Disusun oleh:
Kelompok II
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembelajaran IPA merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh siswa bukan sesuatu
yang dilakukan terhadap siswa sebagaimana yang dikemukakan National Science
Educational Standart (2003: 20) bahwa ”Learning science is an active process. Learning
science is something student to do, not something that is done to them”. Dengan demikian,
dalam pembelajaran sains siswa dituntut untuk belajar aktif yang terimplikasikan dalam
kegiatan secara fisik ataupun mental. Pembelajaran IPA menggunakan pendekatan empiris
yang sistematis dalam mencari penjelasan alami tentang fenomena alam. Selain itu seorang
guru juga harus kreatif , dan inovatif .
Pembelajaran tersebut tidak hanya tentang bagaimana mengajar, namun diperlukan dasar atau
landasan yang akan digunakan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Landasan atau
dasar ini adalah teori belajar. Teori belajar dikembangkan oleh para ahli. Melalui pemahaman
tentang teori pembelajaran mahasiswa calon guru sekolah dasar diharapkan dapat
mengembangkan kompetensi siswa selama proses pembelajarannya yang disesuaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai.
2. Rumusan Masalah
Menurut Kerlinger, teori adalah konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya
yang mengandung suatu pandangan sistematis dari suatu fenomena. Belajar merupakan
karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk yang lainnya dan merupakan
aktivitas yang dilakukan sepanjang hayat untuk mendapatkan perubahan pada dirinya melalui
pelatihan atau pengalaman. Terdapat beberapa teori dalam belajar yang telah dikemukakan
oleh beberapa ahli yang dapat dijadikan dasar dalam mengembangkan pembelajaran IPA.
(Farida Nur Kumala. 2016. Pembelajaran IPA SD.)
Pada teori ini dikembangkan oleh beberapa ilmuwan diantaranya Ivan Pavlov,
Edward Lee throndike, Guthrie, Burrhus Frederic Skinner, dan Hull. Teori behavioristik
menyatakan bahwa belajar merupakan bentuk yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan
respon.. Pembelajaran yang berpijak pada teori ini memandang bahwa pengetahuan adalah
objektif, pasif, tetap, tidak berubah. Belajar merupakan perolehan pengetahuan dan
mengajar dianggap memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar. Pelajar diharapkan
memiliki pemahaman yang sama dengan terhadap pengetahuan yang diajarkan. Pelajar
dianggap sebagai objek yang pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari
pendidik dan dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas pada peserta didik untuk
berkreasi, bereksperimen, dan mengeksplorasi kemampuan. Sebagai konsekuensi teori ini,
para guru akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan
pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak
banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan
sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang
sederhana sampai yang kompleks. Tujuan pembelajaran ditandai dengan pencapaian suatu
ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik
ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat
penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi
atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak. (Fitri Fatimah. Analisis Teori Belajar
Sesuai Dengan Pembelajaran Ipa.)
Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru
pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan , cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Teori ini lebih menekankan kepada proses belajar daripada hasil belajar, tidak hanya
melibatkan hubungan antara stimulus dan respons bebih dari itu belajar adalah melibatkan
proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori kognitivistik, ilmu pengetahuan
dibangun didalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan
lingkungan. Belajar dipandang sebagai usaha untuk mengerti sesuatu yang dilakukan secara
aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi,
mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Menurut Gagne, Belajar itu merupakan suatu proses yang dapat dilakukan manusia,
Belajar menyangkut interaksi antara pembelajar (orang yang belajar) dan lingkungannya dan
Belajar telah berlangsung bila terjadi perubahan tingkah laku yang bertahap cukup lama
selama kehidupan orang itu.
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini ada beberapa
langkah. Pertama timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir adalah pencatatan
(dicatat dalam jiwa tentang apa yang sudah diterimanya).
2) Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum. Orang
yang telah belajar akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan adanya perubahan pada
kemampuan atau sikapnya.
Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat
digunakan bila diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan.
Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dalam ingatan) dengan maksud
untuk digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan menggunakan apa
yang disimpan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan tersebut, dan
inilah yang disebut dengan pengungkapan kembali. Fase ini meliputi penyadaran akan apa
yang telah dipelajari dan dimiliki, serta mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) apa
yang telah dimiliki tidak berubah-ubah.
Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana terjadinya proses
belajar,sedangkan pada fase ketiga dan keempat merupakan hasil belajar. Mengajar adalah
membimbing siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan sehingga didapati proses belajar
yang mengahasilkan perubahan tingkah laku yang melalui fase penerimaan, penguasaan,
pengendapan, dan pengungkapn kembali.
Belajar adalah suatu proses yang aktif, konstruktif, berorientasi pada tujuan,
semuannya bergantung pada aktifitas mental peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi
kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi
dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan dari guru sesuai dengan perkembangan
peserta didik. Mengajar adalah memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari
lingkungan.
Menurut Piaget proses belajar sebenarnya terdiri atas tiga tahapan yaitu :
a. Asimilasi : proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada.
Piaget juga mengatakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif yang dilalui siswa. Oleh karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap
perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode, media pembelajaran
yang sesuai dengan tahapannya. Menurut Piaget, ada sedikitnya tiga hal yang perlu
diperhatikan oleh guru dalam merancang pembelajaran di kelas, terutama dalam
pembelajaran IPA. Ketiga hal tersebut adalah :
b) Anak mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap suatu benda atau kejadian ;
c) Apabila hanya kegiatan fisik yang diberikan kepada anak, tidaklah cukup untuk menjamin
perkembangan intelektual anak.
a) Mulailah dari hal-hal yang konkret yaitu kegiatan aktif mempergunakan pancaindra
dengan benda nyata atau konkret.
b) Penata awal, yaitu suatu informasi umum mengenai apa yang akan diajarkan, agar murid
mempunyai kerangkakerja untuk mengasimilasikan informasi baru ke dalam struktur
kognitifnya.
d) Guru harus selalu memperhatikan pada setiap siswa apa yang mereka lakukan, apakah
mereka melaksanakan dengan benar, apakah mereka tidak mendapatkan kesulitan.
f) Pada akhir pembelajaran, guru mengulas kembali bagaimana siswa dapat menemukan
jawaban yang diinginkan. .(Siti Nurjannah. 2016. Teori Belajar dalam Pembelajaran IPA SD
(E-Learning)).
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan
dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer),
dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced
organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang
akan dipelajari oleh siswa sehingga membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara
lebih mudah. Inti dari teori belajarnya adalah belajar bermakna. Belajar bermakna adalah
suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat
pada struktur kognitif seseorang. Mengajar adalah mengembangkan potensi kognitif siswa
melalui proses belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan
lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktivitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan
pembelajaran. Sedangkan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika
menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.
Dalam penerapannya di IPA SD, Ausubel membuat peta hirarki konsep-konsep dimana
konsep- konsep yang bersifat umum berada di puncak hirarki dan semakin ke bawah konsep-
konsep diurutkan lebih khusus. Hal tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip yang
dikemukakan oleh Ausubel yaitu :
a) Pengatur awal
Pengatur awal dapat digunakan untuk membantu mengaitkan konsep yang lama dengan
konsep yang baru yang lebih tinggi maknanya.
b) Suatu peta konsep merupakan suaatu gambaran/diagram dua dimensi daari suaatu disiplin
atau suatu bagian dari suatu disiplin.
c) Dari setiap konsep, konsep yang paling umum (inklusif) terdapat pada puncak konsep,
makin kebawah konsep-konsep menjadi lebih khusus sampai pada pemberian contoh-contoh.
d) Suatu peta konsep memmuat hierarki konsep-konsep. Makin tinggi suatu hierarki yang
ditunjukkan maka makin tinggi nilai peta konsep itu.
2) Tahap Ikonik
Kegiatan yang dilakukan anakberhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari
objek-objek yang memanipulasinya.
3) Tahap Simbolik
Anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terkait objek
namun sudah mampu menggunakan notasi tanpa tergantung objek riilnya. Anak yang
memulai untuk secara simbolik memproses informasi.
Menurut Bruner, dalam proses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:
Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan
mengenai materi yang sedang dipelajari.
Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan
menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual.
c) Tahap evaluasi
Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang
telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang
dihadapi.
Implikasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran, diantaranya siswa dapat belajara melalui
pengamatan dan pemberian pengalaman kepada siswa, untuk mengkonstruksi pengetahuan
pada siswa maka pembelajaran lebih didasarkan pada permasalahan sehari – hari, pemecahan
masalah dapat dilakukan melalui pemikiran pribadi siswa dan akan lebih baik berasal dari
tukar pemikiran dengan orang lain untuk memperkaya pengetahuan siswa.
Teori pembelajaran ini tepat dikembangkan dalam pembelajaran IPA, sebab pembelajaran
akan lebih bermakna dan sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA yang lebih diarahkan
ke lingkungan siswa. Hal ini disebabkan siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya
didasarkan apa yang diketahui dilingkungannya. Pembelajaran yang bermakna akan membuat
siswa lebih paham tentang apa yang dipelajarinya. Teori belajar konstruktivisme dianggap
mampu mengembangkan kemampuan berpikir dan kemandirian siswa, sebab siswa akan
berusaha mencari dan berpikir cara untuk mendapatkan hal yang diinginkan , siswa tidak
hanya sebagai penerima pesan satu arah dari guru. Siswa dapat melakukan diskusi dan
ekperimentasi . Menurut (Jensen, 2011) Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan
berpikir siswa dapat dilakukan melalui beberapa hal yaitu mengajukan pertanyaan bermutu
tinggi, menganalisa dan meramalkan informasi, dan mengembangkan keterampilan
berdiskusi.
Tokoh teori konstruktivisme adalah piaget dan Vygotsky. Teori konstruktivisme dari Piaget
lebih menekan bahwa peserta didik belajar dari pengalamannya atau individu peserta didik
tersebut seperti halnya teori pekembangan kognitif yang telah disampaikan sebelumnya.
Belajar yaitu suatu proses dimana seorang siswa belajar setahap demi setahap akan
memperoleh keahlian dalam interaksinya dengan orang lain. Pembelajaran terjadi apabila
anak-anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajarinya namun tugas-tugas
tersebut masih dalam jangkuan kemampuannya.
Mengajar adalah membimbing siswa untuk mengembangkan ide-ide baru dan berkolaborasi
dengan orang lain sehingga fungsi guru sebagai pembantu dan mediator pembelajaran siswa.
4) Dikehendaki setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa
dapat berinteraksi disekitar tugas-tugas dan saling memunculkan strategi pemecahan yang
efektif
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari penjelasan dapat disimpulkan bahwa pengertian daripada teori-teori belajar dan
pendekatan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Dasar memiliki banyak kajian
yang berbeda berdasarkan teori-teori yang telah dikembangkan oleh para ahli. Yang terbagi
menjadi tiga bagian teori yaitu, teori behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme.
2. Saran
Sebagai calon seorang guru yang nantinya akan mengajar dalam kelas, kita harus memiliki
wawasan yang luas, tentang bagaimana cara mengajar yang menarik bagi siswa dan tidak
membosankan. Semoga kita dapat memahami dan menggunakan teori-teori serta pendekatan
yang sesuai dengan situasi dan keadaan kelas, sehingga proses belajar-mengajar dapat
berjalan dengan optimal.
Daftar Pustaka
Nur Kumala, Farida. 2016. Pembelajaran IPA Sekolah Dasar.Malang: Ediide Infografika.