Anda di halaman 1dari 5

Pendahuluan

Teori yang dibahas di sini adalah teori motivasi tentang hirarki kebutuhan dari
Abraham Maslow. Tidak disangkal bahwa dewasa ini muncul pelbagai kritik tentang
validitas teori ini. Namun sebagai konsep dasar bagi pengenalan struktur pribadi
individu dan pelbagai faktor yang mendorong orang melakukan sesuatu, teori ini masih
bisa bergema keras. Stephen P. Robbins, dalam buku Perilaku Organisasi, menulis
bahwa meskipun dikritik habis-habisan..., agaknya (teori Maslow) masih merupakan
penjelasan yang paling baik soal motivasi karyawan. Teori-teori lain yang muncul
setelah teori Maslow lebih merupakan penyempurnaan dan penyesuaian daripada
penemuan suatu teori yang betul-betul baru. Dari telaah filosofis, dengan kelebihan
maupun kelemahan teorinya, Maslow telah berhasil mencetuskan pemikiran yang amat
bermanfaat. Kelebihan dari teorinya jelas memberikan sumbangan besar dalam
pengetahuan tentang motivasi dan kepribadian manusia. Dan kelemahan teorinya
serta-merta tetap berguna karena telah memberikan atau memancing feedback bagi
pemikir-pemikir selanjutnya untuk memperbaiki dan menyempurnakannya.
Motivasi
Munculnya tingkah laku manusia secara psikologis disebabkan oleh kekuaan yang
menggerakkan, sehingga ia tergerak untuk melakukan suatau perbuatan tertentu. Faktor yang
menggerakkan tingkah laku manusia tersebut disebut motif, yaitu keadaan internal yang
mendorong terjadinya suatu tingkah laku untuk tujuan tertentu.
Selain istilah motif, dalam psikologi juga dikenal istilah motivasi. Motif dan motivasi
ini merupakan dua hal dalam satu kesatuan. Motif berarti daya dorong untuk bertingkah laku,
sedang motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif pada saat tertentu, terutama bila
kebutuhan untuk mencapai tujuan terasa sangat mendesak.
Teori Motivasi Abraham Maslow
Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia
menyebut teorinya sebagai hirarki kebutuhan. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang
berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi
mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut. Selanjutnya orang akan berusaha memenuhi
kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow membagi tingkat kebutuhan manusia menjadi sebagai
berikut:
1; Kebutuhan fisiologis: kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa lapar, haus, tempat

berteduh, seks, tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya.


2; Kebutuhan akan rasa aman: mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan
terhadap kerugian fisik dan emosional.
3; Kebutuhan sosial: mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih
sayang, diterima-baik, dan persahabatan.
4; Kebutuhan akan penghargaan: mencakup faktor penghormatan internal seperti harga
diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan
perhatian.
1

5; Kebutuhan akan aktualisasi diri: mencakup hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh

kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.


Maslow menyebut teori Hirarki Kebutuhan-nya sendiri sebagai sintesis atau perpaduan teori
yang holistik dinamis. Disebut demikian karena Maslow mendasarkan teorinya dengan
mengikuti tradisi fungsional James dan Dewey, yang dipadu dengan unsur-unsur kepercayaan
Wertheimer, Goldstein, dan psikologi Gestalt, dan dengan dinamisme Freud, Fromm, Horney,
Reich, Jung, dan Adler.
Identifikasi Hirarki Kebutuhan
1; Identifikasi Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk


mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat
tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan,
harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang
berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan.
Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi. Ketika
kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi
tingkatnya) akan muncul dan mendominasi perilaku manusia.
Tak teragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat
dan mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang sangat merasa kekurangan segalagalanya dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi yang paling besar
ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang lain-lainnya. Dengan kata lain, seorang individu
yang melarat kehidupannya, mungkin sekali akan selalu termotivasi oleh kebutuhankebutuhan ini.
2; Identifikasi Kebutuhan Rasa Aman

Segera setelah kebutuhan dasariah terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan


Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan
diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut,
cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan
sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak
membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai
konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka
ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki
kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang
bersifat asing dan tidak diharapkan.
3; Identifikasi Kebutuhan Sosial

Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup
kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi
motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan belum pernah sebelumnya,
orang akan sangat merasakan tiadanya sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus
2

akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia
membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan
berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini
bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia
pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting.
Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan,
tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.
4; Identifikasi Kebutuhan akan Penghargaan

Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang
patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap,
mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga
diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan
secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri,
kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan
kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain,
prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau
nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian
ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan
rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik.
Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa
ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa
ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu
telah terpuaskan.
5; Identifikasi Kebutuhan Aktualisasi Diri

Menurut Maslow, setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya.


Kebutuhan manusia untuk bertumbuh, berkembang, dan menggunakan kemampuannya
disebut Maslow sebagai aktualisasi diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat
untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan
yang dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul setelah kebutuhan akan
cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai.
Kebutuhan akan aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi
Maslow. Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai titik tolak
prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Belakangan ini muncul gagasan
tentang perlunya jembatan antara kemampuan majanerial secara ekonomis dengan kedalaman
spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin yang handal tanpa melupakan sisi
kerohanian. Dalam konteks ini, piramida kebutuhan Maslow yang berangkat dari titik tolak
kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri diputarbalikkan. Dengan demikian perilaku
organisme yang diharapkan bukanlah perilaku yang rakus dan terus-menerus mengejar
pemuasan kebutuhan, melainkan perilaku yang lebih suka memahami daripada dipahami,

memberi daripada menerima. Dalam makalah ini, gagasan aktualisasi diri akan mendapat
sorotan lebih luas dan dalam sebelum masuk dalam pembahasan penerapan teori.
Relasi Teori Motivasi Abraham Maslow Dengan Teori Sufistik
Dalam kaitannya dengan sufistik teori motivasi Abraham Maslow dikaitkan dengan
pandangan Al-Ghazali mengenai motivasi dalam hubungannya dengan tingkah laku
psikologis yang memiliki banyak kesamaan.
Faktor-faktor yang memotivasi timbulnya ringkah laku maniusia dalam psikologi
sufistik Al-Ghazali meliputi dua hal yaitu dorongan fisiologis dan psikologis.
1; Dorongan fisiologis

Dorongan fisiologis disini adalah potensi internal yang memunculkan tingkah laku
manusia ke arah pemenuhan kebutuhan fisiologis perut dan seks. Sedang dorongan fisiologis
yang menggerakkan tingkah laku ke arah kebutuhan perut, menurut Al-Ghazali terdiri dari
beberapa hal, terpuji, dibenci, dan terlarang. Yang dianggap terpuji adalah dorongan tingkah
laku ke arah pemenuhan kebutuhan fisiologis (perut) secara wajar untuk mendukung
kekeuatan fisik dalam melakukan aktifitas keseharian.
Dorongan yang dibenci yaitu dorongan ke arah dorongan kebutuhan fisiologis (perut)
secara berlebihan dan melampaui ukuran normal. Sementara yang dipandang terlarang
adalah dorongan pemenuhan kebutuhan fisiologis (perut) ke arah segala sesuatu tang
diharamkan oleh Allah.
Sementara dorongan fisiologis yang menggerakkan tingkh laku ke arah pemenuhan
kebutuhan seks terdiri dari beberapa hal yang terpuji, dibenci, dan terlarang. Terpuji yang
dimaksud adalah dorongan seks yang memunculkan tingkah laku psikologis yang konstruktif
melalui perkawinan sah sesuai tujuan yang diharapkan, yaitu untuk membentengi agama,
untuk mengatur rumah tangga dan untuk menjaga keselamatan keturunan.
Sedang motif yang tergolong dibenci adalah dorongan yang menggerakkan tingkah
laku ke arah pemenuhan kebutuhan seks yang cenderung menuruti kesenangan nafsu birahi
seperti binatang yang tidak layak dijadikan contoh bagi suami istri. Yang termasuk motif
terlarang adalah dorongan yang menggerakkan tingkah laku seksual yang cenderunag hanya
sebagai pelampiasan syahwat pada saluran yang sebenarnya namun tanpa melalui ikatan
perkawinan.
2; Dorongan Psikologis

Munculnya tingkah laku psikologis manusia yang cenderung baik dan terpuji,
menurut Al-Ghazali lebih disebabkan oleh tiga faktor pendorong yaitu sebagai berikut:
a; Pendorong ke arah kebutuhan akan penghargaan yang berupa perolehan pahala dan

surga dari Allah.


b; Pendorong akan kebutuhan sanjungan dari Allah. Dan
c; Pendorong ke arah kebutuhan akan keridlaan dari Allah dan kedekatan dengannya.
4

Dari pemikiran psikologis Al-Ghazali di atas, dapat diartikan bahwa motivasi tingkah
laku psikologis manusia yang hanya didasarkan atas kebutuhan akan penghargaan yang
berupa perolehan pahala dan nikmat surga dari Allah, oleh Al-Ghazali didudukkan dalam
peringkat paling dasar sebagaimana motivasi orang awam dan mayoritas umat manusia.
Konsep tentang motivasi seperti yang dikemukakan Maslow secara substansial
memiliki kesamaan dengan pemikiran Al-Ghazali tentang motivasi tingkah laku psikologis.
Maslow mempunyai konsep bahwa munculnya motivasi terkait dengan keinginan dalam
tataran kebutuhan pokok mausia, karna itu Maslow membuat hierarki motivasi dalam lima
level yang secara esensial dapat dibedakan dalam dua sifat yaitu motivasi fisiologis yang
tercermin pada kebutuhan ke arah biologis dalam tataran level paling bawah dan motivasi
psikologis yang terkait dengan tataran kebutuhan psikologis dalam tataran level kedua hingga
paling atas.
Gagasan maslow tersebut hampir sama dengan pemikiran Al-Ghazali mengenai
motivasi tingkah laku yang tercermin dalam dua jenis, yaitu motivasi yang didasarkan atas
keinginan untuk pemenuhan kebutuhan yang bersifat fisiologis dan pemenuhan kebutuhan
yang bersifat psikologis.

Daftar Pustaka
Hadziq Abdullah, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik, Semarang: Rasail,
2005
http://prohumancapital.blogspot.com/2008/07/aktualisasi-teori-motivasiabraham.html (8-11-11)

Anda mungkin juga menyukai