen sumber daya manusia

untuk memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja karyawan.

10) Flashback. memberikan umpan balik bagi urusan kekaryawanan maupun bagi

karyawan itu sendiri.

Tujuan dilaksanakannya penilaian kinerja menurut Milkovich (1991:91) ialah untuk

mengenali kekuatan dan kelemahan karyawan sehingga proses umpan balik sebagai

motivator dapat berjalan dengan baik untuk memperbaiki kesalahan karyawan dalam

bekerja dan menentukan lokasi rewards yang tepat sesuai dengan prestasi kerja masing-

masing umpan balik bagi karyawan merupakan informasi untuk mendapatkan bimbingan
danumpan balik bagi karyawan merupakan informasi untuk mendapatkan bimbingan dan

pembinaan agar terbentuk tingkat kemampuan kerja dan usaha kerja karyawan.

3.3 Syarat Efektifnya Penilaian Kinerja

Sistem penilaian kinerja yang efektif, harus mampu merespons berbagai tantangan

internal dan eksternal yang dihadapi oleh karyawan. Menurut cascio (1992:270-276)

terdapat enam syarat yang dapat digunakan sebagai alat ukur dalam mengukur efektif atau

tidaknya sistem penilaian kinerja, yaitu sebagai berikut:

1) Penilaian (Supervisor)

Mengukur kemampuan dan motivasi penilaian dalam melakukan penilaian secara

terus menerus, merumuskan kinerja karyawan secara objektif dan memberikan

umpan balik bagi karyawan.

2) Keterkaita (Relevance)

Mengukur keterkaitan langsung unsur-unsur penilaian kinerja dengan uraian

pekerjaan.

3) Kepekaan (Sensitivity)

Mengukur keakuratandan kecermatan sistem penilaian kinerja yang dapat

membedakan karyawan yang berprestasi dan yang tidak berprestasi, serta sistem

harus dapat digunakan untuk tujuan administrasi kekaryawanan.

4) Keterandalan (Reliability)

Mengukur keandalan dan konsistensi alat ukur yang digunakan.

5) Kepraktisan (Practicality)
Mengukur alat penilaian kinerja yang mudah digunakan dan dimengerti oleh penilai

dan bawahannya.

6) Dapat diterima (Acceptability)

Mengukur kemampuan penilai dalam melakukan penilaian sesuai dengan

kemampuan tugas dan tanggung jawab mengomunikasikan dan mendefinisikan

dengan jelas standar dari unsur-unsur penilaian yang harus dicapai.

3.4 proses penyusunan penilaian kinerja

Proses penyusunan penilaian kinerja menurut mondy dan Noe (1993:398) terbagi

dalam beberapa tahapan kegiatan yang ditunjukkan sebagai berikut :

1. langkah pertama yang harus dilakukan dalam menyusun sistem penilaian kinerja itu

harus digali terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi dengan

adanya sistem penilaian kinerja yang akan disusun. hal ini terjadi penting karena

dengan mengetahui tujuan yang ingin dicapai akan lebih memudahkan dalam

menentukan desain penilaian kinerja.

2. Langkah yang kedua, menetapkan standar yang diharapkan dari suatu jabatan,

sehingga akan diketahui dimensi dimensi apa saja yang akan di ukir dalam penilaian

kinerja. dimensi-dimensi tersebut tentunya harus sangat terkait dengan pelaksanaan

tugas pada jabatan itu. tahap ini biasanya dapat dilakukan dengan menganalisa

jabatan atau menganalisa uraian tugas masing-masing jabatan.

3. Setelah tujuan dan dimensi yang akan diukur dalam penilaian kinerja diketahui,

maka langkah selanjutnya yaitu menentukan desain yang sesuai untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Penentuan desain penilaian kinerja ini harus selalu

dikaitkan dengan tujuan penilaian. hal ini karena tiap-tiap desain penilaian kinerja

memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Sebagai contoh, penilaian

kinerja yang dilakukan untuk menentukan besaran gaji karyawan dengan penilaian

kinerja yang bertujuan hanya untuk mengetahui kebutuhan pengembangan tentunya

memiliki desain yang berbeda.

4. langkah berikutnya adalah melakukan penilaian kinerja terhadap karyawan yang

menduduki suatu jabatan. Penilaian kinerja ini dapat dilakukan oleh atasan saja,

atau dengan sistem 360°. Penilaian dengan sistem 360° maksudnya adalah penilaian

1 karyawan dilakukan oleh atasan, rekan kerja yang sejajar atau setingkat dan

bawahannya.

5. Hasil dari penilaian kinerja, selanjutnya dianalisa dan dikomunikasikan kembali

kepada karyawan yang dinilai agar mereka mengetahui kinerja nya selama ini serta

mengetahui kinerja yang diharapkan oleh organisasi. evaluasi terhadap sistem

penilaian kinerja yang telah dilakukan juga dilaksanakan pada tahap ini. apakah

penilaian kinerja tersebut sudah dapat mencapai tujuan dari diadakannya penilaian

kinerja atau belum. Apabila ternyata belum, maka harus dilakukan revisi atau desain

ulang sistem penilaian kinerja.


Buku pengembangan SDM (bab 11)

A. Pengertian Motivasi

Motif atau motivasi berasal dari kata latin "moreve" yang berarti dorongan dari

dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Pengertian motivasi tidak terlepas dari

kata kebutuhan atau "needs"atau "want". Kebutuhan adalah suatu "potensi' dalam diri

manusia yang perlu ditanggapi atau direspons.

Tanggapan terhadap kebutuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk tindakan untuk

pemenuhan kebutuhan tersebut, dan hasilnya adalah orang yang bersangkutan merasa atau

menjadi puas. apabila kebutuhan tersebut belum direspon maka akan selalu berpotensi

untuk muncul kembali sampai dengan terpenuhinya kebutuhan yang dimaksud. Misalnya

seorang yang telah lulus sarjana, akan menimbulkan kebutuhan "mencari" pekerjaan dan

sekaligus sebagai pemenuhan kebutuhan fisik. untuk pemenuhan kebutuhan tersebut ia

mencari pekerjaan dan selama pekerjaan belum diperoleh maka kebutuhan tersebut akan

selalu muncul sampai didapatnya pekerjaan.

Banyak batasan pengertian tentang motivasi ini antara lain sebagai berikut :

1. Pengertian motivasi seperti yang dirumuskan oleh Teryy G. 1986) adalah keinginan

yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan

perbuatan-perbuatan (perilaku).

2. Sedangkan Stoner (1992) mendefinisikan bahwa motivasi adalah sesuatu hal yang

menyebabkan dan yang mendorong tindakan atau perilaku seseorang.


3. Dalam konteks pengembangan organisasi, Filippo (1984) merumuskan bahwa

motivasi adalah suatu arahan pegawai dalam suatu organisasi agar mau bekerja

sama dalam mencapai keinginan para pegawai dalam rangka pencapaian

keberhasilan organisasi.

4. Dalam konteks yang sama (pengembangan organisasi), Ducan (1981)

mengemukakan bahwa motivasi adalah setiap usaha yang didasarkan untuk

mempengaruhi perilaku seseorang dalam meningkatkan tujuan organisasi

semaksimal mungkin.

5. Knootz (1972) merumuskan bahwa motivasi mengacu pada dorongan dan usaha

untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan.

6. Berbeda dengan Hasibuan (1995) yang merumuskan bahwa motivasi adalah suatu

perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. ia

menambahkan bahwa setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai.

Dari berbagai batasan dan dalam konteks yang berbeda seperti tersebut di atas, dapat

disimpulkan bahwa motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi

tertentu yang dihadapinya. Di dalam diri seseorang terdapat "kebutuhan" atau "keinginan"

terhadap objek di luar diri seseorang tersebut, kemudian bagaimana seseorang tersebut

menghubungkan antara kebutuhan dengan "situasi di luar" objek tersebut dalam rangka

memenuhi kebutuhan yang dimaksud. Oleh sebab itu, motivasi adalah suatu alasan

seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.


B. Beberapa Konsep Motivasi

Banyak para ahli dari berbagai disiplin ilmu merumuskan konsep atau teori tentang

motivasi. Diantara banyak konsep tentang motivasi dari berbagai ahli tersebut, di bawah ini

penulis kemukakan beberapa konsep sebagai dasar motivasi kerja.

1. Teori Mc Clelland

Menurut Mc Clelland yang dikutip dan diterjemahkan oleh Sahlan dan Asnawi (2002),

mengatakan bahwa dalam diri manusia ada dua motivasi atau motif, yakni motif primer

atau motif yang tidak dipelajari, dan motif sekunder atau motif yang dipelajari melalui

pengalaman serta interaksi dengan orang lain. Oleh karena motif sekunder timbul karena

interaksi dengan orang lain, kakak motif ini sering juga disebut motif sosial. motif primer

atau motif yang tidak dipelajari ini secara alamiah timbul pada setiap manusia secara

biologis. motif ini mendorong seseorang untuk terpenuhinya kebutuhan biologisnya

misalnya makan, minum dan kebutuhan kebutuhan biologis yang lain.

Sedangkan motif sekunder adalah motif yang timbul karena dorongan dari luar akibat

interaksi dengan orang lain atau interaksi sosial. Selanjutnya motif sosial ini oleh Cleveland

yang dikutip oleh Isnanto Bachtiar (1984), dibedakan menjadi tiga motif, yakni :

a) Motif berprestasi

Berprestasi adalah suatu dorongan yang ada pada setiap manusia untuk mencapai hasil

kegiatannya atau hasil kerjanyanya maksimal. Secara naluri setiap orang mempunyai

kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan kegiatannya lebih baik dari sebelumnya, dan
bila mungkin untuk lebih baik dari orang lain. Namun dalam realitasnya, untuk berprestasi

atau mencapai hasil kegiatannya lebih baik dari sebelumnya atau lebih baik dari orang lain

itu tidak mudah banyak kendalanya. justru kendala yang dihadapi dalam mencapai prestasi

inilah yang mendorongnya untuk berusaha mengatasinya serta memelihara semangat kerja

yang tinggi dan bersaing mengungguli orang lain. Oleh sebab itu, maka motif berprestasi

adalah sebagai dorongan untuk sukses dalam situasi kompetisi yang didasarkan kepada

ukuran "keunggulan" dibanding dengan standar atau orang lain. Secara rinci pencerminan

motif berprestasi dalam dunia kerja antara lain sebagai berikut :

1. Berani mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya.

2. Selalu mencari umpan balik terhadap keputusan atau tindakan-tindakannya yang

berkaitan dengan tugasnya.

3. Selalu berusaha melaksanakan pekerjaannya atau tugasnya dengan cara-cara baru

atau inovatif dan kreatif.

4. Senantiasa tidak atau belum puas terhadap setiap pencapaian kerja atau tugas, dan

sebagainya.

b) Motif berafiliasi.

Manusia adalah makhluk sosial, oleh sebab itu manusia menjadi bermakna dalam

interaksinya dengan manusia yang lain (sosial). Dengan demikian, secara naluri kebutuhan

atau dorongan untuk berafiliasi dengan sesama manusia adalah melekat pada setiap orang.

Agar kebutuhan berafiliasi dengan orang lain ini terpenuhi, atau dengan kata lain diterima

oleh orang lain atau lebih positif lagi supaya disukai oleh orang lain, ia harus menjaga
hubungan baik dengan orang lain. Untuk mewujudkan "disenangi orang lain" maka setiap

perbuatannya atau perilakunya adalah merupakan alat atau media untuk membentuk,

memelihara, diterima dan bekerja sama dengan orang lain.

Pencerminan motif berafiliasi dalam perilaku sehari-hari dalam organisasi, antara lain

sebagai berikut ;

1. Senang menjalin pertemanan atau persahabatan dengan orang lain terutama dengan

perr group-nya.

2. Dalam melakukan pekerjaan atau tugas lebih mementingkan team work daripada

kerja sendiri.

3. Dalam melakukan tugas atau pekerjaan lebih merasa efektif bekerja sama dengan

orang lain daripada sendiri.

4. Setiap pengambilan keputusan berkaitan dengan tugas cenderung minta persetujuan

atau kesepakatan orang lain atau kawan sekerjanya, dan sebagainya.

c) Motif berkuasa

Manusia mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi dan menguasai orang lain,

baik dalam kelompok sosial yang kecil maupun kelompok sosial besar. Motif untuk

mempengaruhi dan menguasai orang lain ini oleh Clevelland disebut motif berkuasa. motif

berkuasa ini adalah berusaha mengarahkan perilaku seseorang untuk mencapai kepuasan

melalui tujuan tertentu, yakni kekuasaan dengan jalan mengontrol dan menguasai orang

lain.
Pencerminan motif berkuasa ini dalam kehidupan sehari-hari antara lain seperti tersebut

di bawah ini :

1. Selalu ingin mendominasi pembicaraan pembicaraan dalam pergaulan dengan orang

lain terutama dalam kelompok.

2. Aktif dalam menentukan atau pengambilan keputusan terkait dengan kegiatan

kelompok atau pekerjaan.

3. Senang membantu atau memberikan pendapat kepada pihak lain meskipun tidak

dimintanya.

4. Senang menjadi anggota suatu organisasi atau perkumpulan yang dapat

mencerminkan prestasi , dan sebagainya.

2. Teori Mc Gregor

Berdasarkan penelitiannya, Mc Gregor menyimpulkan teori motivasi itu dalam teori X

dan Y. Teori ini didasarkan pada pandangan konvensional atau klasik (teori X) dan

pandangan baru atau modern (teori Y) .

Teori X yang bertolak dari pandangan klasik ini didasarkan anggapan bahwa :

a. Pada umumnya manusia tidak senang bekerja.

b. Pada umumnya manusia cenderung sedikit mungkin melakukan aktivitas atau

bekerja.

c. Pada umumnya manusia kurang berambisi.

d. Pada umumnya manusia kurang senang apabila diberi tanggung jawab, melainkan

suka diatur dan diarahkan.


e. Pada umumnya manusia bersifat egois dan kurang acuh terhadap organisasi. Oleh

sebab itu, dalam melakukan pekerjaan harus diawasi dengan ketat dan harus dipaksa

untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.

