Anda di halaman 1dari 8

JAWABAN SOAL UJIAN METODE STUDI HADIS UIN ALAUDDIN

Oleh: Achmad Helmi Gustang


NIM: 80600222016

JAWABAN NO. 1

BAGIAN A
Hadis: Hadis merujuk kepada perkataan, tindakan, atau persetujuan Nabi Muhammad SAW.
Hadis berfungsi sebagai sumber hukum kedua dalam agama Islam setelah Al-Qur'an. Hadis
direkam dan diteruskan oleh para sahabat Nabi dan generasi-generasi setelahnya. Hadis
memberikan petunjuk tentang tata cara ibadah, etika, hukum, dan panduan dalam
kehidupan sehari-hari. Hadis biasanya terdiri dari dua bagian: matan (isi) dan sanad (rantai
perawi).
Contoh Hadis: "Tidak seorang pun dari kamu yang beriman, melainkan dia mencintai
saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri." (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)
Sunnah: Sunnah merujuk kepada contoh dan perilaku Nabi Muhammad SAW. Sunnah
mencakup tindakan, perkataan, dan persetujuan beliau yang tidak secara eksplisit direkam
dalam hadis, tetapi diwariskan melalui tradisi dan praktik umat Islam. Sunnah juga
merupakan sumber hukum dalam Islam dan memberikan panduan tentang cara hidup yang
sejalan dengan ajaran agama. Sunnah juga mencakup tindakan dan praktik yang dilakukan
oleh para sahabat dan generasi awal umat Islam.
Contoh Sunnah: Misalnya, menggunakan miswak (sikat gigi alami) sebagai bagian dari
kebersihan mulut, menutup kepala saat berdoa, dan mendorong perbuatan baik dan
kebaikan kepada orang lain.

Polemik terkait perbedaan antara hadis dan sunnah muncul dalam kalangan ulama pada
beberapa aspek, seperti:
* Sumber Hadis dan Sunnah: Beberapa ulama berpendapat bahwa hadis adalah sumber
tunggal yang sahih dan otentik dalam menetapkan hukum dan praktik Islam. Mereka
berargumen bahwa Sunnah lebih luas dan lebih rentan terhadap kesalahan interpretasi dan
penyalahgunaan.
* Obyek Materi Hadis dan Sunnah: Sebagian ulama berpendapat bahwa hadis mencakup
semua pernyataan, tindakan, dan persetujuan Nabi Muhammad SAW, termasuk yang
bersifat pribadi dan non-hukum. Sedangkan Sunnah hanya mencakup tindakan dan perilaku
Nabi yang memiliki implikasi hukum dan mengikat umat Islam.
* Periode Lahirnya Hadis: Perbedaan lainnya berkaitan dengan periode lahirnya hadis dan
sunnah. Hadis berasal dari periode hidup Nabi Muhammad SAW dan diwariskan melalui
sanad (rantai perawi). Sunnah, di sisi lain, juga mencakup tindakan dan praktik yang muncul
setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, dilakukan oleh para sahabat dan generasi
berikutnya.

Implikasi dari perbedaan tersebut dapat memengaruhi cara penafsiran dan implementasi
ajaran Islam. Beberapa ulama mungkin cenderung mengandalkan hadis sebagai sumber
utama dan lebih membatasi lingkup sunnah, sementara yang lain mungkin lebih cenderung
menganggap keduanya memiliki bobot yang sama dan saling melengkapi.

BAGIAN B
Dalam sejarah periwayatan hadis, terdapat beberapa teknik atau metode periwayatan yang
digunakan untuk mentransmisikan hadis dari satu generasi ke generasi berikutnya. Berikut
adalah beberapa jenis teknik periwayatan hadis beserta lambangnya dan pandangan ulama
tentang kehujahannya:

Isnad (Sanad):
Isnad merujuk pada rantai perawi yang menyampaikan hadis dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Isnad mencakup nama-nama perawi beserta urutan transmisi hadis. Misalnya,
"A berkata, B mengatakan bahwa C telah mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW
bersabda..."
Lambang: (‫ )م‬untuk menyatakan perawi laki-laki dan (‫ )ف‬untuk perawi perempuan.

