Anda di halaman 1dari 16

TUGAS

ETIKA DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Dosen iPengampu:

FIRDAUS
NIM 2022082…

PROGRAM PASCA SARJANA STIK-PTIK ANGKATAN 12

Jakarta, Mei 2023


IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LAYANAN CALL CENTER MELALUI CHAT
WHATSAPP BIRO SDM POLDA SULAWESI BARAT DALAM REKRUTMEN
ANGGOTA POLRI GUNA TERWUJUDNYA GOOD GOVERNANCE

Oleh:
Firdaus
Program Pasca Sarjana S2 Angkatan 12

LATAR BELAKANG
Lingkungan strategis di era global yang tengah berlangsung saat ini telah
memberikan pengaruh sangat siginifikan terhadap pelaksanaan tugas pemeliharaan
Kamdagri. Pengaruh tersebut terutama di bidang ekonomi dan politik sebagai dampak
utama globalisasi diberbagai sektor kehidupan, antara lain arus demokratisasi dan Hak
Asasi Manusia (HAM), penguatan supermasi sipil (civil society). Oleh karena itu Polri
harus menata ulang dirinya untuk menciptakan organisasi masa depan dengan
menyusun grand strategi yang saat ini telah mencapai rencana strategi tahap III. Dalam
rencana strategi tahap III tersebut, kinerja Polri diarahkan pada terwujudnya organisasi
Polri yang profesional melalui pembangunan institusi Polri yang mengutamakan nilai-
nilai dan kapabilitas dalam keunggulan, integritas, akuntabilitas, transparansi,
berkualitas, berbasis teknologi. Upaya mewujudkan hal tersebut telah dituangkan dalam
rencana strategis (Renstra) pembangunan sumber daya manusia yang profesional
menuju keunggulan, program tersebut dimaksudkan untuk menata organisasi Polri yang
unggul serta berdaya saing serta mampu berjalan secara efektif dan efisien. Hal ini juga
merupakan jabaran dari Grand Strategy Polri 2005-2025 untuk membangun postur Polri
menjadi Organisasi Kelas Dunia (World Class Organization).
Untuk itu sebagai salah satu syarat terimplementasinya rencana strategi
dimaksud adalah dengan menghadirkan sosok anggota Polri yang profesional, dengan
kapasitas dan kapabilitas yang dibutuhkan dalam melaksanakan tanggung jawab tugas
pokoknya atau dengan kata lain dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) Polri yang
Unggul. Sumber daya manusia adalah salah satu faktor yang sangat penting bahkan
tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi, baik institusi maupun lembaga. Pada
hakikatnya SDM sebagai penggerak, pemikir dan perencana untuk mencapai tujuan
organisasi itu. Kemajuan suatu bangsa amat ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusianya. Disamping faktor-faktor lain seperti sumber daya alam, infrastruktur dan
sosial budaya serta modal dan kestabilan politik. Namun SDM memiliki peran untuk
mengelola semua komponen. Maka jika sumber daya manusia di suatu negara
berkualitas tinggi sudah dapat dipastikan bahwa pengelolaan semua sumber daya alam
yang ada akan maksimal dan menghasilkan kesejahteraan bagi bangsa. Dan berlaku
sebaliknya, jika sumber daya manusianya rendah maka meski faktor penentu yang lain
ada maka akan sulit untuk mengembangkannya. Alhasil negara akan mengalami suatu