Sedangkan teori Y yang bertumpu pada pandangan atau pendekatan baru ini

beranggapan bahwa :

a. Pada dasarnya manusia itu tidak pasif, tetapi aktif.

b. Pada dasarnya manusia itu tidak malas kerja, tetapi suka bekerja.

c. Pada umumnya manusia dapat berprestasi dalam menjalankan pekerjaannya.

d. pada umumnya manusia selalu berusaha mencapai sasaran atau tujuan organisasi.

e. pada umumnya manusia itu selalu mengembangkan diri untuk mencapai tujuan atau

sasaran.

Mendasarkan teori Mc Gregor ini, para pimpinan atau manajer perusahaan atau

organisasi mempunyai keyakinan bahwa mereka dapat mengarahkan para bawahannya

untuk mencapai produktivitas atau tujuan-tujuan organisasi mereka. Oleh sebab itu, para

pimpinan tersebut dipermudah dalam memotivasi bawahan untuk bekerja sama dalam

mencapai tujuan tujuan organisasi. Dengan tercapainya tujuan tujuan organisasi, maka

tujuan-tujuan perorangan dalam organisasi juga akan tercapai.

3. Teori. Herzberg

Frederick Herzberg adalah seorang ahli psikologi dari universitas Cleveland, Amerika

serikat. Pada tahun 1950 telah mengembangkan teori motivasi "Dua faktor" ( Herzberg's
Two Factors Motivation Theory). Menurut teori ini, ada dua faktor yang mempengaruhi

seseorang dalam tugas atau pekerjaannya , yakni :

1. Faktor-faktor penyebab kepuasan (Satisfierr) atau faktor motivasional.

Faktor penyebab kepuasan ini menyangkut kebutuhan psikologis seseorang, yang

meliputi serangkaian kondisi intrinsik. Apabila kepuasan kerja dicapai dalam pekerjaan,

maka akanmenggerakan tingkat motivasi yang kuat bagi seorang pekerja, dan akhirnya

dapat menghasilkan kinerja yang faktor motivational (kepuasan) ini mencakup antara lain :

a. Prestasi ( achievement )

b. Penghargaan ( recognation )

c. Tanggung jawab ( responsibility )

d. Kesempatan untuk maju ( possibility of growth )

e. Pekerjaan itu sendiri ( Work)

2. Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan (Dissatisfactioin) atau faktor higiene.

Faktor-faktor ini menyangkut kebutuhan akan pemeliharaan atau hakikat manusia

yang ingin memperoleh kesehatan badaniah. Hilangnya faktor-faktor ini akan menimbulkan

ketidakpuasan bekerja (Dissatisfactioin). Faktor higiene yang menimbulkan ketidakpuasan

kerja antara lain :

a. Kondisi kerja fisik (Physical Enviroment )

b. Hubungan interpersonal (Interpersonal Relationship)

c. Kebijakan dan administrasi perusahaan (Company and Administration Policy)


d. Pengawasan (Supervision)

e. Gaji (Salary)

f. Keamanan kerja (Job Security)

Dari teori Herzberg ini ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa :

a. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan atau memotivasi karyawan dalam

meningkatkan kinerja nya adalah kelompok faktor-faktor motivasional ( satisfiers) .

b. Perbaikan gaji, kondisi kerja, kebijakan organisasi dan administrasi tidak akan

menimbulkan kepuasan, melainkan menimbulkan ketidakpuasan. sedangkan faktor

yang menimbulkan kepuasan adalah hasil kerja itu sendiri.

c. Perbaikan faktor higiene kurang dapat mempengaruhi terhadap sikap kerja yang

positif.

C. Cara yang dapat ditempuh dalam meningkatkan motivasi kerja karyawan antara

lain sebagai berikut (Buchari Zainun, 1976) :

1. Komunikasi

Organisasi atau institusi kerja adalah sebuah keluarga besar, dan pimpinan organisasi

adalah sebagai kepala keluarga tersebut. agar masing-masing anggota keluarga organisasi

tersebut mengetahui peran setiap anggota atau karyawan satu dengan yang lain dalam

rangka mencapai tujuan organisasi, perlu adanya komunikasi yang terbuka. komunikasi

dalam suatu organisasi harus dibuka ke semua jalur atau ke semua arah. komunikasi

organisasi bukan hanya antara bawahan dan atasan dalam menyampaikan perintah perintah

kerja, atau respon terhadap vertikal, namun juga komunikasi di antara karyawan dengan
karyawan itu sendiri (horizontal). kebijakan-kebijakan organisasi yang dikeluarkan oleh

pimpinan organisasi tidak semata-mata harus dilakukan atau dipatuhi oleh setiap pegawai,

tetapi yang penting adalah pemahaman setiap karyawan terhadap kebijakan tersebut

dikeluarkan, dan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Untuk itu komunikasi

berbagai arah dalam organisasi melalui diskusi, seminar, pertemuan pertemuan rutin antara

pimpinan dan karyawan adalah penting. dengan adanya komunikasi organisasi yang baik

akan merupakan iklim yang kondusif dan dapat memotivasi para karyawan untuk kinerja

dengan baik.