Pandangan Ulama: Isnad dianggap sangat penting dalam menentukan kehujahan sebuah
hadis. Para ulama melakukan penelitian dan analisis kritis terhadap setiap perawi dalam
isnad, memeriksa keadilan, integritas, dan keandalan mereka. Keberadaan rantai perawi
yang terpercaya dan dapat dipercaya adalah faktor penting dalam menentukan kehujahan
hadis.

Matan:
Matan merujuk pada isi atau teks hadis itu sendiri. Ini mencakup perkataan, perintah, atau
deskripsi yang diatribusikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Lambang: Tidak ada lambang khusus yang digunakan untuk menyimbolkan matan hadis.

Pandangan Ulama: Para ulama mempelajari matan hadis untuk memahami konteks dan
pesan yang disampaikan. Mereka melakukan analisis terhadap matan untuk memeriksa
kecocokan dengan ajaran Islam yang lebih luas, konsistensi dengan sumber-sumber lain,
dan kelayakan dalam hal keilmuan dan moralitas. Keabsahan matan juga dievaluasi
berdasarkan prinsip-prinsip ilmu hadis, seperti kesesuaian dengan konteks historis dan
kesesuaian dengan ajaran Al-Qur'an.

Mutawatir:
Mutawatir merujuk pada hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang sangat besar
dalam setiap generasinya, sehingga keberadaan dan kebenarannya dianggap pasti dan tak
terbantahkan.
Lambang: Tidak ada lambang khusus yang digunakan untuk menyimbolkan mutawatir.

Pandangan Ulama: Hadis mutawatir dianggap memiliki kehujahan yang tinggi secara
otomatis, tanpa memerlukan penelitian terhadap individu perawi. Keberadaan jumlah perawi
yang besar dan konsistensi dalam transmisi dianggap menjadi bukti yang cukup untuk
mengesahkan hadis sebagai mutawatir. Oleh karena itu, hadis mutawatir dianggap sebagai
landasan yang kokoh dalam menetapkan hukum dan praktik dalam Islam.

Ahad:
Ahad merujuk pada hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang terbatas dalam
setiap generasinya.
Lambang: Tidak ada lambang khusus yang digunakan untuk menyimbolkan ahad.
Pandangan Ulama: Hadis ahad membutuhkan penelitian yang lebih rinci terhadap
perawi-individu, karakteristik, dan integritas mereka. Para ulama melakukan analisis kritis
terhadap perawi dan menyelidiki keabsahan dan keandalan mereka. Hadis ahad dianggap
memiliki tingkat kehujahan yang lebih rendah dibandingkan dengan mutawatir, tetapi dengan
metode ilmiah yang tepat, hadis ahad yang sahih masih dapat diterima dan digunakan
sebagai sumber hukum.

Pandangan ulama tentang kehujahan setiap metode periwayatan ini tidak selalu konsisten di
antara mereka, terutama dalam hal penilaian terhadap hadis ahad. Beberapa ulama
mungkin menganggap hadis ahad sebagai sumber hukum yang sah dan menganggap
metode analisis individu perawi sebagai kriteria yang memadai, sementara yang lain
mungkin memperlakukan hadis ahad dengan hati-hati dan lebih berhati-hati dalam
menerima dan menerapkannya.

JAWABAN NO. 2

BAGIAN A
Untuk menentukan kesahihan sebuah hadis, para ulama menggunakan beberapa metode
atau kaedah yang melibatkan kesahihan sanad (isnad) dan matan (isi) hadis. Berikut adalah
langkah-langkah dan kaedah mayor serta minor yang digunakan untuk mengevaluasi
kesahihan sanad dan matan hadis:

Kaedah Kesahihan Sanad (Isnad):

Penelusuran Perawi (Jarh wa Ta'dil):


Langkah pertama dalam mengevaluasi kesahihan sanad adalah melakukan penelusuran
terhadap perawi hadis. Ini melibatkan mengumpulkan informasi tentang kehidupan,
integritas, kejujuran, keadilan, dan keandalan perawi hadis. Penilaian ini dikenal sebagai
jarh wa ta'dil, yang mencakup penilaian positif (ta'dil) dan penilaian negatif (jarh) terhadap
perawi. Para ulama mengacu pada keterangan dari ulama hadis terdahulu tentang perawi
dan juga menggunakan prinsip-prinsip metodologi ilmu hadis untuk menentukan keabsahan
perawi tersebut.

Keshahihan Sanad:
Setelah penelusuran perawi dilakukan, ulama melakukan analisis untuk menentukan
keshahihan sanad. Beberapa kaedah mayor yang digunakan dalam menilai keshahihan
sanad adalah sebagai berikut:
a. Isnad yang bersambung: Sanad harus memiliki keterhubungan yang terus-menerus
antara perawi, tanpa ada perawi yang hilang di tengah-tengah.
b. Ketepatan dan Keandalan: Perawi dalam sanad harus dikenal sebagai orang yang tepat,
dapat dipercaya, dan memiliki reputasi baik dalam transmisi hadis.
c. Absennya Kecerobohan atau Kekeliruan: Sanad harus bebas dari tanda-tanda kelalaian
atau kesalahan dalam perawi atau rangkaian perawinya.
d. Tidak ada Ilmuan Palsu (Mudallis): Jika ada indikasi bahwa perawi telah menggunakan
teknik mudalalis, yaitu menyembunyikan hubungan langsung dengan Nabi Muhammad
SAW, maka hadis tersebut tidak dianggap sahih.
Kaedah Kesahihan Matan (Isi):
Penilaian Isi: Para ulama mengevaluasi matan hadis untuk memeriksa kelayakan,
kesesuaian, dan konsistensi dengan ajaran Islam yang lebih luas dan dengan
sumber-sumber lain seperti Al-Qur'an. Beberapa kaedah minor yang digunakan dalam
menilai keshahihan matan adalah sebagai berikut:
a. Tidak ada Kekeliruan Sejarah atau Fakta: Matan harus sesuai dengan fakta sejarah dan
konteks sosial yang ada pada masa hidup Nabi Muhammad SAW.
b. Tidak ada Kontradiksi: Matan tidak boleh bertentangan dengan hadis-hadis yang sudah
diketahui yang dianggap sahih.
c. Kesesuaian dengan Akal Sehat: Matan tidak boleh melanggar prinsip-prinsip logika atau
akal sehat.
d. Kesesuaian dengan Nilai-Nilai Islam: Matan harus sesuai dengan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip Islam.

BAGIAN B
Perbedaan dalam penilaian kesahihan hadis antara para kritikus hadis adalah fenomena
yang umum dalam studi hadis. Hal ini terjadi karena pendekatan metodologis yang berbeda,
perbedaan dalam penilaian karakter dan integritas perawi, serta variasi dalam interpretasi
kaedah-kaedah ilmu hadis. Pandangan saya tentang perbedaan ini adalah sebagai berikut:

Keragaman Pendekatan Metodologis: Setiap kritikus hadis dapat mengadopsi pendekatan


metodologis yang berbeda dalam mengevaluasi kesahihan hadis. Mereka dapat
memberikan bobot yang berbeda pada berbagai faktor seperti kualitas sanad, kecocokan
dengan Al-Qur'an, konsistensi dengan hadis lain, dan pertimbangan logika. Pendekatan
yang berbeda ini dapat menyebabkan perbedaan dalam penilaian kesahihan hadis.

Subjektivitas dalam Penilaian: Penilaian terhadap karakter dan integritas perawi hadis
melibatkan tingkat subjektivitas. Meskipun ada kriteria umum yang digunakan, seperti
keadilan dan kejujuran perawi, penilaian ini tetap dapat dipengaruhi oleh interpretasi dan
penilaian individu. Perbedaan dalam penilaian ini dapat menyebabkan perbedaan dalam
penilaian kesahihan hadis.

Variasi dalam Interpretasi Kaedah Ilmu Hadis: Terdapat berbagai kaedah atau prinsip ilmu
hadis yang digunakan dalam mengevaluasi kesahihan hadis. Namun, interpretasi dan
penerapan kaedah ini juga dapat bervariasi antara kritikus hadis. Misalnya, dalam penilaian
tingkat kejujuran atau integritas seorang perawi, ada ruang bagi penilaian yang berbeda
tentang sejauh mana kesaksian negatif (jarh) mempengaruhi kesahihan perawi.

Implikasi dari perbedaan ini adalah bahwa terdapat variasi penilaian kesahihan hadis di
antara para kritikus hadis, yang dapat menghasilkan perbedaan status hadis sebagai sahih,
hasan, atau dha'if. Implikasi lebih lanjut adalah adanya keragaman dalam pemahaman dan
penerapan hukum dan praktik dalam Islam. Beberapa ulama dan mazhab dapat
menganggap hadis sebagai sahih dan menggunakannya sebagai sumber hukum,
sementara yang lain mungkin menolak hadis yang sama berdasarkan penilaian mereka. Ini
dapat menyebabkan perbedaan dalam pemahaman dan praktik keagamaan di antara umat
Islam.
Namun, penting untuk dicatat bahwa perbedaan ini merupakan bagian dari proses ilmiah
dan akademis dalam studi hadis. Dengan melakukan analisis yang kritis, transparan, dan
terbuka terhadap kesahihan hadis, para kritikus hadis berusaha untuk mendekati
pemahaman yang lebih akurat tentang ajaran Islam. Meskipun ada perbedaan, upaya ini
berkontribusi pada pengembangan ilmu hadis dan pemahaman yang lebih dalam terhadap
ajaran agama.

JAWABAN NO. 3

BAGIAN A
Dalam perkembangan syarh al-hadis, atau penjelasan dan penafsiran terhadap hadis,
terdapat beberapa metode yang digunakan oleh para ulama. Berikut adalah beberapa
metode yang umum digunakan dan perbedaan antara satu dengan yang lainnya:

Metode Ta'wil:
Metode ta'wil melibatkan penafsiran hadis secara kiasan atau metaforis. Ini berarti mencari
makna yang tersembunyi atau tidak langsung dari kata-kata atau peristiwa yang
disampaikan dalam hadis. Metode ini sering digunakan untuk hadis-hadis yang memiliki
konteks atau bahasa yang sulit dipahami secara harfiah.
Perbedaan: Metode ta'wil dapat menghasilkan variasi penafsiran terhadap hadis yang sama,
karena ada ruang interpretasi yang lebih luas. Perbedaan dalam penafsiran ta'wil dapat
muncul berdasarkan pemahaman pribadi, ilmu pengetahuan, atau konteks historis yang
berbeda-beda.

Metode Dirayah:
Metode dirayah merupakan pendekatan yang berfokus pada penyelidikan dan pemeriksaan
hadis secara kritis. Ini melibatkan penelusuran sanad (rantai perawi) dan matan (isi) hadis
untuk mengevaluasi keaslian dan keabsahan hadis. Metode ini mencakup analisis perawi,
seperti keadilan, kejujuran, dan integritas mereka, serta penilaian matan hadis untuk
konsistensi dan kesesuaian dengan prinsip-prinsip Islam.
Perbedaan: Metode dirayah dapat menghasilkan perbedaan penilaian terhadap status
kesahihan hadis, karena adanya perbedaan dalam penilaian terhadap perawi atau
interpretasi kaedah ilmu hadis. Variasi dalam metode dirayah dapat terjadi karena
pendekatan metodologis yang berbeda, pemahaman yang berbeda terhadap kriteria
penilaian, atau perbedaan dalam sumber-sumber yang digunakan dalam penelitian.

Metode Ijtihad:
Metode ijtihad melibatkan penafsiran hadis berdasarkan pemahaman dan deduksi yang
cermat dari sumber-sumber hukum Islam, seperti Al-Qur'an, hadis-hadis lain, dan
prinsip-prinsip hukum Islam. Metode ini memungkinkan pembaruan atau adaptasi dalam
pemahaman dan penerapan ajaran agama sesuai dengan kebutuhan zaman.
Perbedaan: Metode ijtihad dapat menghasilkan variasi dalam penafsiran dan penerapan
hadis, karena melibatkan interpretasi individu dan konteks zaman yang berbeda-beda.
Perbedaan dalam pemahaman dan interpretasi ijtihad dapat menghasilkan berbagai
pendapat dan pendekatan dalam hukum dan praktik Islam.
Penting untuk dicatat bahwa ada beberapa metode lain yang digunakan dalam syarh
al-hadis, seperti metode takhrij (pengumpulan dan penelusuran hadis-hadis terkait), metode
tawatur (menelusuri hadis-hadis yang diriwayatkan secara mutawatir), dan metode tarjamah
(penerjemahan dan penjelasan kata-kata yang sulit dalam hadis). Setiap metode memiliki
pendekatan yang unik dan memberikan kontribusi dalam pemahaman dan penjelasan
terhadap hadis.

BAGIAN B
Syarh al-hadis dan fiqh al-hadis adalah dua istilah yang berhubungan dengan interpretasi
dan pemahaman terhadap hadis Nabi Muhammad SAW. Meskipun terkait, keduanya
memiliki pengertian dan fokus yang sedikit berbeda. Berikut adalah penjelasan mengenai
pengertian keduanya, teknik interpretasi, fungsi interpretasi, serta perbedaannya:

Syarh al-Hadis:
Syarh al-hadis merujuk pada penjelasan dan analisis terhadap hadis Nabi Muhammad SAW.
Fokus dari syarh al-hadis adalah untuk memahami secara rinci konteks, makna, dan
implikasi yang terkandung dalam hadis. Syarh al-hadis bertujuan untuk memberikan
penafsiran yang mendalam terhadap hadis-hadis yang ada, menganalisis aspek-aspek
seperti bahasa, konteks sejarah, dan pesan yang ingin disampaikan.
Teknik Interpretasi dalam Syarh al-Hadis: Teknik interpretasi yang digunakan dalam syarh
al-hadis mencakup analisis linguistik, konteks sejarah, dan analisis literatur hadis. Ini
melibatkan pemeriksaan makna kata, tata bahasa, referensi budaya, dan peristiwa sejarah
yang berkaitan dengan hadis. Selain itu, kaedah-kaedah ilmu hadis dan prinsip-prinsip
ilmiah digunakan untuk menafsirkan dan menjelaskan hadis dengan akurat.

Fungsi Interpretasi dalam Syarh al-Hadis: Fungsi interpretasi dalam syarh al-hadis adalah
untuk memberikan pemahaman yang mendalam terhadap hadis, mengklarifikasi arti dan
konteks yang mungkin ambigu, serta memberikan penjelasan tentang aplikasi praktis hadis
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Syarh al-hadis juga berperan dalam memastikan
bahwa hadis dipahami sesuai dengan ajaran Islam yang lebih luas dan prinsip-prinsip
hukum dalam Islam.

Contoh Kasus Hadis untuk Syarh al-Hadis: Misalnya, hadis yang berbunyi, "Tangan di atas
adalah lebih baik dari tangan di bawah" merupakan hadis yang memerlukan penjelasan dan
interpretasi lebih lanjut. Syarh al-hadis akan membantu dalam memahami konteks dan
makna hadis ini, menjelaskan bahwa hadis ini mengacu pada keutamaan memberikan
daripada menerima dalam memberikan sedekah atau pemberian.

Fiqh al-Hadis:
Fiqh al-hadis adalah cabang ilmu yang berkaitan dengan penerapan hadis sebagai sumber
hukum Islam. Fokus utama fiqh al-hadis adalah menggali hukum dan pedoman praktis dari
hadis Nabi Muhammad SAW. Tujuan dari fiqh al-hadis adalah untuk mengidentifikasi hukum,
tata cara ibadah, dan prinsip-prinsip etika berdasarkan hadis yang ada.
Teknik Interpretasi dalam Fiqh al-Hadis: Teknik interpretasi yang digunakan dalam fiqh
al-hadis melibatkan penelusuran hadis-hadis terkait yang saling melengkapi dan
membandingkan hadis dengan prinsip-prinsip hukum Islam yang lebih luas, seperti
Al-Qur'an dan prinsip-prinsip fiqh. Teknik ijtihad juga digunakan dalam fiqh al-hadis untuk
menghasilkan hukum-hukum baru atau mengadaptasi hukum-hukum yang ada berdasarkan
hadis.

Fungsi Interpretasi dalam Fiqh al-Hadis: Fungsi interpretasi dalam fiqh al-hadis adalah untuk
menetapkan hukum dan pedoman praktis berdasarkan hadis. Interpretasi ini melibatkan
identifikasi keabsahan hadis, memperhatikan derajat kesahihan dan kelayakan hadis, serta
mengambil hukum dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hadis sebagai dasar hukum
Islam.

Contoh Kasus Hadis untuk Fiqh al-Hadis: Misalnya, hadis tentang tata cara shalat akan
menjadi subjek fiqh al-hadis. Fiqh al-hadis akan menganalisis hadis-hadis terkait dengan
shalat, mengidentifikasi tata cara yang harus diikuti, dan menghasilkan hukum-hukum shalat
berdasarkan hadis tersebut.

Perbedaan antara Syarh al-Hadis dan Fiqh al-Hadis:

Syarh al-hadis berfokus pada penjelasan, analisis, dan pemahaman mendalam terhadap
hadis secara umum, sementara fiqh al-hadis berfokus pada penerapan hadis sebagai
sumber hukum dan praktik Islam.
Syarh al-hadis lebih menekankan aspek linguistik, kontekstual, dan literer hadis, sedangkan
fiqh al-hadis lebih menekankan pada penerapan hukum dan penafsiran terhadap hadis yang
berkaitan dengan hukum.
Syarh al-hadis memberikan pemahaman yang lebih luas terhadap hadis, sementara fiqh
al-hadis berfokus pada penerapan praktis dan hukum dari hadis.

Perbedaan ini menunjukkan perbedaan dalam fokus, pendekatan, dan tujuan keduanya
dalam pemahaman dan interpretasi hadis.

BAGIAN C
Dalam pengkajian hadis kontemporer, terdapat berbagai pendekatan yang digunakan oleh
para ulama dan akademisi. Beberapa pendekatan tersebut melibatkan penggunaan metode
dan pendekatan ilmiah modern, termasuk:

Pendekatan Historis: Pendekatan ini melibatkan penelitian dan analisis historis terhadap
konteks sosial, politik, budaya, dan sejarah dalam penafsiran hadis. Pendekatan ini
bertujuan untuk memahami hadis dalam konteks waktu dan tempat di mana Nabi
Muhammad SAW hidup.
Pendekatan Filologis: Pendekatan ini melibatkan penelitian dan analisis linguistik terhadap
teks hadis, termasuk pemahaman tentang kosakata, tata bahasa, dan gaya bahasa yang
digunakan dalam hadis. Pendekatan ini bertujuan untuk memahami arti dan nuansa yang
tepat dari hadis dalam bahasa Arab aslinya.

Pendekatan Ilmu Pengetahuan Sosial: Pendekatan ini melibatkan penggunaan


prinsip-prinsip dan metode ilmu pengetahuan sosial, seperti sosiologi, antropologi, dan
psikologi, untuk memahami konteks sosial dan perilaku manusia yang terkait dengan hadis.
Pendekatan ini bertujuan untuk memahami bagaimana hadis dipahami, diterima, dan
dipraktikkan oleh umat Islam.

Pendekatan Feminis: Pendekatan ini melibatkan analisis kritis terhadap aspek gender dalam
penafsiran hadis, serta peran dan kedudukan perempuan dalam tradisi hadis. Pendekatan
ini bertujuan untuk menghadirkan perspektif gender yang lebih inklusif dan merangkul
pengalaman dan suara perempuan dalam memahami dan menerapkan ajaran hadis.

Pendekatan Literer: Pendekatan ini melibatkan penelitian dan analisis terhadap literatur
hadis secara komprehensif, termasuk kajian tentang koleksi hadis, kritik teks, dan
perbandingan versi hadis yang berbeda. Pendekatan ini bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang perjalanan transmisi hadis dan membedakan antara
hadis yang autentik dan hadis yang lemah.

Penggunaan pendekatan kontemporer dalam pensyarahan hadis Nabi dapat memberikan


kontribusi penting dalam pemahaman yang lebih mendalam dan kontekstual terhadap hadis.
Pendekatan ini membantu melihat hadis dalam perspektif yang lebih luas, memperhatikan
faktor-faktor kontekstual, ilmiah, dan sosial yang relevan. Namun, perlu diingat bahwa
penggunaan pendekatan ini juga memerlukan kritisisme yang sehat dan pemahaman yang
akurat terhadap metodologi yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai