Anda di halaman 1dari 8

AKSI NYATA –PENERAPAN MODUL 1.

1
FRIZABLE MAYDRI NUSAWAKAN

Sebagai calon guru penggerak saya akan merefleksikan seluruh rangkaian kegiatan selama
mempelajari modul 1.1. yaitu tentang Filosofis pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang
Pendidikan, dengan model refleksi 4F (Fact, Feeling, Findings, Future) yang dikembangkan oleh
Dr. Roger Greenaway.
 Fact
Hari Rabu tanggal 23 Agustus 2023, saya berkolaborasi bersama fasilitator, Pengajar
Praktik serta sesama rekan Calon Guru Penggerak Angkatan 8 dan 9 kelas 09.05. Kami
berdiskusi untuk menemukenali nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan
menjadi penguatan karakter murid sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat,
menebalkan laku murid dan menuntun kekuatan kodrat murid yang dapat
diimplementasikan pada konteks lokal (budaya) sesuai daerah asal tempat tugas kami.
Presentasi hasil diskusi dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2023 dan kelompok kami
mendapat kesempatan pertama untuk melakukan presentasi.

Gambar 1. Presentasi Kelompok tanggal 24 Agustus 2023

1
Berdasarkan hasil diskusi dan presentasi, kelompok kami sepakat bahwa gotong
royong merupakan salah satu kekuatan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang dipakai untuk
menebalkan laku murid di kelas atau sekolah sesuai dengan konteks lokal sosial budaya
daerah pada lokasi tempat tugas masing-masing. Kekuatan pemikiran Ki Hajar Dewantara
inilah yang akan diwujudkan sebagai aksi nyata yang dilaksanakan di sekolah.
Saya mulai untuk mewujudkan aksi nyata pada SMA Negeri 56 Maluku Tengah tempat
tugas saya yang berlokasi di Dusun Tihulesi Desa Ureng Kecamatan Leihitu. Dusun yang
terletak du Pulau Seram dengan tingkat kesadaran masyarakat yang sangat kurang tentang
pentingnya kebersihan dalam hal ini tentang sampah. Hal ini diikarenakan tidak ada tempat
sampah umum di dalam dusun sehingga masyarakat selalu membuang sampah di tepi
pantai, di jalan, selokan atau dimanapun. Hal ini berimbas pada peserta didik di sekolah.
Peserta didik membuang sampah secara sembarangan dalam lokasi sekolah dan saat
disuruh untuk membersihkan secara individu maupun kelompok maka akan banyak yang
menghilang dan yang tersisa hanya peserta didik tertentu saja yang menyadari pentingnya
kebersihan dan gotong royong.

Gambar 2. SMA Negeri 56 Maluku Tengah


Untuk menanamkan sikap gotong royong dan menjaga kebersihan pada diri masing-
masing peserta didik, saya memulainya dengan langkah pertama yaitu membuat himbauan

2
tentang menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya dengan desaian yang
menarik kemudian menempelkannya pada dinding diatas tempat sampah serta dalam kelas.
Hal ini untuk membuat peserta didik menyadari akan pentingnya kebersihan.

Gambar 3. Membuat himbauan tentang menjaga kebersihan dan membuang sampah


pada tempatnya, menempelkan pada dinding.

Langkah kedua yang saya lakukan adalah mengkoordinir peserta didik untuk bersama-
sama membersihkan depan ruangan kelas sebelum proses belajar mengajar dimulai. Saat
proses ini berlangsung, saya bersama teman guru juga terlibat secara langsung sekaligus
memberikan contoh kepada peserta didik karena menurut saya apabila saya ingin orang lain
melakukan yang terbaik maka itu harus dimulai dari diri saya sendiri.
Peserta didik secara bersama-sama gotong royong membersihkan lokasi sekolah di
depan ruangan kelas mereka masing-masing. Pelajar Indonesia memiliki kemampuan
bergotong royong, yaitu kemampuan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama
dengan sukarela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan.
Elemen-elemen dari gotong royong adalah kolaborasi, kepdulian dan berbagi (Badan
Standar Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemeterian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi Republik Indonesia, 2022).

3
Gambar 4. Gotong royong membersihkan depan ruangan kelas
Langkah ketiga yang dilakukan adalah pada saat jam mengajar saya membiasakan
peserta didik dengan terlebih dahulu membersihkan ruangan kelas secara bersama-sama
dari sampah dan secara tertib membuang sampah pada tempat yang telah disediakan. Hal
ini dimaksud agar selain peserta didik memiliki sikap gotong royong, ruangan kelas bebas
dari sampah dan proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.

Gambar 5. Peserta didik bergotong royong membersihkan kelas sebelum proses belajar

4
Kendala yang dialami dalam penerapan kegiatan ini adalah kurangnya kesadaran
peserta didik tentang gotong royong sehinggga tidak semua peserta didik mau terlibat aktif
untuk bekerja sama membersihkan lingkungan sekolah agar bebas dari sampah. Masih
banyak peserta didik yang berpikir gotong royong tidak terlalu penting sehingga istilah orang
Maluku yaitu “karja pancuri tulang” boleh dibilang berlaku saat ada kegiatan gotong royong.

 Feeling
Saat saya pertama kali mengikuti kegiatan Calon Guru Penggerak yang dimulai dari
pretest saya merasa tidak percaya saya bisa sampai pada tahap ini. Perasaan saya
bercampur aduk dimana saya merasa bangga, senang tetapi khawatir apa saya bisa
menyelesaikan program ini dan lulus mengingat lokasi tempat tugas saya yang terkendala
dengan jaringan listrik dan internet ditambah saya beragama Kriaten Advent yang mana
tidak akang bisa mengikuti kegiatan pada hari Sabtu sementara Lokakarya biasanya
dilakukan pada hari Sabtu dan 4 kali tidak mengikuti kegiatan maka tidak akang lulus dari
program ini.
Berkecil hati juga sering saya rasakan ketika melihat sesama rekan Calon Guru
Penggerak yang menurut saya memiliki kemampuan yang jauh melebihi saya. Terkadang
saya takut kalau mau memberikan pendapat maupun pertanyaan dan berpikir apa yang saya
mau sampaikan masuk akal dan dapat diterima atau tidak. Diluar dari itu semua saya sangat
senang karena fasilitator dan pengajar praktik sangat mendukung, tetpa memberikan
dorongan dan motivasi bagi saya dan rekan-rekan.
Ketika menerapkan aksi nyata, saya berpikir apakah teman-teman guru dapat
membantu dan mendukung saya untuk melakukan aksi nyata. Saat saya minta tolong da
nada teman yang terlihat kurang mendukung maka saat itu sebenarnya saya merasa sedikit
kecewa tetapi itu menjadi motivasi untuk saya sendiri agar tetap bisa menyelesaikan aksi
nyata saya.
Peserta didik yang terlihat tidak mendukung juga sebenarnya membuat saya ragu
apakah aksi nyata saya bisa berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan latar belakang sosial
budaya peserta didik yang jauh berbeda dengan peserta didik di daerah perkotaan pada

5
umumnya sehingga mereka sangat sulit untuk diatur dalam hal apapun terlebih lagi peserta
didik laki-laki. Ada saatnya saya merasa sangat marah ketika peserta didik acuh tak acuh,
bermain dan tidak mau bekerja sama dengan teman-temannya saat aksi nyata
dilaksanakan.

 Findings
Pelajaran yang saya dapat selama dua minggu mulai dari awal modul 1.1 adalah
banyak yang harus saya rubah dari diri saya sebagai pengajar, sebagai pendidik. Proses untuk
memanusiakan manusia, dalam hal ini peserta didik sehingga merdeka sebagai manusia
dalam segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental, jasmani dan rohani bukanlah hal
yang mudah semudah membalikan telapak tangan.
Ketika instruktur memberikan materi pada tanggal 31 Agustus 2023, saya menyadari
bahwa sudah sepantasnya ketika saya tiba di sekolah, masuk dalam ruangan kelas maka
hanya ada peserta didik dalam benak saya. Tidak boleh ada beban dan permasalahan di luar
tugas dan tanggung jawab saya sebagai guru yang bisa membuat saya tidak bisa melayani
peserta didik dengan baik.
Ketika saya berpikir bahwa peserta didik harus melakukan perubahan kearah yang
lebih baik maka itu harus saya lakukan terlebih dahulu sebelumnya agar dapat menjadi
contoh bagi peserta didik. Saya mulai belajar untuk memposisikan diri saya sebagai peserta
didik dan sebagai guru agar saya dapat menuntun serta melayani peserta didik dengan
ikhlas agar mereka dapat mencapai kemerdekaan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya
dengan mengacu pada trilogi pendidikan.

 Future
Dengan belajar dan memahami tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara maka saya berusaha
untuk mengaplikasikannya dalam menjalankan tugas saya sebagai pengajar sekaligus
pendidik. Saya akan mencoba untuk lebih sabar dan lebih memahami karakter masing-
masing peserta didik serta menuntun mereka sesuai dengan kodratnya agar mereka dapat
menjadi manusia yang merdeka dan berbahagia.

6
Testimoni Rekan Guru
1. La Eni Walli, S. Pd. I (Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana Prasarana)
“Aksi nyata yang dilakukan merupakan kegiatan yang baik untuk memupuk sikap gotong
royong dari peserta didik pada SMA Negeri 56 Maluku Tengah. Kegiatan ini diharapkan
jangan berhenti hari ini saja tapi dapat berlangsung setiap saat”.

Gambar 6. Testimoni Wakasek Sarana Prasarana

2. Amzana Hasan, S. Pd (Ketua Tim Projek Sekolah)


“Aksi nyata ini sekaligus membentuk karakter peserta didik sesuai dengan dimensi Profil
Pelajar Pancasila yaitu gotong royong. Inilah yang diharapkan dari peserta didik kita agar
memiliki jiwa untuk saling bekerja sama. Kedepannya semoga aksi nyata ini akan tetap
berlangsung dan kita pasti mendukung demi perubahan ke arah yang lebih baik teristimewa
pembentukan karakter peserta didik pada SMA Negeri 56 Maluku Tengah”

7
Gambar 7. Testimoni Ketua Tim Projek Sekolah

Anda mungkin juga menyukai