Secara umum kesetimbangan dalam reaksi kimia dapat dibagi menjadi dua
yaitu kesetimbangan statis dan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan statis
terjadi ketika semua gaya yang bekerja pada objek bersifat seimbang, yaitu tidak
ada gaya yang dihasilkan. Sementara itu, kesetimbangan dinamis diperoleh ketika
semua gaya yang bekerja pada objek bersifat seimbang, tapi objeknya sendiri
bergerak. Pada persamaan reaksi kesetimbangan kimia setiap terjadi reaksi ke
kanan, maka zat-zat produk akan bertambah, sementara zat-zat reaktan berkurang.
Sebaliknya, reaksi juga dapat bergeser ke arah reaktan sehingga jumlah produk
berkurang. Akibatnya terjadi lagi reaksi ke arah kanan. Demikian ini terjadi terus-
menerus, sehingga secara mikroskopis terjadi reaksi bolak-balik (dua arah) pada
reaksi kesetimbangan. Keadaan seperti ini dikatakan bahwa kesetimbangan
bersifat dinamis. Keadaan dinamis hanyaterjadi dalam sistem tertutup (Sari, 2020).
Ketika dalam keadaan setimbang, dua reaksi yang berlawanan akan terjadi dalam
kecepatan yang sama sehingga tidak akan terjadi perubahan jumlah dalam reaktan
ataupun produknya. Saat suatu reaksi telah mencapai titik ini, maka dapat disebut
reaksi tersebut telah selesai. Pada kondisi kesetimbangan tertentu, reaksi dapat
mencapai konversi reaktan menjadi produk yang maksimum. Dalam sistem
tertutup, produk hasil reaksi tidak dapat keluar jadi akan diperoleh hasil akhir
reaksi berupa campuran antara reaktan dan produk reaksi pada kesetimbangan.
Pada suatu reaksi kesetimbangan yang berlangsung pada suatu sistem homogen
(terdiri dari satu fasa), bentuk umum persamaan Aa + Bb + cC +... Xx + yY +
zZ... pada 5℃... Bila reaksi sudah mencapai keadaan seimbang, banyaknya
masing-masing reaktan dari produk sudah tidak berubah lagi. Dalam suatu reaksi
kesetimbangan terdapat hubungan antara konsentrasi pereaksi dengan konsentrasi
hasil reaksi terhadap tetapan kesetimbangan (K). Pada suatu kesetimbangan kimia
berlaku hukum kesetimbangan, “Dalam keadaan setimbang pada suhu tertentu, hasil
kali konsentrasi hasil reaksi dibagi dengan hasil kali konsentrasi pereaksi yang ada
dalam sistem kesetimbangan yang masing-masing dipangkatkan dengan
koefisiennya mempunyai harga tetap.” Hasil bagi tersebut dinamakan tetapan
kesetimbangan (K). Tetapan kesetimbangan (K) merupakan angka yang
menunjukkan perbandingan secara kuantitatif antara produk dengan reaktan (Sari,
2020). Secara umum reaksi kesetimbangan dapat dituliskan sebagai berikut:
mA + nB ⇌ pC + qD
Suatu reaksi bolak-balik mencapai keadaan setimbang pada saat laju reaksi
kekanan reaksi ke kiri kita dapat mengetahui bahwa suatu reaksi bolak-balik telah
mencapai kesetimbangan,saat tercapai kesetimbangan jumlah zat-zatnya. Zatnya
baik reaktan maupun produk tidak lagi berubah. walaupun reaksi kimia sudah
mencapai keadaan setimbang akan tetapi reaksi tetap berlangsung pada tingkat
molekul/mikroskopis. karena kecepatan reaksi maju/ke kanan = reaksi balik/ke kiri
maka seakan-akan reaksinya sudah berhenti. Pada tahun 1886, dua orang para ahli
kimia Nrwegia, yaitu Cato maxmilian guldberg (1836-1902) dan Peter waage
(1833-1900) mengajukan postulat berdasarkan sejumlah pengamatan yang mereka
lakukan terhadap reaksi kesetimbangan. Ponstulat ini menyatakan bahwa ’jika hasil
reaksi konsentrasi zat hasil reaksi yang di pangkatkan koefisiennya di bandigkan
dengan hasil kali konsentrasi zat pereaksi yang di pangkatkan koefisiennya, maka
akan di peroleh perbandingan yang tetap”. Untuk reaksi yang dinyatakan dengan aA
+ bB ⇋ cC + dD, dengan A, B adalah pereaksi C, D adalah reaksi ; dan a, b, c, d
