Anda di halaman 1dari 24

lOMoARcPSD|25107552

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGOLAHAN LIMBAH KELAPA SAWIT
DI KAMPUNG MANTAR KECAMATAN DAMAI
KABUPATEN KUTAI BARAT

DISUSUN OLEH
HENGKI TARNANDO
030252674

SEBAGAI TUGAS LAPORAN MATA KULIAH


LUHT4450/PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN

FAKULTAN SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2023
lOMoARcPSD|25107552

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan YME karena atas berkat rahmat dan
izin-Nya sehingga Laporan Praktikum Pengolahan Limbah Kelapa Sawit dapat penyusun
rampungkan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terimakasih
kepada dosen pengampu mata kuliah Pemanfaatan Limbah Pertanian atas bimbingan serta
arahannya selama praktikum hingga penyusunan laporan ini selesai.
Penyusun menyadari bahwa susunan laporan ini masih jauh dari kata sempurna.
Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan penyusun laporan ini. Oleh karena
itu,penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, demi
kesempurnaan laporan ini. Akan tetapi, penyusun berharap semoga laporan ini dapat
bermanfaat,khususnya bagi penyusun sendiri.

Kutai Barat, 3 Mei 2023

HENGKI TARNANDO

i
lOMoARcPSD|25107552

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................i


DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 3
2.1 Pengertian CPO ............................................................................................................ 3
2.2 Poses Pengolahan TBS Dan CPO ................................................................................ 4
2.2.1 Penerimaan Bahan Baku .................................................................................... 4
2.2.2 Perebusan ........................................................................................................... 5
2.2.3 Penebahan Buah ................................................................................................. 6
2.2.4 Pelumatan Buah ................................................................................................. 7
2.2.5 Pengempaan Buah .............................................................................................. 7
2.2.6 Klarifikasi Minyak Sawit ................................................................................... 7
2.3 Penanganan Limbah Cair ........................................................................................... 10
2.3.1 Limbah Cair Sawit ............................................................................................ 10
2.4 Penanganan Limbah Padat ......................................................................................... 11
2.4.1 Pengolahan TDKS menjadi Bioetanol ............................................................. 13
2.4.2 Pengolahan TDKS menjadi Mulasa ................................................................. 13
2.4.3 Pengolahan TDKS dan Cangkang menjadu Briket .......................................... 14
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 16
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 16
3.2 Saran .......................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 17

ii
lOMoARcPSD|25107552

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanaman kelapa sawit (Elais guineensis Jacq.) merupakan salah satu jenis
tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting dalam sektor pertanian dan
sektor perkebunan. Kelapa sawit merupakan komoditi andalan Indonesia yang
perkembangannya demikian pesat. Lahan yang optimal untuk kelapa sawit harus
mengacu pada tiga faktor yaitu lingkungan, sifat fisik lahan dan sifat kimia tanah
atau kesuburan tanah. Tanaman kelapa sawit di perkebunan komersial dapat
tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 24-280C. Untuk memperoleh hasil
maksimal dalam budidaya kelapa sawit perlu memperhatikan sifat fisik dan kimia
tanah di antaranya struktur tanah dan drainase tanah baik (Pahan, 2006).

Dalam 10 tahun ini pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia berkembang dengan
sangat pesat. Sebagian besar lahan-lahan perkebunan non kelapa sawit di seluruh
Indonesia berangsur-angsur beralih atau diubah menjadi lahan perkebunan. Laju
pertumbuhan areal perkebunan kelapa sawit ditandai dengan peningkatan kenaikan
produksi Crude Palm Oil (CPO). Konsumsi minyak sawit dunia mencapai 26 % dari
total konsumsi minyak makan dunia. Pada tahun 2006, Indonesia memproduksi 15,9
juta ton CPO, dan 11,6 juta ton diantaranya diekspor. Sampai Oktober 2007,
produksi CPO sudah mencapai 16,9 juta ton. (Kurniawan, 2007).

Dengan meningkatnya kebutuhan akan minyak sawit dunia, limbah yang


dihasilkan juga meningkat. Umumnya limbah padat industri kelapa sawit
mengandung bahan organik yang tinggi sehingga berdampak pada pencemaran
lingkungan. Penanganan limbah secara tidak tepat akan mencemari lingkungan.
Limbah kelapa sawit adalah sisa-sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak
termasuk dalam produk utama atau merupakan hasil ikutan dari proses
pengolahan kelapa sawit baik berupa limbah padat maupun limbah cair. Diketahui
untuk 1 ton kelapa sawit akan mampu menghasilkan limbah berupa tandan kosong
kelapa sawit sebanyak 23% atau 230 kg, limbah cangkang (shell) sebanyak 6,5%

1
lOMoARcPSD|25107552

atau 65 kg, wet decanter solid (lumpur sawit) 4 % atau 40 kg, serabut (fiber) 13%
atau 130 kg serta limbah cair sebanyak 50% (Mandiri, 2012).

