Anda di halaman 1dari 21

MEMAHAMI PROFESI GURU MELALUI PENDALAMAN

TERHADAP KASUS-KASUS DALAM DUNIA PENDIDIKAN 10 TAHUN


TERAKHIR

Laporan

Dibuat untuk melengkapi tugas pada mata kuliah Profesi Pendidikan

oleh
Indah Duma Sari (2106102010024)
Fizhella Rentia (2106102010046)
Siska Dwi Meidar (2106102010094)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, ACEH BESAR
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pada mata
kuliah “PROFESI PENDIDIKAN”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada
Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan
sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Laporan ini merupakan salah satu tugas pada mata kuliah Profesi Pendidikan di Program
Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Syiah Kuala. Selanjutnya penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Wiwit Artika, S.Si., M.Ed.
selaku dosen pengampu mata kuliah Profesi Pendidikan, Ibu NR guru SD Negeri Limpok,
selaku narasumber dalam pembuatan laporan, dan kepada segenap pihak yang telah
memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan laporan ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam


penulisan laporan ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari para pembaca demi kesempurnaan laporan ini.

Aceh Besar, 12 Oktober

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Cuplikan Kasus

Telah terjadi kasus penganiayaan terhadap salah seorang santri Pondok


Modern Darussalam Gontor 1 Pusat Ponorogo bernama Albar Mahdi (15). Siswa
kelas 5 tersebut meninggal pada Senin (22/8/2022) setelah dianiaya oleh dua kakak
kelasnya.
Pada Kamis-Jumat, 18-19 Agustus 2022, kegiatan Perkemahan Jumat
(Perkajum) diikuti oleh santri kelas 5. Saat itu yang bertindak sebagai ketua giat yakni
almarhum Albar Mahdi bin Rusdi. Pada Sabtu-Ahad, 20-21 Agustus 2022 panitia
Perkemahan Jumat, terdapat kegiatan giat pengembalian peralatan perkemahan.
Senin, 22 Agustus 2022 almarhum (Albar Mahdi bin Rusdi) dipanggil kakak
kelasnya untuk ditanyai mengenai perlengkapan perkemahan yang dirasa belum beres
hingga terjadi "Tindak Kekerasan" yang dilakukan dua orang santri yang duduk di
kelas 6 yang mengakibatkan korban meninggal dunia di tempat.
Jenazah diantarkan ke rumah asal Palembang sesuai permintaan keluarga.
Mereka berangkat dari Gontor pukul 14.00 WIB melalui jalan darat oleh rombongan
tiga mobil yang terdiri atas 9 orang yang dipimpin Ustadz Agus Mulyana.
Rombongan sampai dirumah duka, Selasa 23 Agustus 2022 pukul 11.30 WIB.
Setelah sampai dirumah duka, keluarga korban meminta peti jenazah untuk
dibuka, ketika peti jenazah dibuka pada hidung korban sudah berlumuran darah dan
saat kafan dibuka total badan almarhum (Albar Mahdi bin Rusdi) juga sudah
membiru. Keluarga korban awalnya menerima peristiwa ini dengan ikhlas tetapi
setelah mengetahui anaknya dianiaya, keluarga korban meminta 3 hal yaitu di
permudah bertemu dengan santri, pelaku, dan adanya kepastian hukum.
Penyidik Satreskrim Polres Ponorogo melakukan penyelidikan dan olah TKP
untuk mengusut kasus ini. Salah satu ruangan yang diperiksa adalah kamar santri
yang diduga menjadi tempat penganiayaan. Menyikapi hal ini, pihak pesantren
melakukan tindakan tegas dengan mengeluarkan santri yang terlibat
dalam kasus tersebut.
B. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat penting untuk meningkatkan
kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan
mempertebal semangat kebersamaan agar dapat membangun diri sendiri dan bersama-
sama membangun bangsa. (Saptono, 2017) Pendidikan adalah sesuatu kebutuhan
yang harus dipenuhi oleh setiap individu. Pendidikan tidak terlepas dari segala
aktivitas yang dilakukan manusia. Dalam kondisi apapun, manusia tidak dapat
menolak efek dari penerapan pendidikan dalam sehari-hari. Pendidikan dibagi
menjadi tiga, yaitu pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan non-
formal.
Masa remaja merupakan masa rentan siswa terlibat dalam penyimpangan
perilaku. Hal ini kurang lebih dikarenakan usia remaja yang merupakan usia
pencarian jati diri dan mudah terpengaruh. Kenakalan remaja merupakan gejala
umum, khususnya terjadi di kota-kota besar yang kehidupannya diwarnai dengan
adanya persaingan-persaingan dalam memenuhi kebutuhan hidup, baik yang
dilakukan secara sehat maupun secara tidak sehat. Persaingan-persaingan tersebut
terjadi dalam segala aspek kehidupan khususnya kesempatan memperoleh
pendidikan dan pekerjaan. Betapa kompleksnya kehidupan tersebut memungkinkan
terjadinya kenakalan remaja. Penyebab kenakalan remaja sangatlah kompleks, baik
yang berasal dari dalam diri remaja tersebut, maupun penyebab yang berasal dari
lingkungan, lebih-lebih dalam era globalisasi ini pengaruh lingkungan akan lebih
besar. Pemahaman terhadap penyebab kenakalan remaja mempermudah upaya-upaya
yang harus dilakukan untuk mengatasinya. Pembelajaran perlu diberikan kepada
siswa agar siswa tidak terlibat dalam perilaku kekerasan yang dapat dilakukan di
mana saja dan kapan saja apalagi jika dapat menyebabkan kematian.
Kekerasan dalam dunia pendidikan sangat sering terjadi saat ini. Fenomena
terkait dengan kekerasan banyak terjadi di masyarakat khususnya dalam dunia
pendidikan. Ketika suatu tindak kekerasan terjadi dalam pendidikan formal (sekolah)
maka kurang sesuai apabila dilihat dalam pandangan masyarakat, karena pada
hakekatnya sekolah merupakan tempat untuk menimba ilmu dan mendidik siswa
dengan tujuan supaya memiliki sikap dan karakter yang baik. Guru merupakan figur
yang selalu menjadi sorotan strategis bagi siswanya sehingga sosok seorang guru
harus mampu memberikan contoh yang baik dan memiliki sikap yang baik pula.
Kekerasan dalam lingkungan pendidikan menjadi tren yang membutuhkan analisa dan solusi
untuk menyehatkan pendidikan dan pembelajaran.
Kekerasan di lingkungan pendidikan dapat dilakukan pendidik kepada peserta didik
dan peserta didik kepada sesamanya. Sampai saat ini, tindakan kekerasan masih sering
dijumpai di lembaga pendidikan Indonesia. Hal ini dapat dilatarbelakangi oleh berbagai faktor
dan terkadang faktor penyebabnya sangat sepele. Fenomena tindakan kekerasan di lingkungan
pendidikan saat ini mendapat banyak perhatian dari berbagai pihak dan argumen dari
pemerintah sampai masyarakat.
Kekerasan merupakan suatu hal yang seharusnya tidak terjadi di dalam dunia
pendidikan karena ketika sekolah bukan lagi sebagai tempat untuk belajar dan
mengajarkan siswa menjadi lebih baik yang pastinya akan berdampak terhadap
psikologis yaitu perkembangan psikologis siswa. Idealnya sekolah merupakan
lembaga formal yang berperan sebagai tempat belajar yang aman dan nyaman.
Pendidikan formal seyogyanya melaksanakan kegiatan pendidikan sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan dalam pendidikan.
Soyomukti Nurani memberikan penjelasan bahwa ada dua bentuk kekerasan yang
sering terjadi di lingkungan pendidikan sebagai berikut :
Pertama : Kekerasan fisik, bentuk kekerasan yang terjadi menyebabkan luka fisik, seperti
memukul dan dapat juga dalam bentuk penganiayaan bahkan tidak jarang menjadi salah satu
sebab dari kematian.
Kedua : Kekerasan psikis, bentuk kekerasan secara emosional yang terjadi dengan melakukan
penghinaan, mencela, melecehkan, mengejek atau melontarkan perkataan yang menyakitkan
hati, perasaan, melukai harga diri, menurunkan rasa percaya diri, membuat orang lain terhina,
kecil, lemah, jelek, tidak berguna dan tidak berdaya (Nuraini, 2010).
Kekerasan dinyatakan penyimpangan disebabkan individu yang melakukan kekerasan
telah keluar dari pedoman tingkah laku sehingga dapat dinyatakan sebagai sumber masalah.
Kekerasan terjadi dikarenakan adanya sumber permasalahan yang tidak selesai atau berujung
kepada tindakan penyimpangan. Kekerasan di lingkungan pendidikan terjadi bukan karena
konflik semata, tetapi dapat juga terjadi disebabkan penguasaan dan kekuasaan yang
dipergunakan untuk melemahkan dan mengalahkan pihak lain.
Guru adalah profesi yang mempersiapkan sumber daya manusia untuk
menyongsong pembangunan bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Guru dengan
segala kemampuannya dan daya upayanya mempersiapkan pembelajaran bagi peserta
didiknya. Sehingga tidak salah jika kita menempatkan guru sebagai salah satu kunci
pembangunan bangsa menjadi bangsa yang maju dimasa yang akan datang. Dapat
dibayangkan jika guru tidak menempatkan fungsi sebagaimana mestinya, bangsa dan
negara ini akan tertinggal dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
kian waktu tidak terbendung lagi perkembangannya. Serangkaian masalah yang
terjadi dalam dunia pendidikan masih perlu mendapat perhatian dari semua pihak.
Mulai dari kualitas tenaga pendidik yang belum mencapai target juga masih banyak
terjadinya penyimpangan perilaku dalam keseharian siswa yang seharusnya menjadi
pusat perhatian guru dan lembaga pendidikan.

C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kekerasan?
2. Apa saja yang termasuk ke dalam tindak kekerasan?
3. Kompetensi guru apa saja yang terkait dengan tindak kekerasan yang sering
terjadi dalam dunia pendidikan?
4. Bagaimana cara mengatasi kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan?
BAB II
METODELOGI
Metodologi adalah ilmu yang berkaitan dengan studi dan pengembangan metode atau
prosedur yang digunakan dalam penelitian, analisis, atau pemecahan masalah. Dalam
konteks yang lebih umum, metodologi merujuk pada kerangka konseptual atau rencana
sistematis yang digunakan dalam suatu penelitian atau pendekatan tertentu untuk mencapai
tujuan tertentu. Metodologi dapat digunakan dalam berbagai bidang, termasuk ilmu
pengetahuan, ilmu sosial, teknik, dan banyak disiplin lainnya. Ini membantu peneliti atau
praktisi untuk merancang eksperimen, survei, analisis data, atau tindakan tertentu dengan
cara yang terstruktur dan logis. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa data yang
diperoleh adalah valid, dapat diandalkan, dan dapat diterapkan dengan benar.

2.1 Cara Pemecahan Kasus

Adapun Cara atau Teknik pemecahan kasus Kekerasan yang dialami oleh
seorang siswa pesantren Modern Darussalam Gontor 1 Pusat Ponorogo yang
bernama Albar Mahdi (15) oleh Kakak Kelasnya.

2.1.1 Metode Wawancara

Metode wawancara adalah metode pengumpulan data dengan mengajukan


pertanyaan -pertanyaan secara bebas baik terstruktur maupun tidak terstruktur
dengan tujuan untuk memperoleh informasi secara luas mengenai objek penelitian
(Chesley Tanujaya,2017).

2.1.2 Studi Literatur

Dalam Pemecahan kasus ini, Kami menggunakan studi literatur dari bahan
bacaan jurnal dan artikel serta buku. Tujuannya yaitu agar mendapatkan informasi
yang dibutuhkan dalam memecahkan kasus tersebut sebagai penguat dalam mencari
sumber permasalahan.

2.1.3 Menganalisis Pemecahan Kasus


Selanjutnya, kami merangkum informasi yang telah didapatkan dari studi
literatur dan wawancara. Setelah itu kami akan menemukan atau mencari solusi agar
hal yang demikian tidak terjadi lagi.

2.2 Ruang Lingkup

Dalam studi kasus ini di tetapkan pada lingkungan persekolahan yang


berkaitan dengan kasus kekerasan yang terjadi di persekolahan yang dilakukan antar
siswa.

2.3 Media/Alat

Media yang digunakan pada saat wawancara yaitu handphone yang bertujuan
untuk merekam pembicaraan dari salah seorang guru Ketika menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh pewanwancara.

2.4 Waktu dan Tempat

Pelaksanaan wawancara di lakukan pada Jumat, 13 Oktober 2023 di Salah satu


Sekolah yang beralamatkan di Kecamatan Darussalam Desa Limpok, Kabupaten
Aceh Besar.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Hasil Wawancara
Menurut salah satu guru yang kami wawancarai yaitu ibu (N), Kekerasan yang
dilakukan oleh guru ditinjau dari segi yuridis apakah termasuk kegiatan Pidana? Menurut
beliau tergantung tingkat kekerasannya, Apabila kekerasannya telah mengenai fisik atau
berat itu mungkin bisa dikatakan pidana. Karena sekarang sudah tidak diperbolehkan
melakukan kekerasan disekolah. Tetapi, Jika bertujuan untuk mendidik tidak masalah tetapi
tidak mengenai fisik. Misalnya kita memberikan hukuman kepada siswa yang bermasalah
dengan memberikan hapalan kemudian memberikan tugas yang lebih yang bertujuan agar
merubah dia menjadi lebih baik. Tetapi terkadang persepsi orang tua berbeda Ketika guru
memberikan tugas yang sedikit lebih banyak dan berpikir kenapa tugas yang diberikan
kepada anaknya banyak sekali, padahal orang tua tidak tau bahwa anaknya tidak pernah
mengerjakan setiap tugas yang diberikan. Jadi lebih baik memberikan hukuman yang
mendidik. Kalau menurut beliau, jika memberikan hukuman yang mendidik tidak masalah
kecuali hukuman yang berbentuk kekerasan fisik. Kemudian Menurut ibu (N) mengenai
kekerasan yang terjadi di Pondok Pesantren Darussalam Gontor di Ponorogo yaitu
penganiayaan oleh kakak kelasnya hingga. Menurut Beliau banyak sekarang ini kasus
bullying yang terjadi antara teman sejawat maupun dengan kakak tingkat atau adik tingkat di
sekolah telah banyak terjadi di Indonesia. Kasus ini dapat diperhatikan baru muncul Ketika
di keluarkannya Undang-Undang perlindungan anak tentang tidak diperbolehkannya lagi
kekerasan fisik disekolah, Jadi anak merasa dia terlindungi, Jadi apapun yang dilakukannya
ia merasa terlindungi.Kemudian pada saat si anak sedang dirumah ia kurang mendapatkan
perhatian ataupun ia masuk ke pesantren ini bukan dari kehendak atau kemauan dari si anak.
Terjadinya bullying ini pasti terjadi pada faktor tertentu dan terjadi karena latar belakang si
anak. Baik itu faktor keluarga atau yang lain. Dari segi Pendidik dalam menyelesaikan kasus
ini, guru akan menyelesaikannya dari pihak keluarga dulu untuk dipertemukan baik dari
keluarga korban dan keluarga pelaku. Tetapi jika tidak ada titik terang setelah
mempertemukan kedua pihak maka akan dikembalikan kepada pihak korban apakah mau
melaporkan ke pihak yang berwajib. Jika dilihat peserta didik yang bersekolah di pesantren
cukup banyak dan untuk memantau anak satu persatu kan juga tidak mungkin. Maka faktor
utama pembulian ini pasti terjadi karena latar belakang si anak. Banyak sekarang para
orangtua menganggap Pesantren itu bengkel yaitu tempat memperbaiki karakter anak.
Sebetulnya tidak, guru hanya melanjutkan pendidikan dari SD, SMP SMA, tapi pendidikan
utama si anak seperti watak dan karakter si anak dasarnya terletak pada orangtuanya sendiri
dan lingkungan dan keluarga. Jadi apabila karakter anak yang sudah dewasa terbentuk keras
maka diibaratkan jika kayu bengkok kita luruskan maka akan patah. Kemudian si anak yang
sudah terbentuk keras dan kurang perhatian, apabila si anak tersebut berselisih paham
dengan temannya maka ia mudah tersulut emosi dan terjadilah seperti kasus tersebut.
Kemudian pada kasus ini ibu (N) mengatakan tidak bisa menyalahkan sekolah seutuhnya.
Jadi orang tua juga harus mengintropeksi diri sendiri apakah salah diawal mendidik si anak.
Ada faktor- faktor tertentu mengapa anak melakukan kekerasan seperti anak yang sudah
terlindungi oleh UU perlindungan anak dibawah umur. Jadi si anak sudah terlalu banyak
dilindungi maka untuk karakter anak saat sekarang susah untuk dibentuk. Selanjutnya Faktor
media sosial karena segala yang terjadi di dunia ini telah terekspost di sosial media dan si
anak akan menonton. Sebagai seorang guru bagaimana cara guru menanamkan moril dan
karakter kepada peserta didik. Menurut ibu (N) sebetulnya dasarnya dari orang tua sekolah
hanya melanjutkan dan menanamkan nilai – nilai agama. Ibarat rumah kuat karena
pondasi.Karena jika dasarnya tidak ada maka akan susah untuk merubah karakter si anak.
Jadi, Menghukum anak dapat dilakukan dengan mendidik bukan dengan menghukum fisik.
Kemudian Pendidikan sekolah harus sinkron dengan orangtua agar Pendidikan anak sejalan.
Jika Kejadian ini terjadi kepada salah satu anak didik ibu (n). Beliau mengatakan bahwa
akan mencari dulu tentang si anak mengapa ia bisa melakukan hal ini dan memanggil orang
tua dan menanyakan kepada si orang tua kegiatan sehari – hari si anak dan hukuman apa
yang diberikan orangtua kepada si anak Ketika sianak salah apakah akan menggunakan
kekerasan fisik atau tidak. Jadi, dari kecil sianak diajarkan meminta maaf dan memaafkan
Ketika berbuat salah, hal itu akan memberikan dampak Ketika sianak akan melakukan
kekerasan fisik ia akan berpikir sekali lagi bahwa ia akan meminta maaf dan akan
memaafkan. Kemudian mengeluarkan pelaku adalah wewenang sekolah karena sudah
mencemarkan nama baik sekolah dan dapat menurunnya reputasi sekolah karena itu ha
sekolah dan karena terjadinya di lingkungan sekolah dan orangtua pelaku harus menerima.
3.2 Hasil Studi Literatur
Istilah kekerasan berasal dari bahasa Latin violentia, yang berarti violence, yang
dalam bahasa latin disebut violentia. Violence erat berkaitan dengan gabungan kata latin
“vis”(daya, kekuatan) dan “latus” yang berasal dari ferre ( membawa ) yang kemudian berarti
membawa kekuatan. Istilah “kekerasan” berasal dari kata dasar “keras” yang berarti kuat,
padat dan tidak mudah hancur, sedangkan bila di beri imbuhan “ke” maka akan menjadi kata
“kekerasan” yang berarti perihal/sifat keras, paksaan dan suatu perbuatan yang menimbulkan
kerusakan fisik atau non fisik/psikis pada orang lain.

Kekerasan dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai perihal (yang bersifat,
berciri) keras, perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan
adalah pemakaian kekuatan yang tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan
emosi yang hebat atau kemarahan yang tidak terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar dan
menghina.

Tindakan kekerasan merupakan fenomena sosial yang sering terjadi di tengah-tengah


kehidupan masyarakat modern saat ini. Tindakan kekerasan dapat dilakukan dari individu
kepada individu dan kelompok kepada individu. Kekerasan sering juga digunakan untuk
kepentingan seseorang. Nanang Martono memberikan penjelasan bahwa kekerasan sebagai
tindakan yang dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya yang menyebabkan adanya
gangguan fisik maupun mental (Martono, 2012).

Dapat kita simpulkan bahwa kekerasan merupakan suatu tindakan yang sengaja
dilakukan oleh individu atau suatu kelompok dengan tujuan melakukan kekerasan kepada
orang lain agar orang lain merasa jera atau tidak berani melawan. Kekerasan terjadi
dikarenakan adanya sumber permasalahan yang tidak selesai atau berujung kepada tindakan
penyimpangan. Kekerasan di lingkungan pendidikan terjadi bukan karena konflik semata,
tetapi dapat juga terjadi disebabkan penguasaan dan kekuasaan yang dipergunakan untuk
melemahkan dan mengalahkan pihak lain.

3.2.1 Jenis-Jenis Kekerasan


1. Berdasarkan bentuknya
Bentuk kekerasan ini dibagi menjadi tiga, yaitu kekerasan fisik, kekerasan struktural,
dan kekerasan psikologis.
1) Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah suatu kekerasan yang terjadi secara nyata atau dapat
dilihat dan dirasakan oleh tubuh secara langsung. Kekerasan fisik ini seringkali
meninggalkan bekas luka bagi penerima kekerasan atau korban tindak kekerasan,
sehingga ketika ingin melaporkan tindak kekerasan ini akan divisum terlebih
dahulu. Adapun wujud dari kekerasan fisik, seperti pemukulan, pembacokan,
bahkan hingga menghilangkan nyawa seseorang. Kekerasan fisik ini bisa juga
disebut dengan kekerasan langsung karena bisa langsung menyebabkan luka pada
korbannya. Kekerasan fisik bukan hanya terjadi di lingkungan luar rumah saja,
tetapi bisa juga terjadi di lingkungan keluarga, seperti Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT).

2) Kekerasan Struktural
Kekerasan structural bisa dibilang sebagai kekerasan yang sangat kompleks
karena bukan hanya berkaitan dengan individu saja, tetapi juga sering terjadi
dengan suatu kelompok. Kekerasan struktural adalah jenis kekerasan yang dapat
terjadi dan pelakunya bisa kelompok atau seseorang dengan cara memakai sistem
hukum, sistem ekonomi, atau norma-norma yang terjadi pada lingkungan
masyarakat. Maka dari itu, kekerasan struktural ini seringkali menyebabkan
terjadinya ketimpangan sosial, baik itu pada pendidikan, pendapatan, keahlian,
pengambil keputusan, dan sumber daya. Dari hal-hal itu bisa memberikan
pengaruh terhadap jiwa dan fisik seseorang. Kekerasan struktural ada yang bisa
diselesaikan dengan cara bermusyawarah atau melalui jalur hukum.

3) Kekerasan Psikologis
Kekerasan psikologis adalah kekerasan yang mana dilakukan untuk melukai
mental atau jiwa seseorang, sehingga bisa menyebabkan seseorang menderita
gangguan jiwa. Kekerasan psikologis ini lebih dikenal oleh masyarakat banyak
dengan nama kekerasan psikis. Bentuk dari kekerasan psikologis biasanya, seperti
ucapan yang menyakitkan hati, melakukan penghinaan terhadap seseorang atau
kelompok, melakukan ancaman, dan sebagainya.
Kekerasan psikologis ini bukan hanya bisa menimbulkan ketakutan saja, tetapi
bisa juga menyebabkan seseorang mendapatkan trauma secara psikis. Jika korban
kekerasan psikis sudah cukup parah, maka ia perlu dibawa ke psikiater atau
psikolog. Selain itu, orang-orang disekitarnya harus tetap mendukungnya agar
mendapatkan keadilan.

2. Berdasarkan pelakunya
Kekerasan bukan hanya dapat dilihat dari bentuk kekerasan saja, tetapi dapat dilihat
juga berdasarkan pelakunya. Adapun kekerasan berdasarkan pelakunya dibagi
menjadi dua, yaitu kekerasan individual dan kekerasan kolektif.

1) Kekerasan Individual

Kekerasan individual adalah jenis kekerasan yang di mana kekerasannya


dilakukan oleh seseorang kepada seseorang lainnya atau bisa juga lebih dari
seseorang. Biasanya kekerasan individual ini terjadi dalam bentuk kekerasan,
seperti pemukulan, pencurian, penganiayaan, dan lain-lain. Kekerasan individual
ini bisa saja terjadi di lingkungan terdekat kita, sehingga kita perlu selalu waspada
agar tidak menjadi korban kekerasan.

2) Kekerasan Kolektif
Kekerasan kolektif adalah kekerasan yang di mana dilakukan oleh sebuah
kelompok atau massa. Biasanya kekerasan ini terjadi karena adanya perselisihan
antar kelompok, sehingga memicu terjadinya tawuran, bentrokan, dan lain-lain.
Kekerasan kolektif ini bisa merugikan infrastruktur yang ada disekitarnya. Lebih
parahnya, kekerasan ini bisa menimbulkan korban jiwa.

3.3 Kompetensi Guru yang Terkait dengan Permasalahan dalam Dunia Pendidikan
Sebelum mengajar di ruang kelas, seorang pendidik dibekali empat kompetensi yang
dipelajari selama masa pendidikan. Kompetensi itu adalah kompetensi pedagogi, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Dengan menguasai seluruh
kompetensi itu, seorang guru diharapkan mampu menjalankan profesinya sebagai pendidik.

1) Kompentensi Pedagogik

Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan
kompetensi pedagogik adalah "kemampuan mengelola pembelajaran peserta didikl
Kompetensi ini sebagai kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat
dilihat dari kemampuan seorang guru dalam merencanakan program belajar mengajar,
kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan
kemampuan melakukan penilaian.

2) Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional adalah kemampuan pendidik dalam penguasaan materi


pembelajaran secara luas dan mendalam, yang memungkinkan mereka membimbing
peserta didik dalam menguasai materi yang diajarkan. Kompetensi profesional
merupakan Penguasaan materi Pembelajaran secara luas dan mendalam, yang
mencakup Penguasaan materi kurikulum mata Pelaiaran di sekolah dan subtansi
keilmuan yang menaungi materinya, serta Penguasaan terhadap struktur dan
metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial.

3) Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidikuntukberkomunikasidan bergaul


secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan' orangtua/wali peserta didik,
dan masyarakat sekitar' Peran yang dibawa pendidik dalam masyarakat berbeda
dengan profesi lain' Oleh karena itu' perhatian yang diberikan masyarakat terhadap
pendidik pun berbeda dan ada kekhususan, terutama adanya tuntutan untuk menjadi
pelopor pembangunan di daerah tempat pendidik tinggal. Kompetensi ini
berhubungan dengan kemampuan pendidik sebagai anggota masyarakat dan sebagai
makhluk sosial, meliputi: (l) kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi
dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional; (2) kemampuan
untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan dan;
(3) kemampuan untuk menjalin ketja sama baik secara individual maupun secara
kelompok.

4) Kompetensi Kepribadian

Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik
kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber
daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang pendidik akan
memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya. Dengan
demikian, pendidik akan tampil sebagai sosok yang patut 'digugu" (ditaati
nasihat/ucapan/perintahnya) dan ditiru (dicontoh sikap dan perilakunya). Kepribadian
pendidik merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam
kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000) menegaskan bahwa kepribadian itulah
yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak
didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak
didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang
sedang mengalami kegoncangan iiwa (tingkat menengah).
BAB IV

ANALISIS DAN PEMECAHAN KASUS

4.1 Pengertian Kekerasan


Kata kekerasan atau bully(ing) diartikan sebagai kekuatan atau kekuasaan
yang
digunakan untuk melukai atau mengintimidasi orang lain. Pengertian ini
memberikan gambaran sederhana bahwa kekerasaan pada dasarnya merupakan
sesuatu yang dilakukan dengan sengaja dan menimbulkan kerugian bagi orang
lain. Kerugian yang ditorehkan oleh tindakan kekerasan juga bermacam-macam,
mulai dari fisik maupun non fisik ( Lis Yulianti Syafrida Siregar,2013).
4.2 Faktor – factor yang mengakibatkan terjadinya kekerasan antar siswa
4.2.1Faktor Individu
 Karakteristik Pribadi : Beberapa siswa mungkin memiliki sifat atau
karakteristik yang membuat mereka lebih mungkin untuk menjadi
pelaku kekerasan, seperti kurangnya empati, rasa rendah diri, atau
perilaku agresif.
 Riwayat Perilaku kekerasan : Siswa yang sebelumnya menjadi korban
atau pelaku kekerasan cenderung melanjutkan pola ini.

4.2.2 Faktor Lingkungan

 Kondisi Keluarga : Pola kekerasan atau disfungsi dalam keluarga


dapat mempengaruhi perilaku siswa. Kurangnya dukungan,
perhatian, atau kontrol orang tua juga dapat berperan.
 Tempat Sekolah : Sekolah yang tidak memiliki pengawasan yang
memadai di area tertentu dapat menjadi tempat di mana pelaku
kekerasan beraksi tanpa hambatan.

4.2.3 Faktor Sosial

 Pengaruh Teman Sebaya : eman sebaya yang mendukung atau


mendorong perilaku kekerasan dapat mempengaruhi siswa untuk
menjadi pelaku kekerasan.
 Media dan Teknologi : Eksposur terhadap kekerasan dalam media
dan penggunaan media sosial dapat mempengaruhi persepsi dan
tindakan siswa terkait kekerasan.

4.2.4 Faktor Tekanan emosional dan stress

 Siswa yang mengalami tekanan emosional, stres, atau masalah


kesejahteraan mental mungkin lebih rentan terhadap perilaku
kekerasan.
4.3 Upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan terjadinya kekerasan di sekolah
antar siswa
Mengatasi masalah pelaku kekerasan antar siswa memerlukan pendekatan holistik
yang melibatkan peran orang tua, sekolah, komunitas, dan masyarakat secara
keseluruhan. Ini termasuk pendidikan, pemahaman, dukungan, dan tindakan
pencegahan yang efektif untuk mengurangi kejadian kekerasan di lingkungan
sekolah. Mencegah terjadinya kekerasan antar siswa memerlukan upaya yang
berkelanjutan dan kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk sekolah, keluarga,
masyarakat, dan siswa sendiri. Berikut adalah beberapa upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan antar siswa:

1. Pendidikan dan Kesadaran


Yaitu peserta didik harus ditanamkan pendidika sikap dan karakter yang baik
yang mana Pendidikan itu didapatkan yang paling utama dari orangtua.
Orangtua dan guru terlibat dalam menumbuhkan kesadaran anti bullying
kepada peserta didik. Dan harus ada kerjasama pendidikan yang sinkron oleh
guru dan orangtua.
2. Pelatihan Guru dan Karyawan sekolah
Guru dan Staff perlu diberikan pelatihan mengenai tanda – tanda kekerasan
dan tindakan untuk mengatasinya. Kemudian Mereka dibantu untuk
mengembangkan keterampilan dalam mengatasi konflik di lingkungan
sekolah.

3. Pengawasan
Meningkatkan pengawasan di lingkungan sekolah, terutama di area yang
rawan terhadap kekerasan. Menerapkan strategi pengawasan yang efektif
untuk mengidentifikasi dan mengatasi perilaku kekerasan.

4. Pengikutsertaan Orangtua
Melibatkan orang tua dalam upaya pencegahan, termasuk melalui
pertemuan, seminar, dan komunikasi rutin. Memberikan sumber daya dan
dukungan kepada orang tua yang mungkin mengalami masalah dalam
keluarga mereka yang mempengaruhi perilaku anak-anak.

5. Kampanye Anti-Bullying
Mengadakan kampanye anti-bullying di sekolah yang menggerakkan seluruh
komunitas sekolah untuk berpartisipasi dalam pencegahan kekerasan.

6. Pelibatan Siswa
Mendorong partisipasi aktif siswa dalam program-program pencegahan dan
memberi mereka perasaan memiliki dan tanggung jawab terhadap lingkungan
sekolah.
Pencegahan kekerasan antar siswa adalah usaha yang terus-menerus
dan memerlukan komitmen dari seluruh komunitas sekolah dan keluarga.
Dengan upaya bersama, kita dapat menciptakan lingkungan sekolah yang lebih
aman dan mendukung bagi semua siswa.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Script wawancara

Anda mungkin juga menyukai