beberapa faktor utama yang menentukan laju fotosintesis Intensitas cahaya. Laju fotosintesis
maksimum ketika banyak cahaya. Konsentrasi karbon dioksida. Semakin banyak karbon
dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang dapt digunakan tumbuhan untuk
melangsungkan fotosintesis. Suhu. Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis
hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring
dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.Kadar air. Kekurangan air atau
kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan karbon dioksida
sehingga mengurangi laju fotosintesis. Kadar fotosintat (hasil fotosintesis). Jika kadar
fotosintat seperti karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik. Bila kadar fotosintat
bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang. Tahap pertumbuhan.
Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan yang sedang
berkecambah ketimbang tumbuhan dewasa. Hal ini mungkin dikarenakan tumbuhan
berkecambah memerlukan lebih banyak energi dan makanan untuk tumbuh. (Zahara,2021)
3. PERSAMAAN
Proses sintesis karbohidrat dari bahan-bahan anorganik (CO2 dan H2O) pada tumbuhan
berpigmen dengan bantuan energi cahaya matahari disebut fotosintesis dengan persamaan
reaksi kimia berikut ini. cahaya matahari (Andria et al, 2017)
6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2
Berdasarkan reaksi fotosintesis di atas, CO2 dan H2O merupakan substrat dalam reaksi
fotosintesis dan dengan bantuan cahaya matahari dan pigmen fotosintesis (berupa klorofil dan
pigemen-pigmen lainnya) akan menghasilkan karbohidrat dan melepaskan oksigen. Cahaya
matahari meliputi semua warna dari spektrum tampak dari merah hingga ungu, tetapi tidak
semua panjang gelombang dari spektrum tampak diserap (diabsorpsi) oleh pigmen
fotosintesis. Atom O pada karbohidrat berasal dari CO2 dan atom H pada karbohidrat berasal
dari H2O. (Andria et al, 2017)
Natrium karbonat merupakan salah satu bahan baku penting dalam industri kimia.
Kandungan natriumnya menghasilkan sifat peremajaan yang membuatnya penting dalam
industri kaca dan silikat. Natrium karbonat atau disebut juga soda abu biasanya digunakan
untuk menetralisir asam anorganik dan organik atau garam asam dan untuk menjaga pH
konstan dalam proses(220) di mana asam dibebaskan. Ini juga digunakan dalam produksi
garam natrium (misalnya, tartrat, kromat, nitrat, sitrat, fosfat, garam asam lemak). Natrium
karbonat juga dapat digunakan dalam larutan encer untuk menghilangkan sulfur dioksida dari
gas proses atau dari gas membentuk natrium sulfit dan natrium bikarbonat. (Rima,2019)
Kegunaan lain dari natrium karbonat adalah sebagai berikut: 1. Industri kimia: produksi
bahan pemutih, boraks, kromat dan dikromat, pupuk, pewarna, pengisi, zat penyamakan,
bahan pembersih industri, katalis (245;249), kriolit, perekat, karbonat logam, natrium nitrat,
perborat, fosfat, silikat, pigmen ultramarine, silikat terlarut , dll. 2. Industri detergen dan
sabun: pembuatan deterjen dan saponifikasi lemak. 3. Petrokimia: netralisasi 4. Industri Pulp
dan Kertas: kayu masak; netralisasi, pembersihan, pemutihan, dan perawatan kertas daur
ulang. 5. Industri sutra buatan: deacidification dari sutra buatan. 6. Industri tekstil:
pencelupan, pemutihan, dan finishing wol dan kapas. 7. Industri besi dan baja: pengangkatan
belerang dan fosfor dari besi (251) babi, besi cor, dan baja. 8. Industri logam berat:
pencernaan dan benefisiasi bijih (misalnya antimoni, timbal (202-205), krom, kobalt, nikel,
bismut, dan timah). 9. Industri makanan(237) : hidrolisis protein, produksi margarin dan pati,
dan pelunakan jus bit gula. 10. Perlindungan lingkungan: -Pemurnian gas buang dengan
menyuntikkan natrium karbonat atau natrium hidrogen karbonat (proses kering). -Regenerasi
danau asam oleh pengenalan briket natrium karbonat, sehingga sedimen organik
menunjukkan reaksi alkali selama periode Panjang. (Rima,2019)
6.FUNGSI BROMOTHYL BLUE dan HCL
Taha et al., (2013) membuat media yang mengandung pH indikator untuk mengidentifikasi
jamur dermatofita. Indikator yang digunakan adalah bromothymol blue 1,6%. Bromothymol
blue memiliki range pH 6,0 – 7,6 sehingga menghasilkan warna biru dalam suasana alkali
dan warna kuning dalam suasana asam. Hasil penelitian menghasilkan 234 dari 250 sampel
teridentifikasi sebagai jamur dermatofita, yang ditunjukan dengan adanya perubahan warna
dari kuning menjadi biru pada media. Menurut hasil penelitian Li et al., (2009) yang
membuat media baru untuk menumbuhkan jamur dermatofita, disebutkan bahwa indikator
bromothymol blue lebih cepat berubah warna daripada phenol red. Ini dikarenakan gradasi
perubahan warna pada phenol red cenderung mirip dan lebih banyak, yaitu kuning → salmon
→ merah muda → merah. Sedangkan pada bromothymol blue perubahan warna terdiri dari
tiga gradasi warna yakni kuning → hijau → biru. (Nuraini et al,2018)
Asam klorida (HCl) berfungsi sebagai katalisator yaitu dapat membantu dalam proses
pemecahan karbohidrat menjadi gula. Metode hidrolisis secara asam lebih sederhana,
tanpaharus melalui beberapa tahapan seperti pada hidrolisis secara enzimatis. (Erna,2022)
DAFTAR PUSTAKA
Kartika (2020). Pengaruh Cahaya dan Suhu Berdasarkan Karakter Fotosintesis Ceratophyllum
demersum sebagai Agen Fitoremediasi. Journal homepage:Kartika Kimia
Makhtufah, ulfaturraohma,et al (2023). Pengaruh cahaya terhadap proses fotosintesis pada
tanaman naungan dan tanaman terpapar cahaya langsung. J. Pengabdian Masyarakat MIPA
dan Pendidikan MIPA
Fuji,Z. (2021). PENGARUH CAHAYA MATAHARI TERHADAP PROSES FOTOSINTESIS.
Prosiding SEMNAS BIO.
Agusta, A., Yulita,K.,Kanti,A. et al (2017).Berita Biologi. Jurnal ilmu-ilmu hayati
Jumalia, R., & Zainul, R.,(2019). Natrium Karbonat : Termodinamika dan Transport Ion.
Chemistry Education, FMIPA, Universitas Negeri Padang, Indonesia
Nuraini, Fauziyah, W. et al (2018). PENGARUH INDIKATOR BROMOTHYMOL BLUE
DENGAN BROMOCRESOL PURPLE TERHADAP PIGMENTASI Trichophyton
mentagrophytes PADA MEDIA SEREAL AGAR. JURNAL RISET KESEHATAN
POLTEKKES DEPKES BANDUNG. 11(2)
Hastuti, E.(2022). PENGARUH KONSENTRASI HCL PADA PROSES EXFOLIASI GRAPHENE
OXIDE. Indonesian Journal of Applied Physics (IJAP) Vol. 12 No. 2