Dari proses pengolahan buah kelapa sawit menjadi crude palm oil oil akan
mengasilkan limbah yang cukup tinggi dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan
dan berdampak pada kegiatan lingkungan hidup. Namun, sebenarnya jika diolah
secara maksimal dengan menggunakan teknologi yang tepat, limbah-limbah tersebut
akan memberikan nilai lebih yang signifikan bagi industri (Parlina, 2013).

Berdasarkan uraian di atas, terkait limbah yang dihasilkan dari industri kelapa
sawit perlu dilakukannya pengolahan dan penanganan limbah agar tidak berdampak
pada pencemaran lingkungan serta menjadi informasi bermanfaat bagi masyarakat
terkhususnya bagi perusahaan pengolahan kelapa sawit yang dapat diaplikasikan
untuk mengurangi pencemaran lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pengolahan CPO?


2. Apa saja limbah yang dihasilkan industri CPO?
3. Bagaimana Penanganan Limbah cair dan padat CPO?

1.3 Tujuan

1. Untuk memaparkan proses pengolahan CPO.


2. Untuk mengetahui limbah yang dihasilkan industri CPO.
3. Untuk menjelasakan penanganan limbah cair dan padat CPO.

2
lOMoARcPSD|25107552

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian CPO (Crude Palm Oil)


CPO (Crude Palm Oil) merupakan salah satu andalan produk pertanian
Indonesia baik sebagai bahan baku minyak goreng maupun komoditas ekspor. Untuk
mencapai keuntungan maksimum, maka perusahaan penghasil CPO perlu
berproduksi secara efisien. Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia
dengan produksi mencapai 30,9 juta ton pada tahun 2015, nilai ini mengalami
peningkatan sebesar 5,47% dibandingkan tahun 2014 (BPS, 2015).
CPO (Crude Palm Oil) atau minyak sawit mentah adalah minyak nabati yang
didapatkan dari bagian daging buah (mesokarp) buah pohon kelapa sawit. CPO
minyak kelapa sawit ini dapat digunakan dan dikonsumsi untuk berbagai produk
lainnya. Buah kelapa sawit terdiri dari lapisan terluar (eksokarp), ampas buah yang
mengandung minyak dalam matriks serat (mesokarp), lapisan bagian tengah buah
(endokarp), dan kernel yang juga mengandung minyak untuk menghasilkan CPKO
(Crude Palm Kernel Oil) (Poku, 2002).
Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) merupakan minyak kelapa sawit
mentah yang diperoleh dari hasil ekstraksi atau dari proses pengempaan daging buah
kelapa sawit yang belum mengalami pemurnian. Minyak sawit biasanya digunakan
untuk kebutuhan bahan pangan, industri kosmetik, industri kimia, dan industri pakan
ternak. Kebutuhan minyak sawit sebesar 90% digunakan untuk produksi bahan
pangan seperti minyak goreng, margarin, shortening, pengganti lemak kakao dan
untuk kebutuhan industri roti, cokelat, es krim, biskuit, dan makanan ringan lainnya.
Kebutuhan 10% dari minyak sawit lainnya digunakan untuk industri oleokimia yang
menghasilkan asam lemak, fatty alcohol, gliserol, dan metil ester serta surfaktan.
Asam lemak bersama-sama dengan gliserol merupakan penyusun utama minyak
nabati dan hewani (Herianto, 2008).
Asam lemak yang terkandung di dalam CPO sebagian besar adalah asam
lemak jenuh yaitu asam palmitat. Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak
mudah bereaksi) dari pada asam lemak tak jenuh. Dan ketengikan pada minyak sawit
terjadi karena asam lemak pada suhu ruang dirombak akibat hidrolisis atau oksidasi

3
lOMoARcPSD|25107552

menjadi hidrokarbon, alkanal, atau keton. Untuk mencegah terjadinya proses


ketengikan pada minyak CPO yang dihasilkan, maka minyak CPO perlu disimpan
didalam storage tank, dimana suhunya yaitu, 50 - 55℃ dan kadar air CPO harus
rendah, karena adanya sejumlah air didalam minyak dapat menyebabkan terjadinya
reaksi hidrolisis yang dapat mengakibatkan ketengikan (Herianto, 2008).

2.2 Proses Pengolahan TBS Dan CPO


2.2.1. Penerimaan Bahan Baku
1. Penimbangan Tandan Buah Segar (TBS) Tandan buah segar (TBS) yang masuk
ke pabrik mula-mula ditimbang di jembatan timbang untuk mengetahui jumlah
berat TBS yang diterima oleh pabrik.

Gambar 1. Penimbangan Tandan Buah Segar (TBS)


2. Penimbunan Tandan Buah Segar (TBS)
Setelah ditimbang, TBS dipindahkan ke loading ramp sebagai tempat
penimbunan sementara sebelum tandan buah dimasukkan ke dalam lori
rebusan. Untuk mengetahui mutu TBS yang akan diolah perlu dilakukan sortasi
di loading ramp.
3. Pengisian Buah ke Dalam Lori
Lori diisi penuh dengan buah yang akan diolah. Pengisian yang baik jika lori
dapat memuat tandan buah sebanyak kapasitas nominal. Pengisian yang tidak
penuh akan menyebabkan penurunan kapasitas olah sterilizer atau sebaliknya
pengisian yang terlalu penuh akan mengakibatkan pintu, maupun pelat (water
plate) rusak atau buah terjatuh dalam rebusan.

Gambar 2. Pengisian Buah Kedalam Lori

4
lOMoARcPSD|25107552

4. Pengisian Lori ke Dalam Sterilizer


Lori yang telah penuh berisi buah dimasukkan ke dalam sterilizer
menggunakan capstand. Kemudian, pintu sterilizer ditutup dan dikunci
menggunakan handle, sehingga kemungkinan terbuka pada saat proses
perebusan tidak terjadi.

Gambar 3. Pengisian Lori Ke Dalam Sterilizer


2.2.2. Perebusan
Pola perebusan yang umumnya digunakan ada dua yaitu double peak (dua
puncak) atau triple peak (tiga puncak). Jumlah puncak dalam pola perebusan
ditunjukkan dari jumlah pembukaan atau penutupan dari masuk atau uap keluar
selama perebusan berlangsung yang uap diatur secara manual atau otomatis. Waktu
perebusan triple peak berlangsung 80-85 menit.
1. Deaerasi
Pipa uap masuk dibuka, katup deaerasi dan atau katup kondensat dibuka,
udara dibuang dengan cara memasukkan uap. Karena lebih berat, udara akan
berada di lapisan bawah dan dibuang melalui katup deaerasi atau melalui pipa
kondensat. Deaerasi akan berlangsung pada saat pembuangan air kondesat selama
sistem perebusan berlangsung.
2. Pemasukan Uap dan Pembuangan Puncak I dan II
Frekuensi pembuangan air kondensat dan pembuangan uap bekas selama
perebusan tergantung pada pola perebusan. Puncak pertama dicapai dengan
membuka pipa uap masuk selama 7 menit (umumnya tekanan mencapai 1,5
kg/cm³), kemudian pipa uap masuk ditutup dan pipa kondensat, pipa buang
(exhaust pipe) dibuka dengan tiba-tiba sehingga tekanan turun hingga 0,5 kg/cm³
(sekitar 3 menit), kemudian pipa kondensat ditutup. Pipa uap masuk dibuka
setelah 10 menit puncak kedua dicapai (tekanan 2-2,5 kg/cm²), kemudian pipa

5
lOMoARcPSD|25107552

uap masuk diturup dan pipa kondensat dan exhaust pipe dibuka hingga tekanan 1
kg/cm' (sekitar 3 menit).
3. Penahanan Tekanan
Setelah melalui satu puncak atau dua puncak awal, pemasakan dapat
dilanjutkan dengan membuka pipa uap masuk dan pipa kondensat "by pass"
untuk membuang air kondensat. Masa penahanan tekanan dihitung setelah
mencapai puncak tertinggi hingga awal pembuangan uap terakhir.
4. Pembuangan Uap Air
Setelah penahanan tekanan uap selesai, uap yang berada dalam sterilizer
dibuang dengan membuka katup pipa kondensat, kemudian setelah tekanan
menjadi 2,5 kg/cm² pipa pembuangan uap yang berada di atas sterilizer dibuka
dengan tiba-tiba. Setelah tekanan sama dengan tekanan atmosfer, pintu rebusan
dibuka.
5. Pengeluaran Lori dari Sterilizer
Buah yang telah masak dikeluarkan dari dalam sterilizer dengan
membuka pintu rebusan secara perlahan-lahan, agar packing door lebih aman.
Setelah itu lori ditarik menggunakan tali, bersamaan dengan pemasukan buah
yang akan direbus.
2.2.3. Penebahan Buah
Buah rebus dari sterilizer diangkat dengan hoisting crane atau melalui tipper
dituangkan ke dalam thresher melalui hopper yang berfungsi untuk menampung buah
rebus, kemudian autofeeder akan mengatur peluncuran buah agar tidak masuk
sekaligus. Penebahan buah dilakukan dengan membanting buah dalam drum berputar
dengan putaran (23-25 rpm). Buah lepas akan masuk melalui kisi-kisi dan ditampung
oleh fruit elevator untuk didistribusikan ke setiap unit digester oleh distributing
conveyor. Selanjutnya, tandan kosong melalui empty bunch conveyor dibawa ke
empty bunch hopper.

Gambar 4. Penebahan Buah Sawit

6
lOMoARcPSD|25107552

2.2.4. Pelumatan Buah


Buah yang masuk ke dalam digester disebut dengan material passing to
digester (MPD), diaduk sedemikian rupa sehingga sebagian besar daging buah sudah
terlepas dari biji. Proses pengadukan dan pelumatan buah dapat berlangsung dengan
baik bila isi digester selalu dipertahankan penuh. Minyak bebas dibiarkan keluar
secara kontinu melalui lubang dasar digester. Terhambatnya pengeluaran minyak
akan menyebabkan minyak berfungsi sebagai pelumas pisau sehingga mengurangi
efektivitas pelumatan pisau digester. Suhu massa digester harus selalu dipertahankan
pada 90-95° C.

Gambar 5. Pelumatan Buah Sawit


2.2.5. Pengempaan Buah
Massa yang keluar dari digester diperas dalam screw press pada tekanan cone
30-50 bar menggunakan air pengencer screw press bersuhu 90-95° C sebanyak 15-
20% TBS. Untuk menurunkan viskositas minyak, penambahan air dapat pula
dilakukan di oil gutter kemudian dialirkan melalui oil gutter ke stasiun klarifikasi.

2.2.6. Klarifikasi Minyak Sawit


1. Pemisahan Pasir
Minyak yang keluar dari screw press melalui oil gutter dialirkan ke dalam
sand tank dengan tujuan untuk mengendapkan pasir.

Gambar 6. Pemisahan pasir

7
lOMoARcPSD|25107552

2. Penyaringan Bahan Padat


Crude oil yang telah diencerkan dialirkan ke vibrating screen yang
berukuran 20-40 mesh untuk memisahkan bahan asing seperti pasir, serabut, dan
bahan-bahan lain yang masih mengandung minyak dan dapat dikembalikan ke
digester. Untuk mengetahui ketepatan penambahan air pengencer, setiap dua jam
sekali diambil sampel crude oil sebelum masuk vibrating screen.
3. Pemisahan Minyak Dengan Sludge Settling Tank/Clarifier Tank
Fungsi settling tank adalah untuk mengendapkan sludge (minyak kotor atau
lumpur) yang terkandung dalam crude oil. Temperatur minyak dalam settling tank
harus dipertahankan 90-95°C. Minyak yang berada di lapisan atas dikutip dengan
bantuan skimmer ke oil tank, sedangkan sludge yang masih mengandung minyak
dialirkan ke sludge tank. Secara periodik, sesuai kondisi masing-masing pabrik,
sludge dan pasir di dasar bejana harus dibuang (flushed out) agar pemisahan minyak
dapat berjalan dengan baik.
4. Pemurnian Minyak (Oil Purifier)
Fungsi oil purifier adalah untuk memisahkan sludge yang melayang (emulsi)
dalam minyak dan mengurangi kadar air yang terkandung dalam minyak sehingga
kadar kotoran minyak produksi menjadi < 0,02%. Suhu minyak dalam oil purifier 90-
95 C. Selanjutnya, minyak dari oil purifier dimasukkan ke dalam vacuum oil dryer.
5. Pengeringan Minyak (Oil Dryer)
Minyak dari oil purifier dengan suhu 90-95° C dipompa dan ditampung
dalam float tank untuk seterusnya diisap oleh vacuum dryer. Di bawah pelampung
terpasang toper spindle untuk mengatur minyak yang disalurkan ke dalam bejana
vacuum dryer sehingga kehampaan dalam vacuum dryer tetap terkendali (< 50
TORR). Selanjutnya, melalui nozzle minyak akan disemburkan ke dalam bejana
sehingga penguapan air menjadi lebih sempurna.

Gambar 7. Pengeringan Minyak (Oil Dryer)

8
lOMoARcPSD|25107552

6. Penimbunan Minyak Produksi


Minyak yang terkumpul di dasar bejana akan disalurkan ke pompa di lantai
bawah, selanjutnya dipompakan ke tangki timbun. Pada tangki timbun secara
periodik dilakukan pengurasan mengikuti prosedur pencucian tangki. Suhu
penyimpanan hendaknya 40-50° C.
Dalam proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di pabrik kelapa sawit
selalu menghasilkan produk dan limbah. Adapun produk yang dihasilkan yaitu
minyak sawit mentah / Crude Palm Oil (CPO) dan minyak inti sawit (Kernel Inti
Sawit), sedangkan limbah yang dihasilkan adalah limbah padat dan limbah cair.
Limbah padat, yaitu: Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), Cangkang (shell)
Limbah cair, yaitu: wet decanter solid (lumpur sawit).

Gambar 8. Diagram Alir Pengolahan TBS

9
lOMoARcPSD|25107552

2.3 Penanganan Limbah Cair


Proses pengolahan TBS (Tandah Buah Segar) menjadi CPO (Crude Palm Oil)
di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menghasilkan limbah padat, berupa janjang kosong,
dan limbah cair. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) mengandung unsur
hara esensial bagi pertumbuhan dan produksi tanaman seperti N, P, K, Ca dan Mg
dalam konsentrasi yang signifikan. Oleh karena itu, LCPKS dengan BOD
(Biological Oxygen Demand) tertentu dapat dimanfaatkan sebagai substitusi dan
atau suplemen pupuk serta air irigasi di tanah perkebunan kelapa sawit yang sudah
pada tahap menghasilkan.

2.3.1. Limbah cair sawit / Palm Oil Mills Effluent (POME)

Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) atau Palm Oil Mill Effluent
(POME) merupakan salah satu jenis limbah organik agroindustri berupa air,
minyak dan padatan organik yang berasal dari hasil samping proses pengolahan
tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO). Jumlah
limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit ini cukup besar, berkisar
antara 600 - 700 liter/ton tandan buah segar (TBS) (Nasution, 2004).

Limbah cair pabrik kelapa sawit berwarna kecoklatan, terdiri dari


padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan
kandungan COD dan BOD tinggi 68.000ppm dan 27.000ppm, bersifat asam (pH
nya 3,5 - 4), terdiri dari 95% air, 4-5% bahan-bahan terlarut dan tersuspensi
(selulosa, protein, lemak) dan 0,5-1% residu minyak yang sebagian besar berupa
emulsi. Kandungan TSS LCPKS tinggi sekitar 1.330 –50.700 mg/L , tembaga (Cu)
0,89 ppm , besi (Fe) 46,5 ppm dan seng (Zn) 2,3 ppm serta amoniak 35 ppm (Ma,
2000).

Limbah cair kelapa sawit (POME) ini kemudian dimanfaatkan


menjadi tenaga listrik melalui proses anaerob digestion dengan teknologi covered
lagoon atau Continuos Stirred Tank Reactor (CSTR). POME dari produksi CPO
dapat dimanfaatkan menjadi biogas dan listrik. Palm Oil Mill Effluent (POME)
dapat diolah menjadi energi dan dimanfaatkan untuk memasok listrik. Limbah cair

10
lOMoARcPSD|25107552

sawit memiliki kandungan organik kemudian difermentasi dengan bakteri untuk


menghasilkan biogas yang mengandung gas methane.

Bila dilihat dari kandungan bahan organik dan unsur hara LCPKS
maka limbah ini dapat digunakan sebagai pupuk organik dan dapat dijadikan
sebagai pupuk pengganti pupuk anorganik. LCPKS tidak dapat secara langsung
dimanfaatkan sebagai pupuk organik karena memiliki bahan-bahan organik yang
belum terdegradasi tinggi, aktivitas mikroorganisme yang tertekan dan jika dibuang
ke badan air penerima akan mengakibatkan penurunan kualitas perairan dan
lingkungan serta tidak dianjurkan untuk diaplikasikan ke lahan.

Untuk menjadikan LCPKS sebagai pupuk organik berkualitas, maka


diperlukan proses pengolahan yang bertujuan untuk menurunkan kandungan BOD ,
COD dan minyak, meningkatkan pH, meningkatkan kandungan unsur hara serta
mendegradasi bahan organik (bahan terlarut dan tersuspensi). Alternatif
pengolahan yang dapat dilakukan antara lain adalah dengan pengolahan secara
anaerob dan aerob.

Pengolahan yang sering dilakukan di pabrik pengolahan kelapa sawit


mengunakan proses anaerob dan dilanjutkan proses aerob. LCPKS pada kolam
anaerobik primer dengan WPH 75 hari, menghasilkan LCPKS dengan kisaran
biochemical oxygen demand (BOD) 3.500- 5.000 ppm (Pamin et al, 1996). Raharjo
(2009) menjelaskan bahwa hasil kolam anaerobik LCPKS dengan WPH 40 hari
yang dilanjutnya ke kolam aerobik WPH 60 hari dapat menurunkan BOD dengan
kisaran 200-230 ppm . BOD akan menurun dari 27.000 menjadi 2.500 mg/l dan
diikuti dengan penurunan kandungan unsur hara setelah dilakukan pengolahan
standar pabrik pada kolam anaerob sekunder jika dibandingkan dengan sebelum
dilakukan pengolahan (Budianta, 2005). Penurunan BOD setelah dilakukan
pengolahan akan diikuti dengan penurunan kandungan unsur hara N, P dan K dari
limbah cair pabrik kelapa sawit (Simanjuntak, 2009).

2.4 Penanganan Limbah Padat

Proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi Crude Palm
Oil (CPO) menghasilkan limbah padat, yaitu tandan kosong kelapa sawit (TKKS),

11
lOMoARcPSD|25107552

serabut (fiber), dan cangkang/tempurung (shell). Limbah tersebut dikelola


sedemikian rupa sehingga menjadi bahan yang memiliki nilai ekonomis yang lebih
tinggi.
Cangkang merupakan limbah padat yang dihasilkan dari proses pemecahan biji.
Cangkang yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit sebesar 7,61 % dari
total TBS diolah. Serat merupakan limbah sisa perasan buah sawit berupa serabut
seperti benang. Bahan ini mengandung protein kasar sekitar 4% dan serat kasar 36%
(lignin 26%) serta mempunyai kalor 2637kkal/kg-3998kkal/kg.
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dihasilkan dari proses perontokan buah.
TKKS merupakan limbah padat terbesar yang dihasilkan dalam pengolahan kelapa
sawit. Tandan kosong merupakan tandan yang telah terlepas dari buahnya yang
dihasilkan dari proses perontokan. Berdasarkan literatur yang ada kandungan tandan
kosong kelapa sawit (TKKS) mengandung Selulosa 41,3%-46,5% (C6H10O5)n,
Hemi Selulosa 25,3%-32,5% dan mengandung lignin 27,6%-32,5%.Tandan kosong
ini berjumlah 24,04 % dari TBS yang diolah.
Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit terbilang cukup besar
seririnh bertambahnya pemanfaatan kelapa sawit menjadi produk seperti minyak
sawit. Besarnya kapasitas limbah padat yang dihasilkan memerlukan penanganan
yang baik. Jika limbah padat kelapa sawit tersebut dibiarkan begitu saja maka lama
kelamaan akan menumpuk. Penumpukan limbah yang tidak ditangani lama kelamaan
akan menimbulkan bau busuk akibat terjadi pembusukan. Hal ini tentu saja
menimbulkan pencemaran udara yang dapat mengganggu lingkungan sekitar.
Seiring berkembangnya teknologi, limbah padat kelapa sawit dikelola dengan baik
sehingga secara keseluruhan dapat dijadikan sesuatu yang lebih bermanfaat salah
satunya menjadi sumber energi terbarukan. Potensi energi yang dapat dihasilkan dari
produk samping sawit berbentuk limbah padat dapat dilihat dari nilai energi panas
(calorific value). Nilai kalor dari limbah padat kelapa sawit terpengaruh dari kadar
air yang dikandungnya.
Tabel 1. Nilai Panas Limbah Padat Kelapa Sawit
Limbah Padat Rata-rata calorific value (kJ/kg) Kisaran (kJ/kg)
TKKS 18 795 18 000 – 19 920
Serat 19 055 18 800 – 19 580

12
lOMoARcPSD|25107552

Cangkang 20 093 19 500 – 20 750

2.4.1. Pengolahan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TDKS) menjadi Bioetanol


Salah satu teknologi yang berpeluang dikembangkan untuk mendukung
pengadaan energi adalah produksi bioetanol. TDKS dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan bioetanol dengan proses hidrolisis dan fermentasi yang
menggunakan mikroorganisme seperti bakteri Zymomonas mobilis, karena memiliki
toleransi suhu yang tinggi, kemampuan untuk mencapai konversi yang lebih cepat
dan lebih tahan terhadap kadar etanol yang tinggi.
Adapun proses pembuatan bioetanol pada dasarnya merupakan proses
fermentasi yang merubah glukosa atau pati yang enzim amilase kemudian
selanjutnya adalah proses hidrolisis pada unit mesin hidrolisa sesudah itu ada proses
inokulum (pengedapan) selama beberapa jam sebelum enzim amilase difermentasi
pada unit fermentasi selama beberapa hari kemudian dilakukan destilasi yaitu
pemisahan kadar air dari kadar etanol pada unit destlasi dan untuk meningkatkan
persen (%) kadar etanol menjadi lebih tinggi dilakukan proses dehidrasi pada unit
destilasi.
2.4.2. Pengolahan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TDKS) menjadi mulasa
TKKS yang juga memiliki nilai energi panas cukup tinggi saat ini banyak
dimanfaatkan sebagai mulsa (penutup tanah). TKKS masih mengandung 65.66 % air,
32.16 % zat kering, dan 2.18 % minyak. Adanya pemulsaan dapat melindungi tanah
dari bahaya erosi. Selain itu dapat menjaga kelembaban tanah dan melindungi tanah
dari penyinaran matahari secara langsung. Tandan kosong yang digunakan sebagai
mulsa tidak akan menganggu pertumbuhan tanaman kelapa sawit karena tidak akan
menjadi saingan tanaman kelapa sawit dalam mengambil unsur hara. Selain itu
tandan kosong juga mengandung kalium yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
bagi tanaman kelapa sawit.
Pemulsaan dilakukan dengan cara meletakkan tandan kosong di sekeliling
pohon kelapa sawit. Pemberian tandan kosong ini harus merata dan tidak menumpuk.
Selain itu pemulsaan juga dilakukan dengan meletakkan tandan kosong di daerah
gawangan yaitu daerah diantara barisan tanaman kelapa sawit. Tetapi pemupukan

13
lOMoARcPSD|25107552

dengan cara seperti ini menimbulkan efek samping berupa kemungkinan areal tanam
menjadi sarang serangga dan menyulitkan saat pemanenan TBS.
TKKS juga dapat diolah menjadi kompos yang akan digunakan untuk
tanaman kelapa sawit, sehingga mnegurangi efek negatif dari pemulsaan. Reaksi
pembusukan mengakibatkan tandan kosong hancur sempurna dan menjadi humus.
Proses pemulsaan memerlukan waktu sekitar sembilan bulan. Menurut Gumbira
(1994), beberapa karakteristik pupuk tandan kelapa sawit adalah sebagai berikut:
a) Secara fisiologis merupakan bahan berbutir kasar dan berfungsi mengurangi
kerapatan isi tanah.
b) nilai pH normal dapat membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan
bagi pertumbuhan tanaman.
c) Bersifat homogen dan dapat mengurangi resiko sebagai pembawa hama
tanaman.
d) Berupa pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah.

2.4.3.Pengolahan tandang kosong dan cangkang kelapa sawit menjadi


briket/arang aktif
Pembuatan arang aktif dapat dilakukan pada bahan yang mengandung
arang, salah satunya adalah cangkang limbah padat kelapa sawit. Pembuatan arang
aktif dari cangkang karena bahan yang lebih mudah didapat dan juga upaya
pengelolaan terhadap limbah pabrik kelapa sawit. Dasar pemilihan bahan baku dari
arang aktif tersebut yang paling menentukan adalah besar kandungan arang pada
bahan tersebut (Aisyah, dkk, 2010).
Arang adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran
bahan yang mengandung unsur karbon (Padil, dkk, 2010),sedangkan arang aktif
adalah arang yang diaktifkan dengan car perendaman dalam bahan kimia atau dengan
cara mengalirkan uap panas ke dalam bahan, sehingga pori – pori bahan menjadi
lebih terbuka dengan luas permukaan berkisar antara 300 hingga 2000 m2/g.
Permukaan arang aktif yang semakin luas berdampak pada semakin tingginya daya
serap terhadp bahan gas atau cairan (Rahmawati, 2006)
Arang aktif banyak digunakan sebagai adsorben, pemurnian gas,
penjernihan air dan sebagainya. Arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang

14
lOMoARcPSD|25107552

mengandung arang, baik arang organik maupun anorganik dengan syarat bahan
tersebut mempunyai struktur berpori (Mulia, 2007).
Proses aktivasi pada arang secara umum ada tiga, antara lain proses fisika,
kimia dan kombinasi fisika – kimia. Proses pengaktifan secara fisika dilakukan
dengan cara pembakaran arang (karbonisasi) dalam furnace dengan suhu 900˚C
(Hendra, 2006). Proses pengaktifan secara kimia dilakukan dengan cara
menambahkan senyawa kimia tertentu pada arang. Senyawa kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan pengaktifan antara lain H2O, KCL, NaCl, ZnCl2, CaCl2,
MgCl2, H3PO4, Na2CO3 dan garam mineral lainnya (Lestari, 2012).
Syarat briket yang baik adalah briket yang permukaannya halus dan
tidakmeninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar, briket
juga harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Mudah dinyalakan ; Tidak
mengeluarkan asap; Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun ; Kedap air
dan hasil pembakaran tidak berjamur bila disimpan pada waktu lama; Menunjukkan
upaya pembakaran (waktu, laju pembakaran, dan suhu pembakaran) yang baik.

15
lOMoARcPSD|25107552

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Limbah cair sawit / Palm Oil Mills Effluent (POME) Limbah cair pabrik
kelapa sawit (LCPKS) atau Palm Oil Mill Effluent (POME) merupakan salah satu
jenis limbah organik agroindustri berupa air, minyak dan padatan organik yang
berasal dari hasil samping proses pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit
menjadi Crude Palm Oil (CPO). Limbah cair pabrik kelapa sawit berwarna
kecoklatan, terdiri dari padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu
minyak dengan kandungan COD dan BOD tinggi 68.000ppm dan 27.000ppm,
bersifat asam (pH nya 3,5 - 4), terdiri dari 95% air, 4-5% bahan-bahan terlarut dan
tersuspensi (selulosa, protein, lemak) dan 0,5-1% residu minyak yang sebagian besar
berupa emulsi.

3.2 Saran

Sebaiknya dalam pengelolaan industri kelapa sawit jangan hanya


memanfaatkan untuk memperoleh minyaknya saja melainkan harus memikirkan
proses pengolahan limbahnya juga. Melakukan beberapa kegiatan yang bersahabat
dengan lingkungan, pengendalian hama tanaman secara hayati dan mengubah
sampah organik menjadi pupuk merupakan sebuah langkah awal. Menjaring
pengetahuan sebanyak-banyaknay tentang pemanfaatan akan limbah industri kelapa
sawit agar dapat memanfaatkan limbah kelapa sawit seefisien mungkin.

16
lOMoARcPSD|25107552

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015.=Statistik Kelapa Sawit Indonesia. 2014. Jakarta :
Badan Pusat Statistik. Herianto, E.,(2008), Pertumbuhan Produksi
Minyak Sawit Indonesia 1964 – 2007, Jurnal Ekonomi Kelapa Sawit,
Jakarta.
Budianta, D. 2005. Potensi limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai sumber hara
untuk tanaman perkebunan. Dinamika Pertanian. 20(3): 273-282.
Darmadji, (1999). <Aktivasi Anti Bakteri Asap Cair yang Diproduksi dari
Bermacam-macam Limbah Pertanian=, Agritech, Vol 16, No.4, 19 –
22.
Gumbira-Sa’id, Endang. 1994. <Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Industri
Kelapa Sawit. Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan=: Bogor.
Hendra, D. 2006. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Kelapa Sawit dan Serbuk
Kayu Gergajian Campuran. Penelitian Hasil Hutan, 24 (2): 1 - 22.
Kamal, N. (2012).=Karakterisasi dan potensi pemanfaatan limbah sawit. Teknik
Kimia= ITENAS. Bandung.
Kurniawan, W. 2007. <Urgensi Penerapan Sistem Mutu (Kualitas) dan Produktivitas
pada Pabrik Kelapa Sawit. Prosiding Lokakarya Nasional Rapi
V. UMS. Solo.
Lestari, D. 2012. Skripsi: <Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif Dari Ban
Bekas Dengan Bahan Pengaktif NaCl Pada Temperatur Pengaktifan
700°C dan 750°C=. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Malang.
Ma, A.N. 2000. Management of palm oil industrial effluent. In. Basiron,Y.,
B.S.Jailani and k.w. Chan. Advances in oil palm research. Vol II.
Malaysian palm oil board, Ministry of primary industrie, Malaysia.
Mandiri, Manual Pelatihan Teknologi Energi Terbarukan, Jakarta, 2012, 61.
Mulia, A. 2007. Tesis: <Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Dan Cangkang
Kelapa Sawit Sebagai Briket Arang=. Sekolah Pasca Sarjana USU.
Medan.

17
lOMoARcPSD|25107552

Nasution, D.Y. 2004. Pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit yang berasal dari
kolam akhir (final pond) dengan proses koagulasi melalui elektrolisis.
Jurnal Sains Kimia. 8(2): 38-40.
P, Maruli. Harianto, B. (2008). <Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun dan Pabrik
Kelapa Sawit=. Jakarta Selatan: PT Agro Media Pustaka.
Padil, Sunanrno, Khairat. 2010. <Pembuatan Arang Aktif dari Arang sisa Pembuatan
Asap Cair. Sains dan Teknologi=, 9(1) 14 - 18.
Pahan I., <Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis Dari Hulu
Hingga Hilir=, Bogor, 2006.
Pamin, K, Siahaan.M.M, dan Tobing.P.L. Pemanfaatan limbah cair PKS pada
perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Makalah Lokakarya Nasional
Pemanfaatan Limbah Cair cara Land Application, 26-27 November
1996. Jakarta.
Perkebunan dan Industri Kelapa Sawit di Indonesia. [online] Tersedia di
:https://iinparlina.wordpress.com/ragamteknologi/pusat-teknologi-
lingkungan-bppt/limbah-perkebunan-danindustri-kelapa-sawit-di-
indonesia/
Poku, Kwasi. 2002. Origin of Oil Palm: Small-Scale Palm Oil Processing in Africa.
FAO Agricultural Services Bulletin 148. Food and Agriculture
Organization.http://www.fao.org/docrep/005/Y4355E/y4355e03.
Raharjo, P.N. 2009. Studi banding teknologi pengolahan limbah cair pabrik kelapa
sawit. Jurnal Teknologi Lingkungan. 10(1):9-18.
Rahmawati, E. 2006. Skripsi: <Adsorpsi Senyawa Residu Klorin Pada Karbon Aktif
Termodifikasi Zink Klorida=. FMIPA IPB. Bogor
Simanjuntak, H. 2009. Studi korelasi antara BOD dengan unsur hara N, P dan K dari
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Tesis. Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan.
Yulianti, E., Fasya, A.G. 2010. <Pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa
Sawit.Alchemy= Vol. 1 No. 2, hal 53-103. Fakultas Sains dan
Teknologi: UIN Maliki Malang

18
lOMoARcPSD|25107552

DOKUMENTASI
lOMoARcPSD|25107552
lOMoARcPSD|25107552

Anda mungkin juga menyukai