Anda di halaman 1dari 15

TUGAS CURRENT ISSUE : MANAJEMEN KESEHATAN

Tahap Penentuan Prioritas Alternatif Solusi dengan Metode Reinke dan POA

KELOMPOK 7

Fitriana Dwi Fidiawati 25010115183022


Ardianto Pradhana Putra 25010113140284
Altriza Juliyandari 25010113140300
Julliana Purdianingrum 25010113140301
Nisa Zakiyah 25010113140302
Tri Amdani Kumbasari 25010113130303
Yuniar Widya 25010113130304
Ervina Anggiasari 25010113140305
Rusliana Apriliasari 25010113140307
Syifa Sakinah 25010113140308

KELAS D 2013

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
DEMAM BERDARAH

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever


(DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty dan Aedes Albopictus. Kedua jenis
nyamuk ini terdapat di hampir seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-
tempat ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan air laut. Menurut
World Health Organization (2001), jumlah penduduk dunia yang beresiko
terinfeksi lebih dari 2,5 sampai 3 milyar orang terutama penduduk yang tinggal di
daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis.

Di Indonesia, penyakit DBD masih merupakan salah satu masalah kesehatan


masyarakat di Indonesia yang belum dapat ditanggulangi (Hindra, 2003).
Penyakit DBD bahkan endemis hampir di seluruh propinsi. Dalam kurun waktu 5
tahun terakhir jumlah kasus dan daerah terjangkit terus meningkat dan menyebar
luas serta sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Diperkirakan setiap
tahunnya ada 300 juta kasus di Indonesia, dan 500.000 kasus DBD yang
memerlukan perawatan di rumah sakit dan minimal 12.000 diantaranya
meninggal dunia, terutama anak-anak (Depkes RI, 2007)

Sejak pertama kali ditemukan di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968, tercatat
54 kasus dengan 24 kematian (CFR 41,5%). Selanjutnya pada tahun 1972
ditemukan DBD di luar Jawa yaitu Sumatera Barat, Lampung, dan Riau. Sejak itu
penyakit DBD tersebar di berbagai daerah, dan angka kejadian penyakit DBD
terus meningkat. KLB penyakit DBD terjadi di sebagian besar daerah perkotaan
dan beberapa daerah pedesaan, di mana sejak tahun 1975 penyakit ini telah
terjangkit di daerah perdesaan. Sampai dengan bulan November 2007, kasus
DBD di Indonesia telah mencapai 124,811 (IR: 57,51/100.000 penduduk) dengan
1.277 kematian (CFR: 1,02%) (Depkes, 2007).

Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit DBD,


sebab baik virus penyebab penyakit maupun nyamuk penularannya sudah
tersebar luas di perumahan pendudukan dan fasilitas umum di Indonesia.
Laporan yang ada saat ini penyakit DBD sudah menjadi masalah endemis di 35
Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu
provinsi yang mempunyai kategori endemis untuk penyakit DBD. (Depkes, 2007).

Semarang merupakan salah satu kota di Indonesia yang endemis DBD dengan
morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi serta menjadi kota dengan kasus
DBD terbanyak kedua di Indonesia. Menurut data di Dinas Kesehatan Kota
Semarang, pada tahun 2009 tercatat angka kasus DBD terbesar terjadi di Kota
Semarang yang mencapai 2.905 jiwa, dengan korban meninggal sebanyak 34
jiwa. Pada tahun 2010, kasus DBD di Kota Semarang meningkat 100% mencapai
5.556 jiwa, dengan korban meninggal sebanyak 47 jiwa. Namun pada tahun
2011 terjadi penurunan kasus hanya menjadi 1303 kasus dengan kematian 10
jiwa. Tembalang dan Ngaliyan tercatat sebagai kecamatan endemis DBD di kota
Semarang yang selalu menempati masing-masing urutan pertama dan kedua
berdasarkan incidence rate (IR) dalam kasus DBD sejak 3 tahun terakhir

Penyakit DBD diperngaruhi oleh beberapa faktor risiko yang mempengaruhinya.


Faktor risiko dari penyakit DBD tersebut, yaitu :
1. Densitas Larva
Penelitian di Makassar menemukan bahwa densitas larva berpengaruh
terhadap kejadian DBD dengan odds ratio 17,44 yang artinya 17,44 kali
lebih besar terhadap kejadian demam berdarah. Berdasarkan penelitian,
container yang berjentik sering ditemukan di rumah yang memiliki bak
mandi, karena biasanya responden jarang menguras bak mandinya.
Keberadaaan container di lingkungan rumah sangat berperan dalam
kepadatan jentik Aedes, karena semakin banyak container akan semakin
banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk
Aedes. Jika populasi nyamuk Aedes semakin padat, maka semakin tinggi
pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran yang lebih
cepat. (Maria, Ita dkk, 2013)

2. Kepadatan Hunian Rumah


Risiko responden yang tinggal di rumah yang memiliki hunian padat untuk
terkena Demam Berdarah Dengue 4,28 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden yang tinggal di rumah yang memiliki hunian yang tidak
padat (Maria, Ita dkk, 2013). Kepadatan penduduk yang tinggi dan jarak
rumah yang sangat berdekatan membuat penyebaran penyakit DBD lebih
intensif di wilayah perkotaan daripada di wilayah pedesaan. Hal ini
dikarenakan jarak rumah yang berdekatan memudahkan nyamuk
menyebarkan virus dengue dari satu orang ke orang lain yang ada di
sekitarnya (Lestari, 2007)

3. Ventilasi Rumah
Dalam sebuah penelitian, ventilasi dan jendela rumah dikatan memenuhi
syarat kesehatan bila pada lubang ventilasi terpasang jarring-jaring atau
kawat kasa. Pemakaian kawat kasa pada setiap lubang ventilasi yang
ada di dalam rumah bertujuan agar nyamuk tidak masuk ke dalam rumah
dan menggigit manusia. Risiko responden di dalam rumah dengan
ventilasi yang tidak berkasa untuk terkena DBD 9,04 kali lebih besar
dibanding dengan responden yang memiliki ventilasi udara yang berkasa.
(Maria, Ita dkk, 2013).

4. Kelembaban
Kelembaban merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
tingkat kenyamanan penghuni suatu rumah. Kondisi kelembaban udara
dalam ruangan dipengaruhi oleh musim, kondisi udara luar, serta kondisi
ruangan yang kebanyakan tertutup. Risiko responden yang tinggal di
rumah yang lembab untuk terkena DBD 3,36 kali lebih besar
dibandingkan dengan responden yang tinggal di rumah yang tidak lembab
(Maria, Ita dkk, 2013).

5. Suhu
Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangbiakan
jentik nyamuk Aedes aegypti adalah suhu udara. Nyamuk Aedes aegypti
sangat rentan terhadap suhu udara. Dalam waktu tiga hari telur nyamuk
telah mengalami embriosasi lengkap dengan temperature udara 25-300C
(Yudhastuti dan Vidiyani, 2005). Namun telur akan mencoba menetas 7
hari pada air dengan suhu 160C. Telur nyamuk ini akan berkembang pada
air dengan suhu udara 20-300C (Maria, Ita dkk, 2013).
6. Tanaman Sekitar Rumah
Masyarakat yang memiliki tanaman di sekitar rumahnya memiliki risiko
terkena penyakit DBD 2,1 kali lebih besar dibanding masyarakt yang tidak
ada tanaman di sekitar rumahnya. Hal ini dikarenakan tanaman yang
tumbuh di sekitaran rumah dapat menjadi tempat tertampungnya air
secara alamiah, sehingga dapat menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti. Selain dapat menjadi tempat penampungan air
secara alami, adanya tanaman di sekitaran rumah dappat memperngaruhi
kelembaban dan pencahayaan di dalam rumah, sehingga menjadi tempat
yang juga disenangi oleh nyamuk Aedes aegypti untuk istirahat (Rasyad,
2002).

7. Kebiasaan Menggantung Pakaian


Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kebiasaan menggantung pakaian
di dalam rumah memiliki risiko terkena penyakit DBD 2,9 kali lebih besar
daripada kebiasaan responden yang tidak menggantung pakaian di dalam
rumah. Hal itu terjadi karena pakaian yang menggantung merupakan
tempat kesukaan nyamuk Aedes aegypti untuk beristirahat (Rasyad,
2002)

Dari penjelasan diatas mengenai penyakit DBD dan beberapa faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya kejadian penyakit DBD maka diperlukan pemecahan
masalah. Dalam memecahkan masalah ini mempunyai alur atau proses yang
harus dicermati agar solusi permasalahan dapat diimplementasikan dan dapat
berjalan.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan mencermati faktor risiko.
Jika penyebab atau faktor risiko masalah kesehatan telah ditetapkan, selanjutnya
dibuat alternatif untuk pemecahan masalah. Terdapat dua syarat dalam mencari
alernatif solusi dari faktor risiko masalah, yaitu pemahaman akan masalah yang
ada dan pemahaman tentang sub sistem masalah. Setelah dimunculkan
beberapa alternatif solusi, alternatif tersebut perlu diprioritaskan dengan
mempertimbangkan berbagai hal seperti :
1. Relevansi hasil alternatif dengan tujuan pemecahan masalah
2. Efektivitas, sejauh mana alternatif tersebut dapat menghasilkan yang
diharapkan
3. Relative cost, berapa besar biaya masing masing alternatif
4. Technical feasibility, apakah alternatif dapat dijalankan dengan layak
5. Personil, tersedia sumber daya untuk melakukan alternatif tersebut
6. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh
7. Kerugian-kerugian yang mungkin timbul

Setelahnya terdapat beberapa metode yang dapat digunakan guna memecahkan


masalah yaitu Metode Reinke.
 Metode Reinke
Metode dengan pendekatan skor atau yang dikenal dengan teknik skoring
yaitu dengan memberikan score (nilai) untuk berbagai parameter tertentu
yang telah diterapkan. Nilai skor berkisar 1-5 atas serangkaian kriteria
yang dimaksud:
1. M, Magnitude of the problem yaitu besarnya masalah yang dapat
dilihat dari persenan atau jumlah yang terkena masalah dan
keterlibatan masyarakat serta kepentingan instansi terkait
2. I, Importancy yaitu kegawatan masalah dalam tingginya angka
morbiditas dan mortalitas serta kecendrungan dari waktu ke waktu
3. V, Vulnerability yaitu indikator sensitif atau tidaknya pemecahan
masalah dalam menyelesaikan masalah. Sensitifitasnya dapat
diketahui dari perkiraan hasil (output) yang diperoleh dibandingkan
dengan pemasukan (input) yang digunakan
4. C, Cost yaitu biaya atau dana yang dipergunakan untuk
melaksanakan pemecahan masalah. Semakin besar biaya semakin
kecil skornya
Rumus dalam metode ini di formulakan yaitu :

P = (M x V x I) : C

Prioritas masalah atau pemecahan masalah diperoleh dengan mengurutkan


jumlah nilai P dari yang tertinggi sampai terendah. Dengan membandingkan hasil
nilai P dari berbagai masalah yang diperhitungkan, dapat ditemukan urutan
prioritasnya. Hal penting dalam memilih masalah prioritas harus berdasarkan
data, fakta, atau informasi yang jitu.
Contoh :

Contoh prioritas pemecahan masalah menggunakan Metode Reinke dalam


kasus DBD adalah sebagai berikut :
NO Alternatif Solusi Efektivitas Efisiensi MxIxV Urutan
M I V C C Prioritas
Masalah
1. Pemberantasan 5 5 4 5 20 I
Sarang Nyamuk
(PSN)
2. Pelaksanaan 3 4 4 3 16 II
Fogging
3. Penaburan Bubuk 4 4 3 3 16 III
Abate
4. Pembentukan kader 4 3 2 4 6 IV
dalam rangka
pengawasan angka
bebas jentik (ABJ)

5. Penyuluhan kepada 3 2 2 3 4 V
warga tentang
penyakit DBD dan
pengendaliannya
Pada tabel di atas, dapat kita simpulkan penentuan alternatif pemecahan
masalah DBD menggunakan metode Reinke didapatkan hasil bahwa
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) menempati urutan pertama dilanjutkan
dengan kegiatan pelaksanaan fogging (II), penaburan bubuk abate (III),
pembentukan kader dalam rangka pengawasan angka bebas jentik (IV), dan
pada urutan terakhir adalah penyuluhan kepada masyarakat mengenai penyakit
DBD dan pengendaliannya (V).

Setelah berhasil melakukan penilaian terhadap berbagai alternatif solusi yang


memungkinkan dan mendapat prioritas solusi maka selanjutnya adalah
merencanakan Plans Of Action (POA)
 POA (Planning of Action)
Action planning merupakan kumpulan aktivitas kegiatan dan pembagian
tugas diantara para pelaku atau penanggung jawab suatu program.Lebih
lanjut. Action Planning merupakan penghubung antara “tataran konsep”
atau cetak biru dengan kumpulan kegiatan dalam jangka panjang,
menengah maupun jangka pendek. Plan of action adalah rencana yang
sifatnya arahan yang bisa dilaksanakan. Jadi berupa suatu rencana yang
telah diatur agar bisa direncanakan.

Action plan (rencana aksi) adalah satu set tugas yang diberikan kepada
individu atau tim yang berisi daftar target untuk setiap tugas serta tenggat
waktu, orang yang bertanggung jawab, dan langkah-langkah untuk
sukses. Rencana aksi memberikan gambaran untuk individu atau tim
bagaimana kesuksesan mereka akan mempengaruhi pencapaian tujuan
seluruh organisasi (Kamus Bisnis). Biasanya POA berlaku untuk program-
program yang tertentu atau kegiatan tertentu. Hal ini dipergunakan agar :
a. Tahap pelaksanaan bisa berjalan runtut.
b. Tidak ada tahapan penting terlewati.
c. Memudahkan yang terkait agar jelas posisinya dan
kewajibannya

Proses action planning memerlukan keterampilan, komitmen dan motivasi


tinggi dari para pelaksana. Keterampilan, keahlian, competency,
pengalaman yang didapat merupakan modal dasar penentu bagi sukses
atau tidaknya pelaksanaan cetak biru tersebut.tanpa bekal keterampilan,
keahlian, competency yang dibutuhkan serta pengalaman yang memadai,
maka pencapaian target terhadap hasil yang diharapkan oleh atasan
akan jauh.

Komitmen di sisi lain diperlukan, meskipun si pelaksana memiliki


keterampilan yang mumpuni. Namun tanpa komitmen, integritas, loyalitas
si pelaksana pada pekerjaan, maka pencapaian target akan menyimpang
dari yang diharapkan. Motivasi, semangat, spirit untuk menjalankan
pekerjaan hingga tuntas sangat diperlukan untuk memastikan tidak ada
waktu/ tenaga yang terbuang (tidak terarah) untuk mengerjakan hal-hal
yang tidak memberikan kontribusi bagi organisasi. In action 3 modal
dasar (keterampilan, komitmen, motivasi) secara berimbang menjamin
tidak adanya peluang untuk tidak menjalankan apa yang telah dijanjikan
pelaksana diawal, penyimpanan target, dan terbuangnya waktu dan
tenaga sia-sia.

Langkah Langkah Membuat POA


Terdapat 9 langkah dalam membuat POA, yaitu :
1. Kemukakan solusi dalam rangkaian goal
Setelah anda menyepakati sebuah masalah tertentu di dalam
organisasi, pertama diperlukan mendefinisikan solusi tersebut
kedalam sejumlah goal dan objektif. Sebagai contoh , setiap goal
dapat diekspresikan sebagai berikut :“ agar kita dapat . . . . kita harus .
. . . “ catat setiap goal dibagian atas papan tulis atau selembar kertas.

Seperti kasus yang telah dibahas diatas yaitu DBD, telah dijelaskan
terlebih dahulu mengenai faktor faktor risiko yang mempengaruhi
kejadian DBD. Setelahnya, ditetapkan untuk memakai metode Reinke
dan telah didapatkan jawaban bahwa solusi alternatif yaitu dengan
melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

2. Hasilkan sebuah daftar berbagai tindakan untuk setiap goal


Gunakan brain storming untuk menghasilkan sebuah daftar tindakan
untuk mencapai sebuah goal dan catat ini dibawah goal. Atur daftar
tindakan yang diusulkan secara berurutan.

Pemberantasan sarang nyamuk dapat dilakukan dengan berbagai


cara seperti melakukan pengasapan (fogging), menaburkan bubuk
abate di dalam bak mandi dan lain sebagainya. Berbagai kegiatan
yang ditujukan untuk memberantas sarang nyamuk harus dilakukan
oleh seluruh warga agar memaksimalkan hasil yang diinginkan yaitu
bebasnya jentik nyamuk.

3. Siapkan time line


Buat time line untuk mengalokasikan tanggal date line disetiap
tindakan yang telah diurutkan, yang terdaftar di bawah goal tertentu.
Penting untuk menyelesaikan urutan dan waktu secara tepat jika ingin
meraih “tujuan tercapai” secara efektif.

Dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk agar berjalan dengan


lancar, sebaiknya dilakukan penanggalan dalam setiap kegiatannya.
Sistem penanggalan dan penyediaan tempat harus diperhatikan
dengan seksama. Tokoh masyarakat seperti ketua RT atau ketua RW
bersama kader kesehatan atau petugas Puskesmas dapat berperan
aktif dalam mengkoordinir para warga untuk melakukan kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk. Pembuatan sistem time line ini
bertujuan agar kegiatan yang dilaksanakan berjalan dengan lancar
dari awal sampai akhir dan tidak adanya tumpang tindih dengan
kegiatan kemasyarakatan lainnya yang mungkin juga sedang
diadakan.

4. Alokasikan sumber-sumber yang ada


Sumber daya finansial dan SDM harus dialokasikan untuk setiap
langkah tindakan. Jika sumber yang ada terbatas atau selalu kurang
dari kebutuhan pada tiap apapun, sebaiknya kembali ke langkah
sebelumnya dan merevisi action plan.
Tidak hanya tanggal dan tempat yang perlu dipersiapkan dalam
rangka kegiatan pemberantasan sarang nyamuk, sumber daya
manusia, keuangan, alat dan bahan juga harus dipersiapkan sehingga
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dapat berjalan dengan
lancar. Jika sedari awal dirasa akan mengalami kekurangan sumber
daya manusia, maka tokoh masyarakat dapat meminta lagi partisipasi
dari para warganya atau juga dapat meminta bantuan dari Puskesmas
sekitar untuk ikut membantu.

5. Identifikasi masalah yang kemungkinan akan muncul


Pertimbangankan berbagai hal yang kemungkinan tidak berjalan
sesuai rencana dalam proses pencapaian goal tertentu. Daftarkan
masalah-masalah tersebut dan identifikasi penyebabnya dan
tindakan yang tepat untuk mengatasinya. Tindakan ini mungkin perlu
ditambahkan ke slot yang sesuai di dalam time line.

Setiap kegiatan pasti memunculkan beberapa kemungkinan yang


nantinya akan menghambat. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan
memprediksi dan meminimalisir kemungkinan tersebut. Hal yang
sama pun berlaku dengan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk,
kemungkinan seperti kurangnya dana, terbatasnya alat dan bahan
dan lain sebagainya sebaiknya sudah diantisipasi dan dicari solusinya
sehingga kegiatan ini tidak akan berhenti di tengah jalan.

6. Kembangkan strategi untuk memantau kemajuan


Daftarkan cara untuk memantau kemajuan dari action plan yang telah
dibuat. Tahapan-tahapan pemantauan harus disertakan juga dalam
time line

Kegiatan pemberantasan sarang nyamuk bukanlah kegiatan yang


hanya dilakukan satu kali saja akan tetapi kegiatan yang harus
dilakukan secara terus menerus, sehingga pada saat penyusunan
time line ada baiknya untuk menentukan tanggal untuk setiap
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk lanjutan. Follow up dalam
setiap kegiatan harus sudah diketahui sehingga pada saat evaluasi
akan lebih mudah dalam mengukur tingkat keberhasilannya.

7. Delegasikan tugas-tugas.
Ambil setiap titik pada time line secara bergantian dan tanyakan :
“siapa yang akan melakukan apa, pada tanggal yang telah ditentukan
untuk melakukan tugas yang telah ditetapkan?” bagikan tugas-tugas
ini kepada setiap individu atau tim yang sesuai.

Kegiatan pemberantasan sarang nyamuk sebaiknya dilakukan oleh


seluruh masyarakat karena merupakan hal mutlak yang dapat
dilakukan untuk mencegah insiden DBD. Pembagian setiap tugas
sebaiknya juga diberikan sesuai dengan kemauan dan kemampuan
setiap warga sehingga kegiatan ini tidak akan bersifat paksaan dan
dapat berjalan secara terus menerus.

8. Perkiraan berbagai biaya


Berikan pertimbangan pada ekspenditur yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas-tugas yang ada. Semua biaya yang harus
dimasukkan pada saat penyusunan anggaran. Jika dana tidak
tersedia, tugas harus ditinjau ulang dan bila perlu direvisi atau
dihilangkan.

Anggaran atau biaya memang akan selalu menjadi kendala dalam


setiap kegiatan, akan tetapi sangat tidak bijak jika menjadikannya
sebuah hambatan. Anggaran atau biaya harus dibuat sesuai dengan
kebutuhan dan jika memang anggaran tersebut dirasa kurang
khususnya dalam melakukan kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk ini maka ada baiknya jika tokoh masyarakat membuat suatu
surat proposal dalam permintaan bantuan anggaran ke Puskesmas
atau lembaga lain yang dirasa dapat membantu dalam hal finansial.

9. Implementasikan rencana
Terjemahkan semua informasi anda ke kertas baru, daftarkan semua
tindakan yang diperlukan, orang yang bertanggung jawab untuk tugas
tertentu, dan kapan tugas tersebut harus diselesaikan. Setelah action
plan sudah diselesaikan, informasi ini sekarang dapat diberikan
kepada semua yang terlibat.

Setelah ke delapan langkah diatas dilakukan maka rencana yang sudah disusun
dapat di implementasikan. Kegiatan yang dijalankan harus dilaksanakan sesuai
dengan rencana sesuai tupoksinya. Berikut adalah rancangan POA berdasarkan
rancangan kasus DBD
Contoh :
Sasaran : Seluruh warga RW X Kelurahan Sumurboto
Target : 80% warga berpartisipasi
Tempat dan Waktu : Minggu 4 Oktober pukul 07.00 s/d selesai
Metode : Kerja bakti
No Kegiatan Biaya Penanggung Indikator
Jawab Keberhasilan
1. Pengarahan Fee Julliana P Pembicara datang
singkat dari pembicara 1 tepat waktu dan
petugas orang warga paham akan
Puskesmas @50.000 kegiatan yang akan
mengenai DBD dilaksanakan
dan PSN
2. Kerja bakti dengan Syifa Selokan air bebas
menerapkan Sakinah genangan, tidak ada
sistem 3M plus tumpukan sampah
dan tidak ada jentik
nyamuk
3. Penaburan bubuk Ervina Seluruh bak
abate Anggiasari penampung air
ditaburi bubuk abate

Kegiatan PSN merupakan upaya untuk mengurangi jumlah nyamuk dengan


melakukan pemberantasan pada jentiknya guna memutus mata rantai nyamuk
Aedes aegypti pembawa virus DBD. PSN dapat dilakukan dengan :
1. Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang –
kurangnya satu minggu sekali. Hal ini dilakukan atas dasar pertimbangan
bahwa perkembangan telur menjadi nyamuk adalah 7 – 10 hari.
2. Menutup rapat tempat penampungan air, seperti: tempayan, drum,
dan penampungan air lainnya dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat
bertelur pada tempat – tempat tersebut.
3. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya
satu minggu sekali.
4. Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang – barang
bekas terutama yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan
jentik nyamuk, seperti sampah kaleng, botol pecah, dan ember
plastik.
5. Membersihkan air yang tergenang di atap rumah dan membersihkan
saluran secara rutin
6. Pengendalian perkembangan nyamuk dan jentiknya dengan
menggunakan hewan atau tumbuhan, seperti memelihara ikan
cupang dan menanam tanaman tulsi.
7. Menggunakan lotion anti nyamuk, memasang kasa pada ventilasi
rumah, menggunakan kelambu, menghindari menggantung pakaian di
dalam kamar, dan mengusir nyamuk dengan insektisida.
DAFTAR PUSTAKA

Azwar A., 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara

Chriswardani S. Metode Penentuan Prioritas Masalah. Bahan Kuliah


Perencanaan dan Evaluasi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Diponegoro

Gama, T.A dan Betty R.F. 2010. Analisis Faktor Risiko Kejadian Demam
Berdarah Dnegue di Desa Mojosongo Kabupaten Boyolali. [Online]. Tersedia :
http://www.kopertis6.or.id/journal/index.php/eks/article/viewFile/12/10. Diakses
pada tanggal 14 September 2015

Griffin. 2003. Pengantar Manajemen. Penerbit Erlangga : Jakarta

Lestari, K. 2007. Epidemiologi dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue di


Indonesia.

Maria, Ita dkk. 2013. Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Kota Makassar Tahun 2013. [Online]. Tersedia :
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5820/ita%20maria_fakt
or%20risiko%20kejadian.pdf?sequence=1. (14 September 2015, 20:21)

Rasyad, Sabilal. 2002. Faktor-Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) serta Jenis Infeksi Virus di Kota
Balikpapan. http://eprints.undip.ac.id/14099/1/2002MIKM1399.pdf. Di akses pada
tanggal (15 September 2015, 02:19)

Syamsulhuda, Sutopo, Budiyono. 2009. Menguasai Pemecahan Masalah


Kesehatan Masyarakat dengan Pendekatan Partisipatif. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai