Anda di halaman 1dari 7

Resta Rismawanty

www.disinipenakumenari.blogspot.com

MODUL 3
ASPEK JARINGAN KERJA SAMA
PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

Ringkasan materi modul 3 Jaringan Kerjasama Perpustakaan dan Informasi


Pengarang : Wiji Suwarno dan Miswan
Penerbit : Universitas Terbuka (2014)

KB 1. Aspek Sosial dalam Jaringan Kerja Sama Perpustakaan dan Informasi

Mengkonstruksi Realitas di Bidang Informasi dan Bidang Terapan Lainnya

Konstruksi realitas dipahami sebagai usaha yang mengarahkan pada bentukan sistem
berdasarkan kenyataan. Jika arahnya pada kegiatan interaksi sosial, Laksmi (2012)
mengatakan bahwa konsep konstruksi sosial dikenal oleh Peter L Berger dan Thomas
Luckman melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality, A Treatise in
the Sociological of Knowledge (1996). Mereka menegaskan bahwa suatu proses sosial
mencakup tindakan dan interaksinya, dimana individu menciptakan secara terus menerus
realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif, terlepas apakah itu karena
pengaruh sosial yang lain maupun karena level pendidikan dan pengetahuan yang
diperolehnya, baik melalui media pendidikan formal maupun informal.

Proses konstruksi sosial yang terjadi di masyarakat dimana adanya interaksi antar
individu, akan melahirkan bermacam respon. Baik berupa konflik atau resistensi, ada pula
kemungkinan saling tarik menarik karena berbeda kepentingan, bahkan terciptanya
konigurasi sosial.

Konfigurasi sosial dapat diartikan semacam kegiatan yang dilakukan manusia yang
saling memberi makna pada perilaku masing-masing dan melakukan tindakan yang sesuai
dengan makna tersebut. Seperti merajt jarring-jaring makna, interaksi sosial muncul dalam
penciptaan makna simbolik universal yang mengatur bentuk-bentuk interaksi sosial antara
individu, individu dengan masyarakat, atau individu dengan lingkungannya, yang memberi
makna pada berbagai undakan dalam kehidupan. Proses dialektika tersebut muncul dalam
bentuk eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.
Resta Rismawanty
www.disinipenakumenari.blogspot.com

Bentuk eksternalisasi dapat dikatakan sebagai salah satu proses dalam konstruksi
sosial. Hal ini merupakan proses membangun tatanan kehidupan dimana manusia
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Proses konfigurasi selanjutnya adalah dialektika. Proses ini juga muncul dalam bentuk
objektivasi, yaitu proses membangun tatanan kehidupan manakala realitas terpisah dari
sibjektivitas.

Proses terakhir adalah internalisasi,yaitu proses manakala individu mempelajari nilai


umum atau realitas objektif dan menjadikannya sebagai pedoman hidup. Mereka terlibat
dalam interaksi yang terus menerus dan proses sosialisasi antara individu dengan generasi
sebelumnya, seperti ibu dan anak. Lembaga informasi sebagai lembaga penyedia jasa,
internalisasi nilai melayani merupakan proses yang paling menonjol dan dipentingkan.
Layanan public, ketika layanan menjadi ujung tombak dan cerminan kualitas organisasi,
menanamkan nilai kemanusiaan, seperti keramahan dan kepedulian sosial lainnya.

Dalam proses berinteraksi, yang terdiri atas para pelaku, tindakan dan pemaknaan
merupakan factor konstruksi yang penting, sebab ketiganya menentukan hasil konstruksi
yang disebut sebagai budaya.

Proses konstruksi makna di bidang informasi dibentuk oleh lingkungan eksternal.


Sementara itu lingkungan eksternal mencakup masalah-masalah yang bersumber dari pihak
pustakawan dan juga masalah kompetensi yang terkait dalam perkembangan ilmu informasi.
pustakawan dianggap kurang memiliki keterampilan dan kreativitas dan pemahamannya
terhadap layanan publik umumnya hanya sebatas pada kegiatan administrasi. Oleh karena itu
kerja sama antar perpustakaan bisa menjadi solusi atas semua masalah yang dialami
pustakawan. Dengan adanya kerja sama, akan terjadi interaksi sosial antar pustakawan untuk
memecahkan masalah dan saling bertukar ide bahkan saling melengkapi layanan
perpustakaan masing-masing.

Tilmbulnya Konfigurasi Sosial

Interaksi sosial membentuk konfigurasi tertentu yang diwarnai dengan kontestasi


kekuasaan, bias gender, stratifikasi sosial, dan sebagainya. Berbagai realitas dapat diciptakan
melalui interaksi sosial yang terjadi sehari-hari. Tindakan-tindakan yang sebelumnya muncul
pada tataran individual, akhirnya membentuk konfigurasi sosial dalam tataran sistem.
Resta Rismawanty
www.disinipenakumenari.blogspot.com

Terbentuknya konfigurasi sosial di lembaga informasi dapat berbentuk penyimpangan


manajemen, seperti diskriminasi, ketidaksetaraan diantara pekerja, pertentangan nilai, konflik
kepentingan, kecemburuan sosial, dan masih banyak lagi (Coleman, 2008).

Satu modal untuk membina jaringan kerja sama dengan perpustakaan lain adalah
pelayanan yang dapat diterima oleh semua pemustaka. Dengan tradisi konstruksi sosial yang
baik di perpustakaan, akan membawa dampak positif menjalin relasi dengan perpustakaan
lain utamanya dalam segi pelayanan terhadap anggota perpustakaan lain.

Proses Konstruksi Sosial

Konsep proses konstruksi sosial merujuk pada fenomena sosial yaitu rangkaian proses
interaksi yang dianalisis berdasarkan pada interpretasi dan refleksi para pelakunya.
Rangkaian peristiwa di dalam proses memiliki keterkaitan, baik dalam ruang dan waktu, serta
hubungan antara individu di dalam peristiwa. Berdasarkan interaksi sosial, proses konstruksi
sosial dibedakan ke dalam proses sosial yang asosiatif dan proses sosial yang disosiatif.

Proses sosial asosiatif adalah proses yang menunjukkan bentuk pendekatan atau saling
bekerja sama. Proses jenis ini mencakup kooperasi, akomodasi, asimilasi, dan amalgamasi.
Proses konstruksi sosial kooperasi merupakan proses bekerjasama dengan dilandasi minat,
minat, dan kesepahaman bersama. Proses akomodasi merupakan proses menuju tercapainya
kesepakatan sementara yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang sedang berselisih. Proses
asmililasi merupakan konstruksi sosial melalui penyatuan pemahaman dan meleburnya
kebudayaan dari pihak-pihak yang berselisih.

Proses sosial disosiatif adalah proses yang menunjukkan adanya bentuk persaingan
dan kompetitif. Proses jenis ini mencakup kompetisi, konflik, dan kontraversi. Kompetisi
merupakan proses dimana pihak-pihak yang berselisih memperebutkan tujuan tertentu yang
terbatas. Proses kontraversi dapat berlangsung secara kasar atau halus seperti ejekan,
sindiran, provokasi, dan sebagainya.
Resta Rismawanty
www.disinipenakumenari.blogspot.com

KB 2. Aspek Teknologi dalam Jaringan Kerja Sama Perpustakaan dan Informa

Perpustakaan Digital

Perpustakaan digital adalah organisasi yang menyediakan sumber daya mencakup staf
ahli, untuk memilih, struktur, penawaran akses intelektual untuk menginterpretasikan,
mendistribusikan, memelihara integritas koleksi dari waktu ke waktu sedemikian rupa
sehingga tersedia dan siap digunakan oleh masyarakat.

Perpustakaan digital merupakan lingkungan yang menantang bagi pustakawan.


Dengan tiadanya jasa fisik yang diberikan maka peran pustakawan berubah dari fasilitator
antara pemakai dengan sumber daya informasi menjadi fasilitator antara pemakai dengan
sistem.

Perpustakaan digital memiliki keunggulan sebagai berikut.

a. Tidak memiliki batas fisik.


b. Ketersediaan akses.
c. Multiakses.
d. Temu balik.
e. Preservasi dan konservasi.
f. Berpotensi menyimpan lebih banyak informasi

Di Indonesia sudah terdapat perpustakaan digital terutama di Perguruan Tinggi. Kini


banyak perguruan tinggi mewajibkan mahasiswa menyerahkan karya akhirnya dalam bentuk
soft files ke perpustakaan, selanjutnya perpustakaan yang akan memasukkan ke server.

Perpustakaan Hibrida

Perpustakaan hibrida adalah perpustakaan yang memiliki “dua muka”, yaitu


merupakan perpaduan koleksi digital dan koleksi konvensional.

Borgman memberikan pendapatnya bahwa perpustakaan hibrida didesain untuk


mengelola teknologi dari dua sumber yang berbeda, yaitu sumber elektronik dan sumber
koleksi yang tercetak yang dapat diakses melalui jarak dekat juga jauh.

Pada perpustakaan hibrida ini ada kerja sama apik antara pustakawan dan para
teknolog yang menyatukan keterpisahan tradisi sebagai konsekuensi perpustakaan hibrida
Resta Rismawanty
www.disinipenakumenari.blogspot.com

yang secara bersamaan membangun koleksi baru (elektronik atau digital) dan koleksi lama
(tercetak) secara terintegrasi, sedemikian rupa sehingga pemakai jasa perpustakaan tidak lagi
kesulitan memakai kedua jenis koleksi tersebut.

Cloud Computing

Cloud computing adalah gabungan pemanfaatan teknologi komputer (komputasi) dan


pengembangan berbasis internet (awan). Awan (cloud) adalah metafora dari internet. Cloud
computing adalah suatu konsep umum yang mencakup SaaS (software as a service), web 2.0,
dan tren teknologi terbaru lain yang dikenal luas, dengan tema umum berupa ketergantungan
terhadap internet untuk memberikan kebutuhan komputasi pengguna. Cloud computing
merupakan paradigm manakala suatu informasi secara permanen tersimpan di server
(internet) dan tersimpan secara sementara di komputer pengguna (client).

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar layanan yang ada di internet
dikategorikan cloud computing.

1. Layanan berdifat On Demand, pengguna dapat berlangganan apa yang ia butuhkan


saja.
2. Layanan bersifat elastis/ scalable.
3. Layanan sepenuhnya dikelola oleh penyedia/ provider.
4. Sumber daya terkelompok.
5. Akses pita lebar layanan yang terhubung melalui jaringan pita lebar, terutama dapat
diakses secara memadai melalui jaringan internet.
6. Layanan yang terukur (Measured Service).

Secara umum Cloud Computing terbagi dalam 3 jenis layanan yaitu.

1. Software as a Service (SaaS)


2. Platform as a Service (PaaS)
3. Infrastructure as a Servie (IaaS)

Manfaat Cloud Computing adalah sebagai berikut.

a. Data yang disimpan di pusat.


b. Respons cepat.
c. Kehandalan kode uji.
Resta Rismawanty
www.disinipenakumenari.blogspot.com

d. Log (records tak terbatas).


e. Kinerja perangkat lunak dengan tingkat keamanan yang tinggi.
f. Konstruksi yang handal.
g. Menghemat biaya uji keamanan yang mahal.

Konsep cloud computing tidak serta merta diterapkan begitu saja di perpustakaan.
penerapannya membutuhkan suatu perencanaan yang jelas dan matang jika konsep teknologi
tersebut akan diadopsi. Perlu memperhatikan beberapa hal sebelum mengaplikasikan
teknologi cloud computing antara lain infrastruktur, keamanan data, dan sumber daya
manusia.

Digital Native

Digital natives adalah mereka yang terlahir dalam lingkungan dengan kondisi
teknologi informasi dan komunikasi yang telah mengalami revolusi digital dan disajikan
secara online. Artinya mereka menganggap teknologi semacam ini bukan sesuatu yang baru.

Jaringan kerja sama perpustakaan adalah kerja sama yang dilakukan dengan minimal
dua atau lebih perpustakaan, yang tentu melibatkan pustakawannya. Kerja sama ini menuntut
setidaknya memiliki pemahaman yang sama terhadap kegiatan kerja sama yang akan
dilakukan, termasuk pula penyamaan persepsi terhadap konsep dasarnya, misalnya.
Pemahaman pertama, perpustakaan yang sudah memiliki fasilitas internet bukanlah
perpustakaan digital. Kedua, vendor pangkalan data atau pemasok dokumen komersial,
pangkalan data serta jasa pengantaran dokumen elektronik serta perpustakaan digital
miliknya bukanlah perpustakaan digital. Ketiga adalah bahwa sistem manajemen dokumen
yang mengolah dokumen bisnis dalam bentuk dokumen elektronik tidak dapat disebut
perpustakaan digital. Keempat adalah bahwa pustakawan merupakan SDM yang paling
berperan dalam kerja sama antar perpustakaan ini. Kelima bahwa untuk pengembangan
jaringan kerja sama diperlukan dana, meskipun dana bukan segalanya.

Open Access

Gerakan Open Access (OA) yang pertama kali adalah Budapest Open Access
Initiative pada bulan Desember 2001 di Budapest. Prinsipnya menyatakan bahwa tradisi lama
dan teknologi baru telah berbaur menciptakan barang public yang belum ada sebelumnya.
Resta Rismawanty
www.disinipenakumenari.blogspot.com

Tradisi lama ialah kemauan ilmuan untuk menerbitkan hasil riset mereka dalam jurnal tanpa
honor, demi kemajuan ilmu dan pengetahuan. Teknologi baru adalah internet. Barang public
yang dihasilkan dengan internet memungkinkan distribusi elektronik ke seluruh dunia dan
dapat diakses siapa saja.

Anda mungkin juga menyukai