Anda di halaman 1dari 4

Yeremia Andrian

1406617034
Sosiologi B 2017
Hubungan Antar Kelompok dan Gerakan Sosial

Review Chapter 4

Apakah Etnisitas akan Lenyap oleh Modernisasi?

Meskipun struktural fungsional dan teori masyarakat majemuk berbeda dalam hal
menginterpretasikan hubungan antar etnis, tetapi logika umum keduanya sangat identik. Yang
satu lebih fokus menganalisis masyarakat yang terpecah belah, sedangkan yang satu lagi
lebih fokus menganalisis kesepakatan normatif yang kuat. Keduanya memandang konsensus
normatif dan kesatuan budaya sebagai prasyarat utama untuk mempertahankan masyarakat
yang efisien, bebas konflik, berkelanjutan; Keduanya percaya bahwa prasyarat ini juga
merupakan tujuan yang dapat dicapai dan diinginkan untuk setiap masyarakat modern /
modernisasi.

Keduanya fokus pada pola penggabungan unit 'disfungsional' ke dalam keseluruhan


fungsional yang lebih besar yang diatur oleh sistem nilai dominan tunggal. Pluralisme
hanyalah sisi lain dari struktural fungsional yang sama : dimana ada memfokuskan disfungsi
internal dan pencapaian keseimbangan internal, dan ada juga yang memfokuskan pada

Untuk lebih jelasnya, kaum fungsionalis menjelaskan kekurangan dari etnisitas, yaitu :
1. Hubungan etnis terlalu mengekang dengan proses satu arah modernisasi.
2. Pendekatan ini terlalu menekankan nilai dan norma di atas minat dan efektivitas dalam
analisisnya terhadap tindakan individu dan kelompok etnis.
3. Pendekatannya tidak mampu menjelaskan secara rinci dari perubahan sosial tersebut
sebagai konflik etnis.

Kedua bentuk fungsionalis di atas didasari oleh pemikiran Durkheim, bahwa etnisitas
diperkirakan akan menurun ketika masyarakat industri sudah semakin berkembang. Bagi
Talcot Parson, ciri khas dari identitas grup etnis adalah fenomena sementara, yaitu
kejanggalan yang disebabkan oleh de-diferensiasi yang searah dengan perubahan sosial.
Proses perubahan akan terus terjadi, begitu pula saat perubahan sosial telah selesai, maka
proses evolusi akan terus berlanjut. Polanya adalah perubahan sistem sosial yang semula
lebih sederhana akan berganti menjadi sistem sosial yang lebih kompleks yang ditandai
dengan spesialisasi serta fokus keahlian tertentu.

Permasalahan diantara etnisitas dan modernisasi adalah bahwa ia hanya terlihat dalam satu
arah. Seperti yang ditunjukkan oleh banyak penelitian empiris (Olzak dan Nigel),
memandang bahwa modernisasi sering dimanifestasikan sebagai persaingan etnis.
Industrialisasi dan urbanisasi yang intensif sering kali memisahkan individu dari berbagai
latar belakang etnis dan membawa mereka ke masyarakat perkotaan yang baru dan kawasan
industri untuk bersaing di dalam pekerjaan, perumahan, pendidikan dan sumber daya lainnya.

Situasi ini menciptakan lingkungan tempat etnis keanggotaan kelompok sangat mungkin
digunakan sebagai sumber mobilisasi politik. Dalam proses modernisasi tersebut tidak akan
melemahkan identitas grup etnis, tetapi justru sebaliknya memperkuat ciri khas dari
keanggotaan kelompok etnis keanggotaan kelompok etnis karena keanggotaan ini menjadi
sumber penting individu dan manfaat ekonomi kelompok atau kekuatan politik.

Dengan kata lain modernisasi memang memengaruhi hubungan etnis tetapi tidak
menghilangkannya. Sebaliknya, mereka mentransformasi dari alam normatif dan moral
tunggal pra-modern era menjadi kelompok kepentingan sadar politik yang mampu
memanipulasi modal simbolik dan modal budaya mereka.

Anggapan fungsionalis terkait grup etnis sebagai entitas primordial dinilai keliru karena
etnisitas juga merupakan sebuah modal simbolik dan modal sosial yang justru bermanfaat
bagi kehidupan sosial individu maupun kelompok. Bentuk solidaritas kelompok yang ada
dalam konteks modern sangat sedikit hubungannya dengan yang sebenarnya, murni
keterikatan etnis. Meskipun grup etnis modern mengklaim keberlangsungan sejarah melalui
nenek moyang mereka, namun secara sosiologis mereka tergolong ke dalam bentuk asosiasi
baru. sejumlah dialek atau logat yang berbeda dapat diintegrasikan ke dalam standar bahasa,
kelompok tersebut dapat berasimilasi secara linguistik tetapi tidak menghilangkan
etnisitasnya.

Dengan menggunakan terminologi Jenkins, mengatakan bahwa kelompok-kelompok


mempertahankan nama-nama moyang mereka, namun dalam prakteknya sangatlah berbeda,
hal ini dimanfaatkan sebagai modal relasi bagi kelompok etnis meskipun mereka dalam
prakteknya cenderung bersikap sebagai masyarakat modern yang kompleks yang menghargai
keefektifitasan kerja.

Baik struktural-fungsionalisme dan teori masyarakat majemuk, keduanya menganggap


individu pada hakikatnya sebagai produk dari budaya mereka: itu adalah 'sistem budaya' dan
'unit etnis' daripada individu yang berpikiran bebas atau kelompok yang dimobilisasi sebagai
pembawa aksi sosial, norma budaya yang diinternalisasi itu mengatur tindakan mereka dan
bukan kepentingan ekonomi maupun politik.

Pluralisme lebih dipahamai sebagai variabel politik karena mengidentifikasi paksaan


sebagai salah satu faktor kunci dalam pemeliharaan masyarakat majemuk. Pluralis tidak
berkaitan dengan analisis interaksi antara budaya dan politik masyarakat yang tersegmentasi
secara etnis; mereka hanya fokus pada deskripsi dan kategorisasi masyarakat.

Bentuk pluralisme yang ditandai oleh masyarakat yang majemuk telah memberikan indikasi
bahwa adanya ketidakmampuan sistem nilai tunggal sebagai pemersatu atau bahkan
pluralisme merupakan kumpulan masyarakat yang berbeda-beda yang terkadang memberikan
dinamika sosial tertentu yang menyatu secara utuh dengan sekumpulan masyarakat lainnya.
Permasalahannya di satu sisi ia menyalahkan korban karena kegagalan untuk berasimilasi, di
sisi lain ia menganggap masyarakat terbentuk dari proses integrasi budaya. Fungsionalisme
mengabaikan ketidaksetaraan politik kelompok etnis yang dominan. Fungsionalisme sama-
sama tidak melihat adanya sifat sosial yang bertingkat sistem, kelompok etnis sendiri
tersegmentasi pada kelas, jenis kelamin, profesi, status dan sebagainya.
Dapat disimpulkan bahwa kritik pandangan fungsionalis adalah bahwa modernitas tifak
melenyapkan etnisitas, meski di satu sisi pengaruh modernitas sangat mendominasi terhadap
etnis, tetapi hal tersebut tidak membuat etnis hilang. Kritik tersebut mengemukakan bahwa
nilai etnisitas justru berubah menyesuaikan keadaan modern, tidak lagi sebagai nilai dan
moral pra-modern, akan tetapi kelompok etnis memanfaatkan mobilitas ekonomi dan politik
sebagai relasi modal simbolik dan modal kultural mereka.

Anda mungkin juga menyukai