Anda di halaman 1dari 2

Sewaktu di SMU/MA kita diperkenalkan dengan serentetan istilah seperti sinonimi, antonimi,

polisemi, hiponimi, kata umum dan kata khusus, afiksasi, komposisi, serta reduplikasi. Lalu, untuk
apa kita harus mempelajari istilah-istilah itu dan pengertiannya? Apa manfaat nyata dari
pemahaman istilah-istilah tersebut bagi kemampuan berbahasa kita, khususnya dalam menulis?
Bagaimana memanfaatkan konsep-konsep diksi itu dalam menulis?

KONSEP DIKSI
Kata atau rangkaian kata bukan sekadar rangkaian bunyi atau huruf. Kata adalah simbol bahasa yang
bermakna. Di dalam sebuah kata terkandung unsur-unsur berikut.
1. Makna, yang mengacu pada suatu konsep atau gagasan yang mewakili lambang dari suatu benda, peristiwa,
atau gejala.
2. Nilai rasa (emosi), yang berkaitan dengan cita rasa positif-negatif, santun-kasar, gembira-sedih, dan suka-
duka.
3. Bentuk, keselarasan bentuk kata (dasar atau berimbuhan) atau frase dengan posisinya dalam sebuah wacana
atau konteks.

Dengan demikian, keefektifan penggunaan kata dalam mengarang, tidak hanya berkaitan dengan kesesuaian
kata itu dengan makna yang ingin disampaikan, tetapi juga berhubungan dengan ketepatan bentuk kata dengan
konteks, serta nilai rasa yang melekat pada kata itu sendiri. Mari kita amati contoh berikut!

”Kemiskinan itu persoalan yang kompleks. Tidak semata-mata


berhubungan dengan kekurangan material. Hal itu juga terkait dengan
kultural dan tingkat kependidikan masyarakat. Karena itu, pembasmian
masalah kemiskinan harus di tangani secara komprehensif dengan
bermacam-macam pendekatan-pendekatan dan melibatkan berbagai
pihak.”

Coba Anda perhatikan kata-kata yang bergaris bawah, bagaimana ketepatan penggunaan kata-kata tersebut?
Ya! Kata material secara bentuk tidak tepat. Mestinya materi. Kata kultural dan kependidikan dari segi bentuk
keliru. Dalam konteks kalimat itu, yang lebih tepat adalah kultur dan pendidikan. Pada kalimat 3, pilihan kata
pemecahan atau pengentasan terasa lebih tepat daripada pembasmian. Bentuk di dalam di tangani merupakan
imbuhan, bukan kata depan, sehingga penulisannya harus disatukan menjadi ditangani. Sementara itu,
penggunaan bermacam-macam pendekatan-pendekatan mengandung ketidakselarasan frase yang masing-
masing mengandung konsep jamak. Yang benar adalah bermacam pendekatan atau pendekatan-pendekatan.
Kata pihak dalam kalimat terakhir mengandung interferensi. Kata yang baku adalah pihak, dengan /p/.
Berdasarkan bahasan di atas dapatlah kita simpulkan bahwa setiap kata memiliki makna, bentuk, nilai rasa,
dan karakteristik yang khas. Oleh karena itu, kata yang akan digunakan harus dipilih dengan cermat. Pemilihan
kata harus memperhatikan kelayakan, keserasian, dan ketepatan dengan konteks kebahasaan, pesan yang
disampaikan, serta efeknya bagi pembaca. Hefferman dan Lincoln (1990) menyatakan bahwa tulisan yang baik
tersusun dari kata-kata yang serasi dengan persoalan yang dikemukakan serta tingkat kemampuan pembacanya.
Kekeliruan dalam memilih dan menggunakan kata akan mengakibatkan gangguan bahkan ketidaksampaian
pesan. Kita pernah mengalami hal ini bukan? Sebagai penulis atau pembicara, kita merasa bahwa kata-kata yang
digunakan itu sudah jelas maknanya, tetapi pembaca atau pendengar tidak mengerti atau salah paham karena
kata-kata yang kita gunakan.
Memilih dan mendayagunakan kata memang tidak mudah. Kemampuan itu tidak hanya berhubungan
dengan pengetahuan kebahasaan, tetapi juga intuisi atau rasa bahasa. Tidaklah mengherankan jika Keraf (1983)
menyatakan bahwa persoalan pemilihan dan pendayagunaan kata mengacu pada kesanggupan sebuah kata
untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar seperti apa yang
dipikirkan dan/atau dirasakan oleh penulis atau pembicara.
Dengan kata lain, pemilihan kata melibatkan tiga hal, yaitu ketepatan, kesesuaian, dan kebenaran.
Ketepatan maksudnya, kata-kata yang harus dipilih harus dapat menggambarkan secara cermat apa yang ingin
dikemukakan oleh penulis atau pembicara. Kesesuaian artinya, kata-kata yang digunakan harus serasi dengan
konteks tulisan dan keadaan pembacanya. Kebenaran maknanya, kata-kata yang digunakan mencerminkan
ketaatasasan terhadap kaidah bahasa.

Memilih dan mendayagunakan kata memang tidak mudah. Kemampuan itu tidak hanya berhubungan
dengan pengetahuan kebahasaan, tetapi juga intuisi atau rasa bahasa. Tidaklah mengherankan jika Keraf (1983)
menyatakan bahwa persoalan pemilihan dan pendayagunaan kata mengacu pada kesanggupan sebuah kata
untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar seperti apa yang
dipikirkan dan/atau dirasakan oleh penulis atau pembicara.
Dengan kata lain, pemilihan kata melibatkan tiga hal, yaitu ketepatan, kesesuaian, dan kebenaran.
Ketepatan maksudnya, kata-kata yang harus dipilih harus dapat menggambarkan secara cermat apa yang ingin
dikemukakan oleh penulis atau pembicara. Kesesuaian artinya, kata-kata yang digunakan harus serasi dengan
konteks tulisan dan keadaan pembacanya. Kebenaran maknanya, kata-kata yang digunakan mencerminkan
ketaatasasan terhadap kaidah bahasa.
Dalam penjelasan ”kesesuaian” dalam pemilihan kata, telah dijelaskan bahwa kata yang efektif itu sesuai
dengan keadaan pembacanya. Pertanyaannya, ”Mengapa kita harus memperhatikan pembaca?” ”Bukankah
sebagai penulis kita memiliki kebebasan untuk memilih dan menggunakan kata sesuai dengan selera kita?”
Tidak salah bahwa kita sebagai penulis memiliki kebebasan. Tetapi, bukankah tulisan kita ingin dibaca,
dipahami, diterima, dan ditanggapi oleh orang lain yang menjadi sasaran tulisan seperti yang kita harapkan?
Sebaik apa pun sebuah tulisan, ia menjadi tak berguna ketika tidak ada orang yang mau membaca tidak mengerti
atau tertarik.
Anda masih ingat paparan pada Modul 1, bukan? Keberhasilan tulisan ditentukan oleh empat hal: (1)
penulis, (2) pesan yang ingin disampaikan, (3) medium yang digunakan, dan (4) pembaca. Keempat faktor
itu tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling terkait dan saling mempengaruhi. Nah, karena sasaran akhir
dari sebuah tulisan adalah pembaca, maka penulis harus berupaya sedemikian rupa agar pesan yang
disampaikannya dapat ditangkap oleh pembaca. Bukan salah pembaca semata apabila pesan yang disampaikan
penulis tidak dapat mereka tangkap seperti yang kita inginkan. Pembaca itu beragam. Mereka memiliki
bermacam pengalaman, pikiran, pengetahuan, perasaan, dan kebiasaan yang akan sangat mewarnai pemahaman
mereka atas pesan yang disampaikan oleh penulis. Penulis tidak dapat memaksa pembaca untuk menyesuaikan
dirinya dengan keinginan penulis. Penulislah yang harus berupaya menyesuaikan dirinya dengan kemampuan
rata-rata pembacanya.
Agar pemahaman anda dengan Diksi menjadi lebih mendalam silahkan lanjutkan membacanya di Modul

Anda mungkin juga menyukai