Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN GANGGUAN ELIMINASI DI


RUANG IRNA 1B RSUD KOTA MATARAM

Oleh :
NINA KANIA SAFITRI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAR SI MATARAM
PROGAM STUDI PROFESI NERS
2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan yang
maha Esa, karena dengan Rahmat dan RidhoNya lah kami dapat menyelesaikan
laporan pendahuluan Kebutuhan Dasar Manusia.
Dalam penyusunan tugas ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka
pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini.
Kami semua menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini,
dan mungkin banyak kata-kata yang kurang tepat. Untuk itu, saran, dan kritik, dari
para pembaca sekalian senantiasa kami nantikan demi kesuksesan tugas kami di
masa yang akan datang. Semoga tugas yang kami buat ini bermanfaat khususnya
bagi para pembaca sekalian. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum wr.wb

Mataram, 31 Oktober 2022

Penyusun

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................1
1.3 Tujuan.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
2.1 Konsep Eliminasi Urin...............................................................................3
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Eliminasi Urin..........................................12
2.3 Bagaimana Konsep Eliminasi Fekal.........................................................16
2.4 Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Eliminasi Fekal.....................23
BAB III PENUTUP.............................................................................................27
3.1 Kesimpulan................................................................................................27
3.2 Saran .........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan
penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk
mempertahankan keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa
metabolisme. Sisa metabolisme terbagi Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2
yaitu eliminasi urine dan eliminasi fekal. Gangguan eliminasi urin adalah
keadaan dimana seseorang individu mengalami atau berisiko mengalami
disfungsi eliminasi urin. Organ tubuh yang berperan untuk fungsi eliminasi
urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan urethra. Eliminasi fekal adalah
proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa bowel (feses).
Pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar dan karakteristiknya
normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker
kolorektal. Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini
juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali seminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk
fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan
masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana Konsep Eliminasi Urin..?
1.2.2 Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Eliminasi Urin..?
1.2.3 Bagaimana Konsep Eliminasi Fekal..?
1.2.4 Bgaimana Konsep Asuhan Keperawatan Eliminasi Fekal..?

1
1.3 TUJUAN MASALAH
1.3.1 Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Eliminasi Urin..?
1.3.2 Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan
Eliminasi Urin..?
1.3.3 Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Eliminasi Fekal..?
1.3.4 Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan
Eliminasi Fekal..?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 KONSEP ELIMINASI URIN
A. Anatomi system perkemihan
Organ tubuh yang berperan untuk fungsi eliminasi urine adalah ginjal,
ureter, kandung kemih dan urethra. Sistem perkemihan perempuan
terpisah dengan sistem reproduksi sedang sitem perkemihan laki laki
berhubungan dengan sistem reproduksi dimana pengeluaran urine dan
sperma bertemu di uretra
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan
banyak fungsi untuk homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ
ekskresi dan pengatur kesetimbangan cairan dan asam basa dalam
tubuh. Fungsi ginjal :
a. Pengatur keseimbangan air
b. Pengaturan ph dan keseimbangan ion inorganik ( na, ka dan cal )
c. Ekskresi zat sisa metabolisme ( urea, asam urat, kreatinin dan
produk penguraian hb )
d. Pembuangan zat kimiawi toxik ( obat, peptisida, aditif makanan )
e. Pengaturan tekanan darah
f. Pengendalian pembentukan sel darah merah
g. Pengaktifan vitamin d dan keseimbangan kalsium
h. Glukoneogenesis ( pembentukan glukosa dari asam amino dan
prekursor lain
i. Pengatur keseimbangan air
2. Ureter
a. Tiap ginjal 1 ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan kandung
kemih
b. Berbentuk seperti pipa dengan diameter 2,5 -5 mm, setebal tangkai
bulu angsa
c. Ureter kanan lebih pendek dari ureter kiri
d. Panjang ureter : 25 -40 cm

3
e. Muara ureter pada kedua sisi belakang rongga blader yang letaknya
obliq dan terdapat valvula fols berfungsi untuk mencegah refluks
urine ke ureter
f. Pancaran urine dari ureter kedalam vesica urinaria sebanyak 2-3
kali / menit
3. Vesika urinaria (kandung kemih, baldder)
Vesika urinaria (kandung kemih, baldder) adalah tempat untuk
menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk
selanjutnya diteruskan ke uretra. Vesica urinaria terletak di lantai
pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum,
organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah,
limfatik dan saraf. Dinding vesica urinaria terdiri dari otot musculus
detrusor yang berkontraksi untuk mengeluarkan urine.Pada saat vesica
urinaria tidak dapat lagi menampung urine (volume urine kira-kira 300
ml) maka reseptor pada dinding vesika urinaria akan memulai
kontraksi musculus detrussor. Pada bayi, berkemih terjadi secara
involunter dan dengan segera. Pada orang dewasa, keinginan berkemih
dapat ditunda sampai ia menemukan waktu dan tempat yang cocok.
Jika rangsangan sensoris ditunda terlalu lama, maka akan memberikan
rasa sakit.
4. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica
urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra
pada pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm
dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan
kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5
cm.
B. Definisi
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan
penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk
mempertahankan keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa

4
metabolisme. Sisa metabolisme terbagi Eliminasi dapat dibedakan menjadi
2 yaitu eliminasi urine dan eliminasi fekal.
Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urin. Biasanya
orang yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan
kateterisasi urin, yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam
kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin.
Prevalensi gangguan eliminasi urin pada anak diperkirakan 5% - 6,8 %.
C. Karakteristik urine normal
Secara normal urine berwarna kekuningan / jernih, berbau amoniak,
jumlah: 1cc / jam / Kg BB / hr, konsistensi : sangat cair, steril karena
bebas dari mikroorganisme, mempunyai berat jenis : 1,010 – 1,025.
Frekuensi tergantung dari produksi urine dan kemauan individu.
Banyaknya urine yang dikeluarkan seseorang dapat berkurang bila airan
intake sedikit, muntah –muntah, diare dan penyakit yang mengenai ginjal.
Sebaliknya air kemih dapat bertambah bila pemasukan / intake yg banyak
( > 2,5 lt ) obat–obatan yang dapat meningkatkan filtrasi ginjal.
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urin
a. diet dan intake
jumlah dan tipe makanana mempengaruhi output urine, seperti protein
dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar.
b. Respon keinginan awal untuk berkemih
Beberapa massyarakat mempunyai kebiasaan yang mengabaikan
respon awal untuk berkemih dan hanya pada akhir keinginan berkemih
menjadi lebih kuat akibatnya urine banyak tertahan dalam kandung
kemih Masyarakat ini mempunyai kapasitas kandung kemih yang lebih
dari normal.
c. Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi
urine Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat
mempengaruhi frekuensi eliminasi Praktek eliminasi keluarga dapat
mempengaruhi tingkah laku

5
d. stress psikologi
Meningkatnya stres seseorang dapat meningkatkan frekuensi
keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitif untuk
keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang
diproduksi
e. Tingkat aktivitas
aktivitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.
eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik
untuk tonus spingter internal dan eksternal.
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi
pola berkemih, Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya
menurun karena adanya tekanan dari uterus atau adanya kondisi
patologis saat seseorang dalam keadaan sakit,produksi urinnya sedikit
hal ini disebabkan oleh keinginan untuk minum sedikit.
E. Produksi urin rata-rata
Ada perbedaan produksi urine untuk setiap usia. Produksi urine akan
bertambah seiring bertambahnya usia. Berikut ini perkiraan produksi urine
dalam 1 hari:
1. Usia Lahir – 2 hr : 15 – 60 ml
2. Usia 3 hr - 10 hr : 100 – 300 ml
3. Usia 10 hr - 2 bln: 250 – 450 ml
4. Usia 2 bln - 1 thn : 400 – 500 ml
5. Usia 1 thn - 3 thn : 500 – 600 ml
6. Usia 3 thn - 5 thn : 600 – 700 ml
7. Usia 5 thn - 8 thn : 700 – 1000 ml
8. Usia 8 thn - 14 thn : 800 – 1400 ml
9. Usia 14 thn – dewasa : 1500 ml
10. Dewasa tua : 1500 ml atau kurang
F. Klasifikasi eliminasi urin

6
1. Retensi Urine

Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata di dalam kandung


kemih akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih. Urine
terus berkumpul di kandung kemih, merenggangkan dindingnya
sehingga timbul perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada
simfisis pubis, gelisah, dan terjadi diaphoresis (berkeringat). Tanda -
tanda retensi urine akut ialah tidak adanya haluaran urine selama
beberapa jam dan terdapat distensi kandung kemih. Pada retensi urine
yang berat, kandung kemih dapat menahan 2000 - 3000 ml urine .
Retensi terjadi terjadi akibat obstruksi uretra, trauma bedah, perubahan
stimulasi saraf sensorik dan motorik kandung kemih, efek samping
obat dan ansietas.
2. Infeksi Saluran Kemih Bawah
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang didapat di rumah sakit.
Penyebab paling sering infeksi ini ialah dimasukkannya suatu alat ke
dalam saluran perkemihan. Misalnya pemasukkan kateter melalui
uretra akan menyediakan rute langsung masuknya mikroorganisme.
Kebersihan perineum yang buruk merupakan penyebab umum ISK
pada wanita. Faktor predisposisi terjadinya infeksi pada wanita
diantaranya adalah praktik cuci tangan yang tidak adekuat, kebiasaan
mengelap perineum yang salah yaitu dari arah belakang ke depan
setelah berkemih atau defekasi. Klien yang mengalami ISK bagian
bawah mengalami nyeri atau rasa terbakar selama berkemih (disuria).
3. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine ialah kehilangan kontrol berkemih. Klien tidak lagi
dapat mengontrol sfingter uretra eksterna. Lima tipe inkontinensia
adalah inkontinensia fungsional, inkontinensia refleks, Inkontinensia
stress, inkontinensia urge, dan inkontinensia total. Inkontinensia yang
berkelanjutan memungkinkan terjadinya kerusakan pada kulit, sifat
urine yang asam mengiritasi kulit. Klien yang tidak dapat melakukan
mobilisasi dan sering mengalami inkontinensia terutama berisiko
terkena luka dekubitus

7
4. Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol spinter eksterna. Biasanya terjadi
pada anak-anak atau pada orang tua.
G. Patofisiologi
Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah
dijelaskan di atas.Masing-masing gangguan tersebut disebabkan
oleh etiologi yang berbeda. Pada pasiendengan usia tua, trauma
yang menyebabkan cedera medulla spinal, akan
menyebabkangangguan dalam mengkontrol urin atau inkontinensia urin.
Gangguan traumatik pada tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan
pada medulla spinalis. Lesi traumatik pada medullaspinalis tidak selalu
terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur atau dislokasi. Tanpa
kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa
mengakibatkan efek yangnyata di medulla spinallis. Cedera medulla
spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf
termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.Komplikasi cedera
spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan dengancedera
medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai syok spinal.
Syok spinalmerupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada
medulla spinalis (areflexia) di bawahtingkat cedera. Dalam kondisi ini,
otot-otot yang dipersyarafi oleh bagian segmen medullayang ada di bawah
tingkat lesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan refleks-
refleksnyatidak ada. Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi
berkemih dan defekasi.Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh
depresi refleks yang dapat diatasi dengandekompresi usus . pada
komplikasi syok spinal terdapat tanda gangguan fungsi autonom berupa
kulit keringkarena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan
fungsi kandung kemih dangangguan defekasi.Proses berkemih melibatkan
2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan penyimpananurine dan
pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan bergantian
secaranormal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanan

8
dan pengeluaran urindikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik.
Selama fase pengisian, pengaruh sistemsaraf simpatis terhadap kandung
kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkanresistensi saluran
kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem
simpatisdari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan
peningkatan tekanan otot darileher kandung kemih dan proksimal
uretra.Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari
kontraksi yang simultan ototdetrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal
ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai
neurotwnsmiter utama yaitu asetilkolin suatu agen kolinergik. selama fase
pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung
ganglion dorsal spinalsakral segmen 2-4 dan informasikan ke
batang otak. Impuls saraf dari batang otakmenghambat aliran
parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase
pengosongankandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral
dihentikan dan timbul kontraksiotot detrusor.Hambatan aliran simpatis
pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada ototuretra
trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus
pudendus untukmerelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter
eksterna. Hasilnya keluarnya urine denganresistensi saluran yang minimal.
Pasien post operasi dan post partum merupakan bagian yangterbanyak
menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma
kandungkemih dan edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau
obstetri, epidural anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf
pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi episiotomiatau abdominal,
khususnya pada pasien yang mengosongkan kandung kemihnya
denganmanuver Valsalva. Retensi urine post operasi biasanya membaik
sejalan dengan waktu dandrainase kandung kemih yang adekuat.

9
H. Patway

I. Manifestasi klinis
1. Retensi Urin
a) Ketidak nyamanan daerah pubis.
b) Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
c) Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
d) Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
e) Ketidaksanggupan untuk berkemih
2. Inkontinensia urin

10
a) pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC
b) pasien sering mengompol
J. Theraphy/Tindakan Penanganan
1) Mempertahankan kebiasaan eliminasi
Perawat mempelajari waktu saat klien berkemih normal, seperti saat
bangun tidur atau sebelum makan. Klien biasanya memerlukan waktu
untuk berkemih.
2) Kateterisasi
Kateterisasi kandung kemih dilakukan dengan memasukan selang
plastic atau karet melalui uretra kedalam kandung kemih. Kateter
memungkinkan mengalirnya urine yang berkelanjutan pada klien yang
tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang mengalami
obstruksi. Kateter juga menjadi alat yang digunakan untuk mengukur
haluan urine per jam pada klien yang status hemodinamiknya tidak
stabil.
3) Menguatkan otot dasar panggul
Latihan dasar panggul meningkatkan kekuatan otot dasar panggul yang
terdiri dari kontraksi kelompok otot yang berulang
4) Bladder retraining
Tujuan bladder retraining ialah untuk mengembalikan pola normal
perkemihan denganmenghambat atau menstimulasi pengeluaran air
kemih.
K. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Urinalisis
b) Kultur Urine
2) Radiologi
a) Rontgenogram Abdomen
Rontgenogram abdomen juga sering disebut plain film, KUB, atau
flat plate pada abdomen umumnya digunakan untuk mengkaji
adanya kelainan pada seluruh struktur saluran perkemihan.

11
b) Pielogram Intravena
Memvisoalisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan
ureter, kandung kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat
invasif. Klien perlu menerima injeksi pewarna radiopaq secara
intra vena.

c) Pemindaian (scan) ginjal


Tes radionuklida, seperti pemindaian ginjal memungkinkan
visualisasi tidak langsung pada struktur saluran perkemihan setelah
isotop radioaktif diinjeksi per IV.
2. 2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ELIMINASI URIN
1. Pengkajian
a. identitas klien
meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan
identitas penanggung jawab.
b. keluhan utama (alasan dirawat di rumah sakit)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu
oleh klien pada saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang
riwayat keluhan utama seharusnya mengandung unsur PQRST
(Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala, dan Time)
c. riwayat kesehatan sekarang
kaji status kesehatan pasien saat dilakukannya pengkajian.
d. riwayat kesehatan dahulu (perawatan di rs terakhir)
riwayat kesehatan dahulu terutama yang berkaitan dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urin. Ataupun riwayat dirawat di
rumah sakit atau pembedahan.
e. riwayat kesehatan keluarga
mengkaji riwayat kesehatan keluarga untuk mengetahui apakah ada
penyakit keturunan di keluarga pasien
f. pola persepsi dan penanganan kesehatan
kaji persepsi pasien terhadap penyakitnya, dan penggunaan tembakau,

12
alkohol, alergi, dan obat-obatan yang dikonsumsi secara bebas atau
resep dokter
g. pola nutrisi/metabolisme
mengkaji diet khsusus yang diterapkan pasien, perubahan BB, dan
gambaran diet pasien dalam sehari untuk mengetahui adanya
konsumsi makanan yang mengganggu eliminasi urin.

h. pola eliminasi
kaji kebiasaan defekasi dan/atau berkemih serta masalah yang dialami
serta penggunaan alat bantu.
1) Frekuensi
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan.
Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap
hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk
berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya berkemih :
pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar
waktu makan.
2) Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
3) Warna
Normal urine berwarna kekuning-kuningan, obat-obatan dapat
mengubah warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah,
kuning, coklat merupakan indikasi adanya
penyakit.
4) Bau
Normal urine berbau aromatik yang memusingka. Bau yang
merupakan indikasi adanya
masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu.
i. Kejernihan :
Normal urine terang dan transparan.Urine dapat menjadi keruh karena
ada mukus atau pus.

13
j. pH :
Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5).Urine yang telah melewati
temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena
aktifitas bakteri Vegetarian urinennya sedikit alkali.
k. Protein :
Normal : molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin,
fibrinogen, globulin, tidak tersaring melalui ginjal urine
l. pola aktivitas/ olahraga
pola aktivitas terkait dengan ketidakmampuan pasien yang disebabkan
oleh kondisi kesehatan tertentu atau penggunaan alat bantu yang
mempengaruhi kebiasaan eliminasi pasien.
m. pola istirahat tidur
kebiasaan tidur pasien dan masalah yang dialami
n. pola kognitif – perseptif
kaji status mental pasien, kemampuan bicara, ansietas,
ketidaknyamanan,
pendengaran dan penglihatan.
o. pola peran hubungan
kaji pekerjaan pasien, sistem pendukung, ada/tidaknya masalah
keluarga berkenaan
dengan masalah di rumah sakit.
p. pola seksualitas/ reproduksi
kaji adanya masalah seksualitas pasien.
q. pola koping – toleransi stres
keadaan emosi pasien, hal yang dilakukan jika ada masalah, dan
penggunaan obat untuk menghilangkan stress
r. pola keyakinan-nilai
agama yang dianut pasien dan pengaruhnya terhadap kehidupan.
s. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Perawat mengkaji kondisi mukosa mulut untuk mengetahui status
hidrasi klien Perawat dapat melihat adanya pembengkakan atau

14
lekukan konveks pada abdomen bagian bawah. Perawat mengkaji
meatusurinarius untuk melihat adanya rabas, peradangan dan luka
2) Palpasi
Perawat mengkaji status hidrasi klien dengan melalui turgor kulit
Perawat dapat mengkaji adanya nyeri tekan di daerah pinggul
pada awal penyakit pada saat memperkusi sudut kostovertebra
(sudut yang dibentuk oleh tulang belakang dan tulang rusuk ke 12.
Perawat yang memiliki keterampilan tinggi belajar mempalpasi
ginjal selama proses pemeriksaan abdomen sehingga dapat
mengungkapkan adanya masalah seperti tumor. Perawat
mempalpasi abdomen bagian bawah, kandung kemih dalam
keadaan normal teraba lunak dan bundar.
3) Perkusi
Perawat memperkusi sudut kostovertebra, peradangan
menimbulkan nyeri selama perkusi dilakukan.
4) Auskultasi
Perawat melakukan auskultasi untuk mendeteksi adanya bunyi
bruitdi arteri ginjal (bunyi yang dihasilkan dari perputaran aliran
darah yang melalui arteri yang sempit) Perkusi pada kandung
kemih yang penuh menimbulkan bunyi perkusi yang tumpul
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan iritasi kandung kemih
ditandai dengan urin menetes, sering buang air kecil dan berkemih
tidak tuntas.
3. Intervensi

15
N Hri/ Sdki Slki Siki Rasional Pa
o tgl raf
Ganggua Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Untuk mengetahui
n tindakan tanda dan gejala tanda gejala retensi
eliminas keperawatan 3x24 retensi urin urin
i urin jam diharapkan 2. Monitor 2. Untuk mengetahui
berhubu eliminasi urin eliminasi urin tanda infeksi
ngan membaik dengan (mis. Frekuensi, 3. Untuk mencegah
dengan kriteria hasil konsistensi, terjadinya infeksi
iritasi 1. Berkemih aroma, volume, 4. Untuk
kandung tidak tuntas dan warna) meningkatkan
kemih cukup 3. Identifikasi pengetahuan
menurun factor penyebab pasien.
2. Urin menetes retensi urin
cukup 4. Ajarkan tanda
menurun dan gejala
3. Frekuensi infeksi saluran
buang air kecil kemih.
menurun

4. Implementasi
Setelah rencana tindakan disusun maka untuk selanjutnya adalah
pengolahan data dan kemudian pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai
dengan rencana yang telah di susun tersebut. Dalam pelaksanaan
implementasi maka perawat dapat melakukan observasi atau dapat
mendiskusikan dengan klien atau keluarga tentang tindakan yang akan kita
lakukan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam asuhan keperawatan, evaluasi
dilakukan dengan pendekatan SOAP ( data subjektif, data objektif,
analisa dan planning ). Dalam evaluasi ini dapat ditentukan sejauh mana
keberhasilan rencana tindakan keperawatan yang harus dimodifikasi.
2. 3 KONSEP ELIMINASI FEKAL
A. Anatomi sistem pencernaan bagian bawah
Organ utama yang berperan dalam fungsi eliminasi alvi adalah usus besar
(colon). Usus besar membentang dari ileum usus halus hingga anus,
dengan panjang kira-kira 1,5 m, dengan diameter 6,5 cm. usus besar

16
dibagi menjadi 4 bagian pokok yaitu sekum, kolon, rektum, dan kanal
anal. Panjang sekum kira-kira 6 cm.
1. Sekum
Pada sekum terdapat tonjolan sepanjang 8 cm yang disebut appendiks
vermivormis atau usus buntu.
2. Kolon
Kolon dibagi menjadi 4 bagian yaitu: kolon asenden (di kanan), kolon
transversum (di atas), kolon desenden (di kiri), dan kolon sigmoid (di
bawah).
3. Rektum
Panjang rektum kira-kira 20 cm setelah kolon sigmoid
4. Kanal anal
Kanal anal merupakan terminal dari rectum sepanjang 2-3 cm. Pintu
keluar dari kanal anal dinamakan anus. Pada anus terdapat sfingter
internal yang dikendalikan oleh otot polos dan sfingter eksternal yang
dikendalikan oleh otot lurik.
B. Definisi
menyatakan bahwa eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa
metabolisme tubuh baik yang melalui ginjal berupa urin maupun melalui
gastrointestinal yang berupa fekal. Eliminasi fekal (defekasi) adalah
pengeluaran feses dari anus dan rectum. Defekasi juga disebut bowel
movement atau pergerakan usus
C. Patofisiologi
Gangguan Eliminasi FekalDefekasi adalah pengeluaran feses dari anus
dan rektum. Hal ini juga disebut bowelmovement. Frekwensi defekasi
pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2
atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang. Ketikagelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon
sigmoid dan rektum, saraf sensorisdalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.Defekasi biasanya
dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik.Ketika
feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi

17
suatu signalyang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai
gelombang peristaltik pada kolondesenden, kolon sigmoid, dan didalam
rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus.Begitu gelombang
peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan
bilaspingter eksternal tenang maka feses keluar.Refleks defekasi kedua
yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektumdirangsang,
signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke
kolondesenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal
parasimpatis ini meningkatkangelombang peristaltik, melemaskan
spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasiinstrinsik.
Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus tenang
dengan sendirinya Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot
perut dan diaphragma yang akanmeningkatkan tekanan abdominal
dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasarpanggul yang
menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah
denganrefleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut
dan posisi duduk yangmeningkatkan tekanan kebawah kearah
rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jikadefekasi dihambat
secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter
eksternal,maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untukmenampung kumpulan feses. Cairan
feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras danterjadi konstipasi
D. Patway

18
E. Feces normal
Faeces normal berwarna coklat karena pengaruh stercobilin dan urobilin
serta aktivitas bakteri. Terdiri dari 75% & 25% material padat, bau khas
dan konsistensinya lembek / setengah padat dan berbentuk bulat panjang.
Dalam 24 jam, produksi faeces sekitar 150- 250 gram. Komposisi terdiri
dari zat organik, serat tumbuhan yang tidak dapat dicerna, bacteri dan air.
Flatus (bahasa awam kentut) adalah gas yang terbentuk sebagai hasil
pencernaan di usus besar dalam waktu 24 jam yang terdiri dari CO2,
Methan H2S,O2 dan Nitrogen. Pada klien yang dilakukan bedah
abdomen, produksi gas sangat besar karena efek samping pemberian
anestesi (obat bius). Klien yang tidak bis flatus, perlu dipasang rectal
tube, yaitu suatu alat yang dimasukkan ke anus untuk membantu
engeluaran gas
F. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal

19
1. Tingkat perkembangan
Pada bayi sistem pencernaannya belum sempurna sedangkan pada
lansia proses mekaniknya berkurang karena berkurangnya
kemampuan fisiologis sejumlah organ.
2. Diet
ini bergantung pada kualitas, frekuensi, dan jumlah makanan yang
dikonsumsi, sebagai contoh, makanan berserat akan mempereepat
produksi feses secara fisiologis, banyaknya makanan yang masuk
kedalam tubuh juga berpengaruh terhadap keinginan defekasi.
3. Asupan cairan
Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses lebih keras, ini
karena jumlah absorpsi cairan dikolon meningkat.
4. Tonus otot
Tonus otot terutama abdomen yang ditunjang dengan aktivitas yang
cukup akan membantu defekasi. gerakan peristaltik akan
memudahkan materi feses bergerak disepanjang kolon.
5. faktor psikologis
Perasaan cemas atau takut akan mempengaruhi peristaltik atau
motilitas usus sehingga dapat menyebabkan diare.
6. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek konstipasi, Laksatif dan
katartik dapat melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik, akan
tetapi, jika digunakan dalam waktu lama, kedua obat tersebut dapat
menurunkan tonus usus sehingga usus menjadi kurang responsi
terhadap stimulus laksatif obat-obat lain yang dapat mengganggu pola
defekasi antara lain: analgesic narkotik,opiat, dan anti kolinergik.
7. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menyebabkan diare atau
konstipasi.
8. Gaya hidup
Aktivitas harian yang biasa dilakukan, bowel training pada saat
kanak-kanak, atau kebiasaan menahan buang air besar.

20
9. Aktivitas fisik
Orang yang banyakn bergerak akan mempengaruhi mortilitas usus.
10. Posisi selama defekasi
Posisi jongkok merupakan posisi paling sesuai untuk defekasi Posisi
tersebut memungkinkan individu mengerahkan tekanan yang
terabdomen dan mengerutkan otot pahanya sehingga memudahkan
proses defekasi.
G. Klasifikasi eliminasi urin
1. Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah
penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses
yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat
defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila
motilitas usus halus melambat, massa feses lebih lama terpapar pada
dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses
diabsorpsi.
Tanda Klinis :
a) Adanya feses yang keras
b) Defekasi kurang dari 3 minggu
c) Menunrunnya bising usus
d) Adanya keluhan pada rektum
e) Nyeri saat mengejan dan defekasi
f) Adanya perasaan masih ada sisa feses
2. Impaksi Fekal (Fekal Impation)
Impaksi Fekal (Fekal Impaction) merupakan masa feses yang kerasdi
lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi
materialfeses yang berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh
konstipasi, intakecairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah
serat, dan kelemahan tonus otot
3. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko
sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering

21
disertai dengan kejang usus, mungkin disertai oleh rasa mual dan
muntah
Tanda Klinis :
a) Adanya pengeluaran feses cair.
b) Frekuensi lebih dari 3 kali sehari.
c) Nyeri/kram abdomen.
d) Bising usus meningkat.
4) Inkontinensia Fekal
4. Inkontinensia fekal
adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari
anus. Kondisi fisik yang merusakkan fungsi atau kontrolsfingter anus
dapat menyebabkan inkontinensia. Kondisi yang membuatseringnya
defekasi, feses encer, volumenya banyak, dan feses mengandungair
juga mempredisposisi individu untuk mengalami
inkontinensia.Inkontinensia fekal merupakan keadaan individu yang
mengalami perubahan kebiasaan defekasi normal dengan pengeluaran
feses tanpa disadari, atau juga dapat dikenal dengan inkontinensia
fekal yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol
pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan sfingter
Tanda Klinis :
a) Pengeluaran feses yang tidak dikehendaki.
5. Kembung
Kembung merupakan flatus yang berlebihan di daerah Intestinal
sehingga menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan
karenakonstipasi, penggunaan obat-obatan (barbiturate, penurunan
ansietas,penurunan aktivitas intestinal), mengonsumsi makanan yang
banyakmengandung gas dapat berefek ansietas.
6. Hemoroid
Hemoroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah
anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang
dapatdisebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi, dan
lain-lain

22
H. Manifestasi klinis
1. Konstipasi
a) Menurunnya frekuensi BAB
b) Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
c) Nyeri rektumb. Impaction/impaksi
d) Tidak BAB
e) Anoreksia
f) Kembung/kram
g) Nyeri rectum
2. Diare
a) BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
b) Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
c) Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang
menyebabkanmeningkatkan sekresi mukosa.
d) feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahanBAB.
3. Inkontinensia Fekal
a) Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
b) BAB encer dan jumlahnya banyak
c) Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler,
trauma spinalcord dan tumor spingter anal eksternal
4. Flatulens
a) Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
b) Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan
kram.
c) Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
5. Hemoroid
a) pembengkakan vena pada dinding rectum
b) perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
c) merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
d) nyeri
I. Tindakan pemenuan eliminasi

23
Beberapa upaya yang perlu dilakukan adalah:
1. Menjaga kebersihan tangan makanan
2. Minum sesuai dengan kebutuhan
3. Makan makanan yang banyak mengandung serat.
4. Olah raga
5. Menghindari kebiasaan yang kurang baik, seperti sering menahan
keinginan BAB dan menggunakan obat pencahar tanpa indikasi yg
efektif.
J. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan rogten
3. Pemeriksaan Lab
a) Endoskopi, protogsigmoidodkopi merupakan prosedur
pemeriksaan dengan memasukkan alat kedalam cerna bagian
bawah untuk mengevaluasi kolon dan sekum terhadap
peradangan, pendarahan dan diare.
2. 4 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ELIMINASI FEKAL
1. Pengkajian
a. identitas klien
meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan
identitas penanggung jawab.
b. keluhan utama (alasan dirawat di rumah sakit)
c. Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu
oleh klien pada saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang
riwayat keluhan utama seharusnya mengandung unsur PQRST
(Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala, dan Time)
d. riwayat kesehatan sekarang
kaji status kesehatan pasien saat dilakukannya pengkajian.
e. riwayat kesehatan dahulu (perawatan di rs terakhir)
riwayat kesehatan dahulu terutama yang berkaitan dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan eliminasi fekal. Ataupun riwayat dirawat di
rumah sakit atau pembedahan.

24
f. riwayat kesehatan keluarga
mengkaji riwayat kesehatan keluarga untuk mengetahui apakah ada
penyakit keturunan di keluarga pasien
g. pola persepsi dan penanganan kesehatan
kaji persepsi pasien terhadap penyakitnya, dan penggunaan tembakau,
alkohol, alergi, dan obat-obatan yang dikonsumsi secara bebas atau
resep dokter
h. pola nutrisi/metabolisme
mengkaji diet khsusus yang diterapkan pasien, perubahan BB, dan
gambaran diet pasien dalam sehari untuk mengetahui adanya
konsumsi makanan yang mengganggu eliminasi fekal
i. pola eliminasi
kaji kebiasaan defekasi serta masalah yang dialami meliputi frekuensi
dan waktu pasien biasa BAB. Pada orang dewasa frekuensi BAB 2-3
perminggu. Kaji pula karakteristik feses normal yaitu berwarna
coklat, konsistensi lunak semi padat, bau tergantung makanan yang
dikonsumsi, jumlah 100-400 gram/hari, defekasi disertai dengan
pengeluaran gas, tidak terdapat darah.
j. pola aktivitas/ olahraga
pola aktivitas terkait dengan ketidakmampuan pasien yang disebabkan
oleh kondisi kesehatan tertentu atau penggunaan alat bantu yang
mempengaruhi kebiasaan eliminasi pasien.
k. pola istirahat tidur
kebiasaan tidur pasien dan masalah yang dialami
l. pola kognitif – perseptif
kaji status mental pasien, kemampuan bicara, ansietas,
ketidaknyamanan, pendengaran dan penglihatan.
m. pola peran hubungan
kaji pekerjaan pasien, sistem pendukung, ada/tidaknya masalah
keluarga berkenaan dengan masalah di rumah sakit.
n. pola seksualitas/ reproduksi
kaji adanya masalah seksualitas pasien.

25
o. pola koping – toleransi stres
keadaan emosi pasien, hal yang dilakukan jika ada masalah, dan
penggunaan obat untuk menghilangkan stress
p. pola keyakinan-nilai
agama yang dianut pasien dan pengaruhnya terhadap kehidupan.
q. Pemeriksaan Fisik
Periksalah pasien pada abdomen apakah terjadi distensi, simetris,
gerakan peristaltik dan adanya massa pada perut, sedangkan pada
rectum dan anus meliputi tanda-tanda inflamasi, perubahan warna,
lesi fistula, hemorraid dan adanya massa.
2. Diagnosa keperawatan
a. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan serat ditandai
dengan defekasi kurang dari 2 minggu, pengeluaran feses lama dan
sulit, feses keras.
3. Intervensi

N Hri/ Sdki Slki Siki Rasional Pa


o tgl raf
Konstip Setelah dilakukan 1. Monitor buang 1. Untuk mengetahui
asi tindakan air besar (mis. tanda infeksi
berhubu keperawatan 3x24 Warna, 2. Untuk membantu
ngan jam diharapkan frekuensi, pengeluaran feses
dengan eliminasi fekal konsistensi, secara teratur
ketidakc membaik dengan volume) 3. Untuk
ukupan kriteria hasil 2. Jadwalkan mempercepat
asupan 1. Control waktu defekasi pengeluaran feses
serat pengeluaran Bersama pasien 4. Untuk
feses meningkat 3. Sediakan mempercepat
2. Keluhan makanan tinggi pengeluaran feses.
defekasi lama serat
dan sulit 4. Kolaborasi
menurun pemberian obat
3. Frekuensi supositorial
defekasi
membaik
4. Konsistensi
feses membaik

4. Implementasi

26
Setelah rencana tindakan disusun maka untuk selanjutnya adalah
pengolahan data dan kemudian pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai
dengan rencana yang telah di susun tersebut. Dalam pelaksanaan
implementasi maka perawat dapat melakukan observasi atau dapat
mendiskusikan dengan klien atau keluarga tentang tindakan yang akan kita
lakukan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam asuhan keperawatan, evaluasi
dilakukan dengan pendekatan SOAP ( data subjektif, data objektif,
analisa dan planning ). Dalam evaluasi ini dapat ditentukan sejauh mana
keberhasilan rencana tindakan keperawatan yang harus dimodifikasi.

27
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan
penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk
mempertahankan keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa
metabolisme. Sisa metabolisme terbagi Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2
yaitu eliminasi urine dan eliminasi fekal.
3.2 SARAN
Semoga laporan ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat dijadikan bahan
referensi dalam pembuatan laporan berikutnya.

28
DAFTAR PUSTAKA
Artha, R. A., Indra, R. L., & Rasyid, T. A. (2018). Faktor-faktor yang Berpengaruh
dengan Eliminasi Fekal pada Pasien yang Dirawat di Intensive Care Unit
(ICU). Jurnal Riset Kesehatan, Riau Indonesia, 7 (2), 97 - 105
Irlindawati., dkk. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Pemenuhan
Kebutuhan Eliminasi Urine. Karya Tulis Ilmiah, Politeknik Kesehatan
Banjarmasin, hal 1-31
Kasiati, Ns., & Rosmalawati, Ni Wayan D. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia I.
Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Nadya, Dila A. (2019). Gambaran Gangguan Eliminasi Fekal pada Pasien Anak
dengan Hirschprung Disease di Ruang Cendana 4 Irna I RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah, Akademi Kesehatan "YKY" Yogyakarta.
Sumasto, Hery., dkk. Buku Ajar 1 Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya: Poltekkes
Kemenkes Surabaya
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2019). Standar Intarvensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: DPP PPNI
Vikaningrum, Mita. (2020). Studi Dokumentasi Gangguan Eliminasi Urin Pada
Pasien An. "M" dengan Hypospadia Type Coronal Post Chordectomy Dan
Uretroplasty. Karya Tulis Ilmiah, Akademi Keperawatan "YKY" Yogyakarta.
Wiriastati, B. E. (2014). Laporan Pendahuluan Eliminasi Urine dan Fekal. Karya
Tulis Ilmiah, Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram.

29

Anda mungkin juga menyukai