2. Orientasi

Ada dua orientasi dalam meningkatkan kinerja, yakni orientasi kepada pegawai atau

karyawan, dan orientasi kepada pekerja atau tugas semata-mata. Aliran yang menekankan

atau berorientasi pada karyawan disebut aliran organistik, sedangkan aliran yang

menekankan atau berorientasi pada tugas atau pekerjaan disebut aliran mekanistik. Dalam

meningkatkan motivasi kerja, kedua orientasi ini tidak boleh dipertentangkan tetapi justru

harus diseimbangkan. Karena kalau terlalu berorientasi kepada pegawai, akan terjadi

penyimpangan-penyimpangan dari ukuran-ukuran kinerja (tidak obyektif) . sebaliknya

apabila terlalu berorientasi kepada tugas dan pekerjaan, akan terjadi penghilangan aspek-

aspek kemanusian dalam menyelesaikan tugas (pekerjaan). oleh sebab itu dalam

meningkatkan motivasi kerja kedua aliran ini dipakai atau diterapkan secara seimbang,

karena saling melengkapi.


3. Pengawasan

Pengawasan atau supervisi oleh atasan terhadap bawahan adalah alat untuk memotivasi

kerja karyawan, apabila caranya tepat. Tetapi apabila supervisi tersebut lakukan dengan

cara yang salah,. Misalnya dilakukan dengan marah-marah, selalu memberi perintah

perintah atau instruksi, maka justru akan melemahkan semangat kerja. Supervisi yang baik

adalah sambil melihat kinerja karyawan, atasan sebagiannya memberikan bimbingan,

arahan, dan konsultasi terhadap tugas atau pekerjaan karyawan bawahannya. Karyawan

didorong melaksanakan tugasnya atas dasar kemauan dan prakarsanya sendiri, bukan

karena diinstruksikan oleh atasan.

4. Pengakuan

Pengakuan atau rekognasi berupa penghargaan pimpinan organisasi terhadap karyawan

merupakan dorongan semangat kerja. Penghargaan atau rekognasi dalam suatu organisasi

bukan hanya dalam bentuk materi saja, tetapi juga dalam bentuk non materi seperti surat

penghargaan, pujian secara lisan, kunjungan atasan kepada bawahan secara informal, dan

sebagainya. Dari hasil penelitian yang ada, rekognasi dapat meningkatkan "rasa memiliki"

bagi karyawan terhadap organisasi.

Rekognasi dalam bentuk penghargaan terhadap karyawan juga dapat menimbulkan

perasaan betapa pentingnya karyawan tersebut bagi organisasi. Di samping itu, pengakuan

atau penghargaan yang diberikan kepada karyawan dapat menimbulkan "rasa berhasil" bagi

yang bersangkutan. pengaruh pengaruh pemberian pengakuan dalam bentuk penghargaan

penghargaan tersebut selanjutnya akan meningkatkan motivasi kerja karyawan.


5. Partisipasi.

Pimpinan suatu organisasi atau institusi adalah seorang Demokrat yang baik. seorang

pimpinan organisasi kerja di mana pun tidak baik selalu setiap mengambil keputusan

organisasi hanya didasarkan pada pertimbangan pertimbangan beberapa orang saja, lebih-

lebih hanya atas dasar kemauan diri sendiri saja. Setiap pengambilan keputusan, lebih-lebih

yang menyangkut karyawan atau bawahan, hendaknya melibatkan karyawan sebanyak

mungkin (tidak harus semua ). Meskipun demikian, ke ikut sertaan atau partisipasi bawahan

dalam pengambilan keputusan pimpinan tidak berarti mengurangi tanggung jawab

pimpinan. Partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan ini penting, karena para

karyawan akan merasa ikut memiliki tanggung jawab terhadap organisasi tersebut, dan

selanjutnya dapat meningkatkan motivasi kerja.

