Anda di halaman 1dari 11

RANGKUMAN BAB VII

STRATIFIKASI SOSIAL

Istilah “stratifikasi” (stratification) berasal dari istilah ilmu Geologi, “strata”,

yaitu lapisan tanah yang dibentuk oleh proses alam. Dalam masyarakat

Barat, istilah “stratifikasi” digunakan untuk menggambarkan lapisan

utama masyarakat: kelas atas (upper class), kelas menengah (middle

class), dan kelas bawah (lower class).

Untuk memahami masing-masing kelas, dibagi-bagi lagi


dari tiap kategori menjadi beberapa kelas-kelas kecil (terutama
berdasarkan pekerjaannya). Masyarakat feodal terdiri dari bangsawan
dan tani hamba. Masih menjadi bahan perdebatan apakah pada era
ketika masyarakat masih berkelompok mengumpulkan makanan
dan berburu (food gatherer dan hunter) dapat dibagi berdasarkan
stratifi kasi sosial, ataukah pembagian semacam itu dapat digunakan
sejak era pertanian (agriculture) dan kegiatan ekonomi pertukaran
(barter) antar-kelompok masyarakat. Patokan untuk menentukan
stratifi kasi sosial muncul pada titik ketika ketidaksamaan status
antara manusia menjadi gejala yang nyata.

Konsep-konsep yang harus dipahami dalam kaitannya dengan


stratifi kasi sosial, antara lain:
• Penggolongan;
• Sistem sosial;
• Lapisan hierarkis;
• Kekuasaan;
• Privilese; dan
• Prestise.

Harus dibedakan antara stratifikasi sosial dan diferensiasi


sosial meskipun keduanya sama-sama membedakan manusia
dalam kelompok-kelompok sosial. Diferensiasi sosial adalah proses
penempatan orang-orang dalam berbagai kategori sosial yang
berbeda, yang didasarkan pada perbedaan yang diciptakan secara
sosial. Dalam hal ini, diferensiasi sosial adalah variasi masyarakat
berdasarkan pekerjaan, prestise, dan kekuasaan dalam kelompok
masyarakat yang dikaitkan dengan interaksi sosial yang lain.
PERBEDAAN DIFERENSIASI SOSIAL

DAN STRATIFIKASI SOSIAL

DIFERENSI SOSIAL
o Pengelompokan secara horizontal
o Berdasarkan ciri dan fungsi
o Distribusi kelompok
o Genotipe
o Kriteria biologis/fisik sosiokultural

STRATIFIKASI SOSIAL
o Pengelompokan secara vertikal
o Berdasarkan posisi, status, kelebihan yang dimiliki, dan sesuatu yang dihargai
o Distribusi hak dan wewenang
o Stereotipe
o Kriteria ekonomi, pendidikan, kekuasaan, dan kehormatan