stagnan pertumbuhan.
Polri yang merupakan sebuah organisasi modern memliki sistem manajemen
pembinaan sumber daya manusia yang tergambarkan oleh siklus pembinaan sumber
daya manusia yang dimulai dari penyediaan, pendidikan, penggunaan, perawatan dan
pengakhiran dinas merupakan sebuah satu kesatuan dimana proses ini saling terait satu
dengan yang lainnya, Pendidikan personel Polri memegang peranan penting dalam
mendukung pembangunan kekuatan Polri dan pengembangan kemampuan Polri sebagai
penopang dari pembangunan SDM Polri. Kondisi pertumbuhan penduduk yang diikuti
dinamika masyarakat yang cepat membutuhkan peningkatan kemampuan personel
dalam mengisi struktur organisasi, dimana proses penyediaan saat ini masih berpegang
pada prinsip minimum zero growth. Di sisi lain, perkembangan dinamika tantangan
tugas Polri yang dipengaruhi oleh adaptasi teknologi informasi, perkembangan
masyarakat, perubahan modus kejahatan, globalisasi dandemokratisasi mendorong
perlunya pembangunan kapasitas dan kapabilitas SDM Polri Unggul.
Permasalahan terkait pembinaan sumber daya manusia kepolisian sering terjadi
pada proses pelaksanaan seleksi penerimaan Brigadir Polri. Pelaksanaannya seleksi
penerimaan Brigadir Polri berkaitan erat dengan 3 unsur administrasi kepolisian seperti
sisi eksternal, sisi internal, dan manajemen pembinaan. Manajemen pembinaan
merupakan unsur yang mempengaruhi jalannya reformasi birokrasi kepolisian, salah
satunya terimplementasi pada penyelenggaraan seleksi penerimaan Brigadir Polri.
Permasalahan terjadi di Polda Sulawesi Barat. Rekrutmen yang digelar Polda Sulawesi
Barat seharusnya bersih, transparan, akuntabel, dan humanis, namun masih ditemukan
dugaan penyimpangan. Rekrutmen anggota Polri di Polda Sulawesi Barat masih
ditemukan calo dengan modus menjanjikan diterima sebagai anggota Polri dengan
sejumlah uang..
Layanan call center melalui chat Whatsapp dengan nomor 085958041535
merupakan layanan yang disediakan oleh Polda Sulawesi Barat bagi masyarakat yang
memiliki informasi dan ingin melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelanggaran yang
terjadi di lingkungan Polda Sulawesi Barat. Kegiatan ini merupakan salah satu langkah
Polda Sulawesi Barat untuk menjamin proses seleksi yang transparan dan akuntabel
selain itu untuk mengingatkan peserta dan orang tua untuk mengantisipasi terjadinya
kecurangan dalam seleksi, Dengan adanya inovasi teknologi untuk proses perekrutan
ini, Polda Sulawesi Barat berharap dapat mewujudkan proses rekruitmen yang
transparan dan akuntabel agar semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap
Polri khususnya Polda Sulawesi Barat dan agar tidak ada lagi terjadi kecurangan,
korupsi, kolusi, hingga nepotisme (KKN).
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas penulis mengambil judul
“IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LAYANAN CALL CENTER MELALUI CHAT
WHATSAPP BIRO SDM POLDA SULAWESI BARAT DALAM REKRUTMEN
ANGGOTA POLRI GUNA TERWUJUDNYA GOOD GOVERNANCE”

PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan mengkaji lebih lanjut mengenai
“Bagaimana implementasi kebijakan layanan call center melalui chat whatsapp Biro
SDM Polda Sulawesi Barat dalam rekrutmen anggota Polri guna terwujudnya good
governance?”

PEMBAHASAN
Reformasi Birokrasi Polri
Reformasi Birokrasi Polri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
reformasi nasional yang disebabkan adanya krisis ekonomi 1998 yang berimbas
keseluruh lapisan kehidupan masyarakat. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan
penataan terhadap sistem penyelenggaraan di mana yang tidak hanya efektif dan efisien,
tetapi juga reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam perubahan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Adapun tujuan reformasi birokrasi adalah untuk menciptakan
birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik, berintegrasi, berkinerja
tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi
dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Reformasi
birokrasi Polri merupakan salah satu upaya Polri untuk mencapai good governance dan
melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan
kepolisian terutama menyangkut aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan
sumber daya manusia Polri. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan penataan terhadap
system penyelenggaraan kepolisian dimana uang tidak hanya efektif dan efisien, tetapi
juga reformasi birokrasi Polri menjadi tulang punggung dalam perubahan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Tujuan akhir reformasi birokrasi Polri adalah
terselenggaranya pelayanan Polri yang Bersih dan bebas KKN; Meningkatkan
pelayanan publik; Transparan dan akuntabel; dan cost efektif.
Saat ini implementasi RBP Polri tercermin dalam program Presisi Kapolri.
Konsep Transformasi Menuju Polri yang PRESISI, dilaksanakan pada 4 (empat)
bidang, yaitu transformasi organisasi, transformasi operasional, transformasi pelayanan
publik, dan transformasi pengawasan. Keempat transformasi tersebut melahirkan
serangkaian Program Prioritas. Transformasi Organisasi diuraikan ke dalam 4 (empat)
program yaitu: Penataan kelembagaan; Perubahan sistem dan metode organisasi;
Menjadikan SDM Polri yang unggul di era police 4.0; dan Perubahan teknologi
kepolisian modern (police 4.0). Transformasi Operasional diuraikan ke dalam 6 (enam)
program yaitu: Pemantapan kinerja pemeliharaan kamtibmas, Peningkatan kinerja
penegakan hukum, Pemantapan dukungan Polri dalam penanganan Covid-19 (PC),
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Menjamin keamanan program prioritas nasional,
dan penguatan penanganan konflik sosial. Transformasi Pelayanan Publik diuraikan ke
dalam 3 (tiga) program yaitu: Peningkatan kualitas pelayanan publik Polri, Mewujudkan
pelayanan publik Polri yang terintegrasi, dan Pemantapan komunikasi publik.
Transformasi Pengawasan dijabarkan ke dalam 3 (tiga) program, yaitu pengawasan
pimpinan terhadap setiap kegiatan, penguatan fungsi pengawasan dan pengawasan oleh
masyarakat (public complaint).
Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang
profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan
bebas KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang
teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Adapun area perubahan yang
menjadi tujuan reformasi birokrasi Polri di masa depan meliputi seluruh aspek
manajemen, diantaranya sebagai berikut:
1) Organisasi
Organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing). Penataan kelembagaan
untuk memberikan pelayanan dari sektor terendah, yaitu Polsek harus terus dikuatkan
mengingat Polsek merupakan pintu gerbang bagi pelayanan kepolisian.
2) Peraturan perundang-undangan
Polri perlu melakukan regulasi atas peraturan-peraturan yang ada, mengingat satu
peraturan dengan yang lain masih tumpang tindih. Seperti halnya dalam penanganan
kasus tindak pidana korupsi, masih terjadi tumpang tindih antara peraturan Kapolri
dengan UU Korupsi.
3) SDM Aparatur
SDM apatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja
tinggi dan sejahtera. Profesionalisme dan Kesejahteraan SDM Polri dapat dilakukan
melalui peningkatkan kompetensi dan motivasi personel. Dalam hal ini perlu
dilakukan penguatan sistem reward and punishment yang mampu menghadirkan rasa
adil bagi personel.
4) Pengawasan
Meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN. Sistem
pengawasan yang optimal, baik dari internal ataupun eksternal Polri dengan
bekerjasama dengan stakeholder dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam
mengawasi kinerja Polri. Hal tersebut dapat meningkatkan pelayanan yang bersih
dan bebas dari KKN.
5) Pelayanan publik
Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Penegakan hukum, yang
dalam hal ini adalah kepolisian, memiliki tanggung jawab besar karena mereka
adalah petugas garis depan yang bertemu secara langsung dengan para warga.
Penguatan perangkat yang terdukung teknologi mutakhir, seperti halnya pemanfaatan
artificial intelligence mutlak dilakukan untuk meningkatkan kinerja Polri di masa
depan. Mengingat, perkembangan kejahatan ataupun tuntutan masyarakat yang ingin
serba cepat dalam pelayanan.
6) Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set)
Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi. Prestasi merupakan landasan
utama bagi personel Polri dalam pelaksanaan tugas. Dalam diri anggota Polri harus
tertanam kuat keinginan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Sebuah
pendekatan yang lebih komprehensif perlu dikembangkan untuk melihat penyebab-
penyebab structural yang ada dan masalah-masalah institusional dari para petugas
penegak hukum yang melanggar peraturan terkait etika. Lebih jauh lagi, karena polisi
turut berkontribusi dalam beberapa proses penting dalam fungsi politik sebuah
masyarakat, peran polisi sangat terkait erat dengan lembaga politik yang ada dalam
sebuah masyarakat. Upaya yang dilakukan lembaga kepolisian dan badan-badan
pengawasan untuk mencari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan petugas
kepolisian cenderung bersifat acak, berdasarkan kejadian dan terfokus pada
pendekatan individu yang difokuskan pada mencari dan menyingkirkan oknum-
oknum yang melanggar. Etika polisi sangatlah penting untuk terus dibangun di
tengah-tengah terpaan globalisasi.

Implementasi Kebijakan Layanan Call Center melalui Chat Whatsapp Biro SDM
Polda Sulawesi Barat dalam Rekrutmen Anggota Polri Guna Terwujudnya Good
Governance
Good governance merujuk pengertian tata kelola menurut Mas’oed (2003)
mengemukakan bahwa prinsip dalam mengatur pemerintahan yang memungkinkan
layanan publiknya efisien, sistem pengadilannya bisa diandalkan dan administrasinya
bertanggungjawab pada publik. Berdasarkan definisi yang dikemukakan dapat
disimpulkan bahwa good governance adalah proses penyelenggaraan pemerintahan
yang baik dalam suatu negara yang melibatkan interaksi dengan masyarakat dengan
bertanggungjawab. Pemerintahan yang baik dalam hal ini tentunya wajib
mengimplementasikan prinsip-prinsip dasar dari governance. Adapun prinsip good
governance yaitu partisipasi (participation), aturan hukum (rule of law), transparansi
(transparency), daya tanggap (responsiveness), berorintasi konsensus (consensus
orientation), berkeadilan (equity), efektivitas dan efisiensi (effectiveness and efficiency),
akuntabilitas (accountability), visi strategis (strategic vision).
Penerimaan sumber daya manusia Brigadir di Polda Sulawesi Barat wajib
dilaksanakan dengan sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang ditetapkan dengan
berpedoman pada Surat Keputusan Kapolri No.Pol: Skep/445/X/2008 Tanggal 31
Oktober 2008 tentang Naskah Sementara Pedoman Penerimaan Calon Brigadir Polisi.
Pada proses pelaksanaan penerimaan Brigadir Polri memiliki sasaran yang ingin
dicapai. Sasaran tersebut yaitu mencari calon Brigadir Polri yang terbaik dan dengan
prinsip penerimaan Brigadir Polri di Polda Sulawesi Barat ini yaitu berprinsip BTAH
(Bersih, Transparansi, Akuntabel dan Humanis). Prinsip tersebut yang digunakan
sebagai acuan dalam penerimaan sumber daya manusia Brigadir Polri tahun di Polda
Sulawesi Barat. Terdapatnya sebuah prinsip yang sudah menjadi acuan dalam
pelaksanaan penerimaan Brigadir Polri Brigadir Polri membuktikan bahwa terdapatnya
upaya Kepolisian Republik Indonesia dalam pelaksanaan penerimaan Brigadir Polri
melaksanakannya dengan mengacu pada prinsip good governance.
Unsur kepanitiaan penyelenggara yang terlibat dalam penerimaan Brigadir Polri
adalah panitia daerah. Panitia daerah memiliki tugas, pokok, dan fungsi masing-masing
dalam pelakasanaan penerimaan Brigadir Polri. Panitia penerimaan yang dimaksud
mulai dari jajaran paling tinggi di Polda Sulawesi Barat yaitu Kapolda sampai dengan
panitia-panita pendukung sesuai dengan keahlian bidang masing-masing. Diluar panitia
daerah juga terdapatnya tim pengawas yang ditugaskan untuk mengawasi seluruh
rangkian proses penerimaan Brigadir Polri. Pengawas yang terlibat dalam penerimaan
ini ada dua yaitu pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawas internal yang
terlibat yaitu Inspektorat Pengawas Daerah (Itwasda) dan Bidang Profesi dan
Pengamanan (Bidpropram) sedangkan pengawas eksternal yang terlibat dalam
penerimaan Brigadir Polri dari berbagai bidang seperti Ombudsman, Ikatan Dokter
Indonesia (IDI), Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), Lembaga Sosial
Masyarakat (LSM). Terdapatnya unsur pengawas internal dan pengawas eksternal yang
terlibat dalam pelaksanaan penerimaan sumber daya manusia anggota Polri di Polda
Sulawesi Barat, tentunya sebuah bentuk upaya yang dilakukan oleh institusi kepolisian
agar pelaksanaan penerimaan anggota Polri dapat terjaga proses pelaksanaannya.
Pelaksanaan good governance dalam penerimaan anggota Polri Polda Sulawesi
Barat wajib dilaksanakan karena akan berpengaruh besar terhadap organsisasi
kepolisian dalam melaksanakan tugas, pokok dan fungsinya. Penerapan good
governance ada 3 hal yaitu sektor publik, sektor swasta dan masyarakat. Dalam
penelitian ini keterkaitan dengan sektor publik yaitu Polda Sulawesi Barat sebagai
penyelenggara penerimaan anggota Polri, keterkaitan dengan sektor swasta yaitu partner
sosial media sebagai pendukung sosialiasi penerimaan yang dipublikasikan ke berbagai
media sosial dan keterkaitan dengan masyarakat yaitu calon siswa/siswi Brigadir dan
orang tua siswa/siswi Briagadir. Panitia pelaksanaan dalam pelaksanaan perimaan
Brigadir ini sudah mengatur pelaksanaan penerimaan efisien, sistem pelaksanaan dapat
berjalan dengan baik dan segala bentuk hasil proses administrasi dalam seluruh
rangkian pelaksaaan dapat dipertanggungjawabkan. Pada pelaksanaan penerimaan
sumber daya manusia Brigadir Polri di Polda Sulawesi Barat sudah menjalankan
prinsip-prinsip good governance. Hal ini dapat diketahui dari proses pelaksanaanya
yang menggunakan prinsip-prinsip governance sebagai acuan dalam melaksanaan
penerimaan.
Pelaksanaaan penerimaan Brigadir Polri sudah dilakukan secara transparansi
dalam proses tahapan setiap tes penerimaan walaupun dalam pelaksanaanya masih
belum maksimal. Mulai dari tahap adminstrasi awal sampai administrasi di akhir semua
dilakukan secara terbuka. Prinsip tranparansi yang diterapkan di Polda Sulawesi Barat
tidak hanya dilaksanakan pada saat penerimaan Brigadir namun juga dilaksanakaan
dalam seluruh rangkian proses tugas, pokok dan tanggung jawab dalam melaksanakan
tugas. Oleh karena itu, Polda Sulawesi Barat melalui Biro Sumber Daya Manusia
(SDM) mengeluarkan sebuah kebijakan dengan membuka layanan call center
penerimaan anggota Polri melalui aplikasi chat WhatsApp dengan nomor
085958041535.
“Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi, kompromi atau bahkan
kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideology dan kepentingan-kepentingan yang
mewakili sistem politik suatu negara. Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam Leo
Agustino (2006: 6) dalam perspektif mereka mendefinisikan kebijakan publik sebagai
keputusan tetap yang dicirikan dengan konsistensi dan pengulangan (repitisi) tingkah
laku dari mereka yang membuat dan dari mereka mematuhi keputusan. Adapun dari
Carl Friedrich dalam Leo Agustino (2006: 7) mengatakan bahwa kebijakan adalah
serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau
pemerintah dalam suatu lingkungan terutama dimana terdapat hambatan-hambatan dan
kemungkinan-kemungkinan dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam
mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
Dalam siklus kebijakan publik, implementasi kebijakan adalah tahapan yang
sangat penting. Terkait dengan hal tersebut salah satu teori tentang implementasi
kebijakan publik yang terkenal adalah teori implementasi yang disampaikan oleh
George Edward III. Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari
apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah-olah
tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan
implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa
jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain implementasi
merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat
mencapai tujuan kebijakan itu sendiri.
Banyak konsep mengenai implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh
beberapa ahli. Secara Etimologis, implementasi menurut kamus Webster yang dikutib
oleh Solichin Abdul Wahab adalah sebagai berikut:
Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement.
Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati
to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk
melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan
dampak/akibat terhadap sesuatu (Webster dalam Wahab (2006: 64)).
Pengertian implementasi selain menurut Webster di atas dijelaskan juga menurut
Van Meter dan Van Horn bahwa Implementasi adalah tindakan-tindakan yang
dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijakan (Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, 2006:
65). Definisi lain juga diutarakan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier yang
menjelaskan makna implementasi dengan mengatakan bahwa:
Hakikat utama implementasi kebijakan adalah memahami apa yang
seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau
dirumuskan. Pemahaman tersebut mencakup usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada
masyarakat atau kejadian-kejadian (Mazmanian dan Sabatier dalam
Widodo, 2010: 87).
Berdasarkan beberapa definisi yang disampaikan para ahli di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan
oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai
dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri. Untuk mengkaji lebih baik
suatu implementasi kebijakan publik, maka perlu diketahui variabel dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Untuk itu, diperlukan suatu model kebijakan guna
menyederhanakan pemahaman konsep suatu implementasi kebijakan. Terdapat banyak
model yang dapat dipakai untuk menganalisis sebuah implementasi kebijakan, salah
satunya adalah model implementasi yang dikemukakanioleh George Edward III.
Edward melihat implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis,
dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi
implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui
bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap implementasi. Oleh karena itu,
Edward menegaskan bahwa dalam studi implementasi terlebih dahulu harus diajukan
dua pertanyaan pokok yaitu:
1) Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan?
2) Apakah yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan?
Guna menjawab pertanyaan tersebut, Edward mengajukan empat faktor yang
berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu faktor
communication, resources, disposition, dan bureucratic structure seperti yang terlihat
dalam gambar berikut (Edward dalam Widodo, 2011: 96-110): Berdasarkan gambar
tersebut, maka penjelasanya adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi (Communication)
Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator
kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan berarti merupakan proses
penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada
pelaksana kebijakan (policy implementors) (Widodo, 2011: 97). Widodo kemudian
menambahkan bahwa informasi perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar
pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok
sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat mempersiapkan
hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan, agar proses
implementasi kebijakan bisa berjalan dengan efektif serta sesuai dengan tujuan
kebijakan itu sendiri.
Komunikasi dalam implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi
penting yaitu tranformasi informasi (transimisi), kejelasan informasi (clarity) dan
konsistensi informasi (consistency). Dimensi tranformasi menghendaki agar
informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada
kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Dimensi kejelasan menghendaki agar
informasi yang jelas dan mudah dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan
interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang terkait
dalam implementasi kebijakan. Sedangkan dimensi konsistensi menghendaki agar
informasi yang disampaikan harus konsisten sehingga tidak menimbulkan
kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait.
Kebijakan layanan call center penerimaan anggota Polri melalui aplikasi chat
WhatsApp dengan nomor 085958041535, perlu dikomunikasikan secara efektif
sehingga pelaksanaan kebijakan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana
dan tujuan kebijakan itu sendiri. Suatu kebijakan tanpa di komunikasikan secara baik
jelas dan terprogram akan sangat berdampak terhadap kualitas pelaksanaan
mengingat faktor komunikasi dapat berpengaruh terhadap pemahaman pelaku
pelaksana kebijakan yang sangat variatif atau heterogen. Kebijakan layanan call
center penerimaan anggota Polri melalui aplikasi chat WhatsApp dengan nomor
085958041535 nampaknya belum banyak dipahami oleh anggota Biro SDM Polda
Sulawesi Barat, sehingga layanan call center penerimaan anggota Polri melalui
aplikasi chat WhatsApp dengan nomor 085958041535 belum menjadi tugas utama
mereka dalam menindaklanjuti setiap aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat.
2. Sumber Daya (Resources)
Sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan.
Edward III (dalam Widodo, 2011: 98) mengemukakan bahwa: Bagaimanapun jelas
dan konsistensinya ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan serta bagaimanapun
akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para
pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang
mempunyai sumber-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan secara efektif maka
implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif.
Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan
untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup
sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan yang dijelaskan
sebagai berikut:
a. Sumber Daya Manusia (Staff)
Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari
sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya
manusia berkaitan dengan keterampilan, dedikasi, profesionalitas, dan kompetensi
di bidangnya, sedangkan kuatitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia
apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya
manusia sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi, sebab tanpa
sumber daya manusia yang kehandalan sumber daya manusia, implementasi
kebijakan akan berjalan lambat.
Dalam konteks layanan call center penerimaan anggota Polri melalui
aplikasi chat WhatsApp dengan nomor 085958041535, salah satu permasalahan
yang dihadapi Biro SDM Polda Sulawesi Barat adalah terkait dengan kompetensi
anggota yang seyogianya melakukan pelayanan bantuan hukum. Pengetahuan dan
keterampilan anggota dalam memberikan pelayanan untuk mensosialisasikan
keberadaan layanan tersebut. Permasalahan pengetahuan dan keterampilan ini
menjadi salah satu kendala dari implementasi kebijakan layanan call center
penerimaan anggota Polri melalui aplikasi chat WhatsApp dengan nomor
085958041535.
b. Anggaran (Budgetary)
Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan
modal atau investasi atas suatu program atau kebijakan untuk menjamin
terlaksananya kebijakan, sebab tanpa dukungan anggaran yang memadahi,
kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran.
Salah satu permasalahan dari dimensi sumberdaya yang dimaksudkan oleh
Edrward III dalam implementasi kebijakan adalah keterbatasan anggaran untuk
melaksanakan kebijakan pelayanan bantuan hukum kepada masyarakat.
Ketersediaan anggaran untuk mendukung implementasi kebijakan tentunya
merupakan salah satu unsur yang mempercepat dan memotivasi anggota untuk
melaksanakan kebijakan tersebut. Dalam kebijakan layanan call center
penerimaan anggota Polri melalui aplikasi chat WhatsApp dengan nomor
085958041535 tidak membutuhkan anggaran yang besar karena telah
memanfaatkan media sosial WhatsApp.
c. Fasilitas (facility)
Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang layak,
seperti gedung, tanah dan peralatan perkantoran akan menunjang dalam
keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan. Permasalahan fasilitas
dalam layanan call center penerimaan anggota Polri melalui aplikasi chat
WhatsApp dengan nomor 085958041535 ini terutama terkait dengan kecanggihan
peralatan teknologi. Biro SDM Polda Sulawesi Barat dalam sosialisasi tersebut
memuat segala sesuatu informasi terkait penerimaan anggota Polri terpadu.
Informasi itu misalnya mulai dari tahapan pengumuman, pendaftaran, berbagai
persyaratan, rangkaian waktu penerimaan hingga pengaduan terkait pelayanan
penerimaan Polri. Namun, Biro SDM Polda Sulawesi Barat yang hanya
mengandalkan teknologi informasi melalui aplikasi chat WhatsApp kurang dapat
menjangkau masyarakat dalam skala yang luar.
d. Informasi dan Kewenangan (Information and Authority)
Informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan,
terutama informasi yang relevan dan cukup terkait bagaimana
mengimplementasikan suatu kebijakan. Sementara wewenang berperan penting
terutama untuk meyakinkan dan menjamin bahwa kebijakan yang dilaksanakan
sesuai dengan yang dikehendaki. Kewenangan untuk memberikan informasi mulai
dari tahapan pengumuman, pendaftaran, berbagai persyaratan, rangkaian waktu
penerimaan hingga pengaduan terkait pelayanan penerimaan Polri terletak pada
tugas pokok dan deskripsi tugas Biro SDM Polda Sulawesi Barat yang memang
berkaitan dengan rekrutmen anggota Polri. Informasi tentang penerimaan hingga
pengaduan terkait pelayanan penerimaan Polri sangat diperlukan oleh masyarakat
atau para generasi muda yang berkeinginan menjadi anggota Polri. Informasi yang
disampaikan Biro SDM Polda Sulawesi Barat dapat dijadikan sebagai sarana
menghimbau kepada warga yang ingin menjadi anggota Polri untuk
mempersiapkan diri secara maksimal, baik administrasi, kesehatan, kesamaptaan,
psikologi dan akademisnya.
3. Disposisi (Disposition)
Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan
penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau
sasaran. Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya
kejujuran dan komitmen yang tinggi. Kejujuran mengarahkan implementor untuk
tetap berada dalam asa program yang telah digariskan, sedangkan komitmen yang
tinggi dari pelaksana kebijakan akan membuat mereka selalu antusias dalam
melaksanakan tugas, wewenang, fungsi, dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan
yang telah ditetapkan.
Sikap dari pelaksana kebijakan akan sangat berpengaruh dalam implementasi
kebijakan. Apabila implementator memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat
menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat
kebijakan, sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak
akan terlaksana dengan baik. Oleh sebab itu, implementasi kebijakan layanan call
center penerimaan anggota Polri melalui aplikasi chat WhatsApp dengan nomor
085958041535 harus di dukung oleh komitmen dan kejujuran anggota untuk
sepenuhnya melaksanakan prinsip mengedepankan transparansi yang diberikan
kepada masyarakat untuk mengawal proses penerimaan anggota Polri.
4. Struktur Birokrasi (Bureucratic Structure)
Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi
kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan
struktur birokrasi itu sendiri. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi
kebijakan biasanya sudah dibuat standart operation procedur (SOP). SOP menjadi
pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan
kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan. Aspek kedua adalah
struktur melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit
dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak
fleksibe. Dalam konteks implementasi kebijakan layanan call center penerimaan
anggota Polri melalui aplikasi chat WhatsApp dengan nomor 085958041535,
nampaknya belum dilengkapi oleh standar operasional prosedur yang seyogianya
dilakukan oleh anggota Biro SDM Polda Sulawesi Barat, mengingat layanan call
center penerimaan anggota Polri melalui aplikasi chat WhatsApp dengan nomor
085958041535 merupakan tugas yang harus dilakukan Biro SDM Polda Sulawesi
Barat secara keseluruhan. Standar operasional prosedur sangat diperlukan untuk
memberikan petunjuk kepada implementor kebijakan layanan call center penerimaan
anggota Polri melalui aplikasi chat WhatsApp dengan nomor 085958041535, tidak
terbatas pada Biro SDM Polda Sulawesi Barat, sehingga layanan call center
penerimaan anggota Polri melalui aplikasi chat WhatsApp dengan nomor
085958041535 dapat juga dilakukan oleh fungsi operasional Polres lainnya seperti
halnya Provost karena salah satu tujuan dari layanan ini adalah meningkatkan
transparansi dan mencegah adanya segala bentuk kecurangan dalam penerimaan
anggota Polri di Polda Sulawesi Barat. Biro SDM Polda Sulawesi Barat hendaknya
dapat melibatkan Unit Provost dalam layanan call center penerimaan anggota Polri
melalui aplikasi chat WhatsApp dengan nomor 085958041535, sehingga terdapat
pengawas yang dapat menindaklanjuti ketika ada laporan penyalahgunaan wewenang
dalam penerimaan anggota Polri di Polda Sulawesi Barat.

PENUTUP
Kesimpulan
Implementasi kebijakan layanan call center penerimaan anggota Polri melalui
aplikasi chat WhatsApp dengan nomor 085958041535 telah berjalan sesuai dengan
tujuan kebijakan tersebut. Namun demikian, pelaksanaan kebijakan layanan call center
penerimaan anggota Polri melalui aplikasi chat WhatsApp dengan nomor
085958041535 masih belum optimal karena masih banyak masyarakat yang belum
mengetahui keberadaan aplikasi chat WhatsApp dengan nomor 085958041535. Selain
itu, Biro SDM Polda Sulawesi Barat belum melibatkan Unit Provost dalam layanan call
center penerimaan anggota Polri melalui aplikasi chat WhatsApp dengan nomor
085958041535 dalam memberikan pengawasan dan mengawal proses penerimaan
anggota Polri.

Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, maka perlu dirumuskan suatu
program sosialisasi yang secara berkelanjutan diberikan kepada masyarakat melalui
berbagai media dan strategi sosialisasi lainnya untuk meningkatkan transparansi dalam
proses penerimaan anggota Polri, sehingga Polri dapat mencapai good governance dan
melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan
kepolisian terutama dalam rekrutmen anggota Polri. Selain itu, seyogyanya Biro SDM
Polda Sulawesi Barat secara struktur yang ada keterlibatan dalam layanan call center
penerimaan anggota Polri melalui aplikasi chat WhatsApp dengan nomor
085958041535 dapat melibatkan fungsi Provost dalam pengawasan.

DAFTAR PUSTAKA
BUKU/JURNAL
Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV. Alfabeta.

Sinambela, Lijan Poltak. (2008). Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara.

Sinambela, M. Joshua. 2011. E-Government di Indonesia dan Dunia. Juni 2011.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Surat Keputusan Kapolri No.Pol:Skep/214/IV/2004 tanggal 12 April 2004 tanggal 12


April 2004 tentang Pedoman Administrasi Penerimaa Bintara.

Surat Keputusan Kapolri No.Pol: Skep/445/X/2008 Tanggal 31 Oktober 2008 tentang


Naskah Sementara Pedoman Penerimaan Calon Brigadir Polisi.

Anda mungkin juga menyukai