Anda di halaman 1dari 7

INTERAKSI GIZI DAN GEN

TERHADAP KANKER DAN MEKANISME BIOMARKER

A. Latar Belakang
Kanker adalah suatu istilah untuk mendeskripsikan penyakit yang melibatkan
pertumbuhan sel yang tidak normal dan tidak terkendali. Penyakit ini dapat menyebar di
setiap bagian tubuh manusia (Kemenkes, 2019).
Data Global menyatakan kejadian kanker pada tahun 2018 sebanyak 18.1 juta juta kasus
baru dengan angka kematian sebesar 9.6 juta kematian (Kemenkes 2019). Sedangkan kejadian
kanker di Indonesia dari tahun 2013 sebesar 1.4% meningkat di tahun 2018 sebesar 1.8%.
Masyarakat yang paling banyak terkena kanker terdapat pada usia 55-64 tahun dengan
prevalensi sebesar 4.62%. Kejadian kanker banyak terjadi di perkotaan sebesar 2.06%
(Riskesdas, 2018).
Insiden kanker diproyeksikan akan meningkat di masa depan. Oleh karena itu perlu
strategi preventif yang dilakukan. Perubahan pola makan merupakan upaya yang
memungkinkan mengurangi risiko kanker. Secara umum penggunaan biomarker untuk
mengevaluasi kerentanan individu terhadap kanker harus mudah diakses dan diandalkan.
Nutrigenomik berfokus pada pemahaman interaksi antar gen dan pola makan pada seseorang
serta bagaimana respon terhadap komponen makanan bioaktif dipengaruhi oleh gen
seseorang. Zat gizi telah terbukti mempengaruhi gen ekspresi dan menginduksi perubahan
pada molekul DNA dan protein. Pendekatan nutrigenomik memberikan kesempatan untuk
mempelajari bagaimana gen ekspresinya diatur oleh zat gizi dan bagaimana zat gizi
mempengaruhi variasi gen dan peristiwa epigenetik. Nutrigenomik ini berpotensi membantu
mengidentifikasi target molekul yang penting dalam mencegah dan/atau mengurangi gejala
kanker (Ardekani Ali M dan Sepideh Jabbari, 2009).

B. Interaksi Gizi dan Gen dalam Kaitannya dengan Kanker


a. Interaksi Gizi dengan Gen
Ilmu yang mengidentifikasi dan mengkarakterisasi varian gen terkait dengan respons
diferensial terhadap nutrisi dan menghubungkannya dengan berbagai penyakit disebut
dengan nutrigenetika. Sedangkan suatu pendekatan ilmiah pengaruh nutrisi pada gen dan
begitupun sebaliknya disebut dengan nutrigenomik (Farnady, 2020).
Terdapat hubungan 2 arah antara zat gizi dengan genom. Pertama, latar belakang
genetik seseorang dapat menentukan keadaan zat gizi, respon metabolik dan kerentanan
terhadap gangguan kesehatan yang bergantung pada pola makan. Kedua, zat gizi dapat
berfungsi sebagai pengatur faktor transkripsi yang mengubah ekspresi gen. Sederhananya
zat gizi merupakan sinyal dari makanan yang terdeteksi oleh sistem sensor sel yang
mempengaruhi ekspresi gen. Ekspresi gen dapat berubah tergantung komponen makanan
yang dikonsumsi (Elsamanaoudy,.et al 2016).
SNP (Single Nucleotide Polymorphism) merupakan suatu bentuk variasi materi
genetik yang ditunjukan oleh perbedaan nukleotida tunggal (adenin, timin, guanin dan
sitosin) dalam rangkaian susunan DNA (Elsamanaoudy,. et al 2016). SNP ini dapat
diwariskan dan memiliki peran kunci dalam menentukan variasi kerentanan dan tingkat
keparahan penyakit, atau sifat genetik yang dapat menentukan kesehatan seseorang
(Fanardy, 2020).

b. Tinjauan Singkat Tentang Kanker dan Faktor Risiko Gizi


Diet merupakan campuran dari agen pelindung, karsinogen dan mutagenik. Mereka
dimetabolisme oleh enzim dari proses biotransformasi. Polimorfisme genetik yang
mengubah ekspresi protein dan fungsi ini dapat memodifikasi resiko perkembangan
kanker. Diperkirakan bahwa diet yang mengandung karsinogen dan mutagen dapat
memodulasi risiko perkembangan kanker terutama bagi yang rentan secara genetik.
Kelompok makanan bioaktif seperti fitonutrien (tanaman) dan zoonutrien (hewan) dapat
memodulasi risiko kanker. (Elsamanoudy et al., 2016) Berikut ini faktor risiko dari segi
gizi yang berkaitan dengan berbagai jenis kanker. (Key et al., 2020) (Hatta et al., 2021)
Tabel 1. Jenis Kanker dan Faktor Risiko
Jenis Kanker Faktor Risiko
Kanker Esofagus Obesitas
Kanker Hati Alkoholik; Obesitas; Konsumsi senyawa aflatoksin
(biji-bijian, kacang-kacangan, dan buah kering)
Kanker Lambung Mengonsumsi makanan asin dalam jumlah yang
besar.
Kanker Pankreas Obesitas
Kanker Kolokteral Mengonsumsi daging olahan dan daging merah
yang tidak diolah.
Kanker Prostat Genetik; obesitas; peningkatan kadar insulin like
growth-1

C. Studi Kasus atau Temuan Penting


a. Biomarker dalam Nutrigenomika
Nutrigenomika adalah bidang penelitian yang baru dan penting yang mempelajari
interaksi antara faktor gizi dan genetik serta dampaknya pada pencegahan kanker dan
kesehatan masyarakat. Studi tentang interaksi makanan dan gen sangat penting untuk
memahami pengaruh lingkungan yang berkontribusi pada risiko kanker. Komponen
makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi risiko kanker pada manusia, dan
variasi dalam genetik individu dapat mengubah cara tubuh merespons komponen
makanan (Ardekani and Jabbari, 2009;Nicastro, Trujillo and Milner, 2012).
Penilaian pola makan memiliki keterbatasan dalam memperkirakan status gizi dengan
tepat (Thompson et al., 2010). Oleh karena itu, diperlukan alat penilaian yang lebih
akurat dan obyektif untuk menilai status gizi seseorang. Salah satu alat yang digunakan
adalah biomarker nutrisi. Biomarker nutrisi adalah karakteristik khusus yang dapat diukur
secara objektif dalam sampel biologis, dan ini membantu kita menilai status gizi
seseorang dengan lebih akurat daripada hanya melihat pola makan mereka (Potischman,
2003).
Sebagai contoh, jika seseorang mengatakan bahwa mereka makan makanan yang
mengandung banyak zat besi, kita bisa menggunakan biomarker nutrisi, seperti kadar
hemoglobin dalam darah mereka, untuk menentukan apakah mereka memiliki cukup zat
besi dalam tubuh mereka. Hemoglobin adalah protein dalam sel darah merah yang
mengandung zat besi, dan kadar hemoglobin yang rendah dapat mengindikasikan anemia
akibat kekurangan zat besi (Lynch et al., 2018).
Beberapa contoh biomarker nutrisi yang berguna termasuk kadar vitamin dalam darah
(seperti vitamin D), tingkat protein tertentu dalam darah, atau bahkan penanda spesifik
dalam urin. Penggunaan biomarker ini membantu kita mendapatkan gambaran yang lebih
akurat tentang status gizi seseorang dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah
gizi dengan lebih baik (Zheng et al., 2023). Berikut adalah daftar biomarker nutrisi yang
diusulkan, jenis sampel yang digunakan, tujuan penggunaan sebagai biomarker nutrisi,
dan referensi yang terkait (Picó et al., 2019):

Tabel 2. Biomarker Nutrisi


Biomarker Nutrisi Jenis Sampel Tujuan Penggunaan
Konsumsi makanan
Alkilresorsinol Plasma
gandum utuh
Allyl metil
sulfoksida (AMSO)
Air seni Asupan bawang putih
atau alil metil sulfon
(AMSO2)
Allyl metil sulfida
Urin/nafas Asupan bawang putih
(AMS)
Arbutin Plasma Asupan buah pir
Asupan buah dan
Karotenoid Plasma
sayur
Karotenoid dengan Asupan buah dan
Plasma/serum
Vitamin C sayuran
Asupan daging dan
Kreatin Serum
ikan
Asupan daging dan
Kreatinin Air seni
ikan
Asupan kedelai atau
Daidzein Urin/plasma produk berbahan dasar
kedelai
Turunan asam Paparan kopi secara
Air seni
dihydrocaffeic akut dan kebiasaan
Asam eritronik,
sendiri atau dengan
Air seni Asupan gula
fruktosa dan/atau
sukrosa
Asupan kedelai atau
Genistein Urin/plasma produk berbahan dasar
kedelai
Satu metabolisme
Homosistein Plasma
karbon dan status folat
Metabolit
esculeogenin B
Air seni Asupan jus tomat
terhidroksilasi dan
tersulfonasi
Konsumsi daging dan
1-Metilhistidin Air seni
ikan berminyak
n-3 asam lemak:
asam Darah: eritrosit
Status DHA
docosahexaenoic atau trombosit
(DHA)
n-3 asam lemak:
DHA (sebagai Plasma Status DHA
fosfolipid)
n-3 asam lemak:
asam
eicosapentaenoic Plasma Status EPA
(EPA sebagai
fosfolipid)
N -asetil- S -
Asupan bawang merah
(2karboksipropil)sist Air seni
dan bawang putih
ein (CPMA)
Nitrogen* Urine (24 jam) Asupan protein
Konsumsi daging
O –asetilkarnitin Air seni
merah
Asam pentadekanoat Total asupan lemak
Plasma/serum
(C15:0) susu
Fenilasetilglutamin Air seni Asupan sayuran
Floretin Air seni Asupan apel
Phloretin
Air seni Asupan apel
glukuronida
Paparan jeruk akut dan
Prolin betaine Air seni
kebiasaan
S -allylsistein (SAC) Plasma Asupan bawang putih
S -asam
alilmerkapturat Air seni Asupan bawang putih
(ALMA)
Ini adalah daftar biomarker nutrisi yang telah diusulkan, jenis sampel yang digunakan
untuk pengukuran, tujuan penggunaan biomarker sebagai indikator asupan nutrisi, dan
referensi yang relevan(Picó et al., 2019).
Dalam studi gizi, sampel biologis yang umumnya digunakan meliputi darah (plasma,
serum, sel darah), urine, feses, dan sampel yang lebih mudah diperoleh seperti kuku, air
liur, dan rambut. Pemilihan jenis sampel darah melibatkan pertimbangan antara plasma
(fraksi air yang mengandung protein darah, elektrolit, dan metabolit), serum (setelah
pembekuan darah), atau sel darah, terutama eritrosit dan leukosit(Picó et al., 2019).
Alkylresorcinol adalah biomarker dalam penelitian nutrigenomik yang digunakan
untuk mengukur asupan gandum utuh, terutama gandum dan gandum hitam. Mereka
adalah senyawa fenolik yang ditemukan di lapisan luar biji gandum dan gandum hitam.
Konsentrasi alkylresorcinol dalam darah dan jaringan tubuh terkait erat dengan asupan
gandum utuh. Mereka merupakan indikator yang valid untuk mengukur konsumsi
gandum utuh dalam berbagai jenis matriks (Linko-Parvinen et al., 2007).
Metode analisis alkylresorcinol dalam penelitian nutrigenomik umumnya melibatkan
teknik kromatografi cair tingkat tinggi (High-Performance Liquid Chromatography atau
HPLC) yang dikombinasikan dengan deteksi spektrofotometri UV atau deteksi massa
(mass spectrometry). Dalam konteks penelitian, metode ini digunakan untuk mengukur
konsentrasi alkylresorcinol dalam sampel darah, jaringan, atau urine sebagai biomarker
konsumsi gandum utuh dan gandum hitam. Metode ini memungkinkan peneliti untuk
mengukur sejauh mana gandum utuh telah dikonsumsi berdasarkan tingkat
alkylresorcinol yang terdeteksi dalam sampel tersebut. Metode ini telah dikembangkan
dan divalidasi untuk penggunaan dalam penelitian nutrigenomik (Ross, 2012).
b. Genetika dan Asupan Gizi terhadap Risiko Kanker
Kanker adalah penyakit genetik yang disebabkan oleh perubahan dalam gen yang
mengendalikan cara sel tumbuh dan berkembang. Meskipun sebagian besar kanker tidak
jelas terkait dengan gen yang kita warisi dari orangtua, beberapa jenis kanker terkait
dengan keluarga tertentu. Hingga 10% dari semua kanker mungkin disebabkan oleh
perubahan genetik yang diwariskan. Mewarisi perubahan genetik terkait kanker tidak
berarti Anda pasti akan mendapatkan kanker, tetapi meningkatkan risiko Anda untuk
menderita kanker. Tes genetik tertentu dapat menunjukkan apakah Anda mewarisi
perubahan genetik yang meningkatkan risiko kanker. Tes genetik biasanya dilakukan
dengan sampel darah kecil, tetapi terkadang dapat dilakukan dengan air liur, sel dari
dalam pipi, atau sel kulit. Tidak semua orang perlu menjalani tes genetik untuk risiko
kanker, dan dokter atau penyedia layanan kesehatan Anda dapat membantu Anda
memutuskan apakah Anda harus diuji untuk perubahan genetik yang meningkatkan risiko
kanker (Anand et al., 2008).
Asupan gizi dapat memainkan peran dalam memodifikasi risiko kanker. Meskipun
gen memainkan peran dalam perkembangan beberapa jenis kanker, faktor lingkungan
seperti tembakau, pola makan, infeksi, alkohol, obat-obatan, radiasi, dan bahan kimia
lebih penting daripada faktor genetik (keturunan) dalam menentukan perkembangan
sebagian besar kanker (Wu et al., 2018). Namun, beberapa varian genetik atau mutasi
terkait dengan kanker, dan faktor gizi tertentu dapat memengaruhi ekspresi gen-gen ini
(Fenech, Leah and Ferguson, 2011). Sebagai contoh, diet tinggi buah dan sayuran dapat
membantu mengurangi risiko beberapa jenis kanker, sementara diet tinggi daging merah
dan daging olahan dapat meningkatkan risiko beberapa jenis kanker (Maximova et al.,
2020). Selain itu, beberapa penelitian menyarankan bahwa nutrisi tertentu, seperti
vitamin D, dapat membantu mengurangi risiko beberapa jenis kanker. Penting untuk
dicatat bahwa meskipun asupan gizi dapat memainkan peran dalam memodifikasi risiko
kanker, itu bukan jaminan terhindar dari kanker, dan faktor lain seperti genetika dan
paparan lingkungan juga berperan (Garland et al., 2006;Venturelli et al., 2021).

D. Mekanisme Biomarker dalam Konteks Kanker


Biomarker kanker molekuler adalah indikator molekuler yang dapat mengukur resiko
kanker. karakteristik ini dapat berupa molekuler, seluler, fisiologis. biomarker kanker seluler
ini ditemukan di jaringan atau cairan tubuh, diproduksi oleh sel kanker atau sel normal
sebagai respons terhadap kanker. pengujian biomarker dapat melibatkan tumor atau cairan
tubuh untuk mendeteksi perubahan DNA, RNA, Protein atau biomolekul lain yang
memberikan informasi untuk diagnosis kanker, prognosis, pengobatan kanker, memprediksi
respons obat, perubahan molekuler yang berfungsi atau terkait sebagai biomarker kanker
yaitu:
a. Varian Genetik
Germline Varian bawaan atau germline ini beresiko lebih tinggi terkena kanker, terdapat
tiga kelompok menurut frekuensi dan besarnya efek yaitu penetrasi rendah, penetrasi
sedang dan penetrasi rendah. Yang pertama berhubungan dengan sindrom predisposisi
kanker dan kanker keturunan dan merupakan kandidat yang baik untuk digunakan sebagai
biomarker penilaian risiko kanker, karena efeknya yang kuat.
b. Mutasi Genetik Somatik
Ketidakstabilan genom adalah ciri penting sel kanker, yang mendorong evolusi kanker
dan adaptasinya terhadap perubahan lingkungan mikro. Sebagian besar kanker disebabkan
oleh akumulasi mutasi somatik, beberapa di antaranya spesifik untuk suatu jenis kanker,
sementara yang lain juga dimiliki oleh jenis kanker lainnya.
c. Varian Epigenetik
Varian epigenetik menyebabkan perubahan dalam metilasi DNA atau modifikasi protein
histon, tanpa mempengaruhi urutan pengkodean DNA. Namun, mereka mempengaruhi
struktur dan stabilitas DNA serta memainkan peran penting dalam karsinogenesis.
d. Perubahan Transkripsional
Transkriptome manusia mencakup RNA pengkode atau messenger (mRNA) dan RNA
nonpengkode (ncRNA).
e. Perubahan Promteonik
f. Proteomik Perubahan terkait kanker pada tingkat DNA dan RNA juga diamati pada
tingkat protein, meskipun ekspresi gen tidak selalu berkorelasi dengan ekspresi protein.
g. Fenotip Seluler
Perubahan ekspresi gen dan protein dapat mengakibatkan perubahan morfologi dan fungsi
sel, yang disebut fenotip seluler. Ciri-ciri fenotipik ini mencerminkan keragaman jalur
yang terlibat dalam ekspresi fenotip tertentu.
Sumber biomarker kanker molekuler terdapat berbagai jenis sampel, dengan jaringan
tumor yang paling banyak dianalisis. alternatif untuk biopsi tumor adalah biopsi cair, yang
sebagian besar bersifat non-invasif. jenis sampel non tumor yang paling umum digunakan
untuk analisis biomarker kanker adalah darah, urin, tinja dan yang lebih jarang hembusan
nafas, usapan air liur, cairan serebrospinal, dahak dan cairan tubuh lainnya.
Contohnya kanker Limfoma dan leukemia diperksa dengan penataan ulang gen BCL 2
untuk mendiagnosis dan perencanaan terapi dengan pengambilan sampel tumor jaringan atau
tulang sumsum dan pengambilan kotoran urin di dalam darah.
Teknologi Biomarker Sintesis, dapat mengatasi kesulitan terkait dengan biomarker
kanker, seperti sensitivitas atau spesifisitas yang rendah terhadap keterbatasan teknis, namun
biomarker sintesis ini sedang dikembangkan. teori biomarker sintetik ini berbasis aktivitas
yang memberikan agen eksogen yang mencakup komponen sensor yang direkayasa secara
biologis. agen ini ditargetkan pada karakteristik aktivitas/fisiologi sel kanker dan
mengarahkan tumor untuk melepaskan biomarker sintetik, sehingga menghasilkan produksi
sinyal yang dapat dideteksi. contoh termasuk biomarker sintetik yang diaktifkan protease atau
probe molekul kecil.
Contohnya PCR/PCR digital aplikasi deteksi mutasi urutan yang ditargetkan, fusi gen atau
metilasi DNA dengan keuntungan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, sederhana,
reprodusibilitas yang baik, biaya murah. kekurangan terbatas pada mutasi yang ditargetkan
dan throughput yang terbatas.

E. Kesimpulan
- Ringkas temuan dan implikasi penting dari topik ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anand, P. et al. (2008) ‘Cancer is a preventable disease that requires major lifestyle changes’,
Pharmaceutical Research, 25(9), pp. 2097–2116. doi: 10.1007/s11095-008-9661-9.
2. Ardekani, A. M. and Jabbari, S. (2009) ‘Nutrigenomics and cancer.’, Avicenna journal of
medical biotechnology. Iran, 1(1), pp. 9–17.
3. Fenech, M., Leah, E. and Ferguson, L. R. (2011) ‘Nutrigenetics and Nutrigenomics :
Viewpoints on the Current Status and Applications in Nutrition Research and Practice’,
Journal Nutrigenet Nutrigenomics, 5000, pp. 69–89. doi: 10.1159/000327772.
4. Garland, C. F. et al. (2006) ‘The Role of Vitamin D in Cancer Prevention’, 96(2), pp. 252–
261. doi: 10.2105/AJPH.2004.045260.
5. Linko-Parvinen, A. M. et al. (2007) ‘Alkylresorcinols from whole-grain wheat and rye are
transported in human plasma lipoproteins’, Journal of Nutrition, 137(5), pp. 1137–1142. doi:
10.1093/jn/137.5.1137.
6. Lynch, S. et al. (2018) ‘Biomarkers of Nutrition for Development (BOND)-Iron review’,
Journal of Nutrition. American Society for Nutrition., 148, pp. 1001S-1067S. doi:
10.1093/jn/nxx036.
7. Maximova, K. et al. (2020) ‘Co-consumption of Vegetables and Fruit, Whole Grains, and
Fiber Reduces the Cancer Risk of Red and Processed Meat in a Large Prospective Cohort of
Adults from Alberta’s Tomorrow Project.’, Nutrients. Switzerland, 12(8). doi:
10.3390/nu12082265.
8. Nicastro, H. L., Trujillo, E. B. and Milner, J. A. (2012) ‘Nutrigenomics and Cancer
Prevention’, Current Nutrition Reports, 1(1), pp. 37–43. doi: 10.1007/s13668-011-0007-6.
9. Picó, C. et al. (2019) ‘Biomarkers of nutrition and health: New tools for new approaches’,
Nutrients, 11(5), pp. 1–30. doi: 10.3390/nu11051092.
10. Potischman, N. (2003) ‘Biologic and methodologic issues for nutritional biomarkers.’, The
Journal of nutrition. United States, 133 Suppl 3, pp. 875S-880S. doi: 10.1093/jn/133.3.875S.
11. Ross, A. B. (2012) ‘Analysis of alkylresorcinols in cereal grains and products using ultrahigh-
pressure liquid chromatography with fluorescence, ultraviolet, and coulArray electrochemical
detection’, Journal of Agricultural and Food Chemistry, 60(36), pp. 8954–8962. doi:
10.1021/jf301332q.
12. Thompson, F. E. et al. (2010) ‘Need for technological innovation in dietary assessment.’,
Journal of the American Dietetic Association. United States, 110(1), pp. 48–51. doi:
10.1016/j.jada.2009.10.008.
13. Venturelli, S. et al. (2021) ‘Vitamins as Possible Cancer Biomarkers : Significance and
Limitations’, pp. 1–23.
14. Wu, S. et al. (2018) ‘Evaluating intrinsic and non-intrinsic cancer risk factors’, Nature
Communications. Springer US, 9(1). doi: 10.1038/s41467-018-05467-z.
15. Zheng, J. et al. (2023) ‘Biomarkers of Micronutrients and Phytonutrients and Their
Application in Epidemiological Studies’, Nutrients, 15(4). doi: 10.3390/nu15040970.
16. Elsamanoudy, A. et al. (2016) ‘The role of nutrition related genes and nutrigenetics in
understanding the pathogenesis of cancer’, Journal of Microscopy and Ultrastructure, 4, p.
115. doi: 10.1016/j.jmau.2016.02.002.
17. Key, T. J. et al. (2020) ‘Diet, nutrition, and cancer risk: What do we know and what is the
way forward?’, The BMJ, pp. 1–9. doi: 10.1136/bmj.m511.
18. Fanardy Angeline. (2020). ‘Nutrigenme’. CDK-283/ vol. 47 no.2 Email:
angel.fanardy@gmail.com
19. Kaur Sarhadi, Virinder. Armengol, Gemma. (2022) Molecular Biomarkers in Cancer. Journal
of Biomolecules 2022, 12, 1021. https://doi.org/10.3390/biom12081021

Anda mungkin juga menyukai