6. Kompetisi

Kompetisi yang sehat perlu dikembangkan di suatu organisasi melalui kompetisi ini

setiap anggota organisasimelalui kompetisi ini setiap anggota organisasi atau karyawan

akan berusaha memperbaiki kinerja atau prestasinya masing-masing. dengan suasana kerja

yang kompetitif di dalam suatu organisasi kerja akan meningkatkan motivasi kerja yang

tinggi.sebaliknya kalau kompetisi dikembangkan secara tidak sehat atau tidak fair justru

akan menimbulkan ketegangan di antara karyawan, Dan akhirnya akan menurunkan

motivasi dan melemahkan kinerja. Perlombaan perlombaan pada hari-hari tertentu,

misalnya pada hari ulang tahun perusahaan atau hari ulang tahun kemerdekaan, adalah
momen yang baik untuk digunakan untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan melalui

kompetisi.

7. Delegasi

Pelimpahan wewenang tertentu oleh atasan kepada bawahan di dalam suatu perusahaan

adalah bentuk kepercayaan yang diberikan kepada karyawan tertentu. Dengan diperolehnya

kepercayaan dari atasan ini, seorang karyawan akan merasa bahwa ia mampu melakukan

tugas yang diberikan, dan selanjutnya ia merasa percaya diri. dengan adanya percaya diri

ini akan menimbulkan semangat kerja yang tinggi. Oleh sebab itu, pendelegasian

wewenang kepada para karyawan adalah juga merupakan memotivasi kerja karyawan.

Namun, pemberian wewenang ini harus disertai pengawasan, sebab apabila tidak,

wewenang yang diberikan tersebut akan disalahgunakan.

8. Integritas

Suatu organisasi kerja apa pun mempunyai visi, misi, tujuan, serta strategi untuk

mencapai visi, misi, dan tujuan tersebut. Pimpinan organisasi berkewajiban untuk

mengkoordinasikan, mengarahkan, dan sebagainya semua sumber daya manusia atau

karyawan untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Kepentingan-kepentingan pribadi

semua karyawan (pimpinan dan bawahan) harus diintegrasikan guna mencapai tujuan-

tujuan organisasi. Oleh sebab itu, pimpinan organisasi mempunyai kewajiban untuk

menumbuhkan "integritas"yang tinggi pada semua karyawannya terhadap organisasi.

apabila semua karyawan organisasi mempunyai integritas organisasi yang tinggi maka akan

mendorong kinerja semua karyawan.


D. Metode dan alat motivasi kerja

Telah diuraikan di atas bawah meningkatkan gaji karyawan dalam suatu organisasi

merupakan salah satu cara untuk meningkatkan motivasi kerja. tetapi tidak semua orang di

suatu organisasi meningkatkan motivasi nya karena gaji saja, melainkan banyak faktor yang

berpengaruh terhadap motivasi kerja. beberapa ahli mengelompokkan dua cara atau metode

untuk meningkatkan motivasi kerja, yakni :

1. Metode langsung (Direct Motivasion)

Pemberian materi atau non materi kepada karyawan secara langsung untuk memenuhi

kebutuhan dan kepuasan merupakan cara yang langsung dapat meningkatkan motivasi

kerja. yang dimaksud dengan pemberian materi adalah misalnya pemberian bonus,

pemberian hadiah pada waktu tertentu, misalnya pada hari ulang tahun karyawan, pada hari

raya, dan sebagainya. Sedangkan pemberian non materi antara lain memberikan pujian,

memberikan penghargaan dan tanda tanda penghormatan yang lain dalam bentuk surat

keputusan, sertifikat, dan sebagainya.

2. Metode tidak langsung (Indirect Motivation)

Suatu kewajiban memberikan kepada karyawan organisasi berupa fasilitas atau sarana

sarana penunjang kerja atau kelancaran tugas. Dengan fasilitas atau sarana dan prasarana

tersebut karyawan akan merasa dipermudah tugasnya, sehingga dapat mendorong semangat

kerjanya. Meningkatkan motivasi tidak langsung ini misalnya, ruang kerja yang nyaman,

kursi kerja yang empuk, tersedianya alat komunikasi, dan sebagainya. dengan sarana seperti
ini akan memberikan semangat kerja yang tinggi bagi karyawan dan akhirnya dapat

meningkatkan kinerja mereka.

Upaya meningkatkan motivasi seperti tersebut, dengan memberikan sesuatu kepada

karyawan dipandang sebagai cara atau metode untuk meningkatkan motivasi kerja. tetapi

apabila dilihat dari apa yang diberikan kepada karyawan, yang akhirnya dapat

meningkatkan motivasi, maka apa yang diberikan tersebut dapat dikatakan sebagai alat

motivasi. Apabila hal ini dapat dikategorikan sebagai alat motivasi, maka dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yakni :

1. Materiil

Alat motivasi materiil adalah apa yang diberikan kepada karyawan dapat memenuhi

kebutuhan ekonomi, yang berupa uang atau barang yang mempunyai nilai jual. Misalnya :

kendaraan dinas atau rumah dinas, disamping gaji yang cukup atau bonus yang berupa

uang.

2. Nonmateri

Alat motivasi nonmateri adalah pemberian tersebut tidak dapat dinilai dengan uang,

tetapi pemberian sesuatu yang hanya memberikan kepuasan atau kebanggaan kepada

karyawan. Misalnya pemberian penghargaan berupa : mendali, piagam, piala, bintang

penghargaan, dan sebagainya.


3. Kombinasi materi dan nonmateri

Alat motivasi ini adalah kedua-duanya, baik materiil maupun nonmateriil. Di samping

fasilitas yang diterima, bonus yang diterima, karyawan juga memperoleh penghargaan

berupa piagam atau medali, dan sebagainya.


Manajemen SDM teori dan aplikasi (bab 9 dan bab 13).

1. Definisi motivasi

Motivasi adalah aktivitas perilaku yang bekerja dalam usaha memenuhi kebutuhan

kebutuhan yang diinginkan. untuk memahami lebih dalam definisi motivasi ada baiknya

kita melihat beberapa pendapat para ahli berikut ini.

Chung dan Meggison menyatakan bahwa motivasi dirumuskan sebagai perilaku yang

ditunjukkan pada sasaran. motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh

seseorang dalam mengejar suatu tujuan, motivasi berkaitan erat dengan kepuasan dan

performansi pekerjaan.

Di sisi lain menurut Santoso motivasi adalah suatu set atau kumpulan perilaku yang

memberikan landasan bagi seseorang untuk bertindak dalam suatu cara yang diarahkan

kepada tujuan spesifik tertentu.

2. Hierarki kebutuhan an Maslow

Teori kebutuhan Maslow sudah lama dikenal sebagai sebuah teori yang sangat realistis

untuk diterapkan. Hasil hasil pemikirannya tertuang dalam bukunya yang berjudul

"motivation and personality". Banyak kalangan akademisi dan praktisi bisnis yang

menempatkan konsep ini dalam melihat pengaruh motivasi yang dibangun secara strategis.

memang kalau kita melihat teori Maslow suatu keinginan yang bersumber dari motivasi

seseorang tidak boleh diperoleh secara sekaligus namun harus dilakukan secara bertahap,
dan setiap tahap itu harus dilalui dengan artinya manusia diajarkan untuk menghargai

proses.

Abraham Maslow, dari Brandesis University, sangat terkenal dengan teori hierarki

kebutuhannya, yang banyak dijadikan sebagai titik acuan oleh sebagian besar sarjana untuk

memahami motivasi kerja seseorang dalam organisasi, baik dalam skala mikro maupun

makro.

3. Kelemahan teori Maslow

Dalam realita teori kebutuhan Maslow memiliki permasalahan. Menurut E. Mulyasa

bahwa ada 2 masalah berkenaan dengan asumsi yang spesifik terhadap teori Maslow :

1) Kebutuhan individu tidak selalu mengikuti tatanan yang berjenjang, sebagai contoh

sesuai dengan arahan kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan telah melakukan

suatu upaya walaupun belum memenuhi untuk mencintai dan dicintai, atau

kebutuhan-kebutuhan untuk menyatu dalam kelompok.

2) Kebutuhan kebutuhan yang berbeda muncul ke depan, manakala musim kerja

meningkat.

Dalam tata kehidupan ini sering orang memperoleh setiap kebutuhan nya bukan secara

bertahap seperti yang dikemukakan oleh Maslow, karena kadang kala itu bisa diperoleh

dengan melompat. serta pada saat seseorang masuk dan berada di suatu organisasi itu bukan

dilakukan atas dasar sikap aktualisasi diri, namun lebih karena keinginan untuk memiliki

rasa aman.
Adapun sebagaian sarjana yang mengkritik teori Maslow tersebut dengan menegaskan

bahwa berbagai kebutuhan manusia itu sebenarnya bukan berjenjang atau hierarki, tetapi

merupakan rangkaian (Siagian: 1989). Ini secara lebih tegas dikemukakan oleh Faustino

C.Gbahwa orang yang sudah menikmati keamanan fisik yang paling mantap sekalipun,

tetap perlu makan, pakaian, perumahan, tetapi perlu diakui keberadaannya, tetap ingin

berkembang dan diakui.

Karena itu teori Maslow tidak harus dilihat bahwa pemenuhan kebutuhan tersebut

bersifat bertahan namun semua itu jika seseorang sudah berada pada tahap sosial needs

maka artinya kebutuhan physiological needs dan safety and security needs sudah dipenuhi

dan begitu pula sebaliknya bahwa kemungkinan physiological needs bergabung dengan

Ekstrem needs dan seterusnya, dan semua itu sesuai dengan kondisi dimana orang tersebut

berada serta beraktivitas.

4. Menurut Buchari Alma, ada beberapa cara untuk memotivasi atau

meningkatkan gairah kerja karyawan antara lain :

1) Berikan imbalan yang memadai.

2) Berikan santapan rohani secara periodik.

3) Ciptakan suasana informal, suasana santai, rekreasi malam bersama dengan anggota

keluarga, berikan perhatian individual kepada karyawan, tanya keluarganya, dan

sebagainya.

4) Gunakan "manajemen tepuk" artinya karyawan itu didekati, anggap mereka sahabat,

bukan kuli, tepuk-tepuk lah bahunya, dan hargai mereka, inilah yang disebut

manajemen perilaku.
5) Berikan kesempatan untuk maju dan merencanakan masa depannya.

6) Tingkatkan loyalitas mereka.

7) Minta pendapat dan saran saran karyawan dalam hal tertentu.

Dengan cara memberikan motivasi seperti itu maka seseorang karyawan akan bekerja

secara maksimal dan tidak begitu peduli pada konflik. Namun kesuksesan seorang

karyawan dalam bekerja tidak akan terjadi tanpa mengetahui apa sebenarnya yang

diperlukan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan secara sukses.

5. Hambatan-hambatan dalam penerapan kinerja

Dalam menerapkan suatu model manajemen kinerja yang profesional maka sering

ditemui berbagai hambatan. Adapun bentuk-bentuk hambatan tersebut adalah :

A. Masih kurangnya pemahaman pihak manajemen perusahaan dalam mengenal secara

lebih komprehensif tentang manajemen kinerja. gimana selama ini para manajer

perusahaan dalam memahami manajemen kinerja masih sebatas memahami konsep

dan belum mengerti bagaimana menerapkannya di adapun para manajer yang telah

memahami dan mampu menerapkanadapun para manajer yang telah memahami dan

mampu menerapkan tentang manajemen kinerja secara baik dan benar baru sedikit,

yaitu terutama mereka yang telah memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan juga

telah berpengalaman dalam bidangnya secara lama ditambah dengan seringnya

mengikuti pelatihan dalam konteks manajemen kinerja.

B. Sarana dan prasarana yang terdapat di organisasi tersebut baik organisasi yang

bersifat profit oriented dan non profit oriented belum mendukung ke arah penegakan
konsep manajemen kinerja yang baik. seperti perangkat komputer dengan koneksi

jaringan belum selalu online dengan cepat yaitu terutama dalam mengakses sumber

data dan berbagai informasi lainnya sehingga kualitas kinerja juga terjadi penurunan,

kondisi bangunan masih jauh atau belum memenuhi standar kualitas yang digariskan

dalam ketentuan dan prosedur baku sehingga ini mempengaruhi tingkat kenyamanan

dan keamanan di tempat kerja.

C. Research, pelatihan, jurnal, dan buku teks yang mendukung pemahaman serta

percepatan berbagai pihak dalam memahami dan menafsirkan tentang manajemen

kinerja belum tersedia dengan lengkap, bahkan dianggap masih kurang.

D. Keberadaan berbagai buku referensi baik yang ditulis oleh penulis asing dan domestik

masih belum bersifat umum dan belum bersifat kasuistik atau khusus. Kondisi ini

menyebabkan para manajer dalam menerapkan konsep manajemen kinerja masih

harus bekerja ekstra untuk menerjemahkannya atau menyesuaikannya dengan kondisi

tepat di mana ia bekerja. belum lagi masih sering ditemui nya pertentangan hambatan

antara teori dan praktek dilapangan titik seperti perusahaan harus secepatnya mengejar

profit atau tagihan jatuh tempo pembayaran cicilan kredit dan berbagai kondisi

lainnya sehingga mengharuskan pihak manajemen perusahaan untuk lebih berfokus

pada penyelesaian masalah dan mengesampingkan persoalan lainnya.

E. Dukungan pihak terkait seperti pemerintah dan lembaga terkait lainnya yang belum

begitu maksimal dalam fungsinya sebagai kontrol sosial. Ini kadangkala bisa

dimaklumi karena mereka juga masih memiliki kekurangan perangkat dalam usaha

mewujudkan suatu tatanan organisasi dengan basis manajemen kinerja yang

profesional. padahal dalam masyarakat modern keberadaan pemerintah dengan


berbagai regulatornnya serta lembaga non government lainnya memiliki andil besar

dalam membangun tatanan yang lebih baik titik seperti kasus semburan gas yang di

sebabkan oleh perusahaan Lapindo Brantas di Sidoarjo, yang hingga kini belum ada

sebuah titik penyelesaian baik dari perusahaan sendiri dan pemerintah dalam mencari

suatu titik temu yang bersolusi.kondisi ini telah berdampak pada penilaian publik

terhadap lemahnya kualitas manajemen kinerja PT Lapindo Brantas itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai