KELOMPOK 11
Kelas K2
Dosen Pengampu
Susu pasteurisasi merupakan susu segar yang telah melalui proses pemanasan pada suhu
minimum 72oC selama minimum 15 detik dan segera dikemas pada kondisi yang bersih dan
sanitasinya terjaga. Hal ini bertujuan untuk mencegah kerusakan pada susu akibat dari aktivitas
mikroorganisme perusak (patogen) dengan menjaga kualitas nutrisi susu. Pasteurisasi sendiri
merupakan suatu proses sterilisasi untuk bahan baku yang tidak tahan panas seperti susu. Proses
pasteurisasi ini tidak mematikan seluruh mikroorganisme, tetapi hanya kuman yang patogen serta
tidak membentuk spora. Proses pasteurisasi tidak dapat mematikan bakteri non patogen terutama
bakteri pembusuk (Sabil 2015).
Proses pasteurisasi pada susu perlu dilakukan dengan baik dan benar supaya umur simpan
susu dapat lebih lama. Faktor penting yang harus diukur dalam menentukan kualitas serta kondisi
umur simpan susu segar adalah suhu dan waktu pasteurisasi. Terdapat beberapa metode
pasteurisasi yang umum digunakan, diantaranya pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu
singkat (High Temperature Short Time/HTST) serta pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu
lama (Low Temperature Long Time/LTLT). Tujuan dari pengolahan susu pasteurisasi yaitu untuk
membunuh semua bakteri patogen yang menyebabkan penyakit dan umum dijumpai di bahan
pangan serta untuk memperpanjang daya tahan simpan bahan pangan dengan mematikan bakteri
pembusuk dan menonaktifkan enzim yang terdapat pada bahan pangan yang asam dengan pH
kurang dari 4,5 (Arini 2019). Sehingga susu pasteurisasi bermanfaat untuk menurunkan resiko
penyakit tertentu karena susu ini telah diolah dan tidak mengandung mikroorganisme yang
berbahaya. Susu pasteurisasi mengandung air 87,31-88,61%, protein 2,73-2,90%, lemak
3,00-3,40%, laktosa 4,80-4,91%, mineral 0,16-0,18%.
Produk susu di Indonesia saat ini masih difokuskan pada wilayah Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Jawa Timur sedangkan wilayah lainnya masih relatif lebih kecil. Kota Bogor
merupakan salah satu daerah yang turut berkontribusi dalam peningkatan konsumsi susu
pasteurisasi di Indonesia yaitu dengan jumlah konsumsi terbanyak kedua di daerah Jawa Barat
(Yunita et al. 2018). Menurut BPS (2014), terjadi peningkatan konsumsi susu pasteurisasi di
wilayah Bogor mulai dari tahun 2009 hingga tahun 2013. Dengan melihat potensi susu
pasteurisasi yang meningkat, produsen menjadi tertarik untuk memenuhi permintaan tersebut.
Pengolahan susu segar dalam bentuk susu pasteurisasi umumnya ditujukan sebagai alternatif
dalam meningkatkan harga beli susu dari peternak sehingga tidak bergantung 100 persen pada
Industri Pengolahan Susu (IPS).
STANDAR MUTU SNI SUSU PASTEURISASI
Uji Fosfatase 0
2. Kadar Lemak
Kadar lemak merupakan salah satu indikator kualitas mutu pada susu pasteurisasi.
Berdasarkan SNI No. 01-3951-1995, kadar lemak minimum yang harus terkandung
dalam susu pasteurisasi adalah 2,8% (b/b). Kadar lemak yang tidak sesuai atau kurang
dari standar mutu yang telah ditetapkan menandakan telah terjadinya penurunan kualitas
mutu dari susu pasteurisasi (Maitimu et al. 2012).
3. Kadar padatan tanpa lemak
Indikator lainnya untuk menentukan kualitas mutu susu pasteurisasi adalah kadar padatan
tanpa lemak. Padatan tanpa lemak ini terdiri dari protein, laktosa, dan mineral. Kadar
padatan tanpa lemak ini dipengaruhi oleh perubahan kandungan tersebut. Berdasarkan
SNI No. 01-3951-1995, kadar padatan tanpa lemak pada yang terkandung dalam susu
pasteurisasi yaitu minimum 7,7% (b/b). Kadar padatan tanpa lemak yang tidak memenuhi
dan kurang dari standar mutu yang telah ditetapkan menandakan bahwa kualitas susu
pasteurisasi tersebut kurang baik. Hal itu karena kadar padatan tanpa lemak
mempengaruhi nilai berat jenis. Jumlah padatan tanpa lemak akan meningkatkan nilai
berat jenis, semakin tinggi nilai berat jenis maka semakin baik kualitas susu pasteurisasi.
Nilai berat jenis yang rendah menandakan bahwa susu pasteurisasi memiliki kepekatan
yang rendah (Maharani et al. 2020).
5. Kadar Protein
Kadar protein pada susu pasteurisasi merupakan indikator mutu gizi yang menunjukkan
jumlah seluruh protein yang terkandung (Chrisna 2012). Menurut SNI No. 01-3951-1995,
kadar protein minimum yang harus terdapat pada susu pasteurisasi adalah 2,5% (b/b).
Apabila kadar protein dalam susu pasteurisasi tidak memenuhi standar mutu SNI maka
akan menyebabkan penurunan kualitas susu.
6. Uji Fosfatase
Uji fosfatase dilakukan untuk mengetahui apakah pasteurisasi yang telah dijalankan baik
atau tidak. Syarat kandungan enzim fosfatase dalam SNI No. 01-3951-1995 adalah 0.
Artinya, tidak terdapat enzim fosfatase yang masih aktif di dalamnya dan susu telah
cukup dimasak dengan panas atau proses pasteurisasi telah dilakukan dengan baik. Enzim
fosfatase yang masih terkandung dapat menyebabkan kerusakan mutu sehat bagi susu dan
produk susu pasteurisasi (Fitri 2020).
8. Coliform Presumptive
Coliform Presumptive atau uji MPN (Most Probable Number) dilakukan untuk
mengetahui jumlah bakteri coliform yang terkandung dalam susu pasteurisasi. Syarat
jumlah kandungan bakteri coliform pada susu pasteurisasi menurut SNI 01-3951-1995
adalah 10 MPN/mL. Banyaknya bakteri coliform yang tumbuh hingga melebihi standar
SNI menunjukkan rendahnya kualitas atau mutu susu . Hal tersebut dapat terjadi karena
buruknya kebersihan lingkungan sekitar, proses penanganan yang tidak tepat oleh
pekerja, dan proses penyimpanan susu (dalam faktor suhu) yang kurang tepat oleh
konsumen (Mursyida dan Guspratiwi 2019).
DAFTAR PUSTAKA
Arini LDD. 2017. Pengaruh pasteurisasi terhadap jumlah koloni bakteri pada susu segar dan
UHT sebagai upaya menjaga kesehatan. IJMS - Indonesian Journal On Medical Science.
4(1):119-132.
Chrisna D. 2012. Identifikasi kesempurnaan proses pasteurisasi ditinjau dari total bakteri serta
kadar protein dan laktosa pada susu pasteurisasi kemasan produksi pabrik dan rumah
tangga di kota Batu [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.
Fitri SR. 2020. Uji bakteri patogen pada susu sapi segar dan pasteurisasi sebagai sumber belajar
biologi berupa booklet [skripsi]. Tulungagung (ID): Institut Agama Islam Negeri
Tulungagung.
Maharani, Sudarwanto MB, Soviana S, Pisestyani H. 2020. Pemeriksaan kualitas susu asal kedai
susu kawasan permukiman mahasiswa ipb dramaga dan cilibende bogor. Jurnal Kajian
Veteriner. 8(1):24-33.
Maitimu CV, Legowo AM, Al-Baarri AN. 2012. Parameter kadar lemak dan kadar laktosa susu
pasteurisasi dengan penambahan ekstrak daun aileru (Wrighthia calycina) selama
penyimpanan. Ekosains: Jurnal Ekologi dan Sains. 1(1):28-34.
Masitho RB. 2019. Analisis peningkatan kualitas susu pasteurisasi terhadap kadar total plate
count dengan menggunakan metode taguchi [skripsi]. Malang (ID): Universitas
Brawijaya.
Mursyida E, Guspratiwi R. 2019. Deteksi bakteri coliform dan Escherichia coli dalam susu
kemasan yang disimpan pada suhu berbeda. Collaborative Medical Journal (CMJ). 2(3):
98-105.
Sabil S. 2015. Pasteurisasi high temperature short time (htst) susu terhadap Listeria
monocytogenes pada penyimpanan refrigerator [skripsi]. Makassar (ID): Universitas
hasanuddin.
Sawitri ME, Manab A, Padaga MC, Susilorini TE. 2010. Kajian kualitas susu pasteurisasi yang
diproduksi u.d. gading mas selama penyimpanan dalam refrigerator. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Hasil Ternak. 5(2):28-32.
Umar, Razali, Novita A. 2014. Derajat keasaman dan angka reduktase susu sapi pasteurisasi
dengan lama penyimpanan yang berbeda. Jurnal Medika Veterinaria. 8(1):43-46.
Yunita B, Nugraha AT, Muhib A. 2018. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
susu sapi pasteurisasi di Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor. Jurnal Agribisnis. 12(1):
52-60.