Anda di halaman 1dari 4

Berlian Fiqih Nurvandi S.

1406617072
Sosiologi B 2017

Review Chapter 4

Akankah Etnisitas Lenyap Oleh Modernisasi?

Pandangan fungsionalis terkait etnisitas bahwa obligasi etnis akan menurun dengan
semakin kompleksnya pembagian kerja. Perkembangan modernisasi yang terjadi melahirkan
industiralisasi pembagian kerja yang kian kompleks yang dinilai dapat mengurangi nilai-nilai
etnisitas, dengan kata lain sistem sosial sederhana akan berevolusi menjadi sistem sosial yang
lebih kompleks. Bagi para fungsionalis mengenai etnisitas bahwa etnisitas memiliki beberapa
kelemahan, yaitu:

1. Hubungan etnis begitu terikat kuat untuk melakukan modernisasi satu arah.
2. Dalam etnisitas, pendekatan yang dilakukan terlalu melebih-lebihkan nilai-nilai dan
norma-norma melampaui minat-minat dan keefektifitasan analisis atas aksi individu dan
kelompok di dalam etnis.
3. Pendekatan ini tidak dapat menjelaskan bentuk-bentuk dramatis dari perubahan sosial
sebagaimana konflik antar etnis.

Ikatan yang terikat kuat dalam hubungan individu dan kelompok dalam etnis memunculkan
apa yang dinamakan sebuah solidaritas, solidaritas tersebut bersifat positif dalam upaya
melakukan modernisasi karena upaya modernisasi tersebut dapat diikuti oleh seluruh individu
dalam etnis karena hubungan yang terikat begitu kuat. Namun, apabila upaya modernisasi satu
arah yang dilakukan pada suatu etnis bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma suatu
etnis, misalnya pada keengganan suatu etnis pada metode metode baru dalam memudahkan
aktivitas berupa pengetahuan, teknik dan teknologi. Maka akan sulitnya upaya modernisasi yang
dilakukan pada etnis tersebut karena modernisasi yang sifatnya searah.

Etnisitas terkadang terlalu menghargai aksi dan sikap yang berdasarkan pada nilai dan norma
meskipun anggapan bahwa nilai dan norma tersebut cenderung merugikan dan tidak efektif.
Aksi-aksi yang berseberangan dengan nilai dan norma meskipun sejalan dengan minat individu
dan terbukti memberikan efektivitas hasil, namun aksi-aksi seperti ini cenderung tidak diminati.
Misalnya pada aktivitas ritual-ritual kebudayaan yang menghabiskan jutaan rupiah yang
dilakukan secara turun temurun yang dinilai menjadi penyebab kemiskinan.

Perubahan sosial yang terjadi dalam lingkup suatu mayoritas etnis dapat menimbulkan
konflik antar etnis. Misalnya pada tergesernya mayoritas etnis oleh individu atau kelompok
diluar etnis tersebut yang mana hal ini akan memicu kecemburuan mayoritas etnis dan pada
akhirnya mengakibatkan terjadinya konflik antar etnis.

Kerangka fungsionalis berpegang teguh kepada apa yang diyakini oleh Durkheim bahwa
etnisitas akan menurun sebagai meritokrasi dan masyarakat industri individualis; etnisitas
menghilang sebagai bentuk-bentuk asosiasi modern menggantikan bentuk-bentuk seperti
identifikasi dan penambahan. Walaupun marak terjadinya politik etnis dewasa ini, namun bagi
para fungsionalis hal tersebut merupakan bentuk relic dari masa lalu. Artinya bahwa munculnya
politik etnis didasarkan pada nilai yang tertanam dimasa lalu dan dilaksanakan di generasi
mendatang.

Fenomena khas dari identitas kelompok suatu etnis bagi Parson merupakan hal yang
sementara, ia mengungkapkan sebagai sebuah kejanggalan yang disebabkan oleh de-diferensiasi
yang sejalan dengan perubahan sosial yang dramatis. Saat perubahan sosial telah selesai maka
proses perubahan akan terus berlanjut dari sistem sosial yang lebih sederhana berganti menjadi
sistem sosial yang lebih kompleks yang ditandai dengan spesialisasi serta fokus keahlian tertentu
(solidaritas organik).

Menurut Parson, adanya modernisasi justru akan mengurangi serta menghilangkan


kekhasan etnis, hal tersebut hampir sejalan dengan bertransformasinya etnisitas menjadi bentuk
bentuk asosiasi modern sebagaimana Durkheim mengungkapkan bahwa ikatan etnis akan
berkurang saat industrialisasi, urbanisasi, dan pembagian kerja yang lebih kompleks berkuasa.
Intinya perkembangan sistem sosial yang sederhana yang ditandai dengan etnisitas akan
berevolusi seiring rampungnya perubahan sosial menuju pada sistem sosial yang lebih kompleks
(modernisasi), dengan kata lain perkembangan modernisasi akan menggerus kekhasan etnis
sehingga etnis akan tergantungan dengan sesuati yang lebih modern seperti kelas dan hal lainnya.

Terlepas dari pandangan fungsionalis, Olzak dan Nigel berpandangan lain terhadap
modernisasi yang dialami oleh kelompok etnis yang dikemukakan Durkheim dan Parson.
Menurutnya etnis memiliki suatu kekhasan yang membuat etnis tidak akan lenyap dan menjadi
kelompok asosiasi modern yang berbasis industri, melainkan etnisitas digunakan sebagai sumber
daya yang cukup penting dalam hal yang berkaitan dengan kepentingan politik dan ekonomi, hal
ini etnisitas memberikan relasi pada kepentingan-kepentingan tersebut dalam kemudahan bagi
suatu individu maupun kelompok etnis.

Industrialisasi dan urbanisasi terkadang cenderung mengambil individu individu dari latar
belakamg etnisnya serta membawa mereka ke perkotaan dan kawasan industri untuk bersaing
mendapatkan pekerjaan, pendidikan dan sumber daya lainnya. Dalam hal ini munculnya
persaingan terutama dalam pekerjaan, dimana etnisitas dapat digunakan untuk mobilitas sosial
dalam pekerjaannya, misalnya pada mobilitas ekonomi pada pekerja industrialisasi ataupun
mobilitas politik pada partai politik. Proses ini menandakan bahwa modernisasi tidaklah
melemahkan etnisitas melainkan modernisasi justru memperkuat arti penting kelompok etnis
karena dapat mengambil manfaat di bidang ekonomi maupun manfaat di bidang politik. Dengan
kata lain bahwa modernisasi memang mempengaruhi etnis akan tetapi tidak menghilangkannya,
sebaliknya etnisitas bertransformasi dari hal yang sifatnya normatif pra-modern menjadi
kesadaran kelompok dalam memanfaatkan modal simbolik dan modal kultural.

Anggapan fungsionalis terkait grup etnis sebagai entitas primordial dinilai keliru karena
etnisitas juga merupakan sebuah modal simbolik dan modal sosial yang justru bermanfaat bagi
kehidupan sosial individu maupun kelompok. Jenkins mengemukakan bahwa kelompok-
kelompok yang mempertahankan nama-nama moyang mereka namun dalam hal praksis
sangatlah berbeda, hal ini dimanfaat sebagai modal relasi bagi kelompok etnis meskipun mereka
dalam segi praksis cenderung bersikap sebagai masyarakat modern yang kompleks yang
menghargai keefektifitasan kerja.

Dalam hal ini adanya masyarakat yang majemuk ini sebagai bentuk pluralisme telah
memberikan suatu indikasi bahwa adanya ketidakmampuan sistem nilai tunggal sebagai
pemersatu atau bahkan pluralisme merupakan kumpulan masyarakat yang berbeda-beda yang
terkadang memberikan dinamika sosial tertentu yang menyatu secara utuh dengan sekumpulan
masyarakat lainnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kritik pandangan fungsionalisme bahwa
modernitas tidak melenyapkan etnisitas, meskipun modernitas mempengaruhi etnisitas namun
tidak sampai membuatnya benar benar hilang. Terlepas dari anggapan fungsionalisme bahwa
modernisasi melenyapkan etnisitas, kritik terhadap ini mengemukakan bahwa nilai etnisitas
justru bertransformasi menyesuaikan keadaan modern, ia tidak lagi dilihat sebagai nilai dan
moral pra-modern akan tetapi sebuah relasi modal simbolik dan kultural dalam memanfaatkan
mobilitas ekonomi dan politik bagi kelompok etnis tertentu.

Anda mungkin juga menyukai