Anda di halaman 1dari 14

PERANG BADAR AL-KUBRA DAN PERANG QOINUQO

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran sirah nabawiyyah

Disusun oleh :
Diaz Triyulian
Moch Azra Febriansah
Nail Hasan Falah
Syamil Dhiyaul Haq

PESANTREN PERSATUAN ISLAM 24 RANCAEKEK


LINGGAR-RANCAEKEK-BANDUNG
2023 M/1445 H
KATA PENGANTAR

Untuk pembuka mari kita panjatkan puji serta rasa syukur kita kepada Allah SWT. Yang
berhak atas pujian dan sanjungan yang sendirian dengan selendang kesombongan yang
maha ahad dengan sifat-sifat keangungan dan ketinggian yang telah memberikan kita beribu
kenikmatan dan kekuatan sehingga sampailah saya dan rekan saya pada puncak pembuatan
makalah ini. Semoga apa yang saya dan rekan saya sampaikan pada makalah ini bisa
menjadi bermanfaat bagi teman-teman sekalian. Amiinn...
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 5
A. Perang Badar Al-Kubra ........................................................................................................... 5
I. Hikmah Perang Badar Al-Kubra ........................................................................................ 8
B. Perang Bani Qoinuqa ............................................................................................................. 10
II. Hikmah Perang Bani Qoinuqo....................................................................................... 11
BAB III................................................................................................................................................. 14
PENUTUP ............................................................................................................................................ 14
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 14
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perang ini terjadi karena Rasulullah Saw. mendengar ada kafilah dagang milik kaum kafir
Quraisy yang baru saja kembali dari Syam di bawah pimpinan Abu Sufyan ibn Harb. Maka,
Rasulullah Saw. pun mengerahkan pasukannya, dengan tujuan merampas barang perniagaan
yang dibawa kafilah tersebut sebagai ganti dari harta benda umat Islam yang mereka tinggalkan
di Mekah. Tetapi, rupanya sebagian Muslim merasa berat melakukan itu, meskipun ada juga
sebagian lainnya yang merasa ringan. Sebab, mereka tidak pernah membayangkan umat Islam
akan berperang untuk menuntut harta mereka yang ditinggalkan di Mekah.
Menurut Ibnu Ishaq, salah satu perkara yang berhubungan dengan Bani Qainuqa' adalah
ketika Rasulullah Saw. mengumpulkan mereka di pasar Qainuqa’ dan bersabda, “Wahai orang-
orang Yahudi, takutlah kalian kepada Allah Swt., seperti petaka yang telah menimpa kaum
Quraisy. Masuk kalian ke dalam Islam, karena sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa
aku benar-benar seorang nabi yang diutus. Kalian mengetahui hal itu di dalam kitab suci kami,
dan di dalam janji Allah kepada kalian.” Mereka berkata, “Wahai Muhammad, apakah kau
menganggap kami seperti kaummu? Janganlah tertipu hanya karena engkau menghadapi suatu
kaum yang tidak memiliki pengetahuan tentang perang, sehingga engkau dapat mengambil
kesempatan. Demi Allah, seandainya engkau memerangi kami, engkau pasti mengerti bahwa
kami adalah 'orangnya".
B. Rumusan Masalah
● Apa itu perang Badar Al-Kubra?
● Hikmah perang Bada Al-Kubra
● Apa itu perang Bani Qoinuqo
● Hikmah perang Bani Qoinuqo
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perang Badar Al-Kubra


Perang ini terjadi karena Rasulullah Saw. mendengar ada kafilah dagang milik kaum kafir
Quraisy yang baru saja kembali dari Syam di bawah pimpinan Abu Sufyan ibn Harb. Maka,
Rasulullah Saw. pun mengerahkan pasukannya, dengan tujuan merampas barang perniagaan
yang dibawa kafilah tersebut sebagai ganti dari harta benda umat Islam yang mereka tinggalkan
di Mekah. Tetapi, rupanya sebagian Muslim merasa berat melakukan itu, meskipun ada juga
sebagian lainnya yang merasa ringan. Sebab, mereka tidak pernah membayangkan umat Islam
akan berperang untuk menuntut harta mereka yang ditinggalkan di Mekah.
Abu Sufyan yang masih berada di tengah perjalanan menuju Mekah ternyata mengetahui
rencana pasukan Muslim. Maka, ia pun mengirim Dhamdham ibn Amr Al-Giffari ke Mekah
untuk menyampaikan berita tersebut kepada orang-orang Quraisy, sekaligus meminta bantuan
pasukan untuk menjaga barang perniagaan mereka yang masih dalam perjalanan.
Mendengar berita itu, orang-orang Ouraisy pun langsung menyiapkan pasukan. Hampir
semua laki-laki Ouraisy ikut angkat senjata menghadapi pasukan Muslim. Bahkan, tidak
seorang pun tokoh Ouraisy yang tidak ikut berangkat berperang pada saat itu, sehingga jumlah
pasukan Ouraisy hampir mencapai seribu orang.
Setelah beberapa malam berlalu di bulan Ramadhan tahun itu, Rasulullah Saw. keluar
bersama para sahabat beliau yang jumlahnya, menurut Ibnu Ishaq, tiga ratus empat belas orang.
Adapun jumlah unta yang dikerahkan mencapai tujuh puluh ekor. Itu berarti, setiap satu ekor
unta digunakan oleh dua atau tiga orang sahabat Rasulullah Saw. Uniknya, mereka sama sekali
tidak tahu kalau pasukan Ouraisy sudah siap menghadapi mereka. Sementara itu, Abu Sufyan
yang masih berusaha menjaga kafilah yang ia pimpin, terus melanjutkan perjalanannya ke
Mekah dengan menyusuri daerah pesisir, mengitari kawasan sumur Badar dari sebelah kanan,
dan terus bergerak cepat sampai akhirnya ia berhasil menyelamatkan kafilahnya.
Ketika Rasulullah Saw. dan para sahabat telah siap berperang, tiba-tiba terdengar berita
kalau pasukan Ouraisy dalam jumlah besar telah siaga untuk memerangi kaum muslimin.
Rasulullah pun segera berembuk dengan para sahabat, tak terkecuali para sahabat dari kalangan
Muhajirin, seperti Migdad ibn Amr ra. Sahabat itu berkata, “Wahai Rasulullah, lanjutkanlah
apa yang telah Allah perintahkan padamu. Kami akan selalu bersamamu.”
Tetapi, rupanya Rasulullah Saw. tetap ingin mengetahui pendapat para sahabat yang lain.
Rasulullah Saw. bersabda, “Bagaimana pendapat kalian yang lain?” Sa'd ibn Mu'adz ra.
berkata, “Demi Allah, sepertinya engkau benar-benar menginginkan kami, wahai Rasulullah.”
Rasulullah menjawab, “Tentu.” Sa'd berkata lagi, “Sungguh kami telah beriman kepadamu, dan
kami pun telah memercayaimu. Kami telah bersaksi bahwa apa yang engkau bawa adalah
kebenaran. Atas dasar itu, kami telah berjanji dan bersumpah untuk selalu siap tunduk
kepadamu. Maka, lakukanlah apa pun yang kau inginkan, karena kami pasti akan tetap
bersamamu. Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, andaikata di hadapan kami
saat ini membentang lautan, lalu engkau menyelam, maka kami pasti akan ikut menyelam
bersamamu.”
Bukan main senangnya hati Rasulullah Saw. mendengar ucapan Sa'd. Beliau bersabda,
“Berjalanlah dan bergembiralah, karena Allah telah menjanjikan padaku salah satu di antara
dua kelompok. Demi Allah seakan-akan sekarang aku dapat melihat pertempuran mereka.”
Setelah itu, Rasulullah Saw. segera mencari tahu kekuatan pasukan Quraisy lewat mata-mata
yang beliau kirimkan ke garis depan. Dalam tempo singkat, berita dari satuan intelijen yang
menyusup ke garis depan telah menyebar ke seluruh anggota pasukan Muslim. Mereka pun
mengetahui bahwa jumlah pasukan musyrik berkisar antara sembilan ratus sampai seribu
orang, termasuk semua tokoh dan pembesar Quraisy yang ikut di dalamnya
Sebenarnya, pada saat itu Abu Sufyan sempat mengirim utusan untuk meminta agar seluruh
pasukan musyrik ditarik mundur, karena kafilah yang dipimpinnya sudah selamat tiba di
Mekah. Tetapi, permintaan tersebut ditolak mentah-mentah oleh Abu Jahal. Ia bersikeras
memerangi pasukan Muslim. Konon, kala itu ia berkata, “Demi Tuhan, kita tidak akan kembali
sebelum tiba di Badar dan bermalam di tempat itu selama tiga malam. Di situ kita akan
menyembelih beberapa binatang, makan-makan, minum khamar, dan berpesta pora agar semua
orang Arab tahu pergerakan pasukan kita sehingga mereka semua akan takut kepada kita.”
Pasukan musyrik kembali bergerak. Akhirnya, mereka tiba di sebuah lembah dekat Badar.
Sementara itu, Rasulullah Saw. bersama pasukan Muslim juga telah tiba di dekat sumur Badar.
Pada saat itu, Habab ibn Mundzir berkata kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, apakah
engkau memerhatikan tempat ini? Inikah tempat yang telah Allah tetapkan bagimu agar
pasukan kita berada di sini, sehingga tidak ada pilihan untuk pindah ke tempat lain? Ataukah,
kita berada di sini hanya berdasarkan pendapatmu, sebagaimana layaknya sebuah siasat
perang?” Rasulullah Saw. menjawab, “Pilihan ini adalah pendapat sebagai bentuk siasat
perang.” Habab berkata, “Kalau begitu, berarti ini bukanlah tempat yang tepat. Segeralah
engkau gerakkan pasukan kita agar lebih mendekati sumur. Selanjutnya, kita perdalam sumur
itu, lalu kita tampung airnya di kolam. Jadi, ketika kita bertempur, pasukan kita memiliki
persediaan air yang cukup, sedangkan musuh, tidak.” Rasulullah Saw. setuju. Pasukan pun
digerakkan menuju posisi yang diusulkan Habab ra.”
Sementara itu, Sa'd ibn Mu'adz ra. mengusulkan agar Rasulullah Saw. dibuatkan tempat
berlindung. Tujuannya, supaya beliau dapat kembali ke Madinah dengan selamat, kembali
berjumpa dengan umat Islam yang ada di kota itu. Meskipun Rasulullah Saw. setuju dengan
usulan ini, beliau menenangkan dan meyakinkan para sahabat bahwa pertolongan Allah pasti
datang. Rasulullah Saw. bersabda, “Ini adalah tempat matinya si Fulan, ini tempat matinya si
Fulan (dari pihak musyrik),” sambil meletakkan tangannya di atas tanah, di sebelah sini dan di
sebelah situ, dan seterusnya. Setelah Perang Badar usai, baru diketahui kalau tokoh-tokoh
musyrik yang disebutkan Rasulullah Saw. ternyata benar-benar meregang nyawa di tempat
seperti yang beliau sampaikan.”
Malam Jumat tanggal tujuh belas Ramadhan, Rasulullah Saw. memanjatkan doa kepada
Allah Swt. Dalam munajatnya beliau berseru, “Ya Allah, orang-orang Quraisy telah datang
dengan segala kecongkakan dan kesombongan mereka untuk menantang-Mu dan mendustai
utusan-Mu. Ya Allah, Engkau telah berjanji padaku akan menolong kami. Ya Allah,
binasakanlah musuh-musuh Mu besok.” Rasulullah Saw. terus bermunajat kepada Allah
sepenuh hati sambil menengadahkan kedua tangannya ke langit. Melihat itu, Abu Bakar ra.
terharu. Perlahan-lahan Abu Bakar ra. mendekati sahabatnya dan berkata, “Wahai Rasulullah,
bergembiralah engkau. Demi Dzat yang nyawaku berada di tanganNya, Allah pasti akan
memenuhi semua janji-Nya kepada-Mu.” Sementara itu, seluruh pasukan muslim juga tiada
henti berdoa kepada Allah, memohon pertolongan-Nya.
Pagi harinya, hari Jumat tanggal tujuh belas Ramadhan tahun kedua Hijriyah, pertempuran
antara pasukan Muslim melawan pasukan musyrik pun dimulai. Rasulullah Saw. mengambil
segenggam batu kerikil yang kecil-kecil,” kemudian melemparkannya ke arah pasukan Quraisy
sambil berseru, “Buruklah wajah-wajah itu.” Tidak lama kemudian, tak seorang pun dari
pasukan Quraisy yang matanya luput dari lemparan Rasulullah Saw. Dalam Perang Badar,
Allah juga menurunkan para malaikat untuk bertempur bersama pasukan Muslim.”
Pertempuran berlangsung sengit. Tetapi, kemenangan berpihak pada pasukan Muslim.
Dalam perang ini, tujuh puluh orang pembesar Ouraisy tewas, dan tujuh puluh orang lainnya
berhasil ditawan. Adapun dari pihak Muslim, jumlah pasukan yang syahid berjumlah empat
belas orang.
Semua mayat pasukan musyrik yang terbunuh dalam pertempuran ini, termasuk tokoh
mereka, dimasukkan ke dalam sebuah lubang di Badar. Rasulullah Saw. berdiri di bibir sumur
Badar, menghadap ke arah mayat-mayat musuh yang bergelimpangan seraya berseru,
memanggil nama mereka berikut orangtua masingmasing, “Wahai Fulan, wahai Fulan ibn
Fulan. Bukankah akan lebih menyenangkan jika kalian patuh kepada Allah dan Rasul-Nya?
Sesungguhnya sekarang kami telah benar-benar menemukan apa yang dijanjikan Tuhan kami
kepada kami. Sekarang sudahkah kalian menemukan apa yang dijanjikan Tuhan kalian?”
Tiba-tiba Umar menukas, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau berbicara dengan tubuh
yang sudah tidak bernyawa lagi?”Rasulullah Saw. menjawab, “Demi Dzat yang nyawa
Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh sebenarnya kalian tidak lebih jelas mendengar apa
yang kukatakan ini dibandingkan mereka” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Setelah itu, Rasulullah Saw. bermusyawarah dengan para sahabat untuk membahas ihwal
para tawanan perang. Pada saat itu, Abu Bakar ra. mengusulkan agar tawanan dapat ditebus
dengan diyat demi memperkuat perekonomian umat Islam. Adapun urusan mereka setelah
bebas nanti, sepenuhnya diserahkan kepada Allah Swt. dengan harapan semoga Dia berkenan
memberi hidayah kepada mereka. Sementara itu Umar ibn Khaththab ra. mengusulkan agar
semua tawanan perang Badar dijatuhi hukuman mati, karena mereka semua adalah antek-antek
kekufuran yang harus ditumpas habis. Tetapi, Rasulullah Saw. lebih cenderung menerima
usulan Abu Bakar ra. Menurut beliau, usulan tersebut lebih memenuhi rasa kasih sayang
dengan memberi mereka peluang untuk ditebus dengan uang. Akhirnya, Rasulullah Saw.
menetapkan usulan itu sebagai keputusan.
Namun, beberapa saat setelah Rasulullah Saw. mengeluarkan keputusan, tiba-tiba turunlah
ayat Al-Our'an yang justru mendukung pendapat Umar ibn Khaththab ra. Allah Swt. berfirman,
“Tidaklah patut bagi seorang Nabi untuk mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan
musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi, sedangkan Allah
menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana,” (OS
Al-Anfal (8): 67).
I. Hikmah Perang Badar Al-Kubra
Peristiwa Perang Badar Kubra jelas mengandung begitu banyak pelajaran dan bahan
renungan yang amat berharga, sebagaimana juga mengandung beberapa macam mukjizat nyata
berkenaan dengan dukungan Allah Swt. terhadap umat Islam yang selalu berpegang teguh
kepada prinsip-prinsip keimanan, dan tulus ikhlas mengemban tanggung jawab agama mereka.
Berikut ini beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa penting ini:
1. Semula, umat Islam bergerak bersama Rasulullah Saw. menuju Badar bukan untuk
berperang, melainkan untuk mengambil alih kafilah dagang Quraisy pimpinan Abu
Sufyan yang baru tiba dari Syam, sebagai pengganti harta mereka yang ditinggalkan di
Mekah saat terjadi gelombang hijrah ke Madinah. Tetapi, rupanya Allah Swt.
menghendaki agar hamba-hamba-Nya mendapatkan harta rampasan yang jauh lebih
besar, juga kemenangan gemilang yang menjadi amal paling mulia, dan paling
mendekatkan mereka dengan tujuan yang pantas dicita-citakan setiap Muslim. Allah
juga berkehendak menjauhkan kafilah yang ingin direbut oleh pihak Muslim, tetapi Dia
menggantinya dengan sesuatu yang jauh lebih besar. Semua ini menunjukkan dua hal,
sebagai berikut.
Pertama, dalam Islam harta milik musuh tidak perlu dihormati. Mereka berhak
menguasai harta tersebut, bahkan mengambil sebagian darinya. Jika sudah jatuh ke
tangan pasukan Muslim, hak kepemilikan atas harta tersebut juga jatuh ke tangan
mereka. Demikianlah hukum yang disepakati oleh semua ulama fikih. Apalagi dalam
kasus orang-orang Muhajirin yang terusir dari tempat tinggal dan terpisah dengan
keluarga mereka di Mekah. Mereka tentu memiliki alasan lain untuk merebut dan
menguasai kafilah dagang milik orang-orang Quraisy, yaitu sebagai ganti rugi atas
semua harta benda milik mereka yang telah mereka tinggalkan di Mekah, dan kemudian
dikuasai orang-orang musyrik.
Kedua, meskipun umat Islam pada saatitu hanya menginginkan sebuah “ganti rugi’,
tetapi rupanya Allah Swt. menginginkan hambaNya yang beriman mencapai sesuatu
yang lebih luhur, berkenaan dengan tanggung jawab mereka sebagai makhluk-Nya.
Tanggung jawab itu adalah tugas dakwah untuk menyeru manusia ke jalan Allah,
sekaligus berjihad di jalan-Nya dengan mengorbankan jiwa dan raga demi meninggikan
kalimat-Nya.
Dari kejadian ini, rupanya Allah ingin mendidik jiwa umat Islam agar dapat melihat apa
yang Dia firmankan di dalam ayat yang berbunyi:
Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua
golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa
yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki
untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-
orang kafir,” (QS Al-Anfal [8]: 7).
2. Dari kesediaan Rasulullah Saw. berembuk dengan para sahabat untuk membahas
masalah pelik yang muncul setelah mereka gagal merebut kafilah dagang Ouraisy dan
harus menghadapi pasukan besar bersenjata lengkap, kita tentu dapat memetik dua poin
penting, yaitu:
Pertama, komitmen Rasulullah Saw. untuk selalu berpegang pada prinsip musyawarah
dengan para sahabat. Memperhatikan perjalanan hidup Rasulullah Saw., kita dapat
melihat sosok beliau yang sangat konsisten memegang prinsip ini dalam berbagai
macam urusan yang tidak disinggung nash, terutama berkenaan dengan masalah-
masalah politik dan strategi.
Kedua, semua keputusan untuk melakukan perang, perjanjian, dan perdamaian antara
kaum muslimin dengan pihak lain harus tunduk di bawah politik hukum (al-siyasah al-
syar'iyyah), atau yang sering juga disebut dengan hukm al-imdmah. Pada dasarnya,
penetapan hukum wajib bagi jihad merupakan hukum baku yang tidak dapat di-naskh
maupun diganti dengan ketetapan hukum lain.
3. Urgensi ketundukan kepada Allah Swt. dan kesadaran kuat dalam berharap
pertolongan-Nya.
Kita lihat Rasulullah Saw. berusaha kuat untuk menenangkan para sahabat dengan
mengatakan mereka pasti akan meraih kemenangan. Bahkan, Rasulullah Saw. sampai
merasa perlu menunjukkan beberapa tempat di atas tanah seraya berkata, “Ini adalah
tempat matinya si Fulan .... Dan ternyata, semua yang dikatakan Rasulullah Saw. benar-
benar menjadi kenyataan. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis sahih, semua
tokoh musyrik yang tempat kematiannya diramalkan Rasulullah Saw. benar-benar
terbunuh di tempat itu.
4. Pertolongan malaikat dalam Perang Badar
Peristiwa Perang Badar mengandung salah satu mukjizat terbesar yang menghantarkan
pasukan Muslim meraih kemenangan gemilang. Dalam perang itu, Allah menurunkan
malaikat untuk ikut bertempur bersama pasukan Muslim. Fakta ini benar-benar terjadi,
karena didukung sekian dalil, baik Al-Qur'an maupun sunnah yang sahih.
Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. berseru dari dalam kemahnya,
“Bergembiralah, wahai Abu Bakar, karena pertolongan Allah telah datang kepadamu.
Jibril telah meraih tali kekang kudanya, kemudian menghelanya ke arah kepulan debu
Ada yang mengatakan, “malaikat” sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt. di
atas bukanlah dalam pengertian yang hakiki, tetapi lebih merupakan semangat spiritual,
kekuatan batin, atau lainnya. Pendapat ini dipatahkan ayat yang secara gamblang
menyebutkan jumlah malaikat yang ikut membantu pasukan Muslim dalam Perang
Badar. Dalam ayat tersebut Allah Swt. berfirman, “(Ingatlah), ketika kamu memohon
pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu, “Sesungguhnya Aku
akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang
berturut-turut,” (OS Al-Anfal [8]: 9).

B. Perang Bani Qoinuqa


Menurut Ibnu Ishaq, salah satu perkara yang berhubungan dengan Bani Qainuqa' adalah
ketika Rasulullah Saw. mengumpulkan mereka di pasar Qainuqa’ dan bersabda, “Wahai orang-
orang Yahudi, takutlah kalian kepada Allah Swt., seperti petaka yang telah menimpa kaum
Quraisy. Masuk kalian ke dalam Islam, karena sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa
aku benar-benar seorang nabi yang diutus. Kalian mengetahui hal itu di dalam kitab suci kami,
dan di dalam janji Allah kepada kalian.” Mereka berkata, “Wahai Muhammad, apakah kau
menganggap kami seperti kaummu? Janganlah tertipu hanya karena engkau menghadapi suatu
kaum yang tidak memiliki pengetahuan tentang perang, sehingga engkau dapat mengambil
kesempatan. Demi Allah, seandainya engkau memerangi kami, engkau pasti mengerti bahwa
kami adalah 'orangnya".
Ibnu Hisyam meriwayatkan dari Abdullah ibn Ja'far ibn Miswar ibn Makhramah dari Abu
'Uwanah berkata, “Seorang perempuan Arab datang membawa barang dagangan untuk dijual
di pasar Oainuga'. Di situ ia menemui seorang pandai emas. Tiba-tiba, orang-orang di pasar
Oainuga' menggoda perempuan itu, membuka cadar yang dikenakannya. Tentu saja perempuan
itu membela diri dan menolak. Akhirnya, ditempuhlah cara-cara licik. Si pandai emas mengikat
ujung kain perempuan itu. Ketika berdiri, kain yang ia kenakan terlepas. Orang-orang Qainuqa'
ramai menertawakannya. Dan, perempuan Arab itu menjerit-jerit menahan malu. Dalam pada
itu, muncullah lelaki Muslim dan langsung menyerang si pandai emas hingga tewas. Karena ia
orang Yahudi, maka orang-orang Yahudi yang ada di situ balik mengeroyok si Muslim sampai
tewas. Setelah itu, berita pembunuhan tersebut tersebar luas. Umat Islam marah mendengarnya.
Maka, meletuslah peperangan antara kaum muslimin dengan Bani Qainuqa'. Merekalah kaum
Yahudi yang pertama melanggar perjanjian dengan Rasulullah Saw.'
Dalam riwayat yang dinukil Imam Al-Thabari dan Al-Wagigi dinyatakan bahwa peristiwa
itu terjadi pada pertengahan bulan Syawal tahun kedua hijriah.'“
Rasulullah Saw. memerintahkan agar Bani Oainuga' dikepung. Beberapa hari kemudian,
Bani Qainuga' tunduk di bawah aturan Islam.
Pada saat itu, tampillah Abdullah ibn Ubayy ibn Salul menghadap Rasulullah Saw. dan
berkata, “Wahai Muhammad, hendaklah kau berlaku baik terhadap pengikut-pengikutku.”
Tetapi, Rasulullah Saw. tidak memedulikan Abdullah ibn Ubayy. Tokoh munafik itu pun
mengulangi lagi ucapannya. Lagi-lagi Rasulullah Saw. tidak memberikan tanggapan. Tiba-tiba
Abdullah ibn Ubayy memasukkan tangannya ke saku baju besi Rasulullah Saw. Beliau berseru,
“Lepaskan!” Para sahabat melihat api kemarahan di wajah Sang Nabi. Rasulullah berseru lagi.
“Lepaskan! Celaka engkau!" Akan tetapi, Abdullah ibn Ubayy bersikeras, “Demi Tuhan, aku
tidak akan melepaskanmu sebelum engkau bersikap baik terhadap pengikut-pengikutku. Empat
ratus orang tanpa baju besi dan tiga ratus orang dengan baju besi telah merintangi aku dari
merah dan hitam.” Apakah engkau akan menghabisi mereka semua dalam satu hari?! Sungguh,
demi Tuhan, aku khawatir akan timbul bencana.” Rasulullah Saw. bersabda, “Mereka adalah
milikmu. Perintahkan mereka keluar dari Madinah, dan jangan tinggal di dekat kota ini.” Maka,
orang-orang Bani Qainuqa' pun kemudian keluar dari Madinah menuju Syam. Tidak sedikit
dari mereka yang meregang nyawa di tempat yang baru. Pada saat itu, Ubadah ibn Shamit ra.
masih menjalin perjanjian damai dengan kaum Yahudi, seperti yang dilakukan Abdullah ibn
Ubayy. Mendengar pengusiran itu, Ubadah segera menemui Rasulullah Saw. dan berkata,
“Sesungguhnya aku akan berwali kepada Allah, Rasulullah Saw., dan orang-orang mukmin.
Dan, aku berlepas tangan dari perjanjian yang diucapkan orang-orang kafir itu dan perwalian
kepada mereka.”
Pada saat itulah turun ayat yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu): sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian
yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Maka, kamu akan melihat orang-orang yang ada
penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan
Nasrani) seraya berkata, ‘Komi takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan Allah akan
mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka,
karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri
mereka,” (QS Al-Ma'idah [5] : 51-52).

II. Hikmah Perang Bani Qoinuqo


Pertama, prinsip aurat bagi muslimah. Sebagaimana diketahui, penyebab terjadinya
konflik ini adalah tindakan salah seorang Yahudi yang ingin membuka paksa cadar wanita Arab
ketika ia datang ke pasar. Kejadian yang diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam ini tentu tidak
sertamerta menafikan penyebab lain, seperti diriwayatkan para perawi sirah Rasulullah Saw.
yang lain, yaitu kedengkian orang-orang Yahudi yang amat mendalam terhadap kaum
muslimin, terutama setelah pasukan Islam berhasil meraih kemenangan gemilang dalam perang
Badar Kubra. Hal ini dapat dilihat dengan jelas dari ucapan mereka di hadapan Rasulullah Saw.,
“Demi Allah, seandainya engkau memerangi kami, engkau pasti mengerti bahwa kamilah
orangnya”
Alasannya, kemungkinan besar, dua peristiwa itu terjadi secara bersamaan dan sejalan satu
sama lain di dalam sejarah. Nyaris tidak mungkin Rasulullah Saw. menggugurkan perjanjian
yang lebih dulu dilanggar kaum Yahudi, hanya karena sepenggal kalimat salah seorang tokoh
Yahudi. Orang-orang Yahudi itu pasti telah melakukan berbagai tindakan yang begitu
menyakiti perasaan umat Islam, selain apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam.
Peristiwa di pasar Qainuqa' menunjukkan bahwa perintah menutup aurat yang diwajibkan di
dalam Islam mencakup bagian wajah. Jika tidak, perempuan Arab tentu tidak perlu menutup
wajahnya ketika datang ke pasar Oainuga' Selain itu, jika menutup wajah yang dilakukan
perempuan Arab itu bukan bagian dari hukum agama, orang-orang Yahudi tidak akan
memperlakukannya seperti itu. Sebab, mereka melakukan itu karena ingin memancing
munculnya sentimen keagamaan.
Kedua, kejadian ini jelas menunjukkan kaum Yahudi Bani Qainuga' memendam kedengkian
terhadap kaum muslimin. Tetapi, mengapa kedengkian itu baru diketahui setelah tiga tahun
negara Islam berdiri di Madinah? Bagaimana kaum Yahudi dapat terus menyembunyikan
kedengkian dan niat jahat mereka terhadap umat Islam?
Jawabannya, salah satu hal yang mengobarkan api kedengkian di hati kaum Yahudi
Madinah adalah kemenangan pasukan Islam di Perang Badar Kubra. Kemenangan itu tidak
pernah terbayangkan oleh kaum Yahudi. Dada mereka mendadak sesak dipenuhi kemarahan
yang meledak-ledak dan perasaan iri yang meletup-letup. Tak ada pelampiasan selain
melakukan perbuatan amoral, seperti dikisahkan di atas. Bahkan, kedengkian yang dipendam
orang-orang Yahudi itu meledak setelah mereka secara terus terang menyatakan, sebagaimana
termaktub dalam riwayat yang kami nukil di atas, bahwa mercka tidak menyukai kemenangan
pasukan Islam dalam perang Badar Kubra.
Ketiga, hukum bergaul dengan orang munafik menurut Islam. Pembelaan Abdullah ibn
Ubayy terhadap orang-orang Yahudi dengan cara seperti yang telah dipaparkan di atas, benar-
benar telah membuka topeng kemunafikannya. Tindakan Abdullah ibn Ubayy menunjukkan
dirinya berpura-pura memeluk Islam, sementara di dalam hati terpendam keinginan untuk
menyerang Islam dan para pemeluknya.
Rasulullah Saw. memperlakukan Abdullah ibn Ubayy seperti muslim yang lain,
meskipun kedok kemunafikannya sudah tersingkap. Rasulullah Saw. berbuat seperti itu, karena
hukum Islam berhubungan dengan dua sisi: pertama, sisi yang berhubungan dengan dunia dan
taklif umat Islam, baik individu maupun masyarakat, yang diawasi oleh khalifah atau penguasa.
Kedua, sisi yang berhubungan dengan akhirat, dan semua yang menyangkut perkara ini
sepenuhnya diserahkan kepada Allah Swt.
Keempat, mengangkat orang non-Muslim sebagai wali. Jika kita merenungkan salah
satu hasil terpenting dari peristiwa ini, yaitu turunnya ayat yang berhubungan dengannya, kita
tentu akan mengetahui bahwa Muslim mana pun tidak diperbolehkan menjadikan non-Muslim
sebagai wali, atau rekan yang mendapatkan bagian dari kekuasaan atas orang-orang Muslim.
Ketentuan syariat ini telah menjadi salah satu aturan pokok dalam syariat Islam yang
tidak diperselisihkan oleh para ulama. Ayat-ayat AlQur'an yang secara eksplisit menekankan
larangan ini terbilang banyak. Hadis-hadis Rasulullah Saw. yang mendukung ayat-ayat tersebut
mencapai derajat tawdtur ma'nawi. Artinya, tidak ada celah bagi siapa pun untuk
menyangkalnya.
Hukum ini memiliki satu pengecualian, yaitu ketika kaum muslimin terpaksa berada di
bawah kekuasaan orang-orang kafir, disebabkan lemahnya keadaan mereka. Dalam kondisi
seperti itu, Allah Swt. memberikan keringanan (rukhsah) melalui firman-Nya,
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari
pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti mereka.
Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali
(mu),” (QS Ali Imran [3]: 28).
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Peristiwa Perang Badar Kubra jelas mengandung begitu banyak pelajaran dan bahan
renungan yang amat berharga, sebagaimana juga mengandung beberapa macam mukjizat
nyata berkenaan dengan dukungan Allah Swt. terhadap umat Islam yang selalu berpegang
teguh kepada prinsip-prinsip keimanan, dan tulus ikhlas mengemban tanggung jawab agama
mereka.
Secara keseluruhan, rangkaian peristiwa ini menunjukkan watak dasar orang-orang
Yahudi yang gemar berkhianat dan menggunting dalam lipatan. Kaum Yahudi memang selalu
memperlakukan orangorang di sekeliling mereka dengan buruk. Mereka selalu melakukan
berbagai macam kebusukan.

Anda mungkin juga menyukai