PENGERTIAN-PENGERTIAN STRATIFIKASI SOSIAL

Yang dimaksud dengan stratifikasi sosial adalah pengelompokan secara vertikal. Plato
menganggap bahwa pelapisan sosial adalah biasa. Baginya, tidak ada kesetaraan idealistis di
kalangan manusia untuk menghargai bakat dan kemampuan. Dia berpandangan bahwa alam
membuat kemampuan manusia berbeda, baik karena pengejaran fisik maupun intelektual atau
karena mencapai kebajikan.
Plato menganggap ketidaksetaraan dan perbedaan status dan kelas
merupakan hal yang ditentukan oleh Tuhan. Dengan demikian, bakat
dan kemampuan intelektual dianggap bukan karena pengalaman
dan sebab-sebab material. Status dan kelas dianggap sebagai suatu
yang ada dan membawa konsekuensi bagi posisinya masing-masing,
tetapi ia tak mempermasalahkan perbedaan yang membawa efek
eksploitatif.
Dalam Bukunya Republic, ia juga mengatakan bahwa berdasarkan atas prinsip
bakatnya, anggota negara yang ideal dibagi menjadi tiga kelas:
- Penguasa (pemimpin): kelas penguasa adalah pemimpin yang
memiliki nalar baik. Kelas ini menentukan seluruh bagian negara
melalui legislasi dan aturan umum;
- Prajurit: mereka adalah pribadi-pribadi yang menggunakan
kebesaran nafsu dan jiwanya yang berani. Kelas ini mencakup
golongan militer dan pejabat administratif, tugasnya menjaga
negara dan menegakkan hukum; dan
- Produsen: mereka yang dikaitkan dengan pancaindranya. Mereka
adalah bagian besar dari rakyat yang bertugas menyediakan
kebutuhan material untuk masyarakat.
Setelah Plato, Aristoteles mengatakan bahwa setiap orang harus dicintai sesuai dengan
kelebihannya, yang lebih rendah harus mencintai yang lebih tinggi daripada yang tinggi
mencintai yang lebih rendah; para istri, anak-anak, dan rakyat harus memberikan cinta
kepada suami, orangtua, monarki secara lebih daripada suami, orangtua, monarki berikan
kepada mereka. Stratifikasi sosial merupakan ciri yang tetap dan umum dalam
setiap masyarakat yang hidup teratur. Barangsiapa yang memiliki
sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak dianggap
masyarakat memiliki kedudukan dalam lapisan atas.
Soerjono Soekanto, mengutip Pitirim A. Sorokin, mengatakan bahwa stratifikasi sosial
adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat
(hierarkis). Sementara itu, Max Weber mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai
penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam
lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan , previlese, dan prestise. Cuber
mengartikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-
hak yang berbeda.

Terjadinya Stratifikasi Sosial


Untuk meneliti terjadinya proses lapisan dalam masyarakat, pokok-pokoknya adalah:
Sistem lapisan berpokok pada sistem pertentangan dalam masyarakat. Sistem
demikian hanya mempunyai arti khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu yang
menjadi objek penyelidikan Sistem lapisan dapat dianalisis dalam arti-arti sebagai
berikut:
Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti penghasilan, kekayaan, dan
keselamatan (kesehatan, laju kejahatan);
Sistem pertanggaan yang diciptakan oleh para warga masyarakat (prestise dan
penghargaan);
Kriteria sistem pertanggaan dapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan
kelompok kerabatan tertentu, milik, wewenang, atau kekuasaan ;
Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian,
perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi, dan sebagainya;
Mudah sukarnya bertukar kedudukan; dan
Solidaritas di antara individu atau kelompok-kelompok sosial yang menduduki
kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat.

Proses terjadinya stratifikasi sosial sendiri bisa terjadi secara otomatis karena faktor-faktor
yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya, kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat
keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat. Bisa pula terjadi dengan sengaja untuk
tujuan bersama. Biasanya, dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi
dalam organisasiorganisasi formal, seperti pemerintahan, partai politik, perusahaan,
perkumpulan, dan angkatan bersenjata.

Fungsi Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat


Stratifikasi sosial dapat berfungsi sebagai berikut:
Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti menentukan penghasilan,
tingkat kekayaan, keselamatan, dan wewenang pada jabatan/pangkat/kedudukan
seseorang;
Sistem pertanggaan (tingkatan) pada strata yang diciptakan masyarakat yang
menyangkut prestise dan penghargaan, misalnya pada seseorang yang
menerima anugerah penghargaan/gelar/kebangsawanan, dan sebagainya;
Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat melalui kualitas pribadi,
keanggotaan kelompok, kerabat tertentu, kepemilikan, wewenang, atau
kekuasaan ;
Penentu lambang-lambang (simbol status ) atau kedudukan, seperti tingkah laku,
cara berpakaian, dan bentuk rumah;
Tingkat mudah tidaknya bertukar kedudukan; dan
Alat solidaritas di antara individu-individu atau kelompok yang menduduki sistem
sosial yang sama dalam masyarakat.

Fungsi stratifikasi sosial sebagaimana dikatakan oleh Kingsley Davis dan Wilbert Moore:
Stratifikasi sosial menjelaskan kepada seseorang “tempat”-nya dalam
masyarakat sesuai dengan pekerjaan, menjelaskan kepadanya bagaimana ia
harus menjalankannya dan sehubungan dengan tugasnya menjelaskan apa dan
bagaimana efek serta sumbangannya kepada masyarakatnya;
Karena peranan setiap tugas dalam setiap masyarakat berbeda-beda dengan
sering adanya tugas yang kurang dianggap penting oleh masyarakat (karena
beberapa pekerjaan meminta pendidikan dan keahlian terlebih dahulu),
berdasarkan perbedaan persyaratan dan tuntutan atas prestasi kerja,
masyarakat biasanya memberi imbalan kepada yang melaksanakan tugas
dengan baik dan sebaliknya “menghukum” yang tidak atau kurang baik. Dengan
sendirinya, terjadilah distribusi penghargaan, yang menghasilkan dengan
sendirinya pembentukan stratifi kasi sosial ; dan
Penghargaan yang diberikan biasanya bersifat ekonomis, berupa pemberian
status sosial atau fasilitas-fasilitas yang karena distribusinya berbeda (sesuai
dengan pemenuhan persyaratan dan penilaian terhadap pelaksanaan tugas)
membentuk struktur sosial.

Sifat Stratifikasi Sosial


Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya, pelapisan sosial dibedakan menjadi sistem
pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem pelapisan sosial
campuran.
o Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi ini adalah stratifikasi yang anggota dari setiap strata sulit mengadakan
mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas, terbatas pada mobilitas horizontal saja.
Contoh: sistem kasta. Dalam sistem seperti yang berlaku di India ini, kaum Sudra tidak
bisa pindah posisi naik ke lapisan Brahmana. Lapisan tertutup juga lebih didasarkan
pada faktor-faktor yang bersifat ascribed, suatu lapisan yang terjadi bukan karena usaha
atau kegagalan seseorang, melainkan karena berdasarkan kelahiran. Menjadi putra
mahkota di Jepang, pangeran di Inggris, atau di kerajaan Yogyakarta bukan karena
pendidikan, melainkan karena kelahiran berdasarkan tradisi masyarakat. Ini berarti
bahwa tidak setiap warga negara Inggris dapat menjadi pangeran Inggris, dan tidak
setiap warga Jepang akan dapat menjadi putra mahkota Jepang.
o Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya besar. Setiap anggota strata dapat
bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horizontal. Contoh: seorang
miskin karena usahanya bisa menjadi kaya atau sebaliknya. Seorang yang tidak/kurang
pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan usaha.
o Stratifikasi Sosial Campuran
Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan
terbuka. Misalnya, seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di
Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan
rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di
Jakarta.

KONSEP KELAS SOSIAL


Pendukung teori struktural-fungsional memandang bahwa untuk mengatasi terjadinya
stratifikasi sosial yang lazim terjadi di negara-negara berkembang, hierarki sosial
diperlukan untuk membuat struktur sosial stabil. Talcott Parson menegaskan bahwa
stabilitas dan tata tertib sosial dicapai dengan sarana konsensus nilai-nilai universal
yang ada di masyarakat, untuk membuat syarat-syarat berjalannya fungsi-fungsi
masyarakat.
Sementara itu, sebaliknya, teori konflik sebagaimana marxisme beranggapan
bahwa stratifikasi sosial terjadi karena kurangnya akses terhadap sumber daya
ekonomis maupun sulitnya mobilitas sosial. Ilmu sosial non-marxis tidak membagi
masyarakat ke dalam kelas-kelas berdasarkan hubungannya dengan kepemilikan alat-
alat produksi. Max Weber, misalnya, membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas
berdasarkan tingkat penghasilannya. Talcott-Parson, sosiolog lain, membagi
masyarakat ke dalam “golongan fungsional”. Kedua teori ini tidak melihat, bahkan
menyangkal, bahwa proses ekonomi adalah proses utama yang melandasi dinamika
masyarakat.
Menurut Blowers dan Thomson:
“Perbedaan fundamental antara konsepsi Weber dan konsepsi Marx adalah bahwa apabila
Weber mengemukakan tiga dimensi yang terpisah dan pada hakikatnya independen bagi syarat-
syarat eksistensi sosial, maka Marx, walaupun menerima diferensiasi sosial yang mencakup hal-
hal lain selain hubungan-hubungan ekonomi murni, memandangnya sebagai sesuatu yang
strukturnya, bagaimana pun juga, pasti ditentukan oleh hubungan-hubungan ekonomi,
khususnya hubungan-hubungan kepunyaan ekonomi.
Marxisme tidak pernah menolak pentingnya ras, gender, dan
etnis dalam pendekatan analisis kelas. Akan tetapi, kaum “non-kelas”
ini mempersoalkan ketidakadilan terhadap gender, etnis, serta ras
dan mengira hal itu dapat dihapus di luar pendekatan kelas. Seorang
perempuan tuan tanah dan pembantu-pembantunya memiliki
“identitas esensial”, seperti halnya seorang perempuan tani bekerja
di bawah upah rendah; seorang bersuku Indian dari pemerintahan
neo-liberal memiliki sebuah “identitas” yang sama dengan petani
perempuan Indian yang kehilangan tanah karena politik ekonomi
pasar bebas.

UNSUR-UNSUR PELAPISAN SOSIAL


Kedudukan (Status)
Kedudukan (status ) mempunyai dua arti. Secara abstrak, kedudukan berarti tempat
seseorang dalam suatu pola tertentu. Dengan demikian, seseorang dikatakan
mempunyai beberapa kedudukan karena seseorang biasanya ikut serta dalam perbagai
pola kehidupan.
Macam-macam kedudukan, yakni:
Ascribed Status: kedudukan yang didapatkan karena seseorang dilahirkan
(turun-temurun). Juga, berarti bahwa kedudukan tersebut didapatkan dalam
masyarakat tanpa memerhatikan perbedaan-perbedaan ruhaniah dan
kemampuan;
Achieved Status: kedudukan yang diperoleh karena berusaha secara sengaja,
tidak karena warisan orangtua. Bisa didapatkan karena kedudukan bersifat
terbuka bagi siapa saja yang mampu mencapainya;
Assigned Status: kedudukan yang diperoleh karena diberikan diberikan bukan
karena turunan, tetapi karena pertimbangan tertentu, bisa jadi karena yang diberi
dianggap memiliki kemampuan untuk mendapatkannya.
Bisa jadi seseorang memiliki banyak atau beberapa kedudukan dalam masyarakat.
Akan tetapi, selalu ada satu saja kedudukan yang menonjol atau paling dikenal oleh
orang lain (masyarakat). Pada kedudukan yang menonjol, hal itu tergantung pada orang
lain yang memersepsikannya. Biasanya, orang akan memandang kedudukannya
berdasarkan peran kedudukan saat orang lain berinteraksi.

Peranan (Role)
Peranan (role ) disebut sebagai aspek dinamis kedudukan (status ).
Keduanya sangat berkaitan dan tak dapat dipisahkan.
Suatu peranan paling sedikit mencakup tiga hal, yaitu:
• Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
kemasyarakatan;
• Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi; dan
• Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial.
Perihal aneka peranan yang melekat pada individu dalam masyarakat penting karena
hal-hal sebagai berikut:
• Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat
hendak dipertahankan kelangsungannya;
• Peranan-peranan seyogianya dilekatkan pada individu-individu yang oleh
masyarakat dianggap mampu untuk melaksanakannya. Mereka harus telah
terlatih dan mempunyai hasrat untuk melaksanakannya;
• Dalam masyarakat, kadang-kadang dijumpai individu yang tak mampu
melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan masyarakat karena
mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan kepentingan-kepentingan
pribadinya yang terlalu banyak; dan
• Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum
tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang.
Bahkan, sering terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang tersebut.

Privilege
Privilege berarti hak istimewa, hak yang jarang didapat orang lain. Jadi, previlege merupakan
hak untuk mendapatkan perlakuan khusus akibat kedudukan dan kekuasaannya di
masyarakat. Distribusi privilege membagi masyarakat ke dalam kelompok yang memiliki
dan yang tidak memiliki. Kelompok strata atas memiliki kekebalan, pendapatan, dan hak-hak
prerogatif, kebebasan, dan pilihan-pilihan yang kurang sesuai dengan strata bawah. Privilege
memiliki dua aspek utama, yakni ekonomi dan kultural. Beberapa privilege secara langsung
dihubungkan dengan posisi ekonomi individual. Orang yang memiliki banyak uang dan
mendapatkan kesejahteraan yang lebih besar dapat memperoleh banyak keuntungan, seperti
pelayanan kesehatan yang baik dan dapat menghindari setiap kesulitan hidup. Sedangkan,
yang dimaksud dengan “privilege budaya” adalah dukungan nilai-nilai budaya dan kaidah-
kaidah atau norma-norma yang menyebabkan didapatkannya keuntungan atau hak istimewa.
Misalnya, di Islam laki-laki mendapatkan hak istimewa dalam pewarisan karena
mendapatkan bagian dua kali lebih banyak dari perempuan.

Prestige
Prestige merupakan kehormatan yang diberikan pada orang yang memiliki kekuasaan atau
status tertentu. Masalah kehormatan tentu saja bersifat relatif, berkaitan dengan kebudayaan
dan nilai-nilai masing-masing. Misalnya, di kalangan pondok pesantren seorang kiai sangat
dihormati. Akan tetapi, ketika ia berada di tempat lain, belum tentu ia mendapatkan
kehormatan.

MOBILITAS SOSIAL
Mobilitas sosial (gerak sosial ) adalah proses perpindahan dari kedudukan satu ke kedudukan
lainnya yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack mobilitas sosial adalah suatu gerak
dalam struktur, yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial.
Struktur sosial mencakup sifat hubungan antara individu dalam kelompok serta
hubungan antara individu dan kelompoknya.

o Cara Untuk Melakukan Mobilitas Sosial


Perubahan Standar Hidup
Standar hidup mengacu pada gaya, selera, dan tingkat konsumsi
ekonomi dan budaya yang menunjukkan status sebagaimana
layaknya orang kaya atau kelas atas. Dengan bergaya seperti laiknya
orang kaya, berarti akan dilihat seakan status kita naik (di mata
orang lain) meskipun penghasilan tak sebanyak orang-orang yang
ingin ditirunya. Pun, orang yang penghasilannya tinggi, tetapi gaya
hidup dan standar gaya dan konsumsi budayanya rendah, biasanya akan
dipandang orang lain statusnya rendah. Artinya, kenaikan
penghasilan tidak dengan serta-merta menaikkan status seseorang,
tetapi akan merefleksikan suatu standar hidup yang lebih tinggi.
Perkawinan
Perkawinan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan status
sosial yang lebih tinggi. Tentunya jika menikah dengan orang yang
kaya dan punya status tinggi. Jika seorang perempuan dari keluarga
miskin menikah (dinikahi) laki-laki kaya statusnya akan naik. Ini
karena pernikahan adalah menyatukan dia dengan suaminya, yang
dipandang orang lain juga sebagai satu kesatuan. Suaminya yang
kaya akan menutupi segala kekurangan-kekurangannya yang dibawa
dari latar belakangnya.
Perubahan Tempat Tinggal
Rumah atau tempat tinggal biasanya dianggap sebagai wakil tingkat
kekayaan seseorang yang sudah berkeluarga. Untuk meningkatkan
status sosial, seseorang dapat berpindah tempat tinggal dari tempat
tinggal yang lama ke tempat tinggal yang baru. Atau, dengan cara
merekonstruksi tempat tinggalnya yang lama menjadi lebih megah,
indah, dan mewah.
Perubahan Tingkah Laku
Kelas atas biasanya memiliki karakter budaya, mulai pakaian,
perkataan, tingkah laku, dan lain-lain yang lahir dari posisi kelasnya.
Karena terdidik dengan baik dan banyak mengonsumsi pengetahuan,
misalnya buku-buku atau majalah-majalah papan atas, perkataannya
sering menggunakan bahasa-bahasa yang berbeda dengan yang
digunakan dengan kelas bawahan.
Perubahan Nama
Dalam suatu masyarakat, sebuah nama diidentifikasikan pada
posisi sosial tertentu. Nama-nama bangsawan akan beda dengan
nama-nama rakyat jelata. Oleh karena itu, tak mengherankan jika
gerak ke atas dapat dilaksanakan dengan mengubah nama yang
menunjukkan posisi sosial yang lebih tinggi. Sebagai contoh: di
kalangan masyarakat feodal Jawa, ketika seorang yang awalnya
rakyat biasa diangkat menjadi pejabat (pamong praja), ia biasanya
akan mengubah namanya sebagaimana kedudukannya yang baru,
ditambahi nama depan “raden”.

o Faktor-Faktor Penghambat Mobilitas Sosial


Faktor-faktor penghambat itu antara lain sebagai berikut:
Rasialisme, yaitu perasaan/pandangan bahwa ras yang dianggap
rendah tidak boleh menduduki tempat-tempat atau posisi-posisi
sebagai mana ras lainnya. Misalnya, ras berkulit hitam atau
berwarna hanya dipandang pantas sebagai kelas pekerja atau
budak. Pandangan seperti itu akan membuat orang yang berasal
dari ras yang dipandang rendah akan sulit untuk naik kelas;
Agama, seperti yang terjadi pada agama-agama yang mendukung
sistem kasta, misalnya di India. Tentu bukan hanya agama
yang bersistem kasta saja yang menyebabkan sulitnya mobilitas sosial.
Akan tetapi, jika mobilitas sosial akan terjadi bila
seseorang mempunyai semangat kemajuan dan kreativitas atau
pengetahuan, agama yang hanya membuat orang hanya bisa
pasrah pada keadaan juga merupakan hambatan budaya.
Kecenderungan agama yang hanya membuat manusia berpasrah
pada keadaan (fatalisme), dengan doktrin “biarlah kalian
bersusah-susah di dunia, sabar saja karena nanti kesengsaraan
itu akan dibalas di surga dengan kenikmatan tiada tara” akan
membuat kelas bawah tidak bersemangat kemajuan untuk
mengubah nasibnya. Ajaran kedermawanan, seperti zakat,
juga membuat orang merasa bahwa solusi kemiskinan adalah
pemberian dan pertolongan orang lain.
Kemiskinan , yaitu suatu kondisi yang membuatnya tidak
memiliki modal untuk membiayai diri mendapatkan pendidikan
(pengetahuan dan keterampilan) sehingga ia tak akan bisa
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Perbedaan jenis kelamin, yaitu pandangan yang menganggap
bahwa suatu kedudukan atau pekerjaan hanya pantas dilakukan
oleh jenis kelamin tertentu. Pandangan yang menyatakan bahwa
jenis kelamin perempuan tidak layak untuk menduduki jabatan
tertentu (misalnya, presiden atau bupati) akan menghambat
mobilitas sosial kaum perempuan. Pandangan yang memandang
perempuan lemah dan hanya boleh berperan dalam ranah
publik jelas akan menghambat mobilitas perempuan untuk naik
kelas;
Budaya Kolusi dan Nepotisme, yaitu budaya memberikan jabatan
dan kedudukan pada anggota keluarga, kerabat dan saudara, atau
orang-orang yang memberinya sogokan. Rekrutmen pekerjaan
dan kedudukan/jabatan bukan didasarkan pada kemampuan dan
kecerdasan seseorang, melainkan pada kedekatan emosional atau
karena sogokan. Ini merupakan salah satu hambatan bagi orangyang
ingin atau yang mampu menduduki jabatan.

o Beberapa Bentuk Mobilitas Sosial


Di bawah ini adalah bentuk-bentuk mobilitas sosial yang ada di
masyarakat, antara lain:
Mobilitas Sosial Horizontal
Ini adalah gerak sosial ketika terjadi peralihan individu atau objek-objek
sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial
lainnya yang tingkatannya sederajat. Tidak terjadi perubahan
dalam derajat kedudukan seseorang dalam mobilitas sosialnya yang
mendatangkan kehormatan, penghasilan yang lebih banyak, atau
status sosial yang baru. Misalnya, pergantian kewarganegaraan,
seperti warga asing yang karena pindah ke Indonesia mengganti status
kewarganegaraannya.
Mobilitas Sosial Vertikal
Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau
objek-objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial
lainnya yang tidak sederajat, lebih tinggi atau lebih rendah.
Mobilitas Antargenerasi
Mobilitas antargenerasi berarti mobilitas yang terjadi antara dua
generasi atau lebih, misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak,
generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas ini ditandai dengan
perkembangan taraf hidup, baik naik atau turun dalam suatu
generasi. Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan,
melainkan pada perpindahan status sosial suatu generasi ke generasi
lainnya.
Mobilitas Intragenerasi
Mobilitas sosial intragenerasi adalah mobilitas yang dialami oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam satu generasi. Misalnya,
si B awalnya hanyalah seorang buruh. Akan tetapi, karena ia tekun
bekerja, rajin menabung, dan bisa memanfaatkan peluang-peluang,
akhirnya ia membangun usaha sendiri setelah memutuskan siap keluar
dari pabrik. Usahanya ternyata semakin besar dan mendapatkan
banyak keuntungan, bahkan kemudian ia punya banyak karyawan.
Penghasilannya kian bertambah besar setelah usahanya diperbesar.
Maka, ia akhirnya menjadi orang kaya. Karena ia juga aktif di partai
politik dan di kalangan rakyat kecil namanya cukup populis, suatu
saat ia maju dalam pemilihan DPR di daerahnya, dia pun terpilih.
Dengan posisi itu, dia kian kaya.
Gerak Sosial Geografis
Gerak sosial geografis adalah gerak sosial yang melampaui geografi ,
seperti wilayah, status kewarganegaraan/kependudukan, dan lain
sebagainya. Jadi, ada perpindahan individu atau kelompok dari satu
daerah ke daerah lain.
o Saluran-Saluran Mobilitas Sosial
Saluran-saluran mobilitas sosial yang ada di masyarakat, antara
lain:
Organisasi Ekonomi
Organisasi ekonomi, seperti perusahaan, koperasi, BUMN, dan lain-lain
merupakan lembaga strategis untuk memperoleh pendapatan
seseorang. Dalam lembaga ini, dimungkinkan prestasi dan hasil
kerjanya dihargai yang akan membuatnya dipromosikan untuk
mendapatkan pangkat yang lebih tinggi.
Angkatan Bersenjata
Angkatan bersenjata adalah lembaga tempat aturan kepangkatannya
sangat jelas. Selain itu, lembaga ini sangat strategis mengingat
posisinya yang penting, terutama di negara-negara berkembang
atau negara-negara ketiga yang stabilitas politik dan keamanannya
masih belum stabil. Kemenangan angkatan bersenjata adalah karena ia
memegang senjata dan merupakan organisasi yang selalu
dibutuhkan.
Lembaga Pendidikan
Pendidikan dianggap sebagai social elevator
(perangkat) yang bergerak dari kedudukan yang rendah ke kedudukan
yang lebih tinggi. Mengapa demikian? Dalam pendidikan, orang
dididik untuk menyiapkan diri dengan diberikan pengetahuan,
keterampilan, dan wawasan untuk mengisi pekerjaan-pekerjaan,
kedudukan, dan jabatan yang ada di masyarakat. Pendidikan
memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mendapatkan
kedudukan yang lebih tinggi.
Lembaga-Lembaga Keagamaan
agama bisa menjadi kekuatan yang
dapat digunakan untuk menyalurkan diri dan meraih mobilitas
sosial. Tokoh agama adalah tokoh masyarakat, berarti membangun
ketokohan lembaga agama ini, juga memungkinkan seseorang untuk
mendapatkan status sosial yang tinggi.
Organisasi Politik
Organisasi politik memungkinkan anggotanya yang loyal dan
berdedikasi tinggi untuk menempati jabatan yang lebih tinggi,
tentunya dengan kerja-kerja politik, seperti lobi-lobi dan membangun
jaringan ke pusat-pusat strategis. Selain itu, momentum politik
elektoral seperti pemilihan umum juga menyediakan ruang bagi
seorang aktivis partai politik untuk memperebutkan jabatan wakil
rakyat. Jika sudah menduduki jabatan ini, potensi untuk memperoleh
sumber daya yang besar ada di tangan.
Organisasi atau Lembaga Keahlian
Organisasi keahlian adalah organisasi yang mengumpulkan orang-orang
dengan keahlian yang sama untuk menyalurkan bakat-bakat
mereka. Dengan berorganisasi pada lembaga ini, siapa yang menonjol
dalam keahliannya akan dipandang dan statusnya akan meningkat.
Organisasi juga bisa dilihat sebagai lembaga atau sarana yang bisa
membuat seseorang menyalurkan bakat dan keahliannya.
o Dampak Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial, baik yang naik maupun turun, maupun gerak sosial
lainnya, tentunya akan mendinamisasikan kondisi masyarakat. Oleh karena itulah,
akan menimbulkan gejala konsekuensi-konsekuensi
tertentu terhadap struktur sosial masyarakat. Ada akibat negatif dan
positifnya. Dampak posistifnya tentu saja adalah diraihnya suatu tingkat
kesejahteraan sosial yang diperoleh akibat naiknya mobilitas sosial
yang dialami seseorang. Dengan kedudukan yang baik, seseorang
atau kelompok masyarakat akan mampu memerankan diri untuk
memperbaiki kehidupannya dan memberikan sumbangan pada masyarakat.
Akan tetapi, dampak negatif yang ditimbulkan, antara lain:
Konflik AntarKelas
Konflik antarkelas jelas-jelas merupakan suatu kejadian yang paling
nyata dalam kehidupan sosial. Dalam kaitannya dengan mobilitas
sosial yang diinginkan masing-masing orang untuk menegaskan
dirinya dalam dunia yang harus memenuhi kebutuhan hidup,
tersumbatnya mobilitas sosial akan menyebabkan kecemburuan
sosial akibat ketimpangan yang ada. Konflik kelas paling nyata
terjadi di lingkungan produksi, seperti pabrik, tempat kepentingan
buruh untuk mendapatkan kesejahteraan melalui upah yang
cukup sering bertentangan dengan kecenderungan majikan yang
demi meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya harus menekan
(mengecilkan) upah para buruhnya.
Konflik Antar-generasi
Konflik antar-generasi terjadi antara generasi tua yang
mempertahankan nilai-nilai lama dan generasi muda yang ingin
mengadakan perubahan. Contoh: pergaulan bebas yang saat ini
banyak dilakukan kaum muda di Indonesia sangat bertentangan
dengan nilai-nilai yang dianut generasi tua.

Anda mungkin juga menyukai