adalah koefisien reaksi, maka secara sistematis ponstulat Guldberg dan
Waage.Untuk reaksi yang sama harga Kc hanya dipengaruhi suhu.Selama suhu tetap
makaK tetap. Harga K berubah hanya apabila suhunya berubah. perubahan harga K
tergantung jenis reaksinya : Makna tetapan kesetimbangan bagi suatu reaksi antara
lain:
Apabila zat pada ruas kiri dan ruas kanan dari suatu reaksi
kesetimbangan dicampurkan dalam suatu wadah reaksi maka sangat mungkin
bahwa campuran tidak setimbang. Reaksi harus berlangsung ke kanan atau ke
kiri sampai mencapai kesetimbangan. (Drs. Harun Nasrudin, 2004).Reaksi
Endoterm (menyerap kalor/delta H nya positif ): K berbanding lurus dengan
suhu. Artinya jika suhunya meningkat maka K nya juga meningkat dan
sebaliknya jika suhunya menurun maka K nya juga menurun. Reaksi Eksoterm
(melepas kalor/delta H nya negatif ) : K berbanding terbalik dengan suhu.
Artinya jika suhunya meningkat maka K nya menurun dan sebaliknya jika
suhunya menurun maka K nya meningkat.
Contoh:
Reaksi ini ialah eksoterm,bila pada sistem ini temperatur dinaikkan berarti
sistem mendapat gangguan, maka sistem akan berubah mengurangi gangguan
itu dan akan kembali lagi ke keadaan kesetimbangan baru. Hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut.Kenaikan temperatur dapat dilakukan dengan cara
penambahan kalor dari luar, sedangkan sistem diatas akan diketahui
mengeluarkan kalor. Jadi kalau ditambah kalor reaksi di atas akan bergeser
kearah endoterm atau bergeser ke kiri dan terjadi di kesetimbangan baru
sehingga konsentrasi H2 dan N2 menjadi lebih besar dan konsentrasi NH3
berkurang. Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa untuk reaksi eksoterm
kenaikan Temperature menyebabkan reaksi bergeser ke kiri,sedangkan untuk
reaksi endoterm kenaikan temperatur menyebabkan reaksi bergeser ke kanan
(Tony,1987).
Reaksi yang berada dalam keadaan setimbang bisa pula berada dalam keadaan
gas. Dalam hal itu, nilai konstanta kesetimbangan tidak lagi dinyatakan dalam
konsentrasi, tetapi dinyatakan dalam tekanan parsial masing-masing spesies yang
berada dalam kesetimbangan. Konstanta kesetimbangan yang diperoleh ddapat
ditulis sebagai Kp. Dalam menghitung Kp diasumsikan bahwa gas mengikuti sifat-
sifat gas ideal. Oleh karena itu antara Kp dengan Kc terdapat hubungan yang
dinyatakan sebagai berikut (Bird, 1987):
Kp = Kc (RT)Δn …………………………(1)
Keterangan:
T = temperatur (K)
keberadaan kalalis dalam suatu reaksi atau meningkatnya laju reaksi, namun
katalis tidak ikut bereaksi dan tidak mengalami perubahan secara kimiawi.
Berdasarkan fasenya, katalisator dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu, katalisator
homogen dan katalisator heterogen. Katalisator homogen memiliki fase yang sama
dengan pereaksinya, sedangkan katalisator heterogen memiliki fase yang berbeda
dengan fase pereaksinya (Setyaningsih, 2017)
2.6 Titrasi
a. Titran adalah larutan standar yang telah diketahui kandungannya dan digunakan
untuk menentukan kadar zat yang belum diketahui;
b. Titrat mengacu pada zat yang tidak diketahui dan akan diketahui kadarnya
dengan menggunakan titran;
c. Indikator adalah larutan yang ditambahkan dalam titrasi dan berfungsi sebagai
penanda kapan titrasi harus dihentikan;
d. Titik ekivalen adalah suatu keadaan yang ditunjukkan oleh kesamaan mol larutan
sampel yang bereaksi dengan mol larutan standar atau titrasi;
e. Titik akhir titrasi mengacu pada suatu kondisi yang mengharuskan penghentian
proses titrasi. Penandanya adalah bahwa larutan telah berubah warna. Jika proses
terus berlanjut, berdampak pada ketidaktepatan hasil.
2.7 Reaksi Esterfikasi
1. Alkohol primer bereaksi paling cepat kemudian disusul oleh alcohol sekunder
dan paling lambat adlah alcohol tesier.
2. Ikatan rangkap memperlambat reaksi.
3. Asam aromatic (benzoate dan p-toluat) bereaksi lambat tetapi mempunyai batas
konversi yang tinggi.
4. Makin Panjang rantai alcohol maka reaksi akan semakin cepat.
5 ml HCl 2N
- Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
- Ditambahkan 1-2 tetes indikator PP
- Dititrasi dengan NaOH 2 N
Larutan berwarna
Reaksi:
soft pink
Larutan Blanko: HCl (aq) + NaOH (aq) → NaCl (aq) + H2O (l)
• Erlenmeyer 1
5 mL HCl 2N
Campuran Larutan
Volume NaOH
Reaksi:
5 mL HCl 2N
- Ditambahkan 2 mL etanol
- Ditambahkan 3 mL CH3COOH
- Ditutup
Campuran Larutan
- Diamati
Volume NaOH
Reaksi :
5 mL HCl 2N
- Ditambahkan 3 mL etanol
- Ditambahkan 2 mL CH3COOH
- Ditutup
Campuran Larutan
- Diamati
Volume NaOH
Reaksi :
5 mL HCl 2N
- Ditambahkan 4 mL etanol
- Ditambahkan 1 mL CH3COOH
- Ditutup
Campuran Larutan
- Diamati
Volume NaOH
Reaksi :
Volume = 4,7
Larutan berwarna
mL
soft pink
Suhu ruang=
31˚C
2. • Erlenmeyer 1 • Larutan HCl • Larutan HCl + 1. Erlenmeyer 1 : Berdasarkan hasil
- Diamati
Volume NaOH
3. • Erlenmeyer 2 • Larutan HCl= • Larutan HCl + Reaksi : Berdasarkan hasil
tidak berwarna etanol + percobaan pada
5 mL HCl 2N 1. Erlenmeyer 2 :
CH3COOH= Erlenmeyer 1
- Dimasukkan • Indikator PP= CH3COOH(aq) +
tidak berwarna didapatkan volume
kedalam tidak berwarna C2H5OH(aq) ⇌
NaOH sebesar 17,5
Erlenmeyer 2 • Larutan HCl + CH3COOC2H5(aq) +
• Larutan etanol= mL
- Ditambahkan etanol + H2O(l)
tidak berwarna
2mL etanol CH3COOH Kc 2= 0,349
2. Setelah reaksi :
- Ditambahkan • Larutan dititrasi dengan
CH3COOC2H5(aq) +
3mL CH3COOH= NaOH
NaOH(aq) ⇌
- CH3COOH tidak berwarna berwarna soft
CH3COONa(aq) +
- Ditutup pink +
C2H5OH(aq)
Campuran Larutan Volume=17,5
- Ditambahkan (Clark,2007)
mL
Indikator PP 1-2
Suhu= 33˚C Kc teori dari reaksi
tetes
esterifikasi adalah:
- Dititrasi dengan
4,2 x 10-2
NaOH
- Diamati
Volume NaOH
4. • Erlenmeyer 3 • Larutan HCl= • Larutan HCl + 1. Erlenmeyer 3 : Berdasarkan hasil
5 mL HCl 2N tidak berwarna etanol + CH3COOH(aq) + percobaan pada
- Dimasukkan CH3COOH= C2H5OH(aq) ⇌ Erlenmeyer 1
• Indikator PP=
kedalam tidak berwarna CH3COOC2H5(aq) didapatkan volume
tidak berwarna
Erlenmeyer 3 +H2O(l) NaOH sebesar 7,7 mL
• Larutan HCl +
- Ditambahkan • Larutan etanol=
etanol + 2. Setelah titrasi : Kc 3= 8,512
3mL etanol tidak berwarna
CH3COOH CH3COOC2H5(aq) +
- Ditambahkan • Larutan dititrasi dengan NaOH(aq) ⇌
2mLCH3COOH CH3COOH= NaOH CH3COONa(aq) +
- Ditutup tidak berwarna berwarna soft
C2H5OH(aq)
Campuran Larutan pink ++
NaOH
- Diamati
Volume NaOH
IX. Analisis dan Pembahasan
XI. Kesimpulan
1. Diperoleh nilai Kc dari larutan pada erlenmeyer 1-4 secara berurutan yaitu
0,0104, 0,349, 8,512, 1,99. Dengan Kc rata-rata sebesar 2,637.
Volume NaOH
5. • Erlenmeyer 4 • Larutan HCl= • Larutan HCl + 1. Erlenmeyer 4 Berdasarkan hasil
tidak berwarna etanol + CH3COOH(aq) + percobaan pada
5 mL HCl 2N
CH3COOH= C2H5OH(aq) ⇌ Erlenmeyer 1 didapatkan
- Dimasukkan • Indikator PP=
tidak berwarna CH3COOC2H5(aq) volume NaOH sebesar
kedalam tidak berwarna
+ H2O(l) 5,8 mL
Erlenmeyer 4 • Larutan HCl +
• Larutan
- Ditambahkan 4 etanol + 2. Setelah titrasi : Kc 4= 1,99
etanol= tidak
mL etanol CH3COOH CH3COOC2H5(aq)
berwarna
- Ditambahkan 1 dititrasi dengan + NaOH(aq) ⇌
• Larutan NaOH CH3COONa(aq) +
mL CH3COOH
CH3COOH= berwarna soft
- Ditutup C2H5OH(aq)
tidak berwarna pink +++
Campuran Larutan
(Clark,2007)
- Ditambahkan Volume= 5,8 mL
Indikator PP 1-2 Kc teori dari reaksi
Suhu= 33˚C
tetes esterifikasi adalah:
Sumber: https://www.ilmukimia.org/2013/03/reaksi-esterifikasi.html
• Langkah ke-1, protonasi oksigen dengan mengambil proton dari H dan
elektron dari H yang sudah ada, lalu pindah ke O.
• Langkah ke-2, selanjutnya alkohol menyerang C, kemudian 1 elektron C
diambil untuk O. Sehingga, OH diganti R’OH.
• Langkah ke-3, alkohol mengambil proton dari H dan elektron dari H yang
ada pindah ke O. Sehingga, O deprotonasi.
• Langkah ke-4, O mengambil proton dari H dan elektron dari H yang ada
pindah ke O terprotonasi.
• Langkah ke-5, 1 elektron pada C dibawa oleh H2O yang mudah dilepas.
Kemudian, 1 pasang elektron di O akan membentuk ikatan rangkap 2.
• Langkah ke-6, R’OH (alkohol) mengambil proton dari H dan satu elektron
H diberikan ke O.
4. Tentukan nilai Kc pada suhu pengamatan.
Kc erlenmeyer 1 = 0,0104 mol-1/L-1
Kc erlenmeyer 2 = 0,349 mol-1/L-1
Kc erlenmeyer 3 = 8,512 mol-1/L-1
Kc erlenmeyer 4 = 1,99 mol-1/L-1
0,0104+0,349+8,512+1,99
Kc rata-rata = = 2,637 mol-1/L-1
4
B. Dokumentasi
Ditambahkan 1-2
tetes indikator PP
Larutan Blanko
Dititrasi dengan
NaOH 2N
Menghasilkan
larutan berwarna
soft pink
5 ml HCl 2N
dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer
Ditambahkan etanol
(Erlenmeyer 1 = 1
mL
Erlenmeyer 2 = 2
mL
Erlenmeyer 3 = 3
mL
Erlenmeyer 1, 2, 3 Erlenmeyer 4 = 4
dan 4 mL)
Ditambahkan
CH3COOH
(Erlenmeyer 1 = 4
mL
Erlenmeyer 2 = 3
mL
Erlenmeyer 3 = 2
mL
Erlenmeyer 4 = 1
mL)
Ditutup dengan
alumunium foil dan
didiamkan selama
kurang lebih 3 hari
Ditambahkan
indikator PP 1-2
tetes
Dititrasi dengan
NaOH
Menghasilkan
larutan berwarna
soft pink
(Erlenmeyer 1 : +++
Erlenmeyer 2 : +
Erlenmeyer 3 : ++
Erlenmeyer 4